FARMAKOLOGI II
“EFEK OBAT DIURETIK PADA HEWAN UJI”
OLEH
RIFKA WAHIJI
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kami panjatkankan kehadirat tuhan yang maha esa, atas berkat dan
karunianya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga kelompok
kami dapat menyelesaikan laporan Praktikum Farmakologi II Percobaan “Efek Obat
Diuretik Pada Hewan Uji”
Dalam penyusunan laporan ini kami menyadari masih banyak kekurangan, baik dalam
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun sebagai cerminan kami dalam penyusunan laporan berikutnya.
Akhir kata kami berharap semoga laporan ini bisa bermanfaat khususnya bagi
kelompok kami, dan umumnya bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
KELOMPOK III
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3 Manfaat..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
2.1 Dasar Teori........................................................................................................ 3
2.2 Uraian Bahan.....................................................................................................8
2.3 Uraian Hewan Uji.............................................................................................13
BAB III METODE PRAKTIKUM....................................................................... 15
3.1 Alat dan Bahan.................................................................................................15
3.2 Cara Kerja........................................................................................................15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................16
4.1 Hasil.................................................................................................................16
4.2 Perhitungan Dosis...........................................................................................16
4.3 Pembahasan.....................................................................................................17
BAB V PENUTUP................................................................................................22
5.1 Kesimpulan......................................................................................................22
5.2 Saran................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
Fungsi utama diuretic adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra
sel menjadi normal. Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah kedalam
glomeruli (gumpalan kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding
glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat
dilintasi air, garam dan glukosa. Ultra filtrat yang diperoleh dari filtrasi dan
mengandung banyak air serta elektrolit ditampung di wadah, yang mengelilingi
setiap glomerulus seperticorong (kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan
kepipa kecil. Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif dari air dan komponen
yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion
Na+. Zat-zat ini dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi
tubuli. Sisanya yang tak berguna seperti ”sampah” perombakan metabolism-
protein (ureum) untuk sebagian besar tidak diserap kembali. Akhirnya filtrate dari
semua tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul (ductus coligens), di mana
terutama berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat akhir disalurkan ke kandung
kemih dan ditimbun sebagai urin.
4
dibuang sebagai urin (Tjay T.H. and Rahardja K., 2015).
Cara pengeluaran air seni yang paling utama adalah melalui ginjal.
Pengeluaran ini sebagian tidak dapat dihindari dan sebagian lagi dikendalikan
oleh hormon antidiuretik (ADH). Peningkatan pembuangan air melalui ginjal ini
bisa dipengaruhi oleh obat atau tanaman obat yang bersifat diuretik (Vedavathi H.
and Revankar S.P., 2015)
2.1.2 Tekanan darah
Tekanan darah adalah jumlah tekanan yang digunakan dalam aliran darah
saat melewati arteri. Kontraksi ventrikel kiri jantung mendorong darah menuju
arteri, arteri utama kemudian mengembang dan lapisan otot arteri melawan
tekanan, kemudian darah di dorong keluar menuju pembulu yang lebih kecil.
Tekanan maksimal arteri berhubungan dengan kontraksi ventrikel kiri yang
disebut tekanan sistolik. Tekanan minimal terjadi saat jantung berada pada kondisi
relaksasi maksimal disebut tekanan diastolik (Wade, 2016).
Tekanan darah adalah tenaga yang terdapat pada dinding arteri saat darah
dialirkan. Tenaga ini mempertahankan aliran darah dalam arteri agar tetap lancar.
Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 dan diukur dalam satuan
milimeter air raksa (mmHg) (Yulinah E., Wahyuningsih S. and Ratna K., 2015).
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah
di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala,
dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya
resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan
ginjal. Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang
lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih
rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah ditulis
sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik, misalnya 120/80 mmHg,
dibaca seratus dua puluh perdelapan puluh. Dikatakan tekanan darah tinggi jika
pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan
diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya. Pada tekanan darah
tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Pada hipertensi
sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan
5
diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal
(Kementrian Kesehatan RI. 2015).
2.1.3 Kelompok Obat Diuretik
Berdasarkan Indikasinya obat golongan diuretik dibagi menjadi
beberapakelompok. Masing-masing kelompok tersebut bekerja pada segmen-
segmen tubulus ginjal yang berbeda. Kelompok obat diuretik tersebut adalah:
a) Diuretik Kuat
Diuretik kuat merupakan obat-obatan dengan khasiat yang kuat dan pesat
namun agak singkat (4-6 jam). Bekerja utama padabagian epitel tebal ansa henle
bagian asenden,olah sebab itu diuretik ini juga seringdisebut Diuretik Loop.
Diuretik loop di indikasikan untuk gagal jantung dan edemarefrakter, gagal ginjal
akut dan penurunan kadar kalsium plasma. Efek samping yangditimbulkan dengan
pengguanaan obat ini adalah gangguan cairan dan elektrolit, ototoksisitas,
hipotensi, efek metabolik dan reaksi alergi. Yang termasuk dalam obat-obatan
jenis ini adalah furosemid, torsemid, asam etakrinat, dan bumetanid (DiPiro et al.,
(2015).
b) Derivat-thiazida
Diuretik ini memiliki efek yang lebih lama (6-48 jam) yang digunakan
utama untuk pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung. Selain itu diuretik
ini juga diindikasikan untuk edema kronik, diabetes insipidusdan hiperkalsiuria.
Derivate-thiazid bekerja menghambat simporter Na+dan Cl-dihulu tubulus distal.
Efek samping dari penggunaan obat ini berkaitan dengan kadarplasma. Efek
sampingnya antara lain gangguan elektrolit, peningkatan gejalainsufisiensi ginjal,
hiperkalsemia, hiperurisemia, penurunan toleransi glukosa,peningkatan kadar
kolesterol dan trigliserida dalam plasma dan gangguan fungsiseksual. Obat–obat
diuretik thiazid diantaranya hidroklorothiazid, klorotiazid,politiazid,
hidroflumetazid (Emory Health Care. 2018).
6
menstimulasi reabsorpsi Na+ dan K+, proses ini dihambat secara kompetitif oleh
antagonis aldosteron. Indikasi penggunaan obatdiuretik golongan ini adalah untuk
hipertensi dan edema yang akan lebih baik jikadikombinasikan dengan diuretik
jenis lain. Efek samping penggunaannya adalah hiperkalemia, mual, muntah,
kejang kaki, dan pusing. Contoh obat golongan ini adalah antagonis aldosteron
seperti Eplerenon. Triamteren dan Amilorid juga termasuk obat diuretik golongan
hemat kalium (Harlan.2015).
d) Diuretik Osmosis
Diuretik osmotik merupakan zat bukan elektrolit yang dapat dengan
mudahdan cepat dieksresi oleh ginjal. Sifat-sifat diuretik osmotic adalah difiltrasi
secarabebasoleh glomerulus, tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli
ginjal,merupakan zat inert, dan resisten terhadap perubahan metabolic. Diuretik
jenis inidiindikasikan untuk pasien gagal ginjal, menurunkan tekanan maupun
volume cairanintraocular, menurunkan tekanan atau volume cairan serebrospinal
dan untukpengobatan sindrom disekuilibrium pada hemolisis. Contoh obat
golongan ini adalah manitol, sorbitol, gliserin, dan isosorbid (Mozaffarin, et al.
2016).
2.2 Uraiaan Bahan
2.2.1 Alkohol (Depkes, 1979) (Rowe et al, 2009) (Pratiwi, 2008)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol, Alkohol, Ethyl alkohol
Rumus Molekul : C2H6O
Berat Molekul : 46,07g/mol
Rumus strukrur :
7
pelarut organik.
Kegunaan : Desinfektan dan antiseptik
Khasiat : Sebagai desinfektan (mencegah pertumbuhan dan
pencemaran jasad renik) pada benda mati.
Digunakan juga sebagai antiseptik untuk
menghambat mikroorganisme pada jaringan hidup
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
2.2.2 Aquadest (Depkes RI, 1979) (Pratiwi, 2008)
Nama resmi : AQUA DESTILATA
Nama Lain : Air suling
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18,02 g/mol
Rumus struktur :
Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau kuning gadingtidak
berbau dan hampir tidak berbau, higroskopik.
8
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk
suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol (95%) P,
dalam eter P,dalam pelarut organik lain.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut
2.3 Uraian Obat
2.3.1 Furosemid (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : FUROSEMIDUM
Nama kimia : 4-Chloro-Nfurfuryl-5-sulphamoylanthranilic acid
Rumus molekul : C12H11CIN2O5S
Berat molekul : 330,7 g/mol
Rumus struktur :
9
obat-obat rema, kortikosteroida,aminoglikosida,
antidiabetika oral.
DL : Pada udema oral 40 80 mg pagi p.c, jika perlu
DM : Sampai 250-2000 mg seharidalam 2-3 dosis
Farmakodinamik : Menghambat reabsorbsi elektrolit Na+K+2Cl
diansa henle asendens bagian epitel tebal.
Farmakokinetik : Loop diretik diberikan per oral atau parenteral.
Durasi kerja obat-obat ini relative singkat 2 sampai
4 jam. Obat-obat ini disekresikan di urin.
Waktu Paruh : Pada keadaan normal skitar 2 jam, meskipun
berkepanjangna pada neonatus
Eliminase : Selama 2 jam, namun pada penderita populasi
khusus seperti pada gangguan hati ginjal maka
eliminasi obat dapat di perpanjang
Durasi : Timbul biasanya 6-8 jam saat pemberiaan secara
oral
Onset : 30-60 menit
2.3.2 Hydroklorotiazid (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009)
Nama Resmi : HYDROCHORTHIAZIDINCOMPERSSI
Nama Kimia : Hidroklorotiazid
Rumus molekul : C7H8CIN3O4S2
Berat molekul : 97,741 g/mol
Rumus struktur :
10
Farmakodinamik : Meningkatkan ekskresi Na, Cl dan sejumlah air,
dan Menghambat reabsorbsi elektrolit pada tubuli
distal Langsung menurunkan tekanan darah,
dengan efek terhadap asteial atau vasodilatasi
Farmakokinetik : Didistribusi kesaluran ekskresi dan dapat melalui
saluran urin dan ginjal
Efek Smping : Hipotensi pastural dan gangguan saluran cerna
yang ringan: impotensi (reversible bila obat
dihentikan )
Kontraindikasi : Hipokalemia yang refraktur hipomatremia,
hiperkalsemia, gangguan ginjal dan hati yang berat
yang simtomatik penyakit addison
Interaksi obat : Alkohol, barbiturat atau narkotik: obat-obt anti
diabetik ( oral dan insulin)
Dosis : Edema dosis awal 5-18 mg sehari atau berselang
sehari pada pagi hari
Dosis manusia : 25-200 mg/hari
Onset : 1-2 jam
Durasi : 12-24 jam
Waktu eliminase : Kurang lebih 10 jam
11
Pemerian : Serbuk kuning tua, tidak berbau atau berbau asam
tiosetat Lemah rasa angak pahit.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air,larut dalam 80 bagian
etanol(95%)p, dalam 3 bagian kloroform P dan
dalam 100 bagian Eter p
Kontraindikasi : Hiperkalemia, mual, letargi, dan kebibungan
Spironolakton : Sering menyebabkan gangguan lambung dan dapat
menyebabkan ulkus peptikum.
Farmakodinamik : Mencegah translokasi kompleks reseptor target,
dengan demikian kompleks ini tidak bisa berikatan
dengan DNA..
Farmakokinetik : Dalam hati zat ini dirombak menjadi metabolit-
metabolit aktif, antara lain kanrenon, yang
dieksresikan melalui kemih dan tinja. Plasma
t1/2nya sampai 2 jam, kanrenon 20 jam.
Waktu paruh : Lebih kurang1, 4 jam
Dosis : Antara 25-200 mg/hari untuk gagal jantung koroner
serta 50 dan100mg /hari untuk hipertensi
Onset : 2-4 jam
Durasi : 2-3 hari
Eliminase : 1,3-2 jam
2.4 Uraian hewan mencit
Klasifikasi mencit (Mus musculus) (Willy, 2016)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Gambar 2.4
Genus : Mus Mencit
(Mus musculus)
Spesies : Mus musculus
Mencit laboratorium merupakan turunan dari mencit liar yang telah
12
mengalami pembiakan secara selektif. Mencit dikelompokkan ke dalamkingdom
animalia, phylum chordata. Hewan ini termasuk hewan yang bertulang belakang
dan menyusui sehingga dimasukkan ke dalam subphylum vertebrata dan kelas
mamalia. Selain itu hewan ini juga memiliki kebiasaanmengerat (ordo rodentia),
dan merupakan famili muridae, deng an nama genus
Mus serta memilki nama spesies Mus musculus L (Priyambodo, 2003).
Mencit secara biologis memiliki ciri umum, yaitu berupa rambut berwarna putih
atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Mencit merupakan
hewan nokturnal yang sering melakukan aktivitasnya pada malam hari. Perilaku
mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor internal seperti seks,
perbedaan umur, hormon, kehamilan, dan penyakit ; faktor eksternal seperti
makanan, minuman, dan lingkungan disekitarnya (Smith dan Mangkoewidjojo,
1998).
Mencit memiliki berat badan yang bervariasi. Berat badan ketika lahir
berkisar antara 2-4 gram, berat badan mencit dewasa berkisar antara 20-407 gram
untuk mencit jantan dan 25-40 gram untuk mencit betina dewasa.Sebagai hewan
pengerat mencit memilki gigi seri yang kuat dan terbuka. Susunan gigi mencit
adalah indicisivus ½, caninus 0/0, premolar 0/0, dan molar 3/3 (Setijono,1985).
Mencit dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan dapat juga mencapai
umur 3 tahun. Lama bunting 19-21 hari sedangkan umur untuk siap dikawinkan 8
minggu. Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami estrus.Satu
induk dapat menghasilkan 6-15 ekor anak (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Penyebaran mencit sangat luas, semua jenis (strain) yang dapat digunakan
dilaboratorium sebagai hewan percobaan berasal dari mencit liar melalui seleksi
(Yuwono dkk, 2002). Mencit liar lebih suka hidup pada suhu lingkungan yang
tinggi, tetapi mencit juga dapat hidup terus pada suhu lingkungan yang rendah
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
13
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum farmakologi 2 percobaan diuretik dilaksanakan pada hari/tanggal,
jum’at, 11 Maret 2022, pada pukul 07.00-09.00 WITA di Laboratorium
Farnakologi dan Toksikologi, Jurusan Farmasi, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum yaitu Batang Pengaduk,
Gelas Ukur, Gunting, Disposable 1 ml, Hot Plate, Kandang Urinasi, Stopwatch,
Sonde Oral, Timbangan Berat Badan.
3.2.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu Alkohol 70%,
Aluminium Foil, Aquadest, , hewan uji coba Mencit (Mus Musculus), Kertas
Saring, Na-CMC, Tablet furosemid, Tablet hidroklorotiazid, Tablet
Spiranolakton, dan tisu.
3.3. Prosedur Kerja
1. Digunakan mencit jantan sebanyak 12 ekor
2. Ditimbang berat badan tiap mencit lalu dicatat
3. Dibagi Mencit dalam 4 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri
dari 3 ekor mencit. Diberikan masing-masing perlakukan dimana kelompok
1 adalah kontrol, diberikan Na.CMC 1%, kelompok 2 diberikan suspensi
Hidroklorotiazid, kelompok 3, diberikan suspensi Spironolakton, Kelompok
4 diberikan suspensi Furosemid. Pemberian dilakukan secara per oral
dengan volume pemberian 1 ml.
5. Ditempatkan mencit dalam kandang khusus yang memilki penampungan
urin
6. Ditampung urine mencit selama 2 jam, dengan pencatatan volume urine
dilakukan tiap 30 menit.
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
OBAT WAKTU
15 Menit 30 Menit 45 Menit 60 Menit
Spironolakton 0 mL 0,2 mL 0 mL 0 mL
16
2) Perhitungan Dosis Oral Spironolakton Untuk
Mencit Untuk kode mencit berat badan 20 gram
Dosis lazim Spironolakton untuk manusia = 25 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 25 mg x 0,0026
= 0,065mg
Untuk mencit dengan berat 32 g = (32 g/ 20 g) x 0,0026
= 0,00416 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 1 mL
Dibuat larutan persediaan sebanyak = 10 ml
Jumlah Spironolakton yang digunakan = (10 ml / 1 ml) x 0,416 mg
= 0,0416 mg
% Kadar Spironolakton = (0,00416/20 ) x 100%
= 0,0208%
Berat 1 tablet = 0,2526
Berat serbuk yang ditimbang = 0,0208/25 x 0,2526
= 0,00021 gr
Pada praktikum kali ini mencit dibagi menjadi 4 ekor mencit jantan yaitu
mencit pertama diberikan Na-CMC, mencit kedua diberikan hidroklorotiazid,
mencit ketiga di berikan forosemid dan mencit keempat di berikan spironolakton.
Langkah pertama yang harus kita lakukan yaitu menyiapkan alat yang akan
digunakan yaitu Batang Pengaduk, Gelas Ukur, Gunting, Disposable 1 ml, Hot
Plate, Kandang Urinasi, Stopwatch, Sonde Oral, Timbangan Berat Badan.,
sedangkan bahan yang digunakan Alkohol 70%, Aluminium Foil, Aquadest, ,
hewan uji coba Mencit (Mus Musculus), Kertas Saring, Na-CMC, Tablet
furosemid, Tablet hidroklorotiazid, Tablet Spiranolakton, dan tisu.
. Alat yang digunakan terlebih dahuludi bersihkan menggunakan alkohol 70%
karena menurut Katzung et al ( 2012), alkohol 70% dapat mengurangi jumlah
bakteri setelah penggunaan 1 menit.
Kelompok pertama, dilakukan dengan diberikan suspensi larutan Na-CMC
sebanyak 1 ml dengan rute pemberian secara oral. Setelah di berikan Na-CMC di
catat volume urin pada menit ke 30, 60, 90 dan 120. Pada menit ke 30 mencit
tidak mengeluarkan urine, menit ke-60 0,1 ml,, menit ke-90 0,05 ml dan menit ke-
120 0 mencit tidak mengeluarkan urin. Menurut Nurilhidayanti (2015),
pemberiaan Na-CMC menunjukkan volume urine yang sedikit dikarenakan tidak
terkandung zat aktif yang dapat meningkatkan volue urin sehingga menyebabkan
ekskresi urin sedikit hal ini selaras dengan penelitian Usman (2017), bahwa
pemberian Na-CMC sebagai kontrol pada percobaan diuretik terhadap mencit
tidak memiliki efek dalam meningkatkan volume urin.
Kelompok kedua, dilakukan dengan diberikan obat hidroklorotiazid yang
telah di larutkan dengan Na-CMC sebanyak 10 ml. Diberikan larutan suspensi
hidroklorotiazid secara oral pada mencit sebanyak 1 ml. Dicatat efek yang di
timbulkan obat pada menit ke 30, 60, 90 dan 120. Pada menit ke 30 mencit hewan
uji mengeluarkan urine sebanyak 0,1 ml, menit ke-60 0,15 ml,, menit ke-90 0,05
ml dan menit ke-120 mencit tidak mengeluarkan urin. Hal ini dikarenakan
menurut Herman (2018), obat ini bekerja pada tubulus contortusdista dengan cara
menghambat sistem cotransporter sodium klorida yakti Na+ Cl- yang menyebabkan
kehilangan ion potassium pada urine. Penggunaan obat ini secara tepat memang
dapat menurukan tekanan darah dengan cara meningkatkan diuresis dan
menurukan volume plasma.
Kelompok ketiga, di lakukan dengan memberi obat furosemid yang
dilarutkan dengan larutan Na-CMC sebanyak 10 ml. Diberikan larutan suspensi
furosemid secara oral pada mencit sebanyak 1 ml. Dilihat dan di catat efek yang di
timbulkan setelah pemberian obat pada menit ke 30, 60, 90 dan 120. Pada menit
ke 30 mencit 0,1 ml, menit ke-60 0,2,4 ml,, menit ke-90 0,01 ml dan menit ke-120
mencit tidak mengeluarkan urin. Hal ini dikarenakan furosemid merupakan
derivat asam yang efektiv sebagai diretik efek kerjanya cepat dan dalam waktu
yang singkat mekanisme kerjanya menghambat penyerapan kembai natrium oleh
sel tubuli ginjal (Ai Saad, 2018).
Pada kelompok keempat, dilakukan dengan di berikan obat spironolakton
yang telah di larutkan dengan larutan Na-CMC sebanyak 10 ml. Diberikan larutan
suspensi spironolakton secara oral pada mencit sebanyak 1 ml. Dilihat dan dicatat
efek yang di timbulkan setelah pemberian obat pada menit ke 30, 60,90 dan 120.
Didapatkan hasil pada menit ke 30 mencit tidak mengeluarkan urin, meit ke 60
menghasilkan 0,2 ml, menit ke 90 dan 120 tidak menghasilkan urine. Hal ini
dikarenakan menurut Ernst & Moses (2012), mekanisme kerja obat ini dengan
cara mencegah sekresi K+ dengan melawan efek aldesteron pada tubulus distal dn
korteks tubulus kolektivus. Agen ini menghambat influks Na+ melalui kanal ion
dimembran luminal sehingganya obat ini memiliki efek yang lemah dan khusus
digunakan terkombinasi dengan diuretik lainnya untuk meghambat eksresi
kalium.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa efek obat dalam meningkatkan
volume urin terhadap hewan uji mencit yang paling efektif adalah pada obat
furosemid. Karena menurut Phakdeckitcharoen dan Boonyawat (2012),
mekanisme kerja dari furosemid adalah menghambat trasporaktif klorida ke kanal
Na-k-2Cl yang akan menurunkan reabsorsi natrium dari klorida sehingga
menyebabkan nutrioresis dan klirens air bebas sehingga dapat meningkatkan
volume urin.
Kemungkinan kesalahan yang terjadi yaitu kurangnya ketelitian dalam
membersihkan alat-alat sehingga bahan yang digunakan terkontaminasi dan
adanya kesalahan pada saat menimbang bahan serta dalam menentukan dosis
pemberian obat.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Efek utama dari obat efek diuretik ialah meningkatkan volume urin yang
diproduksi serta meningkatkan jumlah pengeluaran zat-zatterlarut air.
2. Volume urin yang dihasilkan oleh hewan akibat pemberian obat diuretik
semakin bertambah.
3. Mekanisme kerja obat diuretik yaitu menghambat reabsorbis elektrolit Na+
pada bagian-bagian nefron yang berbeda, akibatnya Na+ dan ion lain seperti
Cl- memasuki urin dalam jumlah yang banyak dibandingkan bila dalam
keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk
mempertahankan keseimbangan osmotic sehingga meningkatkan volume
urin.
5.2 Saran
1. Saran Untuk Asisten
Kepada asisten agar tetap sabar dalammengajarkan ilmu kepada para
praktikan agar semakin menambah ilmu baik kepada praktikan maupun
asisten sendiri.
2. Saran Untuk Laboratorium
Diharapkan pada pelaksanaan praktikum ruangan yang digunakan
tetap dalam kondisi yang bersih agar praktikan dan asisten merasa lebih
nyaman selama pelaksanaan praktikum.
3. Saran Untuk Jurusan
Diharapkan agar fasilitas yang digunakan pada praktikum dan lebih
diperhatikan, dengan melengkapi alat-alat yang masih kurang untuk
digunakan pada praktikum seperti timbangan analitik karena pada saat
praktikum para praktikan selalu mengantri dan bisa terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adil, W. H., N. Sunarlim dan I. Roostika. 2006. Pengaruh tiga jenis pupuk
nitrogen terhadap tanaman sayuran. Jurnal Biodiversitas, 7 (1): 77-80.
Abdullah, M. & Gunawan, J., 2012. Dispepsia dalam Cermin Dunia Kedokteran.
Vol. 39 no. 9. Jakarta
Goodman and Gilman, 2008, Manual Farmakologi dan Terapi, Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Hasanah, Uswatun., & Wardana, Ludfi Arya. (2017). Model pembelajaran brain
based learning bermuatan multi inteligences. ID: LPPM IAI Ibrahimy
Genteng Press: Banyuwangi
Karch A.M., 2011. Buku Ajar Farmakologi Keperawatan, 2nd ed., EGC: Jakarta.
Katzung, B.G., Masters, S.B. dan Trevor, A.J., 2014, Farmakologi Dasar &
Klinik, Vol.2, Edisi 12, Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et al.,
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan hewan coba. Gadjah Mada. University
Press: Yogyakarta
Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. 2014. Buku Ajar Keperawatan Dasar. Edisi
10. EGC: Jakarta
Siswandono dan Soekardjo, B., 1995, Kimia Medisinal, 28-29, 157, Airlangga
University Press, Surabaya.
Siswandono dan Soekardjo, B., 2000, Kimia Medisinal, Edisi 2, 228-232, 234,
239, Airlangga University Press, Surabaya.
Sulistia Gan Gunawan. 2016 Farmakologi dan Terapi, 5th ed. FK Universitas
Indonesia: Jakarta
Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan
Efek-efek Sampingnya, Edisi Kelima, 357-359, 363-367, Direktur Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.