Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi adalah suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan
pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat ini meliputi seni dan
ilmu pengetahuan dari sumber alamat ausintetik menjadi material atau produk
yang cocok dipakai untuk mencegah, dan mendiagnosa penyakit. Farmasi juga
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik,
memformulasi, mengidentifikasi, mengkombinasi, menganalisis, serta
menstandarkan obat dan pengobatan dan juga sifat-sifat obat beserta
pendisitribusian dan penggunaannya secara aman. Salah satu cabang ilmu farmasi
adalah kimia analisis.
Kimia analisis adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari pemisahan,
identifikasi senyawa kimia baik secara kualitatif maupun kuantitatif menggunakan
metode eksperimen. Kimia analisis juga didefinisikan sebagai analisis cuplikan
bahan untuk mengetahui susunan kimia dan stukturnya. Kimia analisis ini
berhubungan dengan teori dan praktek dari metode-metode yang dipakai untuk
menetapkan komposisi bahan. Kimia analisis bisa dibagi menjadi bidang-bidang
yang disebut analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif
berkaitan dengan identifikasi zat-zat kimia, mengenali unsur atau senyawa yang
ada di dalam suatu sampel. Sedangkan analisis kuantitatif berkaitan dengan
penetapan jumlah suatu zat tertentu yang terkandung dalam suatu sampel (Day
dan Underwood, 2002).
Dikalangan konsumen, bahan pangan masih sering terjadi kontroversi
mengenai penggunaan bahan tambahan makanan, khususnya mengenai resiko
kesehatan, terutama yang berasal dari bahan sintetik kimiawi. Sebab masalah
keamanan pangan bukanlah hanya isu dunia, tetapi juga telah menjadi masalah
setiap orang. Kebanyakan makanan yang dikemas mengandung bahan tambahan,
yaitu suatu bahan yang dapat mengawetkan makanan atau merubahnya dengan
berbagai teknik dan cara. Bahan tambahan didefinisikan sebagai bahan yang tidak
lazim dikonsumsi sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi

1
khas makanan, dapat bernilai gizi atau tidak bernilai gizi, ditambahkan dalam
makanan dengan sengaja untuk membantu teknik pengolahan makanan (termasuk
organoleptik) baik dalam proses pembuatan, pengolahan, agar menghasilkan atau
mengharapakan suatu makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi
sifat khas makanan tersebut.
Tingkat pengetahuan yang rendah mengenai bahan pengawet merupakan
faktor utama penyebab penggunaan boraks pada produk makanan. Dengan
demikian, penggunaan boraks pada produk makanan dianggap hal biasa. Sulitnya
memebedakan produk yang dibuat dengan penambahan boraks juga menjadi salah
satu faktor pendorong perilaku konsumen tersebut. Maraknya kasus zat pengawet
pada produk makanan seperti pada tahu sungguh memprihatinkan. Dibalik
nikmatnya hidangan tersebut, zat kimia berbahaya ikut menyelinap masuk ke
tubuh. Namun sebagai konsumen sulit untuk menentukan apakah makanan yang
disantap mengandung boraks atau tidak. Kandungan boraks hanya bisa diketahui
melelui uji laboratorium.
Boraks adalah senyawa dengan nama kimia natrium tetraborat (NaB4O7).
Berbentuk padat, jika terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan
asam borat (H3BO3). Secara lokal boraks dikenal sebagai pengenyal, pengawet
yang ditambahkan ke dalam bahan pangan. Penggunaan boraks telah salah
digunakan sebagai pengawet makanan. Boraks juga dapat menimbulkan efek
racun pada manusia tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin.
Dengan demikian bahaya boraks identik dengan bahaya asam borat. Baik boraks
ataupun asam borat memiliki khasiat antiseptika (zat yang menghambat
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme). Pemakaiannya dalam obat
biasanya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk
pencuci mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih
pengawet kayu dan antiseptik kayu. Penggunaan boraks tidak sesuai lagi dengan
takaran yang dianjurkan, sehingga apabila dikonsumsi dalam jangka panjang
maka akan mengganggu kesehatan manusia (Chamdani, 2005).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan praktikum kimia
farmasi II mengenai identifikasi boraks pada makanan dari beberapa sampel

2
seperti ayam, bakso, ikan, nugget, mi basah, sosis, dan tahu.
1.2 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan praktikum ini yaitu :
1. Agar mahasiswa mengetahui perbedaan dari makanan yang mengandung
boraks dengan makanan yang tidak mengandung boraks
2. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara identifikasi boraks yang
terkandung pada makanan
1.3 Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui perbedaan dari makanan yang mengandung boraks
dengan makanan yang tidak mengandung boraks
2. Untuk mengetahui bagaimana cara identifikasi boraks yang terkandung
pada makanan

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Makanan
Makanan adalah zat yang dikonsumsi untuk memberikan dukungan nutrisi
bagi tubuh. Makanan biasanya berasal dari tanaman, hewan dan nutrisi penting
seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Zat makanan merupakan
bahan-bahan yang diperlukan oleh tubuh supaya tetap hidup. Zat makanan dibagi
menjadi 2 jenis, yaitu zat makanan makro (karbohidrat, lemak, protein dan air)
dan zat makanan mikro (vitamin dan mineral) (Saprianto, 2006).
Makanan dibagi menjadi dua yaitu makanan yang diolah dan tidak diolah
yang diperuntukkan untuk dikonsumsi oleh manusia, termasuk di dalamnya
adalah tambahan bahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang
digunakan dalam penyiapan, pengolahan dan pembuatan makanan. Karbohidarat
merupakan salah satu zat makro nutrien yaitu zat yang dibutuhkan dalam jumlah
banyak oleh tubuh yang berfungsi sebagai sumber energi. Karbohidrat banyak
tersimpan diberbagai bahan makanan pokok manusia, misalnya beras, jagung,
gandum, ubi, singkong dan sagu. Selain tersimpan di dalam bahan makanan
pokok, karbohidrat juga ditemukan dalam bentuk makanan olahan, seperti
lontong, mi, roti, selai, sirup dan kue-kue tradisional yang terbuat dari tepung
(Depkes RI, 2004).
2.1.2 Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk teknologi pada pembuatan, pengolahan
penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi,
2006).
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 yang
telah diperbaharui dengan PERMENKES No 33 tahun 2012 dijelaskan bahwa
bahan tambahan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan

4
dan biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak
mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk
maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk
menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen yang
mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Cahyadi, 2006).
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah untuk meningkatkan
atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan
lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Bahan
tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila dimaksudkan
untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan, tidak
digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak
memenuhi persyaratan, tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang
bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan, dan tidak digunakan
untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan (Cahyadi, 2009).
Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua
golongan besar, yaitu bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja
ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud
penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu
pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras. Bahan tambahan
pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai
fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah
sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan,
hingga pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari
bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau
penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan
dikonsumsi (Romayanti, 2010).
Bahan tambahan pangan yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit
yang disebut dengan foodborne disease, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat
mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun atau organisme
pathogen (Baliwati, 2004).

5
Salah satu masalah keamanan pangan yang masih memerlukan
penyelesaian adalah penggunaan bahan tambahan pangan untuk berbagai
keperluan. Penggunaan bahan tambahan pangan dilakukan pada industri
pengolahan pangan, maupun dalam pembuatan berbagai pangan jajanan yang
umumnya dilakukan oleh industri kecil atau industri rumah tangga (Cahyadi,
2008).
2.1.3 Bahan Pengawet
Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah
atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap
makanan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Pengawetan bahan
pangan dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metode. Hal ini diupayakan
agar bahan pangan dapat bertahan dalam waktu yang panjang. Secara komersial
tujuan dari pengawetan pangan adalah untuk mengawetkan bahan pangan selama
transportasi dari produsen ke konsumen, mengatasi kekurangan produksi akibat
musim, menjamin agar kelebihan produksi tidak terbuang, memudahkan
penanganan dengan berbagai bentuk kemasan (Afrianti, 2008).
Penggunaan bahan pengawet pada makanan bertujuan untuk menghambat
pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun
yang tidak patogen, memperpanjang umur simpan pangan, tidak menurunkan
kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau bahan pangan yang digunakan, tidak untuk
menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah, tidak digunakan untuk
menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi
persyaratan dan tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan
(Azaz, 2013).
Secara garis besar zat pengawet menurut asalnya dibagi menjadi dua yaitu:
pengawet alami dan pengawet buatan. Pengawet alami diantaranya adalah garam
dan gula, garam dan gula dapat digunakan sebagai pengawet karena mempunyai
tekanan osmotik yang tinggi serta bersifat hidroskopik atau menyerap air sehingga
sel-sel bakteri akan dehidrasi dan akhirnya mati (Oktaviani, 2009).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MenKes/Per/IX/88 yang
telah diperbaharui dengan PERMENKES No 33 tahun 2012, pengawet buatan

6
terdiri dari pengawet yang diizinkan digunakan dalam makanan dan pengawet
yang dilarang digunakan dalam makanan. Pengawet yang diizinkan digunakan
dalam makanan misalnya asam benzoat, asam sorbat, asam propionat dan lain-
lain. Sedangkan pengawet yang dilarang digunakan dalam makanan, misalnya
asam borat dan formalin atau formaldehida (Syah, 2005).
2.1.4 Boraks
Boraks (Natrium tetraborate) merupakan zat pengawet berbahaya yang
tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah
senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7.10H2O berbentuk kristal putih, tidak
berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah
menjadi natrium hidroksida dan asam borat (Syah, 2005).
Karekteristik boraks antara lain berkilau seperti kaca, bentuk seperti
kristal, transparan ke tembus cahaya, sistem hablur adalah monoklin, perpecahan
sempurna di satu arah, warna lapisan putih. Karakteristik yang lain yaitu suatu
rasa manis yang bersifat alkali (Riandini, 2008).
Boraks memiliki berat molekul 381,43 dan mempunyai kandungan boron
sebesar 11,34 %. Boraks bersifat basa lemah dengan pH (9,15 – 9,20). Boraks
umumnya larut dalam air, kelarutan boraks berkisar 62,5 g/L pada suhu 25°C dan
kelarutan boraks dalam air akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu air
dan boraks tidak larut dalam senyawa alkohol (Nugroho, 2007).
Boraks banyak digunakan sebagai pengawet dan mengenyalkan makanan.
Boraks digunakan sebagai bahan pengawet karena mempunyai sifat antiseptik dan
antimikroba, sebagai bahan pengenyal karena boraks merupakan suatu bahan yang
dapat mengubah cairan menjadi padatan yang elastis (Cahyadi, 2006).
2.1 5 Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan Bahan Pengawet
Beberapa faktor yang menyebabkan penyalahgunaan bahan pengawet
antara lain ketidaktahuan masyarakat tentang bahan pengawet, tidak ada
penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa boraks untuk
makanan, harga bahan pengawet boraks lebih murah dibanding bahan pengawet
makanan lainnya dan kurangnya informasi mengenai bahan pengawet boraks serta
akibat yang ditimbulkannya (Winarno, 2004).

7
2.1.6 Efek Negatif Penggunaan Boraks
Efek negatif dari penggunaan boraks dalam pemanfaatannya yang salah
pada kehidupan dapat berdampak sangat buruk pada kesehatan manusia. Boraks
memiliki efek racun yang sangat berbahaya pada sistem metabolisme manusia
sebagai halnya zat-zat tambahan makanan lain yang merusak kesehatan manusia
(Suklan, 2002).
Bahaya yang dapat ditimbulkan antara lain adalah bahaya akut (jangka
pendek) dan bahaya kronis (jangka panjang). Bahaya akut dari penggunaan boraks
antara lain bila terhirup/inhalasi dapat menyebabkan iritasi pada selaput lendir
dengan batuk-batuk dan dapat diabsorpsi menimbulkan efek sistemik seperti pada
efek akut bila tertelan, bila kontak dengan kulit dapat menimbulkan iritasi pada
kulit dan dapat diabsorpsi melalui kulit yang rusak. Bila kontak dengan mata
dapat menimbulkan iritasi, mata merah dan rasa perih, dan bila tertelan dapat
menimbulkan gejala-gejala yang tertunda meliputi badan terasa tidak enak, mual
nyeri hebat pada perut bagian atas, pendarahan gastroenteritis disertai muntah
darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan sakit kepala (Rahayu, 2011).
Bahaya kronis dari boraks adalah bila terhirup / inhalasi dalam waktu yang
lama dan berulang-ulang dapat menyebabkan radang cabang tenggorokan
(bronchitis), radang pangkal tenggorokan (laringitis) dan efek lain seperti pada
efek kronis bila tertelan. Bila kontak dengan kulit dalam waktu lama dan
berulang-ulang dapat menyebabkan radang kulit (dermatitis). Jika terabsorpsi
dalam jumlah cukup banyak bisa terjadi keracunan sistematik seperti pada efek
kronis bila tertelan. Bila kontak dengan mata dalam waktu yang lama dan
berulang-ulang dapat menyebabkan radang selaput mata (conjunctivitis). Bila
tertelan berulang-ulang dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan (anorexia),
turunnya berat badan, iritasi ringan disertai gangguan pencernaan, kulit ruam dan
merah-merah, kulit kering dan mukosa membran dan bibir pecah-pecah, lidah
merah, radang selaput mata, anemia, luka pada ginjal, bisa juga terjadi kejang-
kejang (Rahayu, 2011).

8
2.1.7 Metode Analisis Boraks
1). Uji Kualitatif
a). Metode Uji Nyala
Sampel yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
sebanyak 5 ml lalu dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5
menit kemudian diperoleh supernatan. Supernatan dipanaskan pada cawan
porselen di atas lampu spiritus hingga menguap lalu ditambahkan perekasi H 2SO4
pekat 2 tetes dan metanol 5 tetes dan diaduk. Kemudian nyalakan dengan api, jika
nyala api hijau, maka sampel mengandung boraks (BPOM, 2007 dalam Tri Utami,
2011).
b. Metode Uji Warna Dengan Kertas Turmerik
Proses pembuatan deteksi boraks ini diawali dengan mengupas kunyit lalu
dicuci dan diparut. Air kunyit yang didapatkan lalu ditampung dan diukur
menggunakan gelas ukur. Tambahkan sebanyak 10% alkohol 70% dari total
volume air kunyit yang didapatkan. Ambil kertas saring, gunting persegi ukuran
8x8 cm dan celupkan dalam air kunyit, bolak balik menggunakan pinset sampai
merata pada seluruh permukaan kertas saring. Kertas ini lalu diletakkan pada
loyang dan diangin-anginkan agar kering (Hartati, 2017).
Sampel sebanyak 1 g ditimbang lalu ditambahkan aquades sebanyak 1 :10,
campuran ini lalu diblender sampai halus dan disaring menggunakan kertas
saring, cairan yang didapatkan ditempatkan dalam gelas piala, celupkan kertas
turmerik selama 1-2 menit ke dalam cairan sampel, bila kertas turmerik berubah
warna menjadi merah kecoklatan maka sampel positif mengandung boraks
(Hartati 2017).
c. Uji Warna Dengan Larutan Kurkumin
Dalam erlenmeyer dilarutkan 0,5-1,0 gram serbuk kurkumin dengan 100
ml etanol 50%, dikocok selama 5 menit kemudian disaring. Filtrat jernih
dimasukkan ke dalam botol. Filtrat tersebut kemudian ditetesi pada sampel, jika
sampel mengandung boraks maka akan berubah warna menjadi merah (Tumbel,
2010).

9
2. Uji Kuantitatif
a. Metode Titrimetri
Metode titrimetri merupakan metode yang rumit dalam menguji
kandungan boraks dalam makanan. Namun, dengan metode ini tidak hanya
diketahui apakah makanan yang diuji positif mengandung boraks atau tidak, tetapi
juga bisa dikethui seberapa banyak boraks yang terkandung di dalam makanan
tersebut (Rohman & Sumantri, 2007).
1) Titrasi Langsung Basa Kuat
Di dalam larutan air boraks merupakan campuran natrium metaborat dan
asam borat. Asam borat adalah asam sangat lemah sehingga tidak dapat dititrasi
langsung. Dengan adanya senyawa poliol seperti gliserol dan manitol asam borat
dapat membentuk kompleks yang mempunyai keasaman yang lebih tinggi. Oleh
karena itu, boraks dapat dititrasi dengan adanya gliserol atau manitol
menggunakan fenolftalein sebagai indikator. Reaksi yang terbentuk menurut
Cahyadi (2008), adalah:
Na2B4O7 . 10H2O 2NaBO2 + 2 H3BO3 + 7 H2O
2H3BO3 + 2 NaOH 2NaBO2 + 4H2O
2) Titrasi Dengan Asam
Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan HCl untuk membentuk
asam borat dan merah metal sebagai indikator. Reaksi yang terbentuk menurut
Cahyadi (2008), adalah:
Na2B4O7 . 10H2O + 2HCl 4 H3BO3 + 2 NaCl + H2O
b). Metode Spektroskopi Emisi
Prosedur uji senyawa asam borat dalam bahan pangan dengan metode
spektroskopi emisi yaitu: pengukuran boron oksida dilakukan dengan
menggunakan uji nyala Na2OH, spektrum celah lebar 5 nm, pada panjang
gelombang 518 nm. Penekanan backround signal, diberikan oleh 0 µg (blanko)
ekstrak sampel B, mendekati 0 pada chart, dan mengecek penguat signal dengan
memberikan skala penuh untuk standar B terbesar. Dilakukan pembacaan standar
untuk setiap kali pengukuran sampel. Ukur puncak setiap standar dan sampel
dengan menggnakan 0 µg standar B. Plot kurva standar dan diperoleh sejumlah B

10
dalam sampel dari kurva ini (Cahyadi, 2006).
c. Metode Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi
cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002).
Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan
sinar tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran
spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan energi
elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga
spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran
secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan
mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan
hukum Lambert-Beer (Rohman, 2007).
Pada penetapan kadar boraks secara spektrofotometri dilakukan dengan
metode spektrofotometri sinar tampak. Spektrofotometer pada umumnya terdiri
dari unsur-unsur seperti sumber cahaya, monokromator, sel, fotosel, dan detektor.
Sumber radiasi spektrofotometer dapat digunakan lampu deuterium untuk radiasi
di daerah sinar ultraviolet sampai 350 nm atau lampu filamen untuk sinar tampak
sampai inframerah. Sinar yang dikeluarkan sumber radiasi merupakan sinar
polikromatis, sehingga harus dibuat menjadi sinar monokromatis oleh
monokromator. Radiasi yang melewati monokromator diteruskan ke zat yang
akan diukur dan sebagian radiasinya akan diserap oleh zat tersebut. Zat yang akan
diperiksa direaksikan dengan larutan kurkumin dimana kompleks warna yang
terjadi yaitu rosocyanin yang berwarna merah. Rosocyanin ini pada penetapan
secara spektrofotometri sinar tampak diamati pada panjang gelombang 480-580
nm. Zat yang akan diukur nilai absorbannya diletakkan pada sel dengan wadah
kuvet. Sinar yang diteruskan akan mencapai fotosel dan energi sinar diubah
menjadi energi listrik (Khopkar, 2003).
Bila cahaya monokromatik maupun campuran jatuh pada suatu medium
homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian diserap dalam
medium itu dan sisanya diteruskan. Nilai yang keluar dari cahaya yang diteruskan

11
dinyatakan dalam nilai absorbansi karena memiliki hubungan dengan konsentrasi
sampel. Hukum Beer menyatakan absorbansi cahaya berbanding lurus dengan
dengan konsentrasi (Miller, 2000).
Pada spektrofotometer ini digunakan untuk mengukur energi relatif jika
energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi
panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer adalah panjang gelombang dari
sinar putih dapat lebih dideteksi dan cara ini diperoleh dengan alat pengurai
seperti prisma, grating atau celah optis (Gandjar, 2007).
Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi
dengan cara melewatkan cahaya pada panjang gelombang tertentu pada objek atau
kuvet. Menurut Khopkar (2003), metode yang sering digunakan untuk analisis
spektrofotometer yaitu :
1. Metode Standar Tunggal
Metode ini hanya menggunakan satu larutan standar yang telah diketahui
konsentrasinya, kemudian absorbansi larutan standar dan sampel diukur dengan
spektrofotometri. Rumus perhitungan kadar sampel :

Abs sampel
x C standar x P Sampel=…mg/L (ppm)
Abs baku

2. Metode Kurva Kalibrasi


Pada metode ini menggunakan suatu baku seri larutan standar dengan
berbagai konsentrasi, kemudian absorbansi masing-masing larutan dibaca pada
spektrofotometer. Selanjutnya dibuat grafik antar konsentrasi dengan absorbansi
yang merupakan garis lurus melewati suatu titik.
3. Metode Adisi Standar
Metode ini dipakai secara luas karena hanya terjadi sedikit kesalahan yang
disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkaran (matriks) sampel dan standar. Pada
metode adisi standar ini dua atau lebih sejumlah volume tertentu dari sampel
dipindahkan ke labu takar. Satu larutan diencerkan sampai volume tertentu,
selanjutnya diukur absorbansinya tanpa ditambah dengan zat standar, sedangkan

12
larutan yang lain sebelum diukur absorbansinya ditambahkan terlebih dahulu
dengan sejumlah tertentu larutan standar, kemudian diencerkan seperti pada
larutan yang pertama.
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Alkohol, etanol, alkanol, ethyl
Rumus kimia : C2H5OH
Berat molekul : 46,07 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah


menguap, mudah bergerak, bau khas.
Kegunaan : Pelarut dan untuk membersihkan alat
Khasiat : Pelarut dan dapat membunuh kuman
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
2.2.2 Amonia (Kemenkes RI, 2014)
Nama resmi : AMONIA
Nama lain : Ammonia
Rumus molekul : NH3
Berat molekul : 17,3 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, berbau khas,


menusuk kuat, dan bobot jenis kurang dari
0,90.
Kelarutan : Mudah larut dalam air

13
Kegunaan : Pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan suhu tidak
lebih dari 25o C.
2.2.3 Aquadest (Depkes RI, 1979)
Nama resmi : AQUADESTILATA
Nama lain : Air suling, aquadest
Rumus kimia : H2O
Berat molekul : 18,02 g/mol
Rumus struktur :
H–O–H

Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna,


dan tidak mempunyai rasa.
Kegunaan : Sebagai larutan untuk mencampur sampel
Khasiat : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kelarutan : Larut dalam etanol gliser
2.2.4 Asam Klorida (Dirjen POM, 1979; Pubchem, 2019)
Nama resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Rumus molekul : HCI
Berat molekul : 36,46 g/mol
Rumus struktur :

H CI

Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasa asam, bau


jika diencerkan dengan 2 bagian volume air
Kelarutan : Larut dalam air dan etanol 95% P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Khasiat : Pelarut

14
2.2.5 Asam Sulfat (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : ACIDUM SULFURICUM
Nama lain : Asam sulfat
Rumus kimia : H2SO4
Berat molekul : 98,07
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, seperti minyak, bau tajam


Kelarutan : Bercampur dengan air dan etanol
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Pelarut
2.2.6 BaCl2 (Dirjen POM, 1979) 
Nama resmi  : BARII CHLORIDUM 
Nama lain : Barium klrida
Rumus kimia :  BaCl2
Berat molekul  :  208,236 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Tidak berwarna


Kelarutan : Larut dalam 5 bagian air
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Sebagai pereaksi

15
2.2.7 FeCl3 (Dirjen POM, 1979
Nama resmi : FERII CHLORIDUM
Nama lain : Besi (III) klorida
Berat molekul : 162,2 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur, hitam kehijauan bebas garam nitrat


yang telah terpengaruhi oleh kelembaban.
Kelarutan : Larut dalam air, larutan berupa lesensi
berwarna jingga
Kegunaan : Pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Sebagai pereaksi
2.2.8 Kurkumin (Aydin et al., 2018 )
Nama resmi : DIFERULOYLMETHANE
Nama lain : Natural yellow, turmerik yellow
Rumus molekul : C21H20O6
Berat molekul : 368,4 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Zat berwarna kuning sampai kuning jngga,


berbentuk serbuk dengan sedikit rasa pahit,
mempunyai aroma khas dan tidak beracun.

16
Kelarutan : Larut dalam aseton, alkohol, asam asetat
glasial, dan alkali hidroksida. Tidak larut
dalam air dan dietil eter.
Khasiat : Senyawa anti inflamasi alami
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Simpan dalam wadah yang tertutup rapat
2.2.9 Metanol (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : METANOL
Nama lain : Metil alkohol
Rumus molekul : CH3OH
Berat molekul : 32,04 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas


Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk
cairan jernih, tidak berwarna
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Khasiat : Pereaksi

17
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Kimia Farmasi II dilaksanakan pada hari Jum’at, 18 Maret
2022 pada pukul 14.00-17.00 yang bertempat di Laboratorium Kimia Analisis
Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri
Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu cawan porselin,
cutter, gunting, kain saring, kertas saring, korek, lap halus, lumpang dan alu,
penangas, penjepit, pinset, pipet tetes, rak dan tabung reaksi.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu alkohol 70%,
aquadest, aluminium foil, amonia, ayam, bakso, BaCl2, FeCl3, H2SO4, HCl, ikan,
kunyit, metanol, mi basah, nugget, sosis, tahu dan tisu.
3.3 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%.
3. Dihaluskan sampel (ayam, bakso, ikan, mi basah, nugget, sosis, dan tahu)
menggunakan lumpang dan alu.
4. Ditambahkan aquadest hingga sampel tersebut larut.
5. Diperas sampel yang sudah hancur dengan menggunakan kain saring.
6. Dipisahkan filtrat dan residunya.
3.3.1 Metode BaCl2
1. Diambil 1 ml filtrat sampel dan dimasukan ke dalam tabung reaksi.
2. Ditambahkan beberapa tetes BaCl2 jenuh.
3. Diamati perubahannya (terjadi endapan).
4. Dipanaskan sampel dengan menggunakan penangas, apabila berubah
warna menjadi gelap menandakan adanya boraks.

18
3.3.2. Metode FeCl3
1. Diambil 1 ml filtrat sampel dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
2. Ditambahkan larutan FeCl3 dan HCl masing-masing 5 tetes.
3. Diamati perubahan warna menjadi kuning kehijauan.
4. Dipanaskan sampel dengan menggunakan penangas, apabila berubah
warna orange kemerahan menandakan adanya boraks.
3.3.3. Metode Uji Bakar
1. Diambil residu hasil perasan sampel.
2. Dimasukkan ke dalam cawan porselin.
3. Ditambahkan 2 tetes asam sulfat pekat dan beberapa tetes metanol.
4. Dibakar sampel dan diamati nyala api yang terjadi, apabila berubah warna
menjadi warna hijau menandakan adanya boraks.
3.3.4. Metode Kertas Tumerik
a) Pembuatan Kertas Tumerik
1. Diambil beberapa potongan kunyit ukuran sedang.
2. Dimasukkan ke dalam lumpang dan digerus hingga halus.
3. Disaring larutan kunyit dengan menggunakan kain saring.
4. Dipotong kertas saring menjadi beberapa bagian.
5. Dicelupkan kertas saring ke dalam larutan kunyit dan dikeringkan.
b) Uji Kertas Tumerik
1. Diambil 1 ml filtrat dari 7 sampel yang sudah disaring.
2. Dicelupkan kertas tumerik ke dalam filtrat sampel.
3. Didiamkan beberapa menit, dilihat perubahan warnanya
4. Diberi uap amonia
5. Diamati perubahan warna pada kertas tumerik, apabila berubah warna
menjadi hijau-biru gelap maka sampel tersebut mengandung boraks
3.3.5. Metode Kurkumin
1. Diambil 1 ml filtrat dari 7 sampel yang sudah disaring.
2. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
3. Dipanaskan dengan menggunakan penangas.
4. Ditambahkan 5 tetes ekstrak kurkumin.

19
5. Diamati perubahan warna, apabila berubah warna menjadi merah
kecoklatan menandakan adanya boraks.

20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Metode dan Hasil
Sampel BaCl2 FeCl3 Uji Bakar Kertas Tumerik Kurkumin

Ayam

(Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif)

Bakso

(Positif) (Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif)

Ikan

(Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif)

Mi Basah

(Negatif) (Negatif) (Negatif) (Positif) (Negatif)

Nugget

(Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif)

Sosis

(Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif)

Tahu

(Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif)

21
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini akan dilakukan percobaan Identifikasi boraks pada
makanan dimana percobaan ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan makanan
yang mengandung boraks dengan yang tidak mengandung boraks dan mengetahui
cara identifikasi boraks yang terkandung pada makanan. Adapun pengertian
boraks yaitu boraks (Natrium tetraborate) merupakan zat pengawet berbahaya
yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah
senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7.10H2O berbentuk kristal putih, tidak
berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah
menjadi natrium hidroksida dan asam borat (Syah, 2005). Menurut pendapat lain
boraks berbentuk serbuk halus kristal transparan atau granul putih tak berwarna
dan tak berbau serta agak manis (Cahyadi, 2008)
Boraks banyak digunakan sebagai pengawet dan mengenyalkan makanan.
Boraks digunakan sebagai bahan pengawet karena mempunyai sifat antiseptik dan
anti mikroba, sebagai bahan pengenyal karena boraks merupakan suatu bahan
yang dapat mengubah cairan menjadi padatan yang elastis (Cahyadi, 2006).
Adapun alat yang akan digunakan dalam percobaan ini yaitu cawan porselin,
cutter, gunting, kain saring, kertas saring, korek, lap halus, lumpang dan alu,
penangas, penjepit, pipet tetes, rak dan tabung reaksi. Adapun bahan yang akan
digunakan adalah alkohol 70%, aluminium foil, ammonia, aquadest, ayam, bakso,
BaCl2, FeCl3, HCl, H2SO4, ikan, kunyit, metanol, mi basah, nugget, sosis, tahu
dan tisu,
Adapun pada langkah pertama yaitu disiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan, dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%, Menurut Rowe (2009),
alkohol 70% dapat menghambat aktivitas mikroba dan mikroorganisme.
Kemudian digerus semua sampel hingga halus. Menurut Syah (2005),
penggerusan bertujuan untuk memperkecil ukuran zat padat yang selanjutnya akan
mempengaruhi luas permukaan, tingkat homogenitas dan juga tingkat kerja
optimal dari zat aktif. Suatu zat yang digerus akan mengalami perubahan menjadi
bentuk partikel yang lebih kecil atau lebih halus sehingga luas permukaanya akan
meningkat. Jika ditambah dengan zat lain pun maka pencampuran yang merata

22
dan homogen akan mudah tercapai. Setelah itu sampel disaring menggunakan kain
saring berwarna putih. Menurut Hariyadi (2007), penyaringan dilakukan agar
dalam melakukan pengujian pada sampel dapat dilakukan dengan mudah.
Dipisahkan filtrat dan residu dari semua sampel yang akan diuji.
4.2.1 Metode BaCl2
Diambil sebanyak 1 mL semua sampel yang akan diuji dan dimasukkan
kedalam tabung reaksi, ditambahkan 2 tetes larutan BaCl 2 jenuh kemudian diamati
perubahannya setelah ditambahkan larutan BaCl2 (terjadi endapan). Menurut
Azmi et al (2018), ketika suatu sampel ditambahkan larutan BaCl 2 jenuh maka
akan mengikat ikatan ion. Kemudian dipanaskan dengan menggunakan penangas
selama 5 menit. Menurut Anreny (2017), tujuan dilakukannya pemanasan untuk
mempercepat proses terjadinya reaksi pada sampel yang ditandai dengan adanya
perubahan warna menjadi gelap. Jika terjadi perubahan warna menjadi gelap maka
sampel yang diuji tersebut mengandung positif boraks.
Menurut Simpus (2005), ketika boraks bereaksi dengan larutan seperti
BaCl2 maka akan terjadi suatu reaksi yang menghasilkan produk baru yaitu asam
borat dan larutan yang pekat. Reaksi ditandai dengan adanya endapan berupa
berwarna putih dan perubahan warna menjadi gelap. Menurut Viana (2012),
dimana reaksi yang terjadi dikarenakan adanya endapan yang berwarna putih dan
larutan-larutan berupa larutan yang pekat dan terjadilah suatu perubahan warna.
Berikut adalah reaksinya :
BOOH + H2O2 → HBO3 + H2O
Adapun hasil yang kami dapatkan bahwa pada metode BaCl2 sampel
mengandung positif boraks adalah sampel bakso dan sementara pada sampel yang
lainnya tidak mengandung positif boraks.
4.2.2 Metode FeCl3
Diambil sebanyak 1 mL semua sampel yang akan diuji pada pengujian
FeCl3 dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan larutan
FeCl3 sebanyak 5 tetes dan HCl sebanyak 5 tetes. Menurut Goyal et al (2007),
digunakan FeCl3 untuk mengetahui adanya kandungan boraks di dalam bahan atau
sampel yang digunakan dan HCl bertujuan agar senyawa yang bersifat basa akan

23
membentuk hidroksida yang larut dalam air, tetapi mengendap pada kelebihan
asam. Diamati perubahan warna yang terjadi pada sampel yang diuji yaitu
menjadi warna orange kemerahan. Setelah itu sampel dilakukan pemanasan
menurut Fitri (2018), tujuan dilakukannya pemanasan untuk mempercepat proses
terjadinya reaksi pada sampel, jika terjadi perubahan warna mejadi orange
kemerahan menandakan terdapatnya positif mengandung boraks pada sampel
tersebut. Dan reaksi yang akan terjadi yakni :
2FeCl3+3Na2B4O7 6NaCl +Fe(B4O7)
Adapun hasil yang kami dapatkan bahwa pada semua sampel yang kami
uji dalam metode FeCl3 tidak ada satupun sampel yang mengandung positif
adanya kandungan boraks.
4.2.3 Metode Uji bakar
Diambil residu dari sampel yang sudah diambil filtratnya kemudian
dimasukan ke dalam cawan poselin yang sudah dibersihkan setelah ditambahkan 2
tetes asam sulfat (H2SO4). Menurut Hartati (2017) asam sulfat dapat memberikan
suasana asam pada sampel yang akan kita ujikan. Kemudian ditambahkan
methanol secukupnya (5 tetes). Menurut Cahnar (2006) alasan digunakannya
methanol karena methanol dan asam sulfat akan berseaksi menjadi katalisator dan
sebagai cairan dengan titik rendah dan sangat mudah terbakar. Kemudian
dilakukan pengujian uji bakar dimana jika positif mengandung boraks maka nyala
api akan menjadi warna hijau florens. Menurut Susenu (2016) alasan berubah
menjadi warna hijau florens karena terdapatnya trimetil boraks, trimetil boraks
merupakan cairan dengan titik rendah dan mudah terbakar. Untuk uji nyala ketika
dipanaskan akan terbentuknya uji nyala api warna hjau florens yang menandakan
positif mengandung boraks. Berikut hasil reaksinya.:
Na2B4O7 + 2 HCl + 5 H2O 4 H2BO3 + 2 NaCl
Adapun hasil yang kami dapatkan pada metode uji bakar bahwa tidak
adanya sampel yang terdapat positif mengandung boraks karena semua sampel
tidak terjadi uji nyala yang berubah menjadi hijau florens.

24
4.2.4 Metode Kurkumin
Diambil sebanyak 1 mL sampel yang akan kita ujikan kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dipanaskan menggunakan penangas
menurut Hastuti (2010), dilakukannya pemanasan yaitu untuk mempercepat
terjadinya reaksi suatu sampel, setelah dipanaskan ditambahkan sampel dengan
ekstrak kurkumin sebanyak 5 tetes. Menurut Payu (2014), larutan kunyit yang
dibuat dengan penambahan metanol yang dapat mengidentifikasi adanya
kandungan boraks yang terdapat pada makanan. Kemudian sampel yang telah
ditetesi dipanaskan dan diamati perubahan warna yang terjadi pada masing-
masing sampel. Menurut Fuad (2014), kandungan kurkumin meruapakan suatu
indikator yang memberikan senyawa warna merah bata yang bisa dikatakan
positif boraks.
Adapun hasil yang kami dapatkan bahwa pada sampel mi basah
mengandung positif boraks sementara sampel lainnya tidak ada yang terdapat
adanya kadungan positif boraks dikarenakan sampel lain tidak terjadi perubahan
warna.
4.2.5 Metode Kertas Tumerik
Dipotong potong kertas saring menjadi 7 bagian kemudian dibuat larutan
kunyit dan kertas tumerik yang sudah dibagi menjadi 7 dicelupkan ke dalam
larutan kunyit tersebut. Kemudian kertas saring yang sudah dicelupkan ke larutan
kunyit dikeringkan setelah kering kertas tumerik tersebut dicelupkan kemasing
masing sampel yang akan kita ujikan. Menurut Neneng (2019), kurkumin mampu
menguraikan ikatan ikatan boraks menjadi asam borat dan mengikatnya menjadi
kompleks. Kemudian kertas tumerik yang sudah dicelupkan ke filtrat masing
masing sampel setelah itu diujikan dengan ammonia. Dimana ammonia adalah
senyawa kimia dengan rumus NH3 yang merupakan salah satu indikator
pencemaran udara pada bentuk kebauan. Gas ammonia adalah gas yang tidak
berwarna dengan bau menyengat, biasanya ammonia berasal dari aktifitas
mikroba, industri ammonia, pengolahan limbah dan pengolahan batu bara.
Ammonia di atmosfer akan bereaksi dengan nitrat dan sulfat sehingga terbentuk
garam ammonium yang sangat korosif (Yuwono, 2010). Setelah itu jika kertas

25
tumerik tadi berubah menjadi kehijauan itu menandakan bahwa sampel tersebut
positif mengandung boraks. Adapun hasil yang kami dapatkan bahwa tidak ada
sampel yang mengandung adanya positif boraks dikarenakan sampel tidak
berubah menjadi warna hijau
Adapun kemungkinan kesalahan pada praktikum kali ini yaitu salah dalam
menaruh larutan methanol ke dalam sampel pengujian uji bakar sehingga
menyebabkan hasil didapatkan tidak sesuai dengan literatur yang ada pada jurnal
mengenai pengidentifikasian boraks pada sampel atau bahan yang akan diuji pada
percobaan boraks.

26
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum Kimia Farmasi II percobaan Identifikasi
Boraks Pada Makanan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada percobaan ini dapat diketahui, pada metode BaCl2 jika diamati ada
perubahan warna menjadi warna gelap maka menandakan sampel positif
mengandung boraks, pada metode FeCl3 jika diamati ada perubahan warna
dari kuning kehijauan menjadi orange kemerahan maka sampel tersebut
positif mengandung boraks, pada metode uji bakar jika nyala api menjadi
berwarna hijau maka sampel menandakan positif mengandung boraks,
pada metode kertas turmerik jika kertas berubah warna maka menandakan
sampel positif mengandung boraks, dan pada metode kurkumin jika
sampel berubah warna menjadi merah kecoklatan maka sampel tersebut
positif mengandung boraks.
2. Pada percobaan ini dapat diketahui, identifikasi boraks pada makanan
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu metode
BaCl2 dengan larutan sampel ditetesi larutan BaCl2 jenuh, pada metode
FeCl3 dengan cara larutan sampel ditetesi larutan FeCl3 dan HCl sebanyak
5 tetes, pada metode uji bakar ditambahkan 2 tetes asam sulfat dan
methanol secukupnya pada sampel, pada metode kertas turmerik dengan
cara dicelupkan kertas turmerik pada larutan sampel dan pada metode
kurkumin diberi 5 tetes ekstrak kurkumin pada larutan sampel.
5.2 Saran
5.2.1 Saran untuk Jurusan
Diharapkan adanya penambahan dan perbaikan sarana serta prasarana
untuk membantu dalam proses perkuliahan untuk kepentingan bersama.
5.2.2 Saran Untuk Laboratorium

27
Diharapkan adanya penambahan sarana dan prasarana dalam hal
kelengkapan alat-alat laboratorium agar lebih lengkap sehingga jalannya
praktikum lebih efisien baik dalam waktu maupun hasilnya.

5.2.3 Saran Untuk Asisten


Diharapkan agar meningkatkan kerja sama antara asisten dan praktikan
dengan banyak memberi wawasan praktek laboratorium kimia farmasi.
Hubungan antara asisten dan praktikan diharapkan selalu terjaga
keharmonisannya agar dapat tercipta suasana kerja yang baik.
5.2.4 Saran Untuk Praktikan
Kami berharap agar kiranya kepada seksama praktikan dapat menyimak
dengan baik saat asisten memberikan arahan agar mempermudah kita
menyelesaikan praktik tersebut.

28

Anda mungkin juga menyukai