Anda di halaman 1dari 30

Laporan Praktikum

FARMAKOLOGI II
“EFEK OBAT DIURETIK PADA HEWAN UJI”

KELOMPOK : III (TIGA)


KELAS : D-D3 FARMASI 2022
ASISTEN : RIFKA WAHIJI

LABORATORIUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITITAS NEGERI GORONTALO
2021
Lembar Pengesahan
FARMAKOLOGI II
“EFEK OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA HEWAN UJI”

OLEH

KELOMPOK : III (TIGA)


KELAS : D–D3 Farmasi 2022

1. ANDI NURHIKMAH (821319093)


2. DHEA ANANDA KOBANDAHA (821319005)
3. JEMI HASAN (821319026)
4. NURFAIZAH ASHAR M (821319077)
5. SERLIN KAMAH (821319015)

Gorontalo, Maret 2022


Mengetahui Nilai
Asisten,

RIFKA WAHIJI
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kami panjatkankan kehadirat tuhan yang maha esa, atas berkat dan
karunianya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga kelompok
kami dapat menyelesaikan laporan Praktikum Farmakologi II Percobaan “Efek Obat
Diuretik Pada Hewan Uji”
Dalam penyusunan laporan ini kami menyadari masih banyak kekurangan, baik dalam
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun sebagai cerminan kami dalam penyusunan laporan berikutnya.
Akhir kata kami berharap semoga laporan ini bisa bermanfaat khususnya bagi
kelompok kami, dan umumnya bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Gorontalo, Maret 2022

KELOMPOK III
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3 Manfaat..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
2.1 Dasar Teori........................................................................................................ 3
2.2 Uraian Bahan.....................................................................................................8
2.3 Uraian Hewan Uji.............................................................................................13
BAB III METODE PRAKTIKUM....................................................................... 15
3.1 Alat dan Bahan.................................................................................................15
3.2 Cara Kerja........................................................................................................15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................16
4.1 Hasil.................................................................................................................16
4.2 Perhitungan Dosis...........................................................................................16
4.3 Pembahasan.....................................................................................................17
BAB V PENUTUP................................................................................................22
5.1 Kesimpulan......................................................................................................22
5.2 Saran................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Farmasi dalam bahasa yunani disebut dengan “farmakon” (medika/obat).


Farmasi sendiri yaitu seni dan ilmu dalam penyediaan bahan – bahan sumber
alam dan bahan sintesis yang sesuai untuk didistribusikan dan juga dipakai dalam
pengobatan serta pencegahan suatu penyakit. Adapun ilmu yang mempelajari
tentang cara kerja dan efek terapetik obat adalah farmakologi.
Farmakologi berasal dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu
pengetahuan). Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan
cara kerjanya pada system biologis dan juga mempelajari efek - efek dari senyawa
kimia pada jaringan hidup (Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes, 1996).
Air seni atau air kencing merupakan zat yang tidak berguna atau sampah
sehingga harus dibuang oleh tubuh. Apabila pengeluaran air seni terhambat, maka
akan menimbulkan banyak masalah di dalam tubuh, contohnya adalah penyakit
darah tinggi. Kelancaran pengeluaran air seni akan mempengaruhi tekanan darah.
Sebaliknya tekanan darah tinggi bias dipengaruhi atau diobati dengan peningkatan
pengeluaran air pada darah atau urin (diuretik). Salah satu cara menurunkan
tekanan darah adalah menurunkan jumlah air yang ada dalam plasma darah.
Dengan berkurangnya air maka tekanan darah akan menurun (Permadi, 2006).
Diuretik merupakan obat-obatan yang dapat meningkatkan laju aliran urin.
Golongan obat ini menghambat penyerapan ion natrium pada bagian bagian
tertentu dari ginjal. Oleh karena itu, terdapat perbedaan tekanan osmotik yang
menyebabkan air ikut tertarik, sehingga produksi urin semakin bertambah.
Dengan kata lain diuretic ialah obat yang dapat menambah kecepatan
pembentukan urin. Istilah diuresis memiliki dua pengertian, ialah menunjukkan
adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan menunjukkan jumlah
pengeluaran zat-zat terlarut dan air. Obat diuretic dapat pula digunakan untuk
mengatasi hipertensi dan edema. Edema dapat terjadi pada penyakit gagal jantung
kongesif, sindrom nefrotikdan edema premenstruasi (Sunaryo, 1995).

1
Fungsi utama diuretic adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra
sel menjadi normal. Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah kedalam
glomeruli (gumpalan kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding
glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat
dilintasi air, garam dan glukosa. Ultra filtrat yang diperoleh dari filtrasi dan
mengandung banyak air serta elektrolit ditampung di wadah, yang mengelilingi
setiap glomerulus seperticorong (kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan
kepipa kecil. Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif dari air dan komponen
yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion
Na+. Zat-zat ini dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi
tubuli. Sisanya yang tak berguna seperti ”sampah” perombakan metabolism-
protein (ureum) untuk sebagian besar tidak diserap kembali. Akhirnya filtrate dari
semua tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul (ductus coligens), di mana
terutama berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat akhir disalurkan ke kandung
kemih dan ditimbun sebagai urin.

Berdasarkan pernyataan diatas, maka dilakukan praktikum untuk menguji


efek obat diuretik terhadap hewan uji. Pada percobaan ini kami menggunakan
obat spironolakton, hidroklorotiazid, furosemid, dan Na-CMC sebagai kontrol.
1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara menganalisis efek obat diuretik pada
mencit
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara menentukan jumlah volume pada
hewan uji.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui mekanisme urin pada hewan uji mencit
(mus musculus) setelah pemberian obat diuretik.
1.3 Prinsip Percobaan
Adapun prinsip dari percobaan ini adalah:
Menganalisis efek obat diuretik pada mencit dengan melihat dan mengamati
serta menentukan jumlah volume dan frekuensi urin pada hewan uji mencit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Diuretik
Menjaga kelancaran pengeluaran air seni atau air kencing adalah tindakan
yang benar dan dianjurkan dalam dunia kesehatan. Sebagian besar air seni
merupakan zat yang tidak berguna atau sampah sehingga secara otomatis dibuang
oleh tubuh. Apabila pengeluaran air seni terhambat maka akan menimbulkan
banyak masalah di dalam tubuh. Sebagai contoh akibat pengeluaran air seni yang
tidak lancar adalah penyakit darah tinggi. Kelancaran pengeluaran air seni akan
mempengaruhi tekanan darah. Sebaliknya tekanan darah tinggi bisa dipengaruhi
atau diobati dengan peningkatan pengeluaran air pada darah atau urin (diuretik).
Salah satu cara menurunkan tekanan darah adalah menurunkan jumlah air yang
ada dalam plasma darah. Dengan berkurangnya air maka tekanan darah akan
menurun (Tjay T.H. and Rahardja K., 2015).
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.
Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya
penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah
pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air. Diuretik juga bisa diartikan
sebagai obat-obat yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urin.
Obat-obat ini menghambat transport ion yang menurunkan reabsorpsi Na +pada
bagian-bagian nefron yang berbeda. Akibatnya Na+ dan ion lain seperti Cl-
memasuki urin dalam jumlah lebih banyak dibandingkan bila keadaan normal
bersama-sama air yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan
keseimbangan osmotik (Mounnissamy V.M., 2015).
Fungsi utama diuretik adalah bekerja dengan mencegah penyerapan
garam, termasuk natrium dan klorida, di ginjal. Kadar garam juga mempengaruhi
kadar air yang diserap atau dikeluarkan oleh ginjal. Dengan cara kerja ini, garam
dan air akan dibuang dari tubuh melalui pengeluaran urine (Mulyaningsih W.,
2016).
Diuretik adalah sifat meluruhkan air seni. Pengertian lainnya yaitu sifat
mengurangi jumlah air dan senyawa lainnya dalam plasma darah dengan cara

4
dibuang sebagai urin (Tjay T.H. and Rahardja K., 2015).
Cara pengeluaran air seni yang paling utama adalah melalui ginjal.
Pengeluaran ini sebagian tidak dapat dihindari dan sebagian lagi dikendalikan
oleh hormon antidiuretik (ADH). Peningkatan pembuangan air melalui ginjal ini
bisa dipengaruhi oleh obat atau tanaman obat yang bersifat diuretik (Vedavathi H.
and Revankar S.P., 2015)
2.1.2 Tekanan darah
Tekanan darah adalah jumlah tekanan yang digunakan dalam aliran darah
saat melewati arteri. Kontraksi ventrikel kiri jantung mendorong darah menuju
arteri, arteri utama kemudian mengembang dan lapisan otot arteri melawan
tekanan, kemudian darah di dorong keluar menuju pembulu yang lebih kecil.
Tekanan maksimal arteri berhubungan dengan kontraksi ventrikel kiri yang
disebut tekanan sistolik. Tekanan minimal terjadi saat jantung berada pada kondisi
relaksasi maksimal disebut tekanan diastolik (Wade, 2016).
Tekanan darah adalah tenaga yang terdapat pada dinding arteri saat darah
dialirkan. Tenaga ini mempertahankan aliran darah dalam arteri agar tetap lancar.
Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 dan diukur dalam satuan
milimeter air raksa (mmHg) (Yulinah E., Wahyuningsih S. and Ratna K., 2015).
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah
di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala,
dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya
resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan
ginjal. Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang
lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih
rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah ditulis
sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik, misalnya 120/80 mmHg,
dibaca seratus dua puluh perdelapan puluh. Dikatakan tekanan darah tinggi jika
pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan
diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya. Pada tekanan darah
tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Pada hipertensi
sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan

5
diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal
(Kementrian Kesehatan RI. 2015).
2.1.3 Kelompok Obat Diuretik
Berdasarkan Indikasinya obat golongan diuretik dibagi menjadi
beberapakelompok. Masing-masing kelompok tersebut bekerja pada segmen-
segmen tubulus ginjal yang berbeda. Kelompok obat diuretik tersebut adalah:
a) Diuretik Kuat
Diuretik kuat merupakan obat-obatan dengan khasiat yang kuat dan pesat
namun agak singkat (4-6 jam). Bekerja utama padabagian epitel tebal ansa henle
bagian asenden,olah sebab itu diuretik ini juga seringdisebut Diuretik Loop.
Diuretik loop di indikasikan untuk gagal jantung dan edemarefrakter, gagal ginjal
akut dan penurunan kadar kalsium plasma. Efek samping yangditimbulkan dengan
pengguanaan obat ini adalah gangguan cairan dan elektrolit, ototoksisitas,
hipotensi, efek metabolik dan reaksi alergi. Yang termasuk dalam obat-obatan
jenis ini adalah furosemid, torsemid, asam etakrinat, dan bumetanid (DiPiro et al.,
(2015).
b) Derivat-thiazida
Diuretik ini memiliki efek yang lebih lama (6-48 jam) yang digunakan
utama untuk pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung. Selain itu diuretik
ini juga diindikasikan untuk edema kronik, diabetes insipidusdan hiperkalsiuria.
Derivate-thiazid bekerja menghambat simporter Na+dan Cl-dihulu tubulus distal.
Efek samping dari penggunaan obat ini berkaitan dengan kadarplasma. Efek
sampingnya antara lain gangguan elektrolit, peningkatan gejalainsufisiensi ginjal,
hiperkalsemia, hiperurisemia, penurunan toleransi glukosa,peningkatan kadar
kolesterol dan trigliserida dalam plasma dan gangguan fungsiseksual. Obat–obat
diuretik thiazid diantaranya hidroklorothiazid, klorotiazid,politiazid,
hidroflumetazid (Emory Health Care. 2018).

c) Diuretik Hemat Kalium


Efek diuretik obat golongan ini cenderung lemah dan khusus digunakan
kombinasi dengan diuretik lainnya untuk menghemat ekskresi kalium. Aldosteron

6
menstimulasi reabsorpsi Na+ dan K+, proses ini dihambat secara kompetitif oleh
antagonis aldosteron. Indikasi penggunaan obatdiuretik golongan ini adalah untuk
hipertensi dan edema yang akan lebih baik jikadikombinasikan dengan diuretik
jenis lain. Efek samping penggunaannya adalah hiperkalemia, mual, muntah,
kejang kaki, dan pusing. Contoh obat golongan ini adalah antagonis aldosteron
seperti Eplerenon. Triamteren dan Amilorid juga termasuk obat diuretik golongan
hemat kalium (Harlan.2015).
d) Diuretik Osmosis
Diuretik osmotik merupakan zat bukan elektrolit yang dapat dengan
mudahdan cepat dieksresi oleh ginjal. Sifat-sifat diuretik osmotic adalah difiltrasi
secarabebasoleh glomerulus, tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli
ginjal,merupakan zat inert, dan resisten terhadap perubahan metabolic. Diuretik
jenis inidiindikasikan untuk pasien gagal ginjal, menurunkan tekanan maupun
volume cairanintraocular, menurunkan tekanan atau volume cairan serebrospinal
dan untukpengobatan sindrom disekuilibrium pada hemolisis. Contoh obat
golongan ini adalah manitol, sorbitol, gliserin, dan isosorbid (Mozaffarin, et al.
2016).
2.2 Uraiaan Bahan
2.2.1 Alkohol (Depkes, 1979) (Rowe et al, 2009) (Pratiwi, 2008)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol, Alkohol, Ethyl alkohol
Rumus Molekul : C2H6O
Berat Molekul : 46,07g/mol

Rumus strukrur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna,mudah menguap, bau khas.


Kelarutan : Bercampur dengan air, praktis bercampur dengan

7
pelarut organik.
Kegunaan : Desinfektan dan antiseptik
Khasiat : Sebagai desinfektan (mencegah pertumbuhan dan
pencemaran jasad renik) pada benda mati.
Digunakan juga sebagai antiseptik untuk
menghambat mikroorganisme pada jaringan hidup
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
2.2.2 Aquadest (Depkes RI, 1979) (Pratiwi, 2008)
Nama resmi : AQUA DESTILATA
Nama Lain : Air suling
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18,02 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau dan


tidak mempunyai rasa
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.2.3 Na-CMC (Dirjen POM, 1979 ) 
Nama Resmi : NATRI CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Nama Lain : Natrium karboksilmetilselulosa
Rumus molekul : Na –CMC
Berat molekul : 644,65 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian  : Serbuk atau butiran, putih atau kuning gadingtidak
berbau dan hampir tidak berbau, higroskopik.

8
Kelarutan  : Mudah mendispersi dalam air, membentuk
suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol (95%) P,
dalam eter P,dalam pelarut organik lain.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut
2.3 Uraian Obat
2.3.1 Furosemid (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : FUROSEMIDUM
Nama kimia : 4-Chloro-Nfurfuryl-5-sulphamoylanthranilic acid
Rumus molekul : C12H11CIN2O5S
Berat molekul : 330,7 g/mol
Rumus struktur :

Pemeriaan : Serbuk kristalin,putih kekuningan, tidak berbau.


Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan diklormetan;
sedikit larut dalam alkohol; sangat mudah lrut
dalam aseton, dan dimetilforamamid, dan dalam
larutan alkali hidroksida, sangat sedikt larut dalam
kloroform,sedikit lart dalam
Indikasi : Sangat efektif pada keadaan udema di otak dan
paru-paru yang akut. Mulai kerjanya pesat, oral
dalam 0,5-1 jam bertahan 4-6 jam, intravena dalam
beberapa menit, 2-5 jam lamanya.
Kontraindikasi : Gangguan keseimbangan cairan elektrolit,Antara
lain hipotensi hiponatremia, hipokalemia,
hipokalsemia, dan hipomagnesemia
Efek samping : Pendengaran bisa mendapat pengaruh buruk
hiperurisemia, hipovolemia akut, dan
deplesikalsium Interaksi obat Penghambat ACE,

9
obat-obat rema, kortikosteroida,aminoglikosida,
antidiabetika oral.
DL : Pada udema oral 40 80 mg pagi p.c, jika perlu 
DM : Sampai 250-2000 mg seharidalam 2-3 dosis
Farmakodinamik : Menghambat reabsorbsi elektrolit Na+K+2Cl
diansa henle asendens bagian epitel tebal.
Farmakokinetik : Loop diretik diberikan per oral atau parenteral.
Durasi kerja obat-obat ini relative singkat 2 sampai
4 jam. Obat-obat ini disekresikan di urin.
Waktu Paruh : Pada keadaan normal skitar 2 jam, meskipun
berkepanjangna pada neonatus
Eliminase : Selama 2 jam, namun pada penderita populasi
khusus seperti pada gangguan hati ginjal maka
eliminasi obat dapat di perpanjang
Durasi : Timbul biasanya 6-8 jam saat pemberiaan secara
oral
Onset : 30-60 menit
2.3.2 Hydroklorotiazid (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009)
Nama Resmi : HYDROCHORTHIAZIDINCOMPERSSI
Nama Kimia : Hidroklorotiazid
Rumus molekul : C7H8CIN3O4S2
Berat molekul : 97,741 g/mol
Rumus struktur :

Indikasi : Edema, hipertensi


Pemeriaan : Serbuk hablur,putih atau hampir putih tidak bernau
agak pahit
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam kloroform P
dan dalam eter larut dalam 200 bagian etanol
(95%)

10
Farmakodinamik : Meningkatkan ekskresi Na, Cl dan sejumlah air,
dan Menghambat reabsorbsi elektrolit pada tubuli
distal Langsung menurunkan tekanan darah,
dengan efek terhadap asteial atau vasodilatasi
Farmakokinetik : Didistribusi kesaluran ekskresi dan dapat melalui
saluran urin dan ginjal
Efek Smping : Hipotensi pastural dan gangguan saluran cerna
yang ringan: impotensi (reversible bila obat
dihentikan )
Kontraindikasi : Hipokalemia yang refraktur hipomatremia,
hiperkalsemia, gangguan ginjal dan hati yang berat
yang simtomatik penyakit addison
Interaksi obat : Alkohol, barbiturat atau narkotik: obat-obt anti
diabetik ( oral dan insulin)
Dosis : Edema dosis awal 5-18 mg sehari atau berselang
sehari pada pagi hari
Dosis manusia : 25-200 mg/hari
Onset : 1-2 jam
Durasi : 12-24 jam
Waktu eliminase : Kurang lebih 10 jam

2.3.3 Spironolakton (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009)


Nama Resmi : SPIROLA, SPIRONOLACTONE
Nama Kimia : 17-hydroxy-7a-mercapto-3-oxol7a-pregn4-ene-21
carboxylic acid-y lactone-acetate
Rumus molekul : C24H32O4S
Berat molekul : 416,59 g/mol
Rumus struktur :

11
Pemerian : Serbuk kuning tua, tidak berbau atau berbau asam
tiosetat Lemah rasa angak pahit.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air,larut dalam 80 bagian
etanol(95%)p, dalam 3 bagian kloroform P dan
dalam 100 bagian Eter p
Kontraindikasi : Hiperkalemia, mual, letargi, dan kebibungan
Spironolakton : Sering menyebabkan gangguan lambung dan dapat
menyebabkan ulkus peptikum.
Farmakodinamik : Mencegah translokasi kompleks reseptor target,
dengan demikian kompleks ini tidak bisa berikatan
dengan DNA..
Farmakokinetik : Dalam hati zat ini dirombak menjadi metabolit-
metabolit aktif, antara lain kanrenon, yang
dieksresikan melalui kemih dan tinja. Plasma
t1/2nya sampai 2 jam, kanrenon 20 jam.
Waktu paruh : Lebih kurang1, 4 jam
Dosis : Antara 25-200 mg/hari untuk gagal jantung koroner
serta 50 dan100mg /hari untuk hipertensi
Onset : 2-4 jam
Durasi : 2-3 hari
Eliminase : 1,3-2 jam
2.4 Uraian hewan mencit
Klasifikasi mencit (Mus musculus) (Willy, 2016)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Gambar 2.4
Genus : Mus Mencit
(Mus musculus)
Spesies : Mus musculus
Mencit laboratorium merupakan turunan dari mencit liar yang telah

12
mengalami pembiakan secara selektif. Mencit dikelompokkan ke dalamkingdom
animalia, phylum chordata. Hewan ini termasuk hewan yang bertulang belakang
dan menyusui sehingga dimasukkan ke dalam subphylum vertebrata dan kelas
mamalia. Selain itu hewan ini juga memiliki kebiasaanmengerat (ordo rodentia),
dan merupakan famili muridae, deng an nama genus
Mus serta memilki nama spesies Mus musculus L (Priyambodo, 2003).
Mencit secara biologis memiliki ciri umum, yaitu berupa rambut berwarna putih
atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Mencit merupakan
hewan nokturnal yang sering melakukan aktivitasnya pada malam hari. Perilaku
mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor internal seperti seks,
perbedaan umur, hormon, kehamilan, dan penyakit ; faktor eksternal seperti
makanan, minuman, dan lingkungan disekitarnya (Smith dan Mangkoewidjojo,
1998).
Mencit memiliki berat badan yang bervariasi. Berat badan ketika lahir
berkisar antara 2-4 gram, berat badan mencit dewasa berkisar antara 20-407 gram
untuk mencit jantan dan 25-40 gram untuk mencit betina dewasa.Sebagai hewan
pengerat mencit memilki gigi seri yang kuat dan terbuka. Susunan gigi mencit
adalah indicisivus ½, caninus 0/0, premolar 0/0, dan molar 3/3 (Setijono,1985).
Mencit dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan dapat juga mencapai
umur 3 tahun. Lama bunting 19-21 hari sedangkan umur untuk siap dikawinkan 8
minggu. Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami estrus.Satu
induk dapat menghasilkan 6-15 ekor anak (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Penyebaran mencit sangat luas, semua jenis (strain) yang dapat digunakan
dilaboratorium sebagai hewan percobaan berasal dari mencit liar melalui seleksi
(Yuwono dkk, 2002). Mencit liar lebih suka hidup pada suhu lingkungan yang
tinggi, tetapi mencit juga dapat hidup terus pada suhu lingkungan yang rendah
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

13
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum farmakologi 2 percobaan diuretik dilaksanakan pada hari/tanggal,
jum’at, 11 Maret 2022, pada pukul 07.00-09.00 WITA di Laboratorium
Farnakologi dan Toksikologi, Jurusan Farmasi, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum yaitu Batang Pengaduk,
Gelas Ukur, Gunting, Disposable 1 ml, Hot Plate, Kandang Urinasi, Stopwatch,
Sonde Oral, Timbangan Berat Badan.
3.2.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu Alkohol 70%,
Aluminium Foil, Aquadest, , hewan uji coba Mencit (Mus Musculus), Kertas
Saring, Na-CMC, Tablet furosemid, Tablet hidroklorotiazid, Tablet
Spiranolakton, dan tisu.
3.3. Prosedur Kerja
1. Digunakan mencit jantan sebanyak 12 ekor
2. Ditimbang berat badan tiap mencit lalu dicatat
3. Dibagi Mencit dalam 4 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri
dari 3 ekor mencit. Diberikan masing-masing perlakukan dimana kelompok
1 adalah kontrol, diberikan Na.CMC 1%, kelompok 2 diberikan suspensi
Hidroklorotiazid, kelompok 3, diberikan suspensi Spironolakton, Kelompok
4 diberikan suspensi Furosemid. Pemberian dilakukan secara per oral
dengan volume pemberian 1 ml.
5. Ditempatkan mencit dalam kandang khusus yang memilki penampungan
urin
6. Ditampung urine mencit selama 2 jam, dengan pencatatan volume urine
dilakukan tiap 30 menit.

14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
OBAT WAKTU
15 Menit 30 Menit 45 Menit 60 Menit

Na CMC 0 mL 0,1 mL 0,05 mL 0 mL

Furosemid 0,1 mL 0,2,4 mL 0,01 mL 0 mL

Hidroklortiazide 0,1 mL 0,15 mL 0,05 mL 0 mL


1

Hidroklortiazide 2 0 mL 0,3 mL 0 mL 0,2 mL

Spironolakton 0 mL 0,2 mL 0 mL 0 mL

4.2 Perhitungan dosis


1) Perhitungan Dosis Oral Hidroklortiazid
Untuk kode mencit berat badan 20
gram
Dosis lazim Hidroklortiazid untuk manusia = 25 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 23 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 25 mg x 0,0026
= 0,065 mg
Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/20 g) x 0,065 mg
= 0,0975 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 1 mL
Dibuat larutan persediaan sebanyak = 10 mL
Jumlah Hidroklortiazid yang digunakan = (10 mL / 1 mL) x 0,0975mg
= 0,975 mg = 0,00975 g
% kadar Hidroklortiazid = (0,00975 g /10 ml) x 100%
15
= 0,0975 %

16
2) Perhitungan Dosis Oral Spironolakton Untuk
Mencit Untuk kode mencit berat badan 20 gram
Dosis lazim Spironolakton untuk manusia = 25 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 25 mg x 0,0026
= 0,065mg
Untuk mencit dengan berat 32 g = (32 g/ 20 g) x 0,0026
= 0,00416 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 1 mL
Dibuat larutan persediaan sebanyak = 10 ml
Jumlah Spironolakton yang digunakan = (10 ml / 1 ml) x 0,416 mg
= 0,0416 mg
% Kadar Spironolakton = (0,00416/20 ) x 100%
= 0,0208%
Berat 1 tablet = 0,2526
Berat serbuk yang ditimbang = 0,0208/25 x 0,2526
= 0,00021 gr

3) Perhitungan Dosis Oral Furosemid Untuk Mencit


Untuk kode mencit berat badan 20 gram
Dosis lazim Spironolakton untuk manusia = 40 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 40 mg x 0,0026
= 0,104 mg
Untuk mencit dengan berat 28 g = (28 g/ 20 g) x 0,104
= 0,1456 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 1 mL
Dibuat larutan persediaan sebanyak = 10 ml
Jumlah Spironolakton yang digunakan = (10 ml / 1 ml) x 0,1456 mg
= 1,456 mg
% Kadar Furosemid = (1,456/10 ) x 100%
= 0,1456%
Berat 1 tablet = 0,1607
Berat serbuk yang ditimbang = 0,1456/40 x 0,1607
= 0,00058 gr
4.3 Pembahasan
Diuretik merupakan agen yg mampu meningkatkan volume urin melalui
kerja pada epitel tubulus ginjal. Diuretik diindikasikan untuk pengobatan edema
yang berkaitan dengan gagal jantung kongjesif, penyakit hati termasuk sirosis
hepatitis, penyakit ginjal, dan untuk pengobatan hipertensi. Obat ini juga
digunakan untuk menurunkan tekanan cairan dalam mata (tekanan intraokular),
yang berguna untuk mengatasi glaukoma. Diuretik yang menurunkan kadar
kalium juga dapat digunakan untuk mengobati kondisi hiperkalemia (Katzung dan
Trevor, 2015).
Diuretik adalahh obat yang bekerja langsung pada ginjal yang meningkatkan
produksi urin dan garam, selanjutnya natrium dikeluarkan bersama klorida dalam
bentuk Nacl. Efek utama diuretik yaitu mengurangi absorpsi natrium, klorida serta
air pada tubuls ginjal. Prinsip kerja percobaan ini yaitu mengamati efek obat
diuetik yang dapat dilihat dengan peningkatan frekuensi dan volume urin pada
hewan coba.
Adapun tujuan dari praktikum ini dilakukan untuk menganalisis efek obat
diuretik oral dengan melihat dan mengamati urin yang akan keluar pada hewan uji
mencit setelah pemberian obat hidroklorotiazid, forosemid dan spironolakton
secara oral. Pada praktikum ini di lakukan percobaan efek diuretik pada hewan
uji. Obat diuretik yang di gunakan pada praktikum kami adalah hidroklorotiazid,
furosemid, spironolakton, dan larutan kontrol Na-CMC.

Pada praktikum kali ini mencit dibagi menjadi 4 ekor mencit jantan yaitu
mencit pertama diberikan Na-CMC, mencit kedua diberikan hidroklorotiazid,
mencit ketiga di berikan forosemid dan mencit keempat di berikan spironolakton.
Langkah pertama yang harus kita lakukan yaitu menyiapkan alat yang akan
digunakan yaitu Batang Pengaduk, Gelas Ukur, Gunting, Disposable 1 ml, Hot
Plate, Kandang Urinasi, Stopwatch, Sonde Oral, Timbangan Berat Badan.,
sedangkan bahan yang digunakan Alkohol 70%, Aluminium Foil, Aquadest, ,
hewan uji coba Mencit (Mus Musculus), Kertas Saring, Na-CMC, Tablet
furosemid, Tablet hidroklorotiazid, Tablet Spiranolakton, dan tisu.
. Alat yang digunakan terlebih dahuludi bersihkan menggunakan alkohol 70%
karena menurut Katzung et al ( 2012), alkohol 70% dapat mengurangi jumlah
bakteri setelah penggunaan 1 menit.
Kelompok pertama, dilakukan dengan diberikan suspensi larutan Na-CMC
sebanyak 1 ml dengan rute pemberian secara oral. Setelah di berikan Na-CMC di
catat volume urin pada menit ke 30, 60, 90 dan 120. Pada menit ke 30 mencit
tidak mengeluarkan urine, menit ke-60 0,1 ml,, menit ke-90 0,05 ml dan menit ke-
120 0 mencit tidak mengeluarkan urin. Menurut Nurilhidayanti (2015),
pemberiaan Na-CMC menunjukkan volume urine yang sedikit dikarenakan tidak
terkandung zat aktif yang dapat meningkatkan volue urin sehingga menyebabkan
ekskresi urin sedikit hal ini selaras dengan penelitian Usman (2017), bahwa
pemberian Na-CMC sebagai kontrol pada percobaan diuretik terhadap mencit
tidak memiliki efek dalam meningkatkan volume urin.
Kelompok kedua, dilakukan dengan diberikan obat hidroklorotiazid yang
telah di larutkan dengan Na-CMC sebanyak 10 ml. Diberikan larutan suspensi
hidroklorotiazid secara oral pada mencit sebanyak 1 ml. Dicatat efek yang di
timbulkan obat pada menit ke 30, 60, 90 dan 120. Pada menit ke 30 mencit hewan
uji mengeluarkan urine sebanyak 0,1 ml, menit ke-60 0,15 ml,, menit ke-90 0,05
ml dan menit ke-120 mencit tidak mengeluarkan urin. Hal ini dikarenakan
menurut Herman (2018), obat ini bekerja pada tubulus contortusdista dengan cara
menghambat sistem cotransporter sodium klorida yakti Na+ Cl- yang menyebabkan
kehilangan ion potassium pada urine. Penggunaan obat ini secara tepat memang
dapat menurukan tekanan darah dengan cara meningkatkan diuresis dan
menurukan volume plasma.
Kelompok ketiga, di lakukan dengan memberi obat furosemid yang
dilarutkan dengan larutan Na-CMC sebanyak 10 ml. Diberikan larutan suspensi
furosemid secara oral pada mencit sebanyak 1 ml. Dilihat dan di catat efek yang di
timbulkan setelah pemberian obat pada menit ke 30, 60, 90 dan 120. Pada menit
ke 30 mencit 0,1 ml, menit ke-60 0,2,4 ml,, menit ke-90 0,01 ml dan menit ke-120
mencit tidak mengeluarkan urin. Hal ini dikarenakan furosemid merupakan
derivat asam yang efektiv sebagai diretik efek kerjanya cepat dan dalam waktu
yang singkat mekanisme kerjanya menghambat penyerapan kembai natrium oleh
sel tubuli ginjal (Ai Saad, 2018).
Pada kelompok keempat, dilakukan dengan di berikan obat spironolakton
yang telah di larutkan dengan larutan Na-CMC sebanyak 10 ml. Diberikan larutan
suspensi spironolakton secara oral pada mencit sebanyak 1 ml. Dilihat dan dicatat
efek yang di timbulkan setelah pemberian obat pada menit ke 30, 60,90 dan 120.
Didapatkan hasil pada menit ke 30 mencit tidak mengeluarkan urin, meit ke 60
menghasilkan 0,2 ml, menit ke 90 dan 120 tidak menghasilkan urine. Hal ini
dikarenakan menurut Ernst & Moses (2012), mekanisme kerja obat ini dengan
cara mencegah sekresi K+ dengan melawan efek aldesteron pada tubulus distal dn
korteks tubulus kolektivus. Agen ini menghambat influks Na+ melalui kanal ion
dimembran luminal sehingganya obat ini memiliki efek yang lemah dan khusus
digunakan terkombinasi dengan diuretik lainnya untuk meghambat eksresi
kalium.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa efek obat dalam meningkatkan
volume urin terhadap hewan uji mencit yang paling efektif adalah pada obat
furosemid. Karena menurut Phakdeckitcharoen dan Boonyawat (2012),
mekanisme kerja dari furosemid adalah menghambat trasporaktif klorida ke kanal
Na-k-2Cl yang akan menurunkan reabsorsi natrium dari klorida sehingga
menyebabkan nutrioresis dan klirens air bebas sehingga dapat meningkatkan
volume urin.
Kemungkinan kesalahan yang terjadi yaitu kurangnya ketelitian dalam
membersihkan alat-alat sehingga bahan yang digunakan terkontaminasi dan
adanya kesalahan pada saat menimbang bahan serta dalam menentukan dosis
pemberian obat.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Efek utama dari obat efek diuretik ialah meningkatkan volume urin yang
diproduksi serta meningkatkan jumlah pengeluaran zat-zatterlarut air.
2. Volume urin yang dihasilkan oleh hewan akibat pemberian obat diuretik
semakin bertambah.
3. Mekanisme kerja obat diuretik yaitu menghambat reabsorbis elektrolit Na+
pada bagian-bagian nefron yang berbeda, akibatnya Na+ dan ion lain seperti
Cl- memasuki urin dalam jumlah yang banyak dibandingkan bila dalam
keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk
mempertahankan keseimbangan osmotic sehingga meningkatkan volume
urin.
5.2 Saran
1. Saran Untuk Asisten
Kepada asisten agar tetap sabar dalammengajarkan ilmu kepada para
praktikan agar semakin menambah ilmu baik kepada praktikan maupun
asisten sendiri.
2. Saran Untuk Laboratorium
Diharapkan pada pelaksanaan praktikum ruangan yang digunakan
tetap dalam kondisi yang bersih agar praktikan dan asisten merasa lebih
nyaman selama pelaksanaan praktikum.
3. Saran Untuk Jurusan
Diharapkan agar fasilitas yang digunakan pada praktikum dan lebih
diperhatikan, dengan melengkapi alat-alat yang masih kurang untuk
digunakan pada praktikum seperti timbangan analitik karena pada saat
praktikum para praktikan selalu mengantri dan bisa terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Adil, W. H., N. Sunarlim dan I. Roostika. 2006. Pengaruh tiga jenis pupuk
nitrogen terhadap tanaman sayuran. Jurnal Biodiversitas, 7 (1): 77-80.

Anonymous. 2004. Medium-Chain Triglycerides. http://www.pdrhealth.com


/drug_info/nmdrugprofiles/nutsupdrugs/med_0172.shtml. September 14th,
2007

Abdullah, M. & Gunawan, J., 2012. Dispepsia dalam Cermin Dunia Kedokteran.
Vol. 39 no. 9. Jakarta

Carlos Wade. 2016. Mengatasi Hipertensi. Nusa Cendekia: Bandung

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan


RI: Jakarta

Departemen kesehatan RI. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit


Hipertensi. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Klinik. Jakarta

Foye, W. O. 1995. Prinsip-Prinsip Kimia Medisinal, Jilid II, Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta

Gunawan, Sulistia Gan. Setiabudy, Rianto. Nafrialdi. Elysabeth. 2007.


Farmakologi dan Terapi Edisi 5. FKUI: Jakarta

Goodman and Gilman, 2008, Manual Farmakologi dan Terapi, Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

Hasanah, Uswatun., & Wardana, Ludfi Arya. (2017). Model pembelajaran brain
based learning bermuatan multi inteligences. ID: LPPM IAI Ibrahimy
Genteng Press: Banyuwangi

Harvey, R. A. dan Champe, P.C., 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar, Edisi 4.


C. Ramadhani, Dian et al, Tjahyanto, Adhi, Salim, ed. Buku Kedokteran
EGC: Jakarta

Kurniadi dan Nurrahmani. 2014. Stop Diabetes, Hipertesi, Kolestrol Tinggi,


Jantung Koroner. Istana Media: Yogyakarta

Karch A.M., 2011. Buku Ajar Farmakologi Keperawatan, 2nd ed., EGC: Jakarta.

Katzung, B.G., Masters, S.B. dan Trevor, A.J., 2014, Farmakologi Dasar &
Klinik, Vol.2, Edisi 12, Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et al.,
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan hewan coba. Gadjah Mada. University
Press: Yogyakarta

Lewis EJ et al. 1999. The Effect of Angiotensin-Converting-Enzyme Inhibition On


Diabetic Nephropathy. The collaborative study group. N Eng J Med
329:1456-1462

Maron, D. J., Grundy, S. M., Ridker, P. M. & Pearson, T. A. 2009. The


Prevention OfCoronary Heart Disease, Fuster, V, Alexander, R.W.,
O'Rourke, R.A. (Ed). Hurst's The Heart.11th Ed. Vol1. New York: Mc
Graw-Hill.Pp.1093-105.

Neutel JM. 1999. Low-dose Antihypertensive Combination Therapy: Its Rational


and Role in Cardiovascular Risk Management. Am J of Hypertension;
12:73S-79S

Nafrialdi, 2007. Farmakologi dan terapi (Edisi Kelima). Antihipertensi. In:


Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth, editor: Jakarta

Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. 2014. Buku Ajar Keperawatan Dasar. Edisi
10. EGC: Jakarta

Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi, Penerbit Buku


Kedokteran EGC, Jakarta. 29 – 31.

Siswandono dan Soekardjo, B., 1995, Kimia Medisinal, 28-29, 157, Airlangga
University Press, Surabaya.

Siswandono dan Soekardjo, B., 2000, Kimia Medisinal, Edisi 2, 228-232, 234,
239, Airlangga University Press, Surabaya.

Sulistia Gan Gunawan. 2016 Farmakologi dan Terapi, 5th ed. FK Universitas
Indonesia: Jakarta

Satyadharma, Arsi Artisi. 2014. Pengaruh Kepuasan Pelanggan terhadap


Kepercayaan Merek, Loyalitas Merek dan Ekuitas Merek. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol. 3 No. 1: 12

Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan
Efek-efek Sampingnya, Edisi Kelima, 357-359, 363-367, Direktur Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai