OLEH :
KELOMPOK 6
1. YUNI O. TAKAEB
2. YANA L. SAFIS
3. YUNA Y. TOLEU
4. RIA F. SOL’UF
KUPANG
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat limpahan rahmat dan
hidayahNya, Kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah yang berjudul
“Penatalaksanaan dan pencegahan penyakit Diare di Puskesmas”. ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Penyakit.. Kami menyadari dalam penyusunan
makalah ini tanpa adanya bimbingan, dorongan, motivasi, dan doa, makalah ini tidak akan
terwujud. Untuk itu Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Emanuel S.B. Lewar, S.
Kep., Ns., M.Kep selaku dosen mata kuliah Manajemen Penyakit yang telah membimbing
dalam kegiatan belajar mengajar. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya
khususnya mahasiswa dan masyarakat umum.
Akhir kata Kami menyadari makalah ini masih banyak kesalahan, baik dalam penulisan
maupun informasi yang terkandung didalam makalah ini, oleh karena itu Kami
mengharapkan kritik maupun saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan
dimasa yang akan datang.
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2 PEMBAHASAN
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 3
BAB 1
PENDAHULUAN
Diare merupakan penyakit umum yang masih menjadi masalah kesehatan utama pada
anak terutama pada balita di berbagai negara-negara terutama di negara berkembang.
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena
frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer dan cair
(Suriadi & Yuliana, 2006). Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2005). Penderita diare
paling sering menyerang anak dibawah lima tahun (balita). Berdasarkan data yang
diperoleh dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2009 menyatakan bahwa
lebih dari sepertiga kematian anak secara global disebabkan karena diare sebanyak 35%.
United Nations International Children’s Emergensy Fund (UNICEF) memperkirakan
bahwa secara global diare menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun
(Herman, 2009). Beban global diare pada tahun 2011 adalah 9,00% balita meninggal dan
1,0% untuk kematian neonatus. Di Indonesia diare merupakan salah satu penyebab
kematian kedua terbesar pada balita setelah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah masyarakat Indonesia. Prevalensi
diare pada balita di Indonesia juga mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
menunjukkan keseluruhan 14% anak balita mengalami diare. Prevalensi diare tertinggi
terjadi pada anak dengan umur 6-35 bulan, karena pada umur sekitar 6 bulan anak sudah
tidak mendapatkan air susu ibu. Prevalensi diare berdasarkan jenis kelamin tercatat
sebanyak 8.327 penderita laki laki, dan 8054 penderita perempuan. Komplikasi yang
dapat muncul pada penderita diare bila tidak segera ditangani dengan benar dapat terjadi
Dehidrasi (ringan sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik), renjatan
hipovolemik, hipokalemia,hipoglikemia, intolerasni sekunder akibat kerusakan vili
mukosa usus dan defisiensi enzim laktase, terjadi kejang pada dehidrasi hipertonik.
Selanjutnya dapat terjadi malnutrisi energi protein akibat muntah dan diare (Ngastiyah,
2005).
1.3. Tujuan
1.4. Manfaat
PEMBAHASAN
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defeksi lebih dari
biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa
darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2005). Diare merupakan cairan dan elektrolit secara
berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk
tinja yang encer dan cair (Suriadi & Yuliana, 2006).
Diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi atau proses peradangan pada usus yang secara
langsung mempengaruhi sekresi enterosit dan fungsi absorbsi akibat peningkatan kadar cyclic
Adenosine Mono Phosphate (AMP) yaitu vibrio cholere, toksin heat-labile dari Escherichia
choli, tumor penghasil fase aktif intestinal peptide. Penyebab lain diare juga disebabkan
karena bakteri parasit dan virus, keracunan makanan, efek obat-batan dan sebagainya
(Ngastiyah, 2005). Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu
Infeksi enteral Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak.
Infeksi bakteri: virbio, E.coli, salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas, dan sebagainya.
Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis) Adeno
virus,Rotavirus, Astrovirus, dan sebagainya.
Infeksi parasit: Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,Strongyloides), Protozoa
(Entamoeba histolityca, Giardia Lamblia, Trichomonas hominis), Jamur (Candida
albicans). Organisme-organisme ini mengganggu proses penyerapan makanan di usus
halus. Makanan yang tidak diserap usus akan menyerap air dari dinding usus. Pada
keadaan ini proses makanan di usus besar menjadi sangat singkat serhingga air tidak
sempat diserap. Hal ini yang menyebabkan tinja beralih pada diare.
Infeksi parenteral Infeksi parenteral adalah infeksi diluar alat pencernaaan seperti :
Otitis Media Akut (OMA), tonsillitis atau tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak
berumur dibawah 2 tahun.
Jenis-jenis Diare
Menurut Suratun & Lusianah (2010) terdapat beberapa jenis diare, yaitu sebagai
berikut:
1. Diare akut adalah diare yang serangannya tiba-tiba dan berlangsung kurang
dari 14 hari. Diare akut diklasifikasikan : 9
Diare non inflamasi, diare ini disebabkan oleh enterotoksin dan
menyebabkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan
darah. Keluhan abdomen jarang atau bahkan tidak sama sekali.
Diare inflamasi, diare ini disebabkan invasi bakteri dan pengeluaran
sitotoksin di kolon. Gejala klinis di tandai dengan mulas sampai nyeri
seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, gejala dan tanda dehidrasi.
Secara makroskopis terdapat lendir dan darah pada pemeriksaan feses
rutin, dan secara mikroskopis terdapat sel leukosit polimorfonuklear.
2. Diare kronik yaitu diare yang berlangsung selama lebih dari 14 hari. Mekanisme
terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi diare sekresi,
diare osmotik, diare eksudatif, dan gangguan motilitas.
Pengobatan adalah suatu proses yang menggambarkan suatu proses normal atau
fisiologi, dimana diperlukan pengetahuan, keahlian sekaligus berbagai 12
pertimbangan profesional dalam setiap tahan sebelum membuat suatu keputusan
(Dewi Sekar, 2009).Adapun tujuan dari penalataksanaan diare terutama pada balita
adalah:
Mencegah dehidrasi.
Mengobati dehidrasi.
Mencegah ganngguan nutrisi dengan memberikan makan selama dan sesudah diare.
Memperpendek lamanya sakit dan mencegah diare menjadi berat.
Prinsip dari penatalaksanaan diare Prinsip dari tatalaksana diare pada balita adalah Lintas
Diare yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dengan rekomendasi
WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki
kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/ 14 menghentikan diare dan mencegah
anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare untuk itu
Kementrian Kesehatan telah menyusun Lima Langkah Tuntaskan Diare (Lintas Diare)
yaitu:
1. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan adalah ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan individu serta
masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang
diinginkan(Setiana. L. 2005).
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas diare Puskesmas , pemberian informasi tentang
diare dan penanganan terjadinya diare dilakukan melalui penyuluhan yang bertujuan untuk
memberdayakan masyarakat sehingga mampu untuk mengatasi masalah kesehatannya
sendiri. Kegiatan penyuluhan dilakukan di posyandu dan sekolah. Dengan kata lain dengan
adanya penyuluhan tersebut diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku
kesehatan dari sasaran (Notoatmodjo, 2010). Sehingga mengurangi kasus diare.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas diare bahwa media yang digunakan dalam
melakukan penyuluhan adalah media seperti poster, leaflet dan lembar balik penyuluhan
hanya saja lembar balik penyuluhan yang digunakan kurang lengkap dan organisasi
masyarakat tidak terlibat melakukan penyuluhan. Penyuluhan yang dilakukan di masyarakat
selama ini kurang berhasil. Lebih menonjolkan sisi kuratif yang diberikan kepada masyarakat
selama ini dan lebih banyak menerima informasi mengenai penanganan diare. Dipengaruhi
oleh frekuensi penyuluhan dan tehnik komunikasi yang digunakan. Teknik komunikasi yang
digunakan lebih banyak menggunakan konseling tanpa menggunakan media lain (Riri Astika
Indriani, 2014). Untuk itu dalam melakukan penyuluhan diare sebaiknya menggunakan media
yang lengkap dan organisasi masyarakat juga terlibat dalam melakukan penyuluhan.
Kader diharapkan dapat berperan sebagai pemberi informasi kesehatan kepada masyarakat,
penggerak masyarakat untuk melaksanakan pesanpesan kesehatan seperti mendatangi
posyandu dan melaksanakan hidup bersih dan sehat. Disamping itu kader juga dapat berperan
sebagai orang yang pertama kali menemukan jika ada masalah kesehatan di daerahnya dan
segera melaporkan ke tenaga kesehatan setempat. Kader merupakan penghubung antara
masyarakat dengan tenaga kesehatan karena kader selalu Jurnal Kesehatan Masyarakat.
2.Penyehatan Lingkungan
Berdasarkan wawancara dengan petugas kesling diketahui bahwa masih ada penduduk
wilayah Puskesmas yang buang air besar (BAB) sembarangan seperti di drainase sawah dan
kebun. Hal tersebut tentunya berkaitan dengan kepemilikan jamban dan merupakan salah satu
faktor terjadinya penyakit diare. Penelitian Kamaruddin menunjukkan bahwa faktor
lingkungan yaitu ketersediaan jamban, sumber air bersih, tempat pembuangan sampah dan
hygiene perorangan ada hubungan kejadian diare (Kamaruddin 2004). Penggunaan jamban
oleh masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Masih perlu karena masih ada
beberapa masyarakat yang tidak memiliki jamban. Dari hasil wawancara dengan Petugas
kesehatan lingkungan diketahui bahwa kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan
lingkungan dinilai masih rendah, pengelolaan sampah tidak terkelola dengan baik,
masyarakat masih ada yang buang sampah sembarangan ke drainase sawah dan di
pekarangan rumah. Rendahnya partisipasi masyarakat dikarenakan rendahnya
pemberdayaan masyarakat yang dilakukan selama ini. Masyarakat hanya sekedar tahu bahwa
lingkungan yang kotor dapat menimbulkan penyakit tanpa mau dan mampu untuk berbuat.
Hal tersebut dikarenakan kurangnya pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah
harus lebih dekat dengan masyarakat dan menanamkan kesadaran masyarakat bahwa
kebersihan itu penting untuk mencegah penularan penyakit dan keterlibatan masyarakat
dalam hal itu sangat dibutuhkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Friedmann, dalam
mengambil keputusan atau bertindak positif oleh Pemerintah dapat mempengaruhi
peningkatan partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan (Friedmann 1992).
Kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam hal penyehatan lingkungan yang harus
bekerja sama dengan pemerintah setempat meliputi : pemeriksaan sanitasi rumah penduduk,
pemeriksaan bakteriologis perusahaan air minum isi ulang, penyuluhan PHBS dan menjalin
kerjasama dengan masyarakat setempat baik itu tokoh adat, agama dan pemuda.
Berdasarkan wawancara dengan petugas kesling diketahui bahwa masih ada penduduk
wilayah Puskesmas yang buang air besar (BAB) sembarangan seperti di drainase sawah dan
kebun. Hal tersebut tentunya berkaitan dengan kepemilikan jamban dan merupakan salah satu
faktor terjadinya penyakit diare.
Hambatan dalam kegiatan penyehatan lingkungan adalah rendahnya peran serta masyarakat
untuk ikut bertanggung jawab menjaga kebersihan lingkungan. Masyarakat menganggap
bahwa penyakit diare itu tidak terlalu berbahaya tetapi sebaliknya, karena dapat
mengakibatkan kematian. Dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional, khususnya di
bidang kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa masyarakat
bukanlah sebagai objek tetapi merupakan subjek dari pembangunan itu sendiri. Pada
hakikatnya, kesehatan dipolakan mengikut sertakan masyarakat secara aktif dan bertanggung
jawab (Efendi, 2009).
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas diare dan kesehatan lingkungan bahwa
penyebab utama penyakit diare di Puskesmas dari segi makanan karena seringnya
mengkonsumsi makanan siap saji yang kebersihannya tidak dijamin. Selain itu, lingkungan
juga bisa mempengaruhi seperti wc dan drainase yang belum memadai. Program penyuluhan
dan penyehatan lingkungan yang dilakukan di masyarakat dalam penurunan kasus diare tidak
terlalu berpengaruh karena masih adanya masyarakat yang tidak peduli dengan
kebersihannya. Dalam program perawatan kesehatan dasar di pedesaan, intervensi perawatan
anak efektif dalam penurunan kasus diare pada anak, tetapi efek ini tidak merata terhadap
status sosial ekonomi rumah tangga. Jadi, harus diperhatikan ketika intervensi perawatan
anak dilaksanakan di pedesaan Cina untuk mengurangi diare pada anak-anak (Hong Yan,
2018).
BAB 3
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defeksi lebih dari
biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa
darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2005). Diare merupakan cairan dan elektrolit secara
berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk
tinja yang encer dan cair (Suriadi & Yuliana, 2006).
Pengobatan adalah suatu proses yang menggambarkan suatu proses normal atau fisiologi,
dimana diperlukan pengetahuan, keahlian sekaligus berbagai 12 pertimbangan profesional
dalam setiap tahan sebelum membuat suatu keputusan (Dewi Sekar, 2009).
Prinsip dari tatalaksana diare pada balita adalah Lintas Diare yang didukung oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) dengan rekomendasi WHO
Mencegah dehidrasi.
Mengobati dehidrasi.
Mencegah ganngguan nutrisi dengan memberikan makan selama dan sesudah diare.
Nasihat pada ibu/ pengasuh anak Oralit Oralit adalah campuran garam elektrolit yang
terdiri atas Natrium klorida (NaCl), Kalium Klorida (KCl), sitrat dan glukosa.
Pencegahan Penyakit Diare di Puskesmas
1. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan adalah ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses perubahan individu
serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang
diinginkan(Setiana. L. 2005) , bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sehingga
mampu untuk mengatasi masalah kesehatannya sendiri. Kegiatan penyuluhan dilakukan
di posyandu dan sekolah. Dengan kata lain dengan adanya penyuluhan tersebut
diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku kesehatan dari sasaran
(Notoatmodjo, 2010). Sehingga mengurangi kasus diare.
2. Penyehatan Lingkungan
Berdasarkan wawancara dengan petugas kesling diketahui bahwa masih ada penduduk
wilayah Puskesmas yang buang air besar (BAB) sembarangan . Hal tersebut tentunya
berkaitan dengan kepemilikan jamban dan merupakan salah satu faktor terjadinya
penyakit diare. Penelitian Kamaruddin menunjukkan bahwa faktor lingkungan yaitu
ketersediaan jamban, sumber air bersih, tempat pembuangan sampah dan hygiene
perorangan ada hubungan kejadian diare (Kamaruddin 2004). Penggunaan jamban oleh
masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Masih perlu karena masih ada
beberapa masyarakat yang tidak memiliki jamban.
3.2 Saran
Untuk dapat mencegah kesehatan masyarakat agar dapat meningkatkan pola perilaku hidup
bersih dan sehat serta menjaga sanitasi lingkungan yang baik sehingga terhindar dari
penyakit berbasis lingkungan seperti Diare dan selalu membiasakan mencuci tangan dengan
sabun setiap akan makan, setelah BAB dan sebelem melakukan aktifitas yang berhubungan
dengan makanan .
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin R. 2007. Current Issue Kematian Anak karena Penyakit Diare (Skripsi).
Universitas Hasanuddin Makasar. Diakses: 23 Mei 2009. Depkes RI. 2000. Buku Pedoman
Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes RI
Wijoyo. 2013. Diare Pahami Penyakit dan Obatnya. Yogyakarta: Citra Aji.