Anda di halaman 1dari 45

Laporan Praktikum

KIMIA FARMASI II
“ANALISIS KANDUNGAN BORAKS DALAM MAKANAN”
Diajukan untuk memenuhi nilai praktikum Kimia Farmasi II

OLEH

KELOMPOK : V (LIMA)
KELAS : C-D3 FARMASI 2020
ASISTEN : NURUL ALIFAH I ADAM A. Md.Farm

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
Lembar Pengesahan

KIMIA FARMASI II
“POTENSIOMETRI”

OLEH :

KELOMPOK : V (LIMA)
KELAS : C-D3 FARMASI 2020

1. MARSHELA ANGELINA PAKAYA (821320054)


2. NUR RACHMA LAODENDIRI (821320064)
3. AGNES FAJRIYAWATI KAMAH (821320069)
4. FHARISYA NABILA KOTO (821320086)

Gorontalo, Maret 2022 NILAI

Mengetahui Asisten

NURUL ALIFAH I ADAM A. Md.Farm

JIHAN ASTUTI KAI


KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kami ucapkan kepada ALLAH Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan Rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan Praktikum Kimia farmasi II
tentang “Analisis kandungan boraks pada makanan” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tidak lupa shalawat serta salam semoga tertimpahkan kepada Rasulullah Muhammad
Shallallahu ‘alaihiwasallam, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
arahan sehingga penyusunan Laporan ini dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Saya
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Laporan ini sehingga Saya
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan laporan
ini.
Saya mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat kesalahan dan kekurangan
karena kesempurnaan hanya milik yang maha kuasa yaitu ALLAH Subhannawata’ala
dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Laporan praktikum Kimia
farmasi II tentang “Analisis kandungan boraks pada makanan” dapat bermanfaat dan
menambah ilmu bagi para pembaca.
Wassalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh

Gorontalo, Maret 2022

Kelompok V

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Maksud Percobaan .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Percobaan............................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3
2.1 Dasar Teori ..................................................................................................... 3
2.2 Uraian Bahan .................................................................................................. 7
BAB III METODE KERJA .......................................................................................... 11
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ....................................................................... 11
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................ 11
3.3 Cara Kerja ........................................................................................................ 11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 14
4.1 Hasil Pengamatan .......................................................................................... 14
4.2 Pembahasan .................................................................................................... 15
BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 21
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 21
5.2 Saran............................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi sangat erat kaitannya dengan profesi kesehatan yang berhubungan
dengan pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat, ini meliputi seni
dan ilmu pengetahuan dari sumber alam atau sintetik menjadi material atau produk
yang cocok dipakai untuk mencegah, dan mendiagnosa penyakit. Dalam farmasi juga
mempelajari berbagai ilmu terapan, diantaranya adalah matematika, fisika, biologi,
kimia, dan masih banyak cabang ilmu lainnya. Dalam dunia kefarmasian, ilmu kimia
tidaklah asing didengar karena sangat berkaitan satu sama lain. Salah satu cabang
ilmu kimia di bidang farmasi yaitu kimia farmasi analisis.
Kimia farmasi analisis merupakan suatu metode untuk memperoleh aspek
kualitatif, kuantitatif, dan informasi struktur dari suatu senyawa obat pada
khususnya, dan bahan kimia pada umumnya. Dalam pengertian lain juga
menjelaskan bahwa kimia farmasi analisis merupakan salah satu bagian dari fakultas
farmasi yang merupakan unsur pelaksana akademik yang meliputi bidang
pendidikan, pengajaran, penelitian, pengabdian masyarakat serta pengembangan ilmu
yang berkaitan dengan kimia farmasi. Ilmu kimia analisis mempunyai keterkaitan
dengan bidang ilmu yang lain, misalnya dengan ilmu statistika, terkait dengan
pengolahan data hasil analisis kimia farmasi merupakan suatu disiplin ilmu gabungan
kimia dan farmasi yang terlibat dalam desain, isolasi sintesis, analisis , identifikasi,
pengembangan bahan-bahan alam dan sintetis yang digunakan sebagai obat-obat
farmasetika, yang dapat digunakan untuk terapi. Selain itu, kimia farmasi juga
banyak digunakan untuk analisis kandungan senyawa yang terdapat dalam suatu
produk, contohnya makanan (Simpus, 2005).
Saat ini banyak sekali produk-produk yang dihasilkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia tidak terkecuali jajanan yang dijual baik di pinggir jalan maupun
di restoran-restoran yang ada di sekitr kita. Rasanya yang enak serta praktis membuat
banyak kalangan tertarik untuk menikmati jajanan yang dijual di tempat-tempat
tersebut. Tetapi, disamping itu jajanan juga dibuatkan bahan kimia dalam
pembuatannya dan dapat berakibat fatal.Salah satunya adalah penggunaan pengawet

1
berupa boraks. Tingkat pengetahuan yang rendah membuat masyarakat
menempatkan dirinya dalam bahaya jika terpapar boraks dalam konsentrasi yang
tinggi.
Boraks adalah senyawa berbentuk kristal, berwarna putih, tidak berbau dan
stabil pada suhu tekanan normal dan bersifat sangat beracun, sehingga peraturan
pangan tidak memperbolehkan boraks untuk digunakan dalam pangan. Dalam
pengertian lain, boraks adalah senyawa kimia turunan dari logam berat boron (B),
boraks merupakan antiseptik dan pembunuh kuman. Bahan ini banyak digunakan
sebagai bahan antijamur, pengawet kayu dan antiseptik pada kosmetik. Banyak orang
yang belum mengetahui pengertian bahkan bahaya boraks pada makanan yang sering
dikonsumsi sehari-hari yang dapat menimbulkan dampak buruk bahkan jika
digunakan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kematian (Syah, 2005).
Berdasarkan latar belakang diatas mengenai maraknya kasus zat pengawet
boraks yang digunakan pada produk makanan seperti pada mie, tahu dan ikan
sungguh memprihatinkan. Untuk itu, dilakukanlah pengujian adanya kandungan
boraks pada beberapa sampel makanan yang dijual dengan menggunakan beberapa
metode yang biasa digunakan pada analisis kandungan boraks.
1.2 Maksud Percobaan
1. Agar mahasiswa mengetahui perbedaan dari makanan yang mengandung
boraks dengan makanan yang tidak mengandung boraks.
2. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara identifikasi boraks yang
terkandung pada makanan
3. Agar mahasiswa mengetahui dampak dan bahaya boraks jika disalahgunakan
1.3 Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui perbedaan dari makanan yang mengandung boraks dengan
makanan yang tidak mengandung boraks.
2. Untuk mengetahui bagaimana cara identifikasi boraks yang terkandung pada
makanan
3. Untuk mengetahui dampak dan bahaya boraks jika disalahgunakan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Bahan Tambahan Makanan
Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya
tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan,
pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan
(Cahyadi, 2006).
Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi
pangan pada bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan
pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi
sifat atau bentuk pangan atau produk pangan. Bahan tambahan pangan adalah
senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran
tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan atau penyimpanan.
Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta
memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama.
Menurut Cahyadi (2008), bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim
dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja pada proses
pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi dan ada yang tidak
(Cahyandi, 2006).
Di Indonesia telah disusun peraturan tentang bahan tambahan pangan yang
diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (disebut bahan tambahan kimia) oleh
Depertemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1168/MenKes/Per/X/1999. Menurut Depkes RI (2004), pada
dasarnya persyaratan bahan tambahan pangan yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Harus telah mengalami pengujian dan evaluasi toksikologi
2. Harus tidak membahayakan kesehatan konsumen pada kadar yang diperlukan
dalam penggunaanya.

3
3. Harus selalu dipantau terus-menerus dan dilakukan evaluasi kembali jika
perlu sesuai dengan perkembangan teknologi dan hasil evaluasi toksikologi.
4. Harus selalu memenuhi persyaratan spesifikasi dan kemurnian yang telah
ditetapkan.
5. Harus dibatasi penggunaannya hanya untuk tujuan tertentu dan hanya jika
maksud penggunaan tersebut tidak dapat dicapai dengan cara lain secara
ekonomis dan teknis.
6. Sedapat mungkin penggunaannya dibatasi agar makanan tertentu dengan
maksud tertentu dan kondisi tertentu serta dengan kadar serendah mungkin
tetapi masih berfungi seperti yang dikehendaki (Viana, 2012).
Pada umumnya bahan makanan mengandung beberapa unsur atau senyawa
seperti air, karbohidrat, protein, vitamin, lemak, enzim, pigmen dan lain-lain.
Kandungan jenis bahan tersebut bergantung pada sifat alamiah dari bahan makanan
tersebut. Adakalanya makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang menarik
meskipun kandungan gizinya tinggi, dengan arti lain kualitas dari suatu produk
makanan sangat ditentukan oleh tingkat kesukaan konsumen terhadap makanan
tersebut. Kualitas makanan adalah keseluruhan sifat-sifat dari makanan tersebut yang
berpengaruh terhadap penerimaan dari konsumen. Atribut kualitas makanan adalah
pertama, yaitu sifat indrawi/organoleptik yaitu sifat-sifat yang dapat dinilai dengan
panca indra seperti sifat penampakan (bentuk, ukuran, warna), atau rasa (asam, asin,
manis, pahit dan flavor) tekstur yaitu sifat yang dinilai dari indra peraba. Kedua, nilai
gizi yaitu karbohidrat, protein, vitamin, mineal, lemak dan serat. Ketiga, keamanan
makanan yang dikonsumsi yaitu terbebas dari bahan-bahan pencemar atau racun
yang bersifat mikrobiologis dan kimiawi (Afrianti, 2005).
2.1.2. Boraks
Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil pada
suhu ruangan. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium tetraborat
(NaBO7.10H2O). Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida dan asam borat
(H3BO3). Boraks atau asam boraks biasanya digunakan untuk bahan pembuat
deterjen dan antiseptik. Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak
berakibat buruk secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit

4
karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Larangan penggunaan
boraks juga diperkuat dengan adanya Permenkes RI No 235/Menkes/VI/1984 tentang
bahan tambahan makanan, bahwa natrium titraborat yang lebih dikenal dengan nama
boraks digolongkan dalam bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam
makanan, tetapi pada kenyatannya masih banyak bentuk penyalahgunaan dari zat
tersebut (Nasution, 2009).
Nasution (2010), menyebutkan bahwa boraks dinyatakan dapat mengganggu
keseahatan bila digunakan dalam makanan, misalnya mie, bakso kerupuk. Efek
negatif yang ditimbulkan dapat berjalan lama meskipun yang digunakan dalam
jumlah sedikit. Jika tertelan boraks dapat mengakibatkan efek pada susunan syaraf
pusat, ginjal dan hati.
Konsentrasi tertinggi dicapai selama ekskresi. Ginjal merupakan organ paling
mengalami kerusakan dibandingkan dengan organ lain. Dosis fatal untuk dewasa 15-
20 g dan untuk anak-anak 3-6 g (Simpus, 2005).
Boraks adalah zat pengawet yang banyak digunakan dalam industri
pembuatan taksidermi, insektarium dan herbarium, tapi dewasa ini orang cenderung
menggunakannya dalam industri rumah tangga sebagai bahan pengawet makanan
seperti pada pembuatan mi dan bakso. Penggunaan boraks dapat mengganggu daya
kerja sel dalam tubuh manusia sehingga menurunkan aktivitas organ, oleh karena itu
penggunaan bahan pengawet ini sangat dilarang oleh pemerintah khususnya
Departemen Kesehatan karena dampak negatif yang ditimbulkan sangat besar.
Boraks apabila terdapat dalam makanan, maka dalam waktu lama walau hanya
sedikit akan terjadi akumulasi (penumpukan) pada otak, hati, lemak dan ginjal.
Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan
ginjal nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan,
radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian (Notoadmodjo, 2012).
1.1.3 Efek Boraks Terhadap Kesehatan
Boraks atau dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai sodium tetraborate
decahydrate merupakan bahan pengawet yang dikenal masyarakat awam untuk
mengawetkan kayu, antiseptik kayu dan pengontrol kecoa. Tampilan fisik boraks
adalah berbentuk serbuk kristal putih. Boraks tidak memiliki bau jika dihirup

5
menggunakan indera pencium serta tidak larut dalam alkohol. Indeks keasaman dari
boraks diuji dengan kertas lakmus adalah 9,5, ini menunjukkan tingkat keasaman
boraks cukup tinggi.
Asam borat atau boraks.boric acid merupakan zat pengawet berbahaya yang
tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa
kimia dengan rumus Na2BO7.10H2O berbentuk kristal putih,tidak berbau dan stabil
pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium
hidroksida dan asam borat. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.722/Menkes/IX/1988, asam boraks dan senyawanya merupakan salah satu dari
jenis bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam produk makanan.
Karena asam boraks dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai
sifat karsinogen. Meskipun boraks berbahaya bagi kesehatan ternyata masih banyak
digunakan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan makanan, karena selain
berfungsi sebagai pengawet, boraks juga dapat memperbaiki tekstur bakso dan
kerupuk hingga lebih kenyal dan lebih disukai konsumen. Asam borat (H3BO3)
merupakan senyawa boron yang dikenal juga dengan nama boraks. Di Jawa Barat
dikenal juga dengan nama “bleng”, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal dengan
nama “pijer”. Digunakan ke dalam bahan pangan sebagai pengental ataupun sebagai
pengawet (Mujianto, 2003).
Boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk, karena
sifatnya yang terakumulasi (tertimbun) sedikit demi sedikit dalam organ hati, otak
dan testis. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap
melalui kulit. Boraks bukan hanya mengganggu enzim-enzim metabolisme tetapi
juga mengganggu alat reproduksi pria (Hamdani, 2012).
Secara klinis dan patologis ditemukan kelainan pada susunan saraf pusat,
saluran pencernaan, ginjal, hati dan kulit. Yang paling mengkhawatirkan adalah
karena adanya efek kumulatif bila menyerang susunan saraf pusat akan
menyebabkan depresi, kekacauan mental dan pada anak-anak kemungkinan akan
menyebabkan retardasi mental (Hamdani, 2012).
Senyawa boraks dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan dan
pencernaan atau absorbs melalui kulit yang luka atau membran mukosa. Dalam

6
lambung boraks akan diubah menjadi asam borat, sehingga gejala keracunannya pun
sama dengan asam borat. Setelah diabsorbsi akan terjadi kenaikan konsentrasi dan
ion boraks dalam cairan serebrospinal. Dosis letal pada orang dewasa adalah 15-20
gram, sedangkan pada anak-anak 3-6 gram (Hamdani, 2012).
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Alkohol, etanol, alkanol, ethyl
Rumus kimia : C2H5OH
Berat molekul : 46,07 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap,


mudah bergerak, bau khas.
Kegunaan : Untuk membersihkan alat
Khasiat : Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.2.2 Aquadest (Depkes RI, 1979)
Nama resmi : AQUADESTILATA
Nama lain : Air suling, aquadest
Rumus kimia : H2O
Berat molekul : 18,02 g/mol
Rumus struktur :
H–O–H

Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak


mempunyai rasa.
Kegunaan : Sebagai larutan untuk mencampur sampel

7
Khasiat : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.2.3 Asam Klorida (Dirjen POM, 1979; Pubchem, 2019)
Nama resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Rumus molekul : HCI
Berat molekul : 36,46 g/mol
Rumus struktur :

H CI

Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasa asam, bau jika


diencerkan dengan 2 bagian volume air
Kelarutan : Larut dalam air dan etanol 95% P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pereaksi
2.2.4 Asam Sulfat (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : ACIDUM SULFURICUM
Nama lain : Asam sulfat
Rumus kimia : H2SO4
Berat molekul : 98,07
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, seperti minyak, bau tajam


Kelarutan : Bercampur dengan air dan etanol
Kegunaan : Sebagai zat tambahan
2.2.5 BaCl2 (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : BARII CHLORIDUM
Rumus Kimia : BaCl2

8
Berat Molekul : 208,236 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Tidak berwarna


Kelarutan : Larut dalam 5 bagian air
2.2.6 FeCl3 (Dirjen POM, 1979
Nama resmi : FERII CHLORIDUM
Nama lain : Besi (III) klorida
Berat molekul : 162,2 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur, hitam kehijauan bebas garam nitrat yang telah


terpengaruhi oleh kelembaban
Kelarutan : Larut dalam air, larutan berupa lesensi berwarna jingga
Kegunaan : Pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
2.2.7 Kurkumin (Aydin et al., 2018 )
Nama resmi : DIFERULOYLMETHANE
Nama lain : Natural yellow, turmerik yellow
Rumus molekul : C21H20O6
Berat molekul : 368,4 g/mol
Rumus Struktur :

9
Pemerian : Zat berwarna kuning sampai kuning jngga,
berbentuk serbuk dengan sedikit rasa pahit,
mempunyai aroma khas dan tidak beracun.
Kelarutan : Larut dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial, dan
alkali hidroksida. Tidak larut dalam air dan dietil
eter.
Khasiat : Senyawa anti inflamasi alami
Kegunaan : Untuk sifat anti perdangan, antivirus, antibakteri dan
antioksidan
Penyimpanan : Simpan dalam wadah yang tertutup rapat
2.2.8 Metanol (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : METANOL
Nama lain : Metil alkohol
Rumus molekul : CH3OH
Berat molekul : 32,04 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas


Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan
jernih, tidak berwarna
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pengendap protein

10
BAB 3
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum maserasi dan evaporasi dilaksanakan pada tanggal jumat, 11 maret
2022 pukul 02.00-16.00 WITA. Pelaksanaan praktikum bertempat di Laboratorium
kimia analisis Jurusan Farmasi Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Negeri
Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum identifikasi boraks pada makan yaitu
cawan porselin, kertas saring, kain saring, korek api, penangas air, rak tabung
reaksi, gunting, kater, pipet tetes, pinset, penjepit tabung, tabung reaksi, lumping
dan alu.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum identifikasi boraks pada makan yaitu
aquadest, alkohol 70%, aluminium foil, bakso, sosis, ikan, ayam, mi basah, kunyit,
nugget, tisu, BaCl2, FeCl3, HCl. Methanol, H2SO4, dan tahu
3.3 Prosedur Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Dihaluskan masing-masing sampel menggunakan lumping dan alu
4. Ditambahkan aquadest sedikit demi sedikit
5. Disaring dan diperas sampel yang sudah halus dengan menggunakan kain
saring
6. Dipisahkan antara filtrat dan residu
a. Metode BaCl2
1. Diambil 1 ml larutan sampel dan dimasukkan kedalam tabung reaksi
2. Ditambahkan beberapa tetes larutan BaCl2 jenuh
3. Diamati perubahannya apabila terjadi endapan
4. Dipanaskan sampel pada penangas selama 1 menit

11
5. Diamati apabila terjadi perubahan warna menjadi gelap maka sampel tersebut
positif mengandung boraks
b. Metode FeCl2
1. Diambil sebanyak 1 ml larutan sampel kemudian dimasukkan kedalam tabung
teaksi
2. Ditetesi larutan FeCl3 sebanyak 5 tetes dan HCl 5 tetes
3. Diamati perubahan warna menjadi kuning kehijauan
4. Dipanaskan sampel apabila terjadi proses perubahan warna orange kecoklatan,
maka sampel positif mengandung boraks
c. Metode uji bakar
1. Dimasukkan residu sampel kedalam cawan porselin
2. Ditambahkan 2 tetes asam sulfat pekat
3. Ditambahkan methanol secukupnya
4. Dibakar sampel dan diamati apabila nyala api hijau maka sampel positif
mengandung boraks
d. Metode kertas tumerik
a) Pembuatan kertas tumerik
1. Diambil beberapa kunyit ukuran sedang
2. Dimasukkan kunyit kedalam lumping dan ditumbuk hingga halus
3. Disaring sampel kunyit menggunakan kain saring
4. Dipotong kertas saring menjadi beberapa bagian
5. Dicelupkan kertas saring kedalam cairan kunyit dan dikeringkan
b) Uji kertas tumerik
1. Diambil filtrat dan kertas yang telah disaring
2. Dicelupkan kertas tumerik kedalam filtrat sampel
3. Didiamkan selama beberapa menit
4. Diamati perubahan warna pada kertas tumerik
e. Metode kurkumin
1. Diambl 1 ml larutan dari 7 sampel yang telah disaring
2. Dimasukkan kedalam tabung reaksi
3. Dipanaskan menggunakan penangas selama kurang lebih 1 menit

12
4. Ditambahkan 5 tetes larutan kurkumin
5. Diamati perubahan warna orange kemerahan maka sampel positif
mengandung boraks

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan
Metode dan Hasil
Sampel
BaCl2 FeCl3 Uji Bakar Tumerik Kurkumin

Bakso

(Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif)

Tahu

(Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif)

Ayam

(Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif)

14
Sosis

(Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif)

Ikan

(Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif)

Mie
basah
(Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif)

Nugget

(Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif) (Negatif)

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan identifikasi boraks pada
makanan. Tujuan dilakukannya percobaan kali ini yaitu untuk mengetahui perbedaan
dari makanan yang menggunakan boraks dengan makanan yang tidak menggunakan

15
boraks, serta untuk mengetahui bagaimana cara mengidentifikasi boraks yang
terkandung pada makanan.
Boraks adalah senyawa kimia turunan logam berat boron (B), boraks juga
merupakan antiseptik dan pembunuh kuman. Bahan ini banyak digunakan sebagai
antijamur, pengawet pada kayu dan anti septik pada kosmetik (Svehla, 2005).
Hal pertama yang dilakukan sebelum melakukan percobaan identifikasi
boraks pada makanan yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat
yang digunakan berupa cawan porselin, cutter, gunting, kain saring, kertas saring,
lumpang dan alu, penangas, pipet tetes, rak dan tabung reaksi. Sedangkan untuk
bahan yaitu alkohol 70%, aquadest, alumunium foil, ayam, bakso, BaCl2, FeCl3, HCl,
H2SO4, ikan, kunyit, metanol, mi basah, nuget, sosis, tahu, dan tisu.
Langkah kedua yaitu membersihkan alat yang menggunakan alkohol 70%
karena menurut Hastuti (2008), alkohol berfungsi sebagai antiseptik yang dapat
membunuh kuman ataupun mikroorganisme yang menempel pada alat yang akan
digunakan, adapun alasan digunakan alkohol menurut Noviansari (2013), yaitu
alkohol mempunyai aktivitas sebagai bakterisid yang dapat membunuh bakteri, dan
alkohol juga merupakan antiseptik (membunuh mikroorganisme pada jaringan hidup)
dan disenfektan (membunuh mikroorganisme pada jaringan mati).
4.2.1 Metode BaCl2
Langkah pertama yang dilakukan pada metode ini yaitu menghaluskan
sampel, yakni ada sampel ayam, bakso, ikan, mi, nugget, sosis dan tahu. Tujuan
sampel dihaluskan karena menurut Simpus (2005), dibandingkan sampel yang
berbentuk utuh, sampel yang telah halus ataupun larut akan lebih mudah dianalisis.
Langkah kedua sampel disaring menggunakan kain saring dan diambil
filtratnya, fungsi utama dilakukannya penyaringan menurut Amalia (2013), adalah
untuk memperoleh hasil filtrat yang lebih murni dengan cara memisahkan filtrat
dengan residu. Kemudian diambil 1 ml filtrat masing-masing sampel dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi setelah itu ditetesi dengan larutan BaCl2,
ditambahkan BaCl2 agar sulfat dapat diikat oleh ion Ba, sehingga membentuk
endapan putih yaitu BaSO4 (Putri, 2010).

16
Kemudian sampel yang telah ditetesi larutan BaCl2 dipanaskan, setelah itu
diamati perubahan yang terjadi pada masing-masing sampel. Apabila terjadi
perubahan warna menjadi gelap, maka sampel tersebut positif mengandung boraks.
Menurut Winarno (2002), jika boraks bereaksi dengan larutan Bacl2, maka akan
terjadi reaksi yang menghasilkan produk-produk baru berupa asam borat dari larutan-
larutan yang cukup pekat, endapan larut dalam reagensia berlebihan dan dalam
larutan-larutan garam ammonium. Reaksi tersebut ditandai dengan adanya endapan
dan perubahan warna menjadi gelap.
Adapun hasil yang didapatkan pada metode ini yaitu pada beberapa sampel
tidak terjadi perubahan warna menjadi gelap, akan tetapi pada sampel ikan terjadi
sedikit perubahan warna menjadi warna gelap.
4.2.2 Metode FeCl3
Langkah pertama yang dilakukan pada metode ini yaitu menghaluskan
sampel, yakni ada sampel ayam, bakso, ikan, mi, nugget, sosis dan tahu. Tujuan
sampel dihaluskan karena menurut Simpus (2005), dibandingkan sampel yang
berbentuk utuh, sampel yang telah halus ataupun larut akan lebih mudah dianalisis.
Langkah kedua sampel disaring menggunakan kain saring dan diambil
filtratnya, fungsi utama dilakukannya penyaringan menurut Amalia (2013), adalah
untuk memperoleh hasil filtrat yang lebih murni dengan cara memisahkan filtrat
dengan residu. Kemudian diambil 1 ml filtrat masing-masing sampel dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi setelah itu ditetesi dengan larutan FeCl3
sebanyak 5 tetes dan larutan HCl sebanyak 5 tetes. Penambahan FeCl3 berfungsi
untuk mengetahui adanya sakarin dalam sampel yang ditandai dengan terbentuknya
warna ungu (Rasyid dkk, 2011), dan HCl 5 tetes. Menurut Nazulis (2012) alasan
mengapa ditambahan HCL atau asam klorida pada percobaan ini agar senyawa yang
bersifat basa akan membentuk hidroksida yang larut dalam air, tetapi mengendap
pada kelebihan asam.
Pada saat penambahan larutan Fecl3 dan HCl terjadi perubahan warna yaitu
kuning kehijauan, menurut Afrianti (2003), karena larutan Fecl3 dan HCl dapat
mendeteksi adanya kandungan dengan menguraikan ikatan-ikatan boraks menjadi

17
asam boratdan mengikatnya menjadi senyawa kompleks yang dapat kita lihat yaitu
kuning-hijau-merah.
Kemudian diamati perubahan warna yang terjadi pada masing-masing sampel,
apabila terjadi perubahan warna menjadi orange kemerahan maka sampel tersebut
postif mengandung boraks. Menurut Hunger (2003), pada metode ini terjadi reaksi
antara asam klorida pekat dengan boraks. Hasil dari penambahan Fecl3 menghasilkan
senyawa berupa asam borat yang ditandai dengan perubahan warna orange
kemerahan.
Adapun hasil yang didapatkan pada metode ini yaitu semua sampel negatif
atau tidak teridentifikasi mengandung boraks karena tidak terjadi perubahan warna
orange kemerahan yang menandakan bahwa sampel tersebut positif mengandung
boraks,.
4.2.3 Metode Uji Bakar
Pada metode kali ini, bagian sampel yang diambil adalah residu. Residu yang
telah tersaring tadi diletakkan pada wadah, kemudian ditetesi asam sulfat pekat
sebanyak 2 tetes dan ditambahkan metanol secukupnya. Menurut Gandjar (2007),
kombinasi antara asam sulfat pekat dan metanol akan bereaksi katalisator
menghasilkan trimetil borat. Setelah ditetesi larutan asam sulfat dan metanol
kemudian sampel dibakar dan diamati nyala api pada sampel, apabila berwarna nyala
api hijau maka sampel tersebut positif mengandung boraks.
Pada metode ini terjadi reaksi antara asam sulfat pekat dan metanol yang
menghasilkan trimetil borat yang memiliki titik didih rendah dan sangat mudah
terbakar, warna hijau florens yang mucul pada api disebabkan karena pemanasan
atom boron (B) yang terdapat didalamnya.
Adapun hasil yang didapatkan pada metode ini yaitu semua sampel negatif
karena tidak di temukannya nyala api hijau pada masing-masing sampel.
4.2.4 Metode Kurkumin
Langkah pertama yang dilakukan pada metode ini yaitu menghaluskan
sampel, yakni ada sampel ayam, bakso, ikan, mi, nugget, sosis dan tahu.Tujuan
sampel dihaluskan karena menurut Simpus (2005), dibandingkan sampel yang
berbentuk utuh, sampel yang telah halus ataupun larut akan lebih mudah dianalisis.

18
Langkah kedua sampel disaring menggunakan kain saring dan diambil
filtratnya, fungsi utama dilakukannya penyaringan menurut Amalia (2013), adalah
untuk memperoleh hasil filtrat yang lebih murni dengan cara memisahkan filtrat
dengan residu. Kemudian diambil 1 ml filtrat masing-masing sampel dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi setelah itu ditetesi dengan larutan kurkumin,
menurut Hariyadi (2007), larutan kunyit yang dibuat dengan penambahan metanol
dapat mengidentifikasi boraks yang terdapat pada makanan.
Kemudian sampel yang telah ditetesi dipanaskan dan diamati perubahan
warna yang terjadi pada masing-masing sampel. Apabila sampel berwarna merah
kecoklatan maka sampel tersebut positif mengandung boraks.
Dari hasil yang didapatkan, yaitu ke tujuh sampel tidak ditemukan adanya
kandungan boraks, karena warna yang dihasilkan bukan warna merah kecoklatan
melainkan hanya berwarna orange saja.
4.2.5 Metode Kertas Tumerik
Kertas tumerik adalah kertas saring yang dicelupkan ke dalam larutan tumerik
(kunyit) yang digunakan untuk mengidentifikasi asam borat. Langkah pertama yang
dilakukan pada metode ini yaitu membuat kertas tumerik terlebih dahulu yaitu dibuat
larutan kunyit dengan cara kunyit bubuk dituangkan secukupnya pada gelas kimia
dan ditambahkan metanol hingga konsistensi larutannya tidak cair dan tidak kental.
Setelah itu kertas saring dicelupkan ke dalam larutan kunyit tersebut dan
didiamkan hingga kering. Kemudian kertas tumerik yang telah kering dicelupkan ke
dalam filtrat masing-masing sampel, apabila positif boraks maka kertas akan berubah
warna. Menurut Rohman (2007), reaksi kurkumin dalam metanol dengan
penambahan amonia pada filtrat akan menghasilkan warna merah cemerlang yang
berubah menjadi warna hijau tua kehitaman.
Adapun hasil yang didapatkan pada metode ini yaitu semua sampel negatif
mengandung boraks, kertas tumerik yang dicelupkan pada masing-masing sampel
tidak terjadi perubahan warna sehingga disimpulkan bahwa masing-masing sampel
tersebut tidak memiliki kandungan boraks.

19
Kemungkinan kesalahan pada praktikum kali ini yaitu kesalahan dalam
meneteskan larutan ataupun pereaksi yang menyebabkan hasil yang didapatkan
kurang sempurna.

20
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum Kimia Farmasi Percobaan analisis kandungan
boraks pada makanan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Ciri-ciri Pangan yang mengandung boraks : Secara umum teksturnya sangat
sangat kenyal, tidak mudah hancur, atau sangat renyah, contoh untuk bakso
memiliki tekstur kenyal dengan warna cenderung agak putih dan sangat gurih
dan kerupuk memiliki tekstur sangat renyah dan rasa getir.
2. Prinsip kerja dari analisis kandungan boraks pada makanan yaitu dengan
menguji sampel yang yang dijual bebas menggunakan metode-metode yang
biasa digunakan dalam analisis boraks yaitu metode uji bakar, uji kertas
tumerik, uji kurkumin, metode BaCl2, dan metode FeCl3.
3. Banyak orang yang belum mengetahui pengertian bahkan bahaya boraks pada
makanan yang sering dikonsumsi sehari-hari yang dapat menimbulkan
dampak buruk bahkan jika digunakan dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan kematian
5.2 Saran
55.2.1 Saran Untuk Jurusan
Agar jurusan dapat melengkapi sarana dan prasarana agar dapat
memberikan kenyamanan pada mahasiswa dalam melakukan aktivitas di kampus
Universitas Negeri Gorontalo.
5.2.2 Saran Untuk Laboratorium
Agar alat-alat di laboratorium dapat dilengkapi atau diperbaiki agar
seluruh aktivitas di dalam laboratorium dapat berjalan dengan lancar tanpa ada
masalah apapun.
5.2.3 Saran Untuk Asisten
Asisten hendaknya membimbing dan mengayomi praktikan dengan baik dan
menjadi teladan yang baik untuk praktikan serta semakin semangat dan tetap
menjalin hubungan baik dengan praktikan.

21
5.2.4 Saran Untuk Praktikan
Praktikan sebaiknya datang tepat waktu pada saat praktikum serta mengikuti
peraturan baik didalam maupun diluar laboratorium. Praktikan hendaknya melakukan
praktikum dengan serius dan tenang serta disiplin dalam praktikum. Seharusnya
praktikan kompak dan bekerja sama saat praktikum. Praktikan sebaiknya lebih
menghargai dan menghormati asisten serta menjaga etika dan perilaku.

22
DAFTAR PUSTAKA
Abdelwahab, S. I. , Abdul A. B, Zain, Z. N. and Abdul, A. H, 2012, Zerumbone
inhibits interleukin-6 and induces apoptosis and cell cycle arrest in ovarian
and cervical cancer cells, International Immunopharmacology. 12 (4) : 594-
602

Afriani, C. A. And Van Den Brink, R. C. B., 2005, Flora of Java: Spermatophytes
only Volume 3, N. V. P. Noordhoff-Groningen-The Netherlands, 45.

Aydin , N, I., Chowdury, J, U., & Begum, J., 2018, Chemical Investigation of the
Leaf and Rhizome Essential Oil of Zingiber zerumbet (L.) Smith from
Bangladesh. Bangladesh J Pharmacol, 4, 9-12.

Clixto, J.B., 2000, Efficacy, safety, quality control, marketing and regulatory
guidelines for herbal medicines (phytotherapeutic agents). Braz J Med Bio
Res, 33: 179-189.

Chen, H., Zuo, Y., Deng, Y., 2001, Separation and Determination of Flavonoids
and Other Phenolic Compounds in Cranberry Juice by High-Performance
Liquid Chromatography, Journal of Chromatography, 913 (2001) 387–395.

Cahyadi, T, Y., Chen, L, G., Lee, C, J., Lee, F, Y., & Wang, C, C., 2006, Anti-
inflammatory constituents of Zingiber zerumbet, Food Chemistry, 110, 584–
589.

Choi, H., Advantages of Photodiode Array, (online), http://www.hwe.oita-


u.ac.jp/kiki/ronnbunn/paper_choi.pdf, diakses tanggal 14 april 2012).

Dai, J. R. , Cardellina, J. H. , Mc Mahon, J. B. And Boyd, M. R, 1997,


Zerumbone, an HIV-Inhibitory and Cytotoxic Siskuiterpene of Zingiber
aromaticum and Z. zerumbet, Nat. Prod. Lett. 10 : 115-118.
De Guzman, C. C. and Seimonsma, 1999, the Plant Resaources of South-Asia no .
13. Spices. Backhuys publishers, Leiden, the Netherlands.

Elamin M, E., Abdul, A. B., Al-Zubairi. A. S., Aspollah, M. , Sukari and


Abdullah, R., 2010, validated High Performance Liquid Chromatographic
(HPLC) Method for Analysis of Zerumbone in Plasma, African Journal of
Biotechnology. 9 (8); 1260-1265).

Gandjar, I. G. dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.

Hamdanih, A., Jaafar, H, Z., dan Rahmat, A., 2012, Identification and
Concentration of Some Flavonoid Components in Malaysian Young Ginger
(Zingiber officinale Roscoe) Varieties by a High Performance Liquid
Chromatography Method, Molecules, Vol 15, 6231-6243.

Groot, M. J. And Roest, D. , 2006, Quality Control in the Production Chain of


Herbal Products, Medicinal an Aromaticum Plants. 253-260

Huang, G. C., Chien, T. Y. Chen, L. G. And Wang, C. C. , 2005, Antitumor


effects of zerumbone from Zingiber zerumbet in P-388D1 cells in vitro and
in vivo, Plant Med. 71(3), 219-224.

Katno, 2008, Tingkat Manfaat, Keamanan, dan Efektivitas Tanaman Obat dan
Obat Tradisional, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat
dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT), Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jawa Tengah.

Karima, N. , 2007, Profil Kromatogram dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol


Rimpang Lempuyang Emprit (Zingiber amaricans Bl) Terhadap Bakteri
Escherichia coli In VItro , Karya Tulis Ilmiah, Universitas Diponegoro,
Semarang.

Keong YS, 2010, Alitheen, N. B. ,Mustafa, S. , Abdul Aziz, S., Adul Rahman, M.,
And Ali, A. M, Immunomodulatory Effects of Zerumbone Isolated from
Roots of Zingiber zerumbet, Pak J Pharm Sci. 23(1) : 75-82.

Kirana, C., Mclntosh, G. H., Record, I. and Jones, G. P., 2003, Antitumor Activity
of Extract of Zingiber aromaticum and Its Bioactive Sesquiterpenoid
Zerumbone, Nutrition and Cancer, 45(2), 218-225.

Li, S., Han, Q., Qiao, C., Song, J., Cheng, C. L. and Xu, H., 2008, Chemical
markers for the quality control of herbal medicines (review), Licensee
BioMed Central Ltd, Vol. 3 Chapt. 7.
Liang, Yi-Zeng., Xie,P and Chan, K., 2004, Review : Quality control of herbal
medicines, J. of Chromatography B, 812: 53-70.

Mujianto, Ahmad Dwi Setyawan, dan Shanti Listyawati, 2003, Studi


Kemotaksonomi pada Genus Zingiber, B I O D I V E R S I T A, 1 (2) : 92-
97.

Murakami, A., Takhasih, D., Kinoshita, T., Koshimiza, K., Kim, HW., Yoshihiro,
A., Nakamura, Y., Jiwajinja, S., Terao, J. And Ohigashi, H. , 2002,
Zerumbone, a Southeast Asian ginger sesquiterpene, markedly suppresses
free radical generation, proinflammatory protein production and cancer cell
proliferation accompanied by apoptosis: the α,β-unsaturated carbonyl group
is a prerequisite, Carcinogenesis. 23(5): 795-802.

Nasution, P. H., Kareparambam, J. , Jadhav, A. , Kadam, V. , 2009, Feuture


Trensd In Standardization Of Herbal Drug, Journal of Applied
Pharmaceutical Science, 02 (06) : 34-44.

Riyanto, S., 2007, Identification Of Isolated Compounds From Zingiber


amaricans BL. Rhizome, Indo. J. Chem., 7 (1) : 93 – 96.

Rout, K. K. , Mishar, S. K. and Sherma, J. , 2009, Development and validtion of


an HPTLC Method for Anlysis of Zerumbo, the Anticancer Marker from
Zingiber zerumbet, Acta Chromatographica, 21 (3); 443-452.

Ruslay, S., Abas, F., Shaari, K., Zainal, Z., Maulidiani, Sirat, H., Israf, D, A., &
Lajis, N, A., 2007, Characterization of the components present in active
fractions of health gingers (Curcuma xanthorrhiza and Zingiber zerumbet)
by HPLC-DAD-ESIMS, Food Chemistry, 104, 1183-1191.

Syah, A., Viesa, R. dan Teruna, H Y., 2005, Standarisasi Obat Alam, Graha
ilmu,Yogyakarta.

Sakinah, S., Handayani, TS., and Hawariah, L. P. , 2007, Zerumbone Induced


Apoptosis in Liver Cancer Cells via Modulation of Bax/Bcl-2 ratio, Cancer
Cell International: 7-4.

Simpus, 2005, Natural Product Isolation, Second edition, Humana press, Totowa,
New Jersey, hal 214.

Somchit, M. N. , Zerumbone Isolated from Zingiber zerumbet Inhibits Inflamation


an Pain in Rats, Juornal of Medicinal Plants Research, 6 (2): 117-180.

Springfield, E.P., Eagles, P. K. F and. Scott, G., 2004, Quality assessment of


South African herbalmedicines by means of HPLC fingerprinting. Journal
of Ethnopharmacology. Volume 101, Issues 1–3
Sukari, M.A., Mohd Sharif, A. L. C. , Yap, S. W., Tang, B. K. , Noeh, M. ,
Rahman, G. C. L. , Ee, Y. H. , Taufiq, Yap and Yusuf, U. K. , 2008,
Chemical Constituents Variatiosns of Essential Oils from Rhizomes of Four
Zingiberaceae Specie, The Malaysian Journal of Analytical Sciences, 12 (3):
638-644.

Tiwari, P. , Kumar, B. , Kaur, M., Kaur, G. , and Kaur, H. , 2011, Phytochemical


screening and extraction : A Riviews, IPS, Vol 1, Isu 1.

Tjitrosoepomo, Gembong, 1989, Taksonomi Tumbuhan: (Spermatophyta), UGM


Press, Yogyakarta.

Viana H. and S. Bland. 2012. Plant Drug Analysis; A Thin Layer


Chromatography Atlas. 2nd Edition. Springer, Berlin Heidelberg.

WHO, 2004. WHO guidelines for safety monitoring of herbal medicines in


pharmacovigilance. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data.

Zhang, S. , Liu, Q. , Liu, Y. And Qiao, H. , 2012, Zerumbone a Southeast Asian


Ginger Sisquiterpene Induced Apoptosis of Pancreatic Carcinoma Cells
through P53 Signaling Pathway, Evidence-Based Complementary and
Alternative Medicine, 2012 ; 1-8.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 : Alat dan Bahan
1. Alat

No Alat Gambar Fungsi

Sebagai alat untuk menaruh


1. Cawan Porselin sampel

Sebagai alat untuk


2 Cutter membersihkan sampel

Sebagai alat untuk


3. Gunting memotong sampel dan
menggunting kertas saring

Sebagai alat untuk


4. Lap Halus meletakkan alat

Sebagai alat untuk


5. Lumpang menghaluskan sampel
Dan Alu
Sebagai ulat Untuk
6. Penangas memanaskan larutan sampel

Sebagai alat untuk menjepit


7. Penjepit tabung reaksi

Sebagai alat untuk menjepit


8. Pinset kertas tumerik

Sebagai alat untuk


9. Pipet Tetes mengambil larutan sampel

Rak dan Tabung Sebagai alat untuk


10. Reaksi meletakkan larutan sampel
2. Bahan

No Alat Gambar Fungsi

Untuk membersihkan alat


1. Alkohol 70% yang akan digunakan

2. Asam Sulfat Sebagai pereaksi

3. Aquadest Sebagai pelarut

4.
Bakso Sebagai sampel

Sebagai pereaksi di suatu


5. Bacl2 sampel
6. FeCl3 Sebagai pereaksi

7. H2SO4 Sebagai pereaksi

8. HCL Sebagai pereaksi

9. Ikan Sebagai sampel

Untuk menyaring sampel


10. Kain Saring yang telah dihaluskan

Untuk pembuatan kertas


11. Kertas Saring tumerik
12. Kunyit Sebagai pembuatan larutan
kertas tumerik

13. Metanol Sebagai pereaksi

14. Mi Basah Sebagai sampel

15. Nugget Sebagai sampel

16. Sosis Sebagai sampel

17. Tahu Sebagai sampel


18. Tisu Untuk membersihkan alat
Lampiran 2 : Diagram Alir

Cara Kerja

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%
Dihaluskan sampel (ayam, bakso, ikan, mi basah, nugget,
sosis dan tahu) menggunakan lumpang dan alu
Ditambahkan aqudest hingga sampel tersebut larut
Diperas sampel yang sudah halus dengan menggunakan
kain saring
Dipisahkan filtrat dan residunya
Hasil

Metode BaCl2

Diambil 1 ml filtrat sampel dan dimasukan ke dalam tabung


reaksi.
Ditambahkan beberapa tetes larutan BaCl2 jenuh.
Diamati perubahannya (terjadi endapan).
Dipanaskan sampel dengan menggunakan penangas, apabila
berubah warna menjadi gelap menandakan adanya boraks

Hasil
Metode FeCl3

Diambil 1 ml filtrat sampel dan dimasukkan ke dalam


tabung reaksi
Ditambahkan larutan FeCl3 dan HCl masing-masing 5 tetes
Diamati perubahan warna menjadi kuning kehijauan
Dipanaskan sampel dengan menggunakan penangas, apabila
berubah warna orange kemerahan menandakan adanya
boraks

Hasil

Metode Uji Bakar

Diambil residu hasil perasan sampel


Dimasukkan ke dalam cawan porselin
Ditambahkan 2 tetes asam sulfat pekat dan beberapa tetes
metanol.
Dibakar sampel dan diamati nyala api yang terjadi, apabila
berubah warna menjadi warna hijau menandakan adanya
boraks

Hasil

Pembuatan Kertas Tumerik

Diambil beberapa potongan kunyit ukuran sedang


Dimasukkan ke dalam lumpang dan digerus hingga halus
Disaring larutan kunyit dengan menggunakan kain saring
Dipotong kertas saring menjadi beberapa bagian
Dicelupkan kertas saring ke dalam larutan kunyit dan
dikeringkan

Hasil
Metode Kertas Tumerik

Diambil 1 ml filtrat dari 7 sampel yang sudah disaring


Dicelupkan kertas tumerik ke dalam filtrat sampel
Didiamkan beberapa menit
Diamati perubahan warna pada kertas tumerik
Hasil

Metode Kurkumin

Diambil 1 ml filtrat dari 7 sampel yang sudah disaring.


Dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Dipanaskan dengan menggunakan penangas
Ditambahkan 5 tetes ekstrak kurkumin.
Diamati perubahan warna. apabila berubah warna menjadi
merah kecoklatan menandakan adanya boraks

Hasil
Lampiran 3 : Skema Kerja

Disiapkan alat dan Dibersihkan alat Dihaluskan sampel


bahan menggunakan (ayam, bakso,
alkohol 70% ikan, mi basah,
nugget, sosis &
tahu)
menggunakan
lumpang & alu

Dipisahkan filtrat Diperas sampel Ditambahkan


dan residunya dengan aquadest
menggunakan hingga sampel
kain saring melarut
hingga
menghasilkan
filtrat dan
residu
1. Metode BaCl2

Diambil 1 ml Dimasukkan ke Ditambahkan


filtrat sampel dalam tabung beberapa tetes
reaksi BaCl2 jenuh

Diamati Dipanaskan Diamati


perubahan sampel dengan perubahannya
warna, apabila menggunakan (terjadi
berubah warna penangas endapan)
menjadi warna
gelap
menandakan
adanya boraks
b. Metode FeCl3

Diambil 1 ml Dimasukkan ke Ditambahkan


filtrat sampel dalam tabung larutan FeCl3 &
reaksi HCl masing-
masing 5 tetes

Diamati Dipanaskan Diamati


perubahan
c. Metode Uji Bakar sampel dengan perubahan
warna, apabila menggunakan warna menjadi
berubah warna penangas kuning
orange kehijauan
kemerahan
menandakan
adanya boraks
c. Metode Uji Bakar

Diambil residu Ditambahkan 2 Dibakar sampel


hasil perasan tetes asam dan diamati
sampel & sulfat & nyala api yang
dimasukkan ke beberapa tetes terjadi, apabila
dalam cawan metanol berubah warna
porselin menjadi warna
hijau
menandakan
adanya boraks

d. Metode Kertas Tumerik


1) Pembuatan Kertas Tumerik

Diambil beberapa Dimasukkan ke Disaring larutan


potong kunyit dalam lumpang kunyit dengan
ukuran sedang & digerus menggunakan
hingga halus kain saring
Dicelupkan kertas Dipotong kertas
saring ke dalam saring menjadi
larutan kunyit beberapa
dan bagian
dikeringkan

2) Uji Kertas Tumerik

Diambil 1 ml Dicelupkan kertas Diamati


filtrat dari 7 tumerik ke perubahan
sampel yang dalam filtrat warna pada
sudah disaring sampel & kertas tumerik
diamkan
beberapa menit
e. Metode Kurkumin

Diambil 1 ml Dimasukkan ke Dipanaskan


filtrat dari 7 dalam tabung dengan
sampel yang reaksi menggunakan
sudah disaring penangas

Diamati Ditambahkan 5
perubahan tetes ekstrak
warna, apabila kurkumin
berubah warna
menjadi merah
kecoklatan
menandakan
adanya boraks

Anda mungkin juga menyukai