Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmakologi sebagai ilmu yang berbeda dari ilmu lain secara umum pada
keterkaitannya yang erat dengan ilmu dasar maupun ilmu klinik sangat sulit
mengerti farmakologi tanpa pengetahuan tentang fisiologi tubuh, biokimia, dan
ilmu kedokteran klinik. Jadi, farmakologi adalah ilmu yang mengintegrasikan
ilmu kedokteran dasar dan menjembatani ilmu praklinik dan klinik. Farmakologi
mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi yaitu, ilmu cara membuat,
menformulasi, menyimpan dan menyediakan obat.Toksikologi berkembang luas
ke bidang kimia, kedokteran hewan,kedokteran dasar klinik, pertanian, perikanan,
industri, etimologi hukum dan lingkungan.
Obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa
sakit,serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Obat
dalam arti luas ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses
hidup.maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya.namun
untuk seorang dokter,ilmu ini dibatasi tujuanya yaitu agar dapat menggunakan
obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu
agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala
penyakit (bagian farmakologi fakultas kedokteran, universitas Indonesia) (Ansel,
2006).
Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang
sulit untuk ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu
penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak. (World Health
Organization (WHO, 2009 ). Penyakit diare adalah penyakit yang sangat
berbahaya dan terjadi hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan bisa
menyerang seluruh kelompok usia baik laki – laki maupun perempuan, tetapi
penyakit diare dengan tingkat dehidrasi berat dengan angka kematian paling tinggi
banyak terjadi pada bayi dan balita, menurut data badan Kesehatan Dunia
(WHO—World Healt Organitation ) Penyakit mencret atau diare adalah penyebab

1
nomor satu kematian balita diseluruh dunia. Yang membunuh lebih dari 1,5 juta
orang pertahun (Depkes RI, 2010).
Diare jarang membahayakan, namun dapat menimbulkan ketidaknyamanan
dan nyeri kejang pada bagian perut. Meskipun tidak membutuhkan perawatan
khusus, penyakit diare perlu mendapatkan perhatian serius, karena dapat
menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Dehidrasi dapat ditengarai
dengan gejala fisik seperti bibir terasa kering, kulit menjadi keriput, mata dan
ubun-ubun menjadi cekung, serta menyebabkan syok. Untuk mencegah dehidrasi
dengan meminum larutan oralit. Karena itu, penderita diare harus banyak minum
air dan diberi obat anti diare (Hannifatunisa, 2013).
Anti diare adalah obat yg digunakan untuk mengobati penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, kuman, virus, cacing, atau keracunan makanan. Gejala
diare adalah BAB berulang kali disertai banyaknya cairanyg keluar kadang-
kadang dengan mulas dan berlendir atau berdarah. Diare terjadi karena adanya
rangsangan terhadap saraf otonom di dinding usus sehingga menimbulkan reflek
mempercepat peristaltik usus (blogspot.com).
Absorbents adalah senyawa-senyawa yang menyerap (absorb) air.
Absorbents yang diminum secara oral mengikat air dalam usus kecil dan usus
besar dan membuat feces-feces diare kurang berair. Mereka mungkin juga
mengikat kimia-kimia beracun yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri yang
menyebabkan usus kecil mensekresikan cairan. Salah satu absorbenst utama
adalah attapulgit. Obat ini mempunyai kemampuan menhikat dan menginaktivasi
toksin bakteri, mengadsorbsi nutrient, toksin (racun), dan obat-obat penyebab
diare. Penggunaan adsorben harus dipisahkan dengan obat oral lainnya selama 2
sampai 3 jam. Adsorben yang digunakan dalam terapi simptomatik diare antara
lain kaolin, atapulgit, dan karbon aktif (Nugroho, 2011).
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan percobaan analisis efek obat
antidiare dengan obat diatabs, loperamid, dan na-cmc sebagai control pada hewan
uji mencit.

2
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud Percobaan
Agar mahasiswa dapat memahami dan mempelajari pengaruh pemberian
dan afektivitas antidiare suatu obat pada Hewan uji.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Agar mahasiswa dapat mengetahui reaksi dari Antalpugit, loperamid, Na-
CMC dengan penginduksi Na-cmc sebagai kontrol pada hewan uji.
1.3 Prinsip Percobaan
Pada metode proteksi terhadap induksi oleum ricini efek obat antidiare dapat
diamati dengan berkurangkan frekuensi defakasi dan berubahnya konsistensi fases
menjadi lebih padat. Pada metode transit intesinal efek obat antidiare diamati
dengan membandingkan panjang jalur yang dilewati oleh marker norit antara
pilorus dan sepanjang usus halus.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar teori
2.1.1 Definisi Diare
Menurut Anne (2011), diare atau diarrhea merupakan kondisi rangsangan
buang air besar yang terus menerus disertai keluarnya feses atau tinja yang
berlebihan cairan, atau memiliki kandungan air berlebih dari keadaan normal.
Umumnya diare menyerang balita dan anak- anak. Namun tidak jarang orang
dewasa juga terjangkit diare. Jenis penyakit diare bergantung pada jenis klinik
penyakitnya.
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan tinja yang lembek dan cair,
seringkali disertai kejang perut, dapat terjadi pada pria maupun wanita, baik orang
tua maupun muda yang harus diwaspadai oleh penderita diare adalah
kemungkinan terjadinya dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Cairan dan
elektrolit tubuh akan banyak keluar bersama tinja sehingga tubuh kesulitan
menjalankan fungsinya. Diare juga diartikan sebagai buang air besar yang tidak
normal atau bentuk tinja yang encer dan frekuensinya lebih banyak dari biasanya.
Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali.
Sedangkan untuk bayi berumur lebih dari satu bulan dan anak dikatakan diare bila
frekuensinya lebih dari 3 kali (Puspitaningrum, 2008).
2.1.2 Jenis-Jenis Klinik Penyakit Diare
Menurut Amirudin (2007), terdapat beberapa jenis diare yaitu :
1) Diare akut : merupakan diare yang disebabkan oleh virus yang disebut
Rotavirus yang ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa
air saja yang frekuensinya biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari dan berlangsung
kurang dari 14 hari.
2) Diare bermasalah: merupakan diare yang terjadi karena infeksi virus,
bakteri, parasit dan intoleransi laktosa. Bisa disebabkan juga oleh karena
peradangan non spesifik (seperti penyakit Crohn, kolitis ulserativa, kolitis
iskemik), infeksi spesifik (seperti tuberkulosis, AIDS) maupun tumor usus.

4
3) Diare persisten: merupakan diare akut yang menetap, dimana titik sentral
patogenesis diare persisten adalah kerusakan mukosa usus. Penyebab diare
persisten sama dengan diare akut.
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Diare
Menurut Putri (2010), beberapa hal yang dapat menyebabkan diare antara
lain (Nasional digestive diseases information cleringhouse) yaitu :
1. Infeksi bakteri
Beberapa jenis bakteri dikonsumsi bersama dengan makanan dan
minuman, contohnya campylobacter, salmonella, shigella, dan escherichia
coli (E. coli).
2. Infeksi virus
Beberapa virus menyebabkan diare, termasuk rotavirus, norwalk virus,
cytomegalovirus, herpes simplex virus, and virus hepatitis.
3. Inteloransi makanan
Beberapa orang tidak mampu mencerna semua bahan makanan,
misalnya pemanis buatan dan glukosa.
4. Parasit
5. Reaksi atau efek samping pengobatan
6. Gangguan intestinal
7. Kelainan fungsi usus besar
Diare yang disebabkan oleh patogen enterik terjadi dengan beberapa
mekanisme. Beberapa patogen menstimulasi sekresi dari fluida dan elektrolit,
seringkali dengan melibatkan enterotoksin yang akan menurunkan absorpsi garam
dan air dan/atau meningkatkan sekresi anion aktif. Pada kondisi diare ini tidak
terjadi gaposmotik dan diarenya tidak berhubungan dengan isi usus sehingga tidak
bisa dihentikan dengan puasa. Diare jenis ini dikenal sebagai diare sekretori.
Contoh dari diare sekretori adalah kolera dan diare yang disebabkan oleh
enterotoxigenic E. coli (Putri, 2010).
Beberapa patogen menyebabkan diare dengan meningkatkan daya dorong
pada kontraksi otot, sehingga menurunkan waktu kontak antara permukaan
absorpsi usus dan cairan luminal. Peningkatan daya dorong ini mungkin secara

5
langsung distimulasi oleh proses patofisiologis yang diaktivasi oleh patogen, atau
oleh peningkatan tekanan luminal karena adanya akumulasi fluida. Pada
umumnya, peningkatan daya dorong tidak dianggap sebagai penyebab utama diare
tetapi lebih kepada faktor tambahan yang kadang-kadang menyertai akibat-akibat
patofisiologis dari diare yang diinduksi oleh patogen (Putri, 2010).
Pada beberapa diare karena infeksi, patogen menginduksi kerusakan mukosa
dan menyebabkan peningkatan permeabilitas mukosa. Sebaran, karakteristik dan
daerah yang terinfeksi akan bervariasi antar organisme. Kerusakan mukosa yang
terjadi bisa berupa difusi nanah oleh pseudo membran sampai dengan luka halus
yang hanya bisa dideteksi secara mikroskopik. Kerusakan mukosa atau
peningkatan permeabilitas tidak hanya menyebabkan pengeluaran cairan seperti
plasma, tetapi juga mengganggu kemampuan mukosa usus untuk melakukan
proses absorbsi yang efisien karena terjadinya difusi balik dari fluida dan
elektrolit yang diserap. Diare jenis ini dikenal sebagai diare eksudatif.
Penyebabnya adalah bakteri patogen penyebab infeksi yang bersifat invasif
(Shigella, Salmonella) (Putri, 2010).
Mal absorpsi komponen nutrisi di usus halus seringkali menyertai kerusakan
mucosal yang diinduksi oleh patogen. Kegagalan pencernaan dan penyerapan
karbohidrat (CHO) akan meningkat dengan hilangnya hidrolase pada permukaan
membrane mikrovillus (misalnya lactase, sukrase-isomaltase) atau kerusakan
membran microvillus dari enterosit. Peningkatan solut didalam luminal karena
mal absorbsi CHO menyebabkan osmolalitas luminal meningkat dan terjadi difusi
air ke luminal. Diare jenis ini dikenal sebagai diare osmotik dan bisa dihambat
dengan berpuasa (Putri, 2010).
2.1.4 Mekanisme Terjadinya Diare
Menurut Putri (2010), pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat
kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau
tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau
sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut
untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus.

6
1. Adhesi.
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur
polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel
epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization
factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti
Enterotoxic E. Coli (ETEC).
Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi enteropatogenic E. Coli
(EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan
perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah
membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi
EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin.
Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat
pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC (Putri,
2010).
2. Invasi.
Kuman shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel
usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel
epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi
inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya
mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman
Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses
patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa
lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella.
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh
shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan
sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat
menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC
serta V. Parahemolyticus (Putri, 2010).
3. Enterotoksin.
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau cholera toxin (CT)
yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin

7
kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang
aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga
terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel virus serta peningkatan sekresi
klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.
ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama
dengan CT serta heatstabile toxin (ST). ST akan meningkatkan kadar cGMP
selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili,
membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida (Putri, 2010).
2.1.5 Golongan Obat Antidiare
Antidiare adalah obat yang digunakan untuk mengobati penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, kuman, virus, cacing atau keracunan makanan. Diare
terjadi karena adanya rangsangan terhadap saraf otonom di dinding usus sehingga
menimbulkan reflek mempercepat peristaltik usus. Penggunaan obat antidiare
biasanya dimaksudkan untuk menghentikan diare, tidak untuk menghilangkan
penyebabnya. Antidiare yang biasa digunakan adalah obat yang bersifat
absorben, misalnya kaolin dan karbon aktif atau yang dapat menekan peristaltik
usus, seperti loperamid dan morfin serta turunannya.
Berdasarkan mekanisme kerjanya dalam menghentikan diare (terapisimpto
matis), maka antidiare terbagi menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Kemoterapeutika
Pemberian antimikroba dapat mengurangi parah dan lamanya diare dan
mungkin mempercepat pengeluaran toksin. Kemoterapi digunakan untuk terapi
kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab diare dengan antibiotika (tetrasiklin,
kloramfenikol, dan amoksisilin, sulfonamida, furazolidin, dan kuinolon). Dapat
digunakan juga terapi kausal, yakni memberantas atau membunuh bakteri
penyebab diare seperti antibiotik, sulfonamid, kunolon, dan furazolidon (Neal,
2006).
2. Zat penekan peristaltik usus
Obat golongan ini bekerja memperlambat motilitas saluran cerna dengan
mempengaruhi otot sirkuler dan longitunidal usus. Contoh; candu dan

8
alkaloidnya, derivate petidin, (definoksilat dan loperamid), dan antikolinergik
(atropine dan ekstrak beladona) (Tan dan Raharja, 2002).
3. Adsorbensia
Adsorben memiliki daya serap yang cukup baik. Khasiat obat ini adalah
mengikat atau menyerap toksin bakteri dan hasil-hasil metabolisme serta melapisi
permukaan mukosa usus sehingga toksin dan mikroorgnisme tidak dapat merusak
serta menumbus mukosa usus. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini
yaitu karbon, musilage, kaolin, pektin, garam-garam bismuth, dan garam-garam
aluminium (Depkes RI, 2007).
2.2 Uraian Hewan
2.2.1 Mencit (Mus musculus)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae Gambar 2.2.1
Genus : Mus Mencit
Spesies : Mus musculus (Mus musculus)

Mencit (Mus musculus) merupakan omnivora alami sehat dan kuat,


profilik, kecil dan jinak. Mencit memiliki bulu pendek halus berwarna putih serta
ekor berwarna kemerahan dengan ukuran lebih panjang dari pada badan dan
kepala. Mencit memiliki warna bulu yang berbeda disebabkan perbedaan dalam
proporsi darah mencit liar dan memiliki kelenturan pada sifat-sifat produksi dan
reproduksinya. Salah satu hewan laboratorium ynang digunakan dalam penelitian
biologis maupun bromedis dan dipelihara secara intensif dilaboratorium
digunakan yaitu mencit (Mus musculus). Mencit dilaboratorium digunakan untuk
untuk meneliti atau untuk penelitian dalam bidang obat-obatan generik, diabetes
melitus dan obesitas. Mencit termasuk ke dalam golongan hewan omnivo
sehingga mencit dapat memakan semua jenis makanan (Weki Yuli Andri, 2001).
2.2.2 Karakteristik Hewan Coba
Mencit merupakan hewan yang jinak, mudah, lemah, mudah ditangani, takut

9
cahaya dan aktif pada malam hari Hewan ini memiliki pendengaran yang sangat
tajam, penciuman yang cukup baik tetapi penglihatannya yang lemah. Genus dan
jenis mencit laboratorium adalah Mus musculus dan termasuk dalam ordo
Rodentia Jenisnya telah banyak diijinkan dan diternakan selama bergenarasi dan
mudah ditangani. Mencit termasuk ke dalam golongan hewan omnivora sehingga
mencit dapat memakan semua jenis makanan (Weki Yuli Andri. 2011).
2.2.3 Sifat Hewan coba
Mencit merupakan hewan yang mudah ditangani dan bersifat penakut
fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya dan bersembunyi. Sehingga hewan
tersebut sering dan banyak digunakan di dalam laboratorium farmakologi dalam
berbagai bentuk percobaan (Imron, 2010).
2.2.4 Habitat Hewan coba
Mencit memiliki ukuran tubuh sekitar 65-95 mm dan ekornya memiliki
panjang sekitar 60-105 mm. Tubuh mencit dilapisi rambut yang berwarna putih
hingga kecokelatan sehingga keberadaannya cukup mudah dideteksi. Mencit (Mus
musculus) merupakan salah satu hewan mamalia yang diduga berasal dari wilayah
mediteranian China. Mencit memiliki habitat yang berada di sekitar manusia dan
cukup tersebar luas (Syariffauzi, 2009).
2.3 Uraian Bahan
2.3.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Alkohol, etanol, ethyl alkohol
Rumus Molekul : C2H5OH
Berat Molekul : 46,07 g/mol

Rumus Struktur :

10
Pemerian : Cairan tidak berwana, jernih, mudah menguap
dan mudah bergerak; bau khas rasa panas, mudah
terbakar dan memberikan warna biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, eter, dan praktis
bercampur pelarut organik
Khasiat : Sebagai antiseptik (menghentikan atau
memperlambat pertumbuhan mikroorganisme)
dan disenfektan (menghancurkan dan mengurangi
pertumbuhan mikroorganisme)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari
cahaya, ditempat sejuk jauh dari nyala api
Kegunaan : Untuk membersihkan alat-alat laboratorium
2.2.2 Aquadest (Dirjen POM, 1979; Rowe et al, 2009)
Nama resmi : AQUA DESTILATA
Nama lain : Air suling
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwana, tidak berbau, tidak


berasa
Kelarutan : Dapat bercampur dengan alkohol; bercampur
dengan pelarut yang bersifat polar
Khasiat : Menghilangan dehidrasi, melindungi tubuh dari
penyakit, membantu melancarkan peredaran dara,
menggantikan cairan keluar dari tubuh, menjaga
asupan oksigen dalam tubuh, menjaga tekanan

11
darah stabil, dan melancarkan sistem pencernaan
tubuh
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut
2.2.3 Na-CMC (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Nama Lain : Natrium karboksimetilselulosa
Rumus Molekul : C6H10O5
Berat Molekul : 644,65 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau kuning gading


tidak berbau dan hamper tidak berbau,
higroskopik.
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk
suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol (95%)
P, dalam eter P, dan dalam pelarut organik lain.
Penyimpanan : Dalam wadah
Khasiat : Sebagai pengental, penstabil, pengemulsi
Kegunaan : Sebagai pelarut bahan obat
2.3.4 Oleum ricini (Dirjen POM, 1995)
Nama Resmi : OLEUM RICINI
Nama Lain : Minyak Jarak
Kelarutan : Larut dalam etanol; dapat bercampur dengan
metanol mutlak, dengan asam asetat glasial,
dengan kloroform dan dengan eter.
Pemerian : Cairan kental, transparan, kuning pucat atau
hampir tidak berwarna; bau lemah, bebas dari bau
asing dan tengik, rasa khas.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, dan hindarkan dari

12
panas berlebih
Kegunaan : Sebagai penginduksi pada metode proteksi

2.4 Uraian Obat


2.4.1 Diatabs (Dirjen POM, 1995; MIMS, 2021)
Nama Resmi : ATTAPULGITTE ACTIVATED COLLOIDALE
Nama Lain : Koloidal Atapulgit Teraktivasi
Kelarutan : Tidak larut dalam air
Pemerian : Serbuk sangat halus; tidak mengembang; tidak
mengandung partikel seperti pasir; warna krem.
Jika disebarkan dalam air, terbentuk suspensi
yang kental
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai obat antidiare
Indikasi : Gejala diare akibat keracunan makanan dan
toksin dari bakteri dan virus
Kontra Indikasi : Gagal hati atau ginjal berat
Interaksi Obat : Mengurangi Tindakan ipecacuanha dan emetik
lainnya. Hipoglikemia oral, antikoagulan.
Antagonis Vit K. PABA Procaine. Dapat
mempotensiasi efek antikolinergik antihistamin,
antidepresan, antipsikotik, obat antiparkinson.
2.4.2 Loperamide (Dirjen POM, 1995; MMN, 2019; MIMS, 2021)
Nama Resmi : LOPERAMIDI HYDROCHLORIDUM
Nama Lain : Loperamida Hidroklorida
Berat Molekul : 513,52 g/mol
Rumus Molekul : C29H33CIN2O2HCl
Rumus Struktur :

13
Kelarutan : Mudah larut dalam metanol, dalam isopropil
alkohol, dan dalam kloroform, sukar larut dalam
air dan dalam asam encer.
Pemerian : Serbuk putih sampai agak kuning, melebur pada
suhu lebih kurang 225o disertai peruraian
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai obat antidiare
Indikasi : Pengobatan simptomatik diare akut sebagai
tambahan terapi rehidrasi pada dewasa dengan
diare akut.
Kontra Indikasi : Hipersensitif, diare bercampur darah, diare
disertai demam tinggi, diare disertai infeksi,
pseudomonas colitis, pada pasien dimana
kontipasi harus dihindar, nyeri perut tanpa diare
Interaksi Obat : Contrimoxazole dapat meningkatkan kadar
loperamide
Farmakologi : Loperamide adalah obat agonis opiat sintetik
yang dapat mengaktivasi reseptor pada pleksus
nyentrik usus besar. Aktivasi terhadap reseptor
tersebut akan menghambat pelepasan asetilkolin
sehingga terjadi relaksasi otot saluran cerna.
Disamping itu, penghambatan terhadap
asetilkolin juga menimbulkan efek anti sekretori
sehingga mengurangi sekresi air dan dapat.
mencegah kekurangan cairan dan elektrolit.

14
BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum Farmakologi 1 percobaan Analisis Efek Obat Antidiare pada
hewan uji dilaksanakan pada Jumat, 26 November 2021, pukul 13.50-16.00
WITA. Pelaksanaan praktikum bertempat di Laboratorium Farmakologi dan
Toksikologi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas
Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini meliputi batang pengaduk, dispo 1
ml, gelas kimia, gelas ukur, kandang mencit, keranjang alat, lap halus, lap kasar,
lumping alu, neraca analitik, penangas, pot salep, sonde oral, spatula, dan wadah.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini, yaitu alkohol 70%,
aquadest, aluminium foil, Na-CMC, obat diatabs, obat loperamide, Oleum ricini,
dan tisu.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Persiapan Hewan Coba
1. Disiapkan 4 ekor mencit yang akan digunakan
2. Dibagi mencit menjadi 4 kelompok
3. Ditimbang berat mencit setiap kelompok
4. Dipuasakan mencit selama 8 jam
3.3.2 Pembuatan Na-CMC 1%
1. Disiapakan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang Na-CMC sebanyak 1 gram
4. Dipanaskan aquadest sebanyak 200 ml
5. Dilarutkan Na-CMC dengan aquadest panas sebanyak 100 ml di dalam
gelas kimia
6. Diaduk Na-CMC menggunakan batang pengaduk

15
7. Ditutup Na-CMC menggunakan aluminium foil
8. Didiamkan selama 1x24 jam
4.3.3 Pembuatan Suspensi Obat
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang berat masing-masing tablet obat
4. Dihitung dosis yang akan digunakan berdasarkan berat kelompok mencit
5. Digerus obat yang akan digunakan menggunakan lumping dan alu
6. Ditimbang serbuk yang akan digunakan sesuai perhitungan dosis
7. Dilarutkan serbuk obat ke dalam larutan Na-CMC sebanyak 5 ml
8. Diambil larutan obat sebanyak 1 ml menggunakan dispo
4.3.4 Pemberian Na-CMC
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Diberikan larutan Na-CMC melalui oral
4. Didiamkan mencit selama 15 menit
4.3.5 Pemberian Obat Diatabs
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Diberikan larutan obat diatabs melalui oral
4. Didiamkan mencit selama 15 menit
4.3.7 Pemberian Obat Loperamide
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Diberikan larutan obat loperamide melalui oral
4. Didiamkan mencit selama 15 menit
4.3.8 Pemberian Induksi
1. Disiapkan mencit yang telah diberikan larutan Na-CMC dan larutan obat
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Dihitung pemberian Oleum ricini yang akan diberikan
4. Diberikan Oleum ricini melalui oral sesuai perhitungan pemberian

16
5. Dihitung waktu onset dan durasi pada saat pengeluaran feses
6. Ditimbang berat feses mencit

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Sampel Onset Durasi Bobot Konsistensi Gambar
Feses feses

Na-CMC 52 8 1,3568 Padat


menit menit gram

Loperamide - - - -

Diatabs 61 4 1,1462 Cair/


menit menit gram lembek

4.2 Perhitungan
4.2.1 Diatabs
Dosis lazim = 600 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20g = DL x Faktor konversi
= 600 mg x 0,0026
= 1,56 mg

Untuk mencit 22 gram = x 1,56 mg


= 1,323 mg
Dosis diberikan dalam volume = 1 ml

18
Dibuat larutan persediaan = x 1,323 mg

= 6,615 mg

% kadar diatabs = x 100 %

= 0,1323 %
Berat 1 tab = 0,0759 gr gram

Berat serbuk yang ditimbang = x 0,0759 gr

= 0,011 gr
4.2.2 Loperamide
Dosis lazim = 2 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20g = DL x Faktor konversi
= 2 mg x 0,0026
= 0,0052 mg

Untuk mencit 20g = x 0,0052 mg

= 0,0052 mg
Dosis diberikan dalam volume = 1 ml

Dibuat larutan persediaan = x 0,0052mg

= 0,026 mg

% kadar diklofenak = x 100 %

= 0,0000052 %
Berat 1 tab = 0,4833 g

Berat serbuk yang ditimbang = x 0,4833 g

= 0,0062gr

19
4.3 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan mengenai analisis uji efek
obat antidiare dimana menurut Depkes (2011), diare adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan perubahan
bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair yang mungkin dapat
disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Diare adalah suatu kondisi
dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan
dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih)
dalam satu hari. Menurut Dewoto (2007), antidiare adalah merupakan obat-obatan
yang dapat digunakan untuk menghentikan diare, tetapi tidak menghilangkan
penyebabnya. Percobaan ini bertujuan untuk dapat mengetahui cara menganalisis
efek obat antidiare dari diatabs, dan loperamide pada mencit (Mus musculus).
Hal pertama yang dilakukan sebelum memulai percobaan yaitu disiapkan
mencit yang akan digunakan. Menurut Lesmana dkk (2021), pemilihan mencit
sebagai hewan uji yaitu karena memiliki kelebihan seperti siklus hidup relatif
pendek, banyaknya jumlah anak perkelahiran, mudah ditangani, memiliki
karakteristik reproduksinya mirip dengan hewan mamalia lain, struktur anatomi,
fisiologi serta genetik yang mirip dengan manusia. Kemudian ditimbang berat
badan mencit. Menurut Ramlah dkk (2015), tujuan ditimbangnya mencit yaitu
untuk mempermudah saat menghitung dosis yang akan diberikan. Selanjutnya
dicatat hasil berat badan mencit.
Kemudian disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat-alat yang
digunakan meliputi batang pengaduk, dispo 1 ml, gelas ukur, gelas kimia, kertas
perkamen, lap halus, lap kasar, lumpang alu, pot salep, sonde oral, spatula, dan
wadah. Adapun bahan-bahan yang digunakan meliputi alkohol 70%, aquadest,
aluminium foil, kertas perkamen, Na-CMC, Oleum ricini, obat diatabs, obat
entrostop, obat loperamide dan tisu. Kemudian dibersihkan alat menggunakan
alkohol 70%. Menurut Larasati (2020), alkohol 70% digunakan sebagai
desinfektan dan antiseptik. Desinfektan mengandung glutaraldehid dan
formaldehid yang merupakan zat yang dapat membunuh patogen di lingkungan,
sedangkan antiseptik mengandung alkohol, chlorhexidine, dan anilides, yang

20
dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme tanpa harus
membunuh mikroorganisme tersebut di jaringan hidup. Selanjutnya ditimbang
Na-CMC sebanyak 1 gram. Kemudian dibuat Na-CMC 1% menggunakan
aquadest panas. Menurut Stebani (2016), pembuatan Na-CMC dapat dilakukan
dengan cara dilarutkan Na-CMC sebanyak 1 gram kedalam 100 ml aquadest
panas. Kemudian diaduk hingga homogen. Selanjutnya ditutup dengan aluminium
foil dan didiamkan selama 1x24 jam. Selanjutnya, ditimbang berat 1 tablet obat
menggunakan neraca analitik. Menurut Riskawati (2019), neraca analitik
digunakan sebagai alat untuk mengukur banyaknya bahan yang akan digunakan
pada praktik laboratorium. Kemudian dilakukan perhitungan dosis berdasarkan
berat badan mencit. Selanjutnya ditimbang serbuk obat berdasarkan perhitungan
dosis. Kemudian dimasukkan serbuk obat ke dalam 5 ml larutan Na-CMC.
Menurut Chudlori (2013), Na-CMC berfungsi menyatukan bahan-bahan yang
terdapat pada formulasi karena viskositasnya yang baik serta cara pembuatannya
yang mudah. Kemudian diaduk larutan obat menggunakan batang pengaduk.
Menurut Afriana (2012), zat terlarut menjadi mudah larut pada umumnya jika
jumlah pengadukan semakin banyak. Selanjutnya dimasukkan larutan obat ke
dalam dispo sesuai volume rute pemberian.
Langkah selanju tnya dibagi mencit menjadi empat kelompok. Menurut
Ramlah dkk (2015), pembagian kelompok mencit dilakukan untuk mempermudah
pemberian obat serta mengetahui efek masing-masing obat.
4.3.1 Na-CMC
Pada pemberian Na-CMC diberikan melalui oral. Menurut Ferdinal (2010),
pemberian secara oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena
merupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman. Pemberian Na-
CMC digunakan sebagai kontrol. Menurut Jumain dkk (2017), pemberian Na-
CMC digunakan sebagai pembanding uji efektivitas obat pada hewan coba.
Selanjutnya didiamkan mencit selama 10 menit. Menurut Ramlah dkk (2015),
didiamkan mencit selama 10 menit yaitu agar obat terdistribusi dengan baik
sebelum diberikan induksi.
4.3.2 Loperamide

21
Pada pemberian loperamide diberikan melalui oral. Menurut Ferdinal
(2010), pemberian secara oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena
merupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman. Adapun
mekanisme kerja dari loperamide menurut Tjay (2002), yaitu loperamide akan
bekerja dengan cara menghambat motilitas saluran pencernaan dan mempengaruhi
otot sirkular dan longitudinal usus. Selanjutnya didiamkan mencit selama 10
menit. Menurut Ramlah dkk (2015), didiamkan mencit selama 10 menit yaitu agar
obat terdistribusi dengan baik sebelum diberikan induksi.
4.3.3 Diatabs
Pada pemberian obat diatabs diberikan secara oral dimana menurut Ferdinal
(2010), pemberian secara oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena
merupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman. Menurut Ganong
(2015), diatabs merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan. Selanjutnya
didiamkan mencit selama 10 menit. Menurut Ramlah dkk (2015), didiamkan
mencit selama 10 menit yaitu agar obat terdistribusi dengan baik sebelum
diberikan induksi.
Selanjutnya diinduksi hewan coba menggunakan Oleum ricini. Menurut
Suliska dkk (2019), Oleum ricini akan bekerja di usus halus sehingga terhidrolisis
oleh lipase menjadi gliserol dan zat aktifnya yakni asam risinoleat, yang kemudian
akan menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit serta menstimulasi peristaltik usus.
Kemudian dihitung onset dan durasi pengeluaran feses setelah pemberian larutan
Na-CMC dan obat. Menurut Noviani dan Nurilawati (2017), onset adalah waktu
dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya, dan durasi adalah lama waktu
obat menghasilkan suatu efek terapi atau efek farmakologis. Selanjutnya
ditimbang berat feses mencit yang didapatkan pada masing-masing pemberian.
Menurut Suliska dkk (2019), penimbangan berat feses dilakukan untuk
mengetahui efektivitas obat sebagai antidiare.
Hasil yang diperoleh dari percobaan yang dilakukan yaitu pada kelompok
kontrol (Na-CMC), waktu onset defaksi yang didapatkan yaitu selama 52 menit
dengan durasi diare selama 8 menit dan konsistensi feses yang keras sedangkan
menurut Bernadetta (2009), onset diare dari mencit yang diberikan Na-CMC 1%

22
yaitu pada menit ke 96. Pada pemberian obat diatabs diperoleh hasil onset diare
mencit yaitu 61 menit, durasi diare elama 4 menit dan konsistensi feses yang
cair/lembek dimana menurut Bernadetta (2009), onset diare diatabs yang
diberikan secara oral yaitu selama 20 menit. Untuk mencit yang diberikan obat
loperamide, tidak ditemukan adanya diare pada mencit sehingga dapat
disimpulkan bahwa dari ketiga perlakuan yang diberikan, obat loperamide yang
mempunyai aktivitas antidiare paling tinggi dimana menurut Baker (2007),
loperamide sebagai antidiare bekerja dengan makanisme yang berbeda, yaitu
dengan mengurangi peristaltik dan sekresi cairan sehingga membuat feses sulit
untuk dikeluarkan.
Kemungkinan kesalahan pada praktikum kali ini yaitu kurangnya ketelitian
dalam proses penimbangan yang menyebabkan dosis obat tidak tepat serta
penanganan hewan coba yang kurang tepat ehingga berdampak pada dosis atau
banyaknya obat yang diterima mencit.

23
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Tujuan pemberian obat anti diare adalah obat yang digunakan untuk
menghentikan diare, tetapi tidak menghilangkan penyebabnya.jadi pemberian obat
pada mencit ini melihat bagimana reaksi dari obat loperamid dan diatabs
perlakuan yang harus diberikan pada mencit yaitu mengangkat mencit dapat
dilakukan dengan cara mengangkat mencit dari kandang pada pangkal ekornya
dengan tangan kanan, kemudian biarkan mencit mencengkeram alas kasar atau
kawat. Luncurkan tangan kiri dari belakang tubuh (punggung) mencit ke arah
kepala setelah itu di berikan obat.
Mekanisme kerja dari obat loperamide dengan cara menghambat motilitas
saluran pencernaan dan mempengaruhi otot sirkular dan longitudinal usus
mekanisme pada diatabs bekerja dengan cara mengadsorbsi beberapa racun dan
bakteri penyebab diare, mengurangi frekuensi buang air besar, serta memperbaiki
konsistensi feses yang encer.
Oleum ricini akan bekerja di usus halus sehingga terhidrolisis oleh lipase
menjadi gliserol dan zat aktifnya yakni asam risinoleat, yang kemudian akan
menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit serta menstimulasi peristaltik usus cara
perlakuan pada mencit yaitu sebelum diinduksi mencit harus di ukur telebih
dahulu Penambahan Na-CMC sebagai bahan pengental, memiliki tujuan untuk
membentuk sistem dispersi koloid dan meningkatkan viskositas larutan.
Hasil yang di dapat adalah pemberian diatabs adalah 1,1462 gam dan
konsentarsi fases cair sedangkan pada meberian Na- cmc adalah 1,3568 gram
dengan konsentarasi fases padat dan pada saat pemberian loperamid mencit tidak
mengeluarkan fases.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Kepada Jurusan
Diharapkan pihak jurusan dapat meningkatkan fasilitas-fasilitas yang ada
pada laboratorium yang digunakan sehingga memudahkan mahasiswa dalam

24
melaksanakan praktikum tanpa adanya kendala yang dapat menghambat praktikan
dalam melaksanakan praktikum.
5.2.2 Saran Kepada Laboratorium
Diharapkan kepada laboratorium agar kiranya dapat meningkatkan
kelengkapan alat-alat yang dibutuhkan praktikan saat melakukan praktikum dalam
laboratorium, sehingga para praktikan dapat lebih mudah, cepat, dan lancar dalam
melakukan suatu percobaan atau penelitian
5.2.3 Saran Kepada Asisten
Kami mengharapkan agar kiranya dapat terjadi kerjasama yang lebih baik
lagi antar asisten dan praktikan saat berada di dalam laboratorium maupun diluar
laboratorium. Sebab, kerja sama yang baik akan lebih mempermudah proses
penyaluran pengetahuan dari asisten kepada praktikan.
5.2.4 Saran Kepada Praktikan
Diharapkan agar praktikan dapat datang tepat waktu, menaati tata tertib
laboratorium, menghormati asisten serta menjaga etika dan perilaku. Juga dapat
menyimak dengan baik saat asisten memberikan arahan agar mempermudah
dalam menyelesaikan praktikum.

25

Anda mungkin juga menyukai