Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MAKALAH TOKSIKOLOGI

PENETAPAN KADAR FORMALIN PADA MAKANAN

1
DISUSUN OLEH : RUSMIYANTI

SEKOLAH TINGGI ANALIS BAKTI ASIH BANDUNG

2020

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan hidayah- Nya sehingga kami dapat membuat makalah
dengan baik dan mendekati sempurna.

Penyusun merancang makalah ini dengan bentuk sederhana untuk


dapat dimengerti oleh para pembaca, dan diserap ilmu pengetahuan yang
tersirat di dalam makalah ini.

Penyusun Menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan


kekurangan yang ada dalam makalah ini, oleh karena kami mengharapkan
setidaknya saran maupun kritik dari pembaca makalah ini, demi terciptanya
makalah yang lebih baik di masa yang akan datang.

Bandung, 1 Maret 2020

Penyusun

3
DAFTAR ISI

Kata pengantar................................................................................................ii

Daftar isi ....................................................................................................iii

BAB I Pendahuluan........................................................................................1

1.1 Latar belakang .........................................................................................1


1.2 Rumusan masalah.....................................................................................3
1.3 Tujuan…………………………………………………………………...3

BAB II Pembahasan ......................................................................................4

2.1 Definisi.....................................................................................................4

2.2 Bahaya Formalin bagi kesehatan..............................................................7

2.3 Metode-metode analisis formalin.............................................................9

BAB III Penutup...........................................................................................14

3.1 Kesimpulan.............................................................................................14

Daftar Pustaka...............................................................................................15

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Toksikologi bahan pangan merupakan ilmu yang mempelajari


pengaruh buruk makanan bagi manusia. Makanan dapat dipandang sebagai
campuran berbagai senyawa kimia. Campuran tersebut dapat
dikelompokkan menjadi empat macam yaitu, nutrisi, toksin alami,
kontaminan dan bahan aditif.

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,
baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk didalamnya
adalah bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang
sengaja ataupun tidak disengaja bercampur dengan makanan atau minuman
tersebut. Apapun jenis pangan, produksi pangan merupakan kegiatan atau
proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan,
mengemas, mengemas kembali dan atau mengubah bentuk pangan.

Setiap usaha produksi pangan harus bertanggung jawab dalam


penyelenggaraan kegiatan proses produksi meliputi proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan. Dalam setiap produksi
yang menghasilkan pangan tidak lepas dari proses diatas dan proses tersebut
selalu berkaitan dengan variabel-variabel lain yaitu bahan-bahan kimia
untuk membantu proses, misalnya pada proses pengolahan sering digunakan
bahan tambahan pangan (BTM) seperti pengawet makanan, pewarna
makanan, dan lain lain. Selain itu dalam proses peredaran semisal makanan
basah (kue,gorengan, dll) yang dijual di pinggir jalan yang ramai dengan
kendaraan bermotor sangat mungkin terkontaminasi dengan zat zat kimia

5
polutan hasil pembakaran kendaraan. Akan tetapi hal-hal tersebut bukanlah
suatu halangan bagi manusia untuk selalu mengkonsumsi makanan ( pangan
) karena makanan adalah kebutuhan pokok manusia.
Setiap hari manusia harus makan untuk memberi tenaga pada tubuh.
Kebutuhan pokok manusia akan pangan menuntut manusia untuk
memperhatikan hal-hal berikut dalam proses produksi makanan, yaitu
mencegah tercemarnya makanan oleh cemaran biologi, kimia dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan
konsumen. Mengendalikan proses antara lain bahan baku, penggunaan
bahan tambahan makanan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan, dan
pengangkutan serta cara penyajian.Memang sudah ada UU Nomor 7 Tahun
1996 yang mengatur tentang pangan, pasal-pasal dan ayat-ayatnya mengatur
kesehatan pangan dan keselamatan manusia.
Memang sudah ada Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang selalu
melakukan inspeksi mendadak serta pengawasan ke pasar-pasar dan pusat
perbelanjaan. Namun banyak kalangan yang menilai hanya terkesan reaktif,
melakukan sidak manakala ada reaksi heboh dari masyarakat berkenaan isu
beredarnya suatu bahan makanan dan makanan yang tidak aman dansehat.

Salah satu kemajuan yang memiliki dua dampak positif dan negatif
adalah kemajuan di bidang bisnis makanan dan minuman instant (siap saji)
baik dalam bentuk kalengan maupun dalam bentuk botolan/juga sachetan.
Dalam makanan/minuman ini biasanya terdapat zat pengawet
(preservatives). Bahan pengawet (preservatives) ini dicampurkan dalam
makanan/minuman instant agar bisa memperpanjang daya tahan
makanan/minuman. Kebanyakan makanan/minuman yang beredar di
pasaran bisa bertahan hingga beberapa bulan, bahkan bisa sampai 1 tahun.
Namun ada satu alasan lagi, mengapa para produsen makanan/minuman
mencampurkan bahan pengawet dalam produk mereka. Sebenarnya, hal ini
dilakukan agar rasa makanan/minuman itu menjadi lebih enak dan warnanya

6
pun menjadi lebih menarik, sehingga konsumen merasa tertarik untuk
membelinya.
Meskipun demikian, masyarakat luas masih lebih suka memilih
makanan/minuman siap saji yang mudah dan praktis dari pada yang alami.
Padahal di dalam makanan/minuman tersebut terdapat pengawet kimia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan


masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana bahaya formalin bagi kesehatan
2. Identifikasi dan penetapan kadar formalin

1.3 Tujuan

Adapun tujuan  yang hendak dicapai dalam hal ini antara lain:


1. Mengetahui bahaya apa saja yang dapat ditimbulkan oleh formalin
2. Mengetahui cara identifikasi dan penetapan kadar formalin

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Formalin Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya


sangat menusuk. Didalam formalin mengandung sekitar 37 persen
formaldehid dalam air, biasanya ditambah methanol hingga 15 persen
sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama
(desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari formalin
adalah Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid, Oxomethane,
Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform,
Formaldehyde, dan Formalith (Astawan, 2006).

Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan Rumus Molekul


HCOH. Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan
distribusinya ke dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat
aktif, dapat bereaksi dengan gugus NH2 dari protein yang ada pada tubuh
membentuk senyawa yang mengendap (Harmita, 2006).

Rumus Bangun Formalin adalah B. Penggunaan Formalin


Penggunaan formalin antara lain sebagai pembunuh kuman sehingga
digunakan sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian dan kapal, pembasmi
lalat dan serangga lainnya, bahan pembuat sutra buatan, zat pewarna, cermin
kaca dan bahan peledak. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk
pengeras lapisan gelatin dan kertas, bahan pembentuk pupuk berupa urea,
bahan pembuatan produk parfum, bahan pengawet produk kosmetik dan
pengeras kuku, pencegah korosi untuk sumur minyak, bahan untuk isolasi
busa, bahan perekat untuk produk kayu lapis (playwood), dalam konsentrasi
yang sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet, pembersih rumah

8
tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampo mobil, lilin
dan karpet (Astawan, 2006).
Formalin (CH2O) merupakan senyawa kimia yang terdiri dari
hidrogen, oksigen, dan karbon (ACC, 2011).
Formalin juga dikenal sebagai formaldehyde, methanal, methylen
oxide, oxymethylene, methylaldehyde, oxomethane, dan formic aldehyde.
Formalin dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1%) dapat digunakan
sebagai pengawet untuk berbagai bahan non pangan seperti pembersih
rumah tangga, pelembut, lilin, dan karpet (Yuliarti, 2011).
Kegunaan formalin lainnya adalah obat pembasmi hama untuk
membunuh virus, bakteri, jamur, dan benalu yang efektif pada konsentrasi
tinggi, bahan peledak, dan sebagainya (Whindolz et al. dalam Cahyadi,
2012).
Dalam bidang farmasi formalin digunakan sebagai pendetoksifikasi
toksin dalam vaksin dan obat penyakit kutil karena kemampuannya
merusak protein (Angka dalam Cahyadi, 2012).
Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety),
secara umum ambang batas aman formalin di dalam tubuh adalah 1 mg/l.
Formalin dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh
manusia jika masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut. Akibat yang
ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat dan jangka panjang
melalui hirupan, kontak langsung, atau tertelan (Cahyadi, 2012).
Formalin termasuk dalam daftar bahan tambahan kimia yang dilarang
digunakan (Kurniawati dalam Cahyadi, 2012).

Faktor utama penyebab penggunaan formalin pada makanan adalah


tingkat pengetahuan konsumen yang rendah mengenai bahan pengawet,
daya awet makanan yang dihasilkan lebih bagus, harga murah, tanpa peduli
bahaya yang dapat ditimbulkan. Hal tersebut ditunjang oleh perilaku
konsumen yang cenderung membeli makanan dengan harga murah tanpa
mengindahkan kualitas. Sulitnya membedakan makanan biasa dengan
makanan dengan penambahan formalin, juga menjadi salah satu pendorong

9
perilaku konsumen tersebut. Deteksi formalin secara akurat hanya dapat
dilakukan di laboratorium dengan menggunakan bahan-bahan kimia, yaitu
melalui uji formalin. (Cahyadi, 2012).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan fakta terkait penggunaan


formalin sebagai pengawet pada buah. Penelitian Tontoiyo (2013)
memberitahukan bahwa buah apel dan jeruk di Pasar Modern Kota
Gorontalo positif mengandung cemaran kimia berupa formalin dan
melebihi batasan yaitu diatas 60 mg/kg. Menurut hasil penelitian Badan
Ketahanan Pangan Daerah (2013) Provinsi Lampung, anggur merah di
Pasar Gudang Lelang dan melon dari Pasar Kangkung positif mengandung
formalin. Pemeriksaan laboratorium terhadap formalin pada buah impor di
beberapa pasar swalayan Kota Medan memberitahukan bahwa seluruh
sampel buah impor positif mengandung formalin. Kadar formalin tertinggi
terkandung pada apel Calmeria yaitu sebesar 4,692 mg/ml (Zalukhu,
2015).
Buah anggur dan apel biasanya dijual di pasar dan supermarket.
Kedua buah ini cepat membusuk dan harus disimpan pada suhu 0 oC –
7,2oC agar tahan 2 – 4 minggu. Penjual berusaha agar buah dagangannya
tetap terlihat segar dalam jangka waktu yang lama, sehingga terdapat
kemungkinan penambahan bahan pengawet seperti formalin dengan cara
mengolesi, menyuntik, menyemprot, bahkan merendam buah  buahan
dalam larutan formalin (Nugraheni, 2010). Survei lapangan telah dilakukan
di Pasar Raya Padang. Peneliti menemukan buah anggur dan apel yang
memiliki ciri  ciri fisik buah yang diduga mengandung formalin. Buah
terasa keras serta permukaan bagian kulit terlihat kencang dan segar meski
telah lama dipanen maupun dipajang di lapak/kios/pasar (Badan Intelijen
Negara Republik Indonesia, 2013).

10
2.2 Bahaya Formalin bagi Kesehatan

Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan


manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara
kimia dengan hampir semua zat di dalam sel, menekan fungsi sel, dan
menyebabkan kematian sel, sehingga menimbulkan keracunan pada tubuh.
Selain itu kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan
iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan
mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan). Orang yang
mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur
darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah.
Formalin bisa menguap di udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan
bau yang tajam menyesakkan sehingga merangsang hidung, tenggorokan,
dan mata (Cahyadi, 2012).

Kasus pemakaian formalin pada tahu, ikan segar, ikan asin, dan
produk makanan lainnya menunjukkan kurangnya pengetahuan produsen
serta minimnya sosialisasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan
bahaya bahan aditif. Formalin tidak diperkenankan ada dalam makanan
maupun minuman, karena dalam jangka panjang dapat memicu
perkembangan sel sel kanker. Formalin sangat berbahaya jika terhirup,
tertelan atau mengenai kulit karena dapat mengakibatkan iritasi pada saluran
pernapasan, reaksi alergi serta luka bakar (Yuliani, 2007).

1. Bahaya Jangka Pendek (Akut)

a. Bila terhirup dapat menimbulkan iritasi, kerusakan jaringan dan luka pada
saluran pernafasan, hidung, dan tenggorokan. Tanda tanda lainnya adalah
bersin, batuk-batuk, radang tekak, radang tenggorokan, sakit dada, lelah,
jantung berdebar, sakit kepala, mual dan muntah. Pada konsentrasi yang
sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.

11
b. Bila terkena kulit akan menimbulkan perubahan warna, yakni kulit
menjadi merah, mengeras, mati rasa, dan terbakar.

c. Bila terkena mata dapat menimbulkan iritasi sehingga mata memerah,


sakit, gatal gatal, penglihatan kabur dan mengeluarkan air mata. Pada
konsentrasi tinggi dapat menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat
sehingga lensa mata rusak.

d. Bila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit,
mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang
hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, atau tidak
sadar hingga koma. Selain itu juga terjadi kerusakan pada hati, jantung,
otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat, dan ginjal (Yuliani,
2007).

2. Bahaya Jangka Panjang (Kronis)

a. Bila terhirup dalam jangka lama akan menimbulkan sakit kepala,


gangguan pernafasan, batuk- batuk, radang selaput lendir hi- dung, mual,
mengantuk, luka pada ginjal, dan sensitasi pada paru. Efek neuropsikologis
meliputi gangguan tidur, cepat marah, keseimbangan terganggu, kehilangan
konsentrasi dan daya ingat berkurang, gangguan

haid dan kemandulan pada perempuan, serta kanker pada hi- dung, rongga
hidung, mulut, tenggorokan, paru dan otak.

b. Bila terkena kulit akan terasa panas, mati rasa, gatal gatal serta memerah,
kerusakan pada jari tangan, pengerasan kulit dan kepekaan pada kulit, dan
radang kulit yang menimbulkan gelem- bung.

c. Bila terkena mata dapat menyebabkan radang selaput mata.

12
d. Bila tertelan dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, muntah-
muntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu
badan, dan rasa gatal di dada (Yuliani, 2007).

2.3 Metode metode Analisis Formalin

2.3.1 Uji Kualitatif

a. Dengan Fenilhidrazina

1) Sampel ditimbang seksama kemudian dipotong kecil-kecil, dan


dimasukkan ke dalam labu destilat,

2) Tambahkan aquadest 100 ml ke dalam labu destilat,

3) Sampel didestilasi dan ditampung filtratnya.

4) Ambil 2-3 tetes hasil destilat sampel, Tambahkan 2 tetes Fenilhidrazina


hidroklorida, 1 tetes kalium heksasianoferat (III), dan 5 tetes HCl.

5) Jika terjadi perubahan warna merah terang berarti sampel positif


mengandung formalin (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979)

b. Dengan Asam Kromatofat

1) Campur sampel yang telah ditimbang dengan 50 ml air dengan cara


menggerusnya dalam lumpang.

2) Campuran dipindahkan ke dalam labu destilat dan diasamkan dengan


larutan H 3 PO 4. Labu destilat dihubungkan dengan pendingin dan
didestilasi. Hasil destilasi ditampung.

13
3) Larutan pereaksi Asam kromatofat 0,5% dalam H 2 SO 4 60% sebanyak
5 ml dimasukkan dlam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml larutan hasil
destilasi sambil diaduk.

4) Tabung reaksi dimasukkan dalam penangas air yang mendidih selama 15


menit dan amati perubahan warna yang terjadi.

5) Adanya formalin ditunjukkan dengan adanya warna ungu terang sampai


ungu tua (Cahyadi, 2008).

c. Dengan Larutan Schiff

1) Sampel ditimbang dan dipotong potong

2) Dimasukkan kedalam labu destilat, ditambahkan 50 ml air, kemudian


diasamkan dengan 1 ml larutan H 3 PO 4. Labu destilat dihubungkan
dengan pendingin dan didestilasi. Hasil destilasi ditampung.

3) Diambil 1 ml hasil destilat dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml H 2


SO 4 1:1 lewat dinding, kemudian ditambahkan 1 ml larutan schiff, jika
terbentuk warna ungu maka positif formalin (Keush, 2003).

d. Uji Hehner -Fulton.

1) Ke dalam 6 rnl H 2 SO 4 dingin (yang telah dicampur dengan air brom


jenuh) tambahkan 5 ml larutan hasil sulingan sampel yang mengandung
formalin sambil didinginkan.

2) Masukkan 5 ml campuran tersebut ke dalam tabung reaksi.

3) Tambahkan I ml susu yang bebas aldehida secara perlahanlahan dan


sarnbil cliciinginkan, lalu tambahkan 0,5 ml larutan pengoksidasi dan aduk.

14
4) Adanya HCHO ditunjukkan dengan adanya warna merah muda ungu
(SNI ).

e. Uji dengan FeCl 3 (untuk contoh susu dan olahannya)

1) Timbang lebih kurang 5 g cuplikan, tambahkan 50 ml air suling dan


masukkan ke dalam corong pemisah.

2) Tambahkan 1 2 ml asam asetat 4 N lalu kocok dengan 20 ml eter


sebanyak 2 kali.

d) Tambahkan asam kromatofat sebanyak 5 ml pada tiap konsentrasi yang


berbeda, panaskan tabung reaksi selama 30 menit dengan kompor pada suhu
100 C,

e) Terbentuklah larutan standar.

2) Pembuatan Larutan Uji :

a) Homogenkan sampel sebanyak 20 ml dengan aquades, panaskan sampel


yang telah diuji dengan kompor sampai mendidih, disaring lalu didinginkan.

b) Ambil filtrat sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi dengan 3 kali


ulangan.

c) Tambahkan asam kromatofat sebanyak 5 ml pada masing- masing tabung


reaksi.

d) Panaskan selama 20 menit lalu dinginkan.

e) Ukur absorbansinya dengan spektrofotometer dengan panjang


gelombang 520 nm. 3) Perhitungan :a) Nilai absorbansi dari uji
menggunakan spektrofotometer akan dibandingkan dengan larutan standar

15
pada tiap konsentrasi yang berbeda pada masing-masing tabung reaksi
dengan metode regresi linear (Hastuti, 2010).

3) Pisahkan dan uapkan eter dalam cawan penguap hingga kering.

4) Tambahkan ml air suling ke dalam residu, aduk.

5) Tuangkan larutan tersebut ke dalam 3 ml asam sulfat yang ditetesi


dengan 2 tetes FeCl 3 10% secara perlahan-lahan.

6) Terbentuknya warna merah lembayung menunjukkan adanya


formaldehide (SNI ).

2.3.2 Uji Kuantitatif

a. Dengan Metode Asidi Alkalimetri

1) Dipipet 10,0 ml hasil destilat dipindahkan ke erlenmeyer, kemudian


ditambah dengan campuran 25 ml hidrogen peroksida encer P dan 50 ml
Natrium hidroksida 0,1 N.

2) Kemudian dipanaskan di atas penangas air hingga pembuihan berhenti,


dan dititrasi dengan Asam klorida 0,1 N menggunakan indikator larutan
Fenolftalein P.

3) Dilakukan penetapan blanko, dipipet 50,0 ml NaOH 0,1 N, ditambah 2-3


tetes indikator Fenolftalein, dititrasi dengan HCl 0,1 N. Dimana 1 ml
Natrium hidroksida 0,1 N ~ 3,003 mg HCHO (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 1979)

b. Dengan Metode Spektrofotometri

1) Pembuatan larutan standar :

a) Formalin 37% diambil sebanyak 0,027 ml,

16
b) Tambahkan aquades sebanyak 500 ml atau 20 ppm, buat konsentrasi
yang berbeda yaitu 0; 0,05; 0,1; 0,5; 0,75; 1,0; 1,5; dan 2,

c) Kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah diberi label (8


tabung reaksi), d) Tambahkan asam kromatofat sebanyak 5 ml pada tiap
konsentrasi yang berbeda, panaskan tabung reaksi selama 30 menit dengan
kompor pada suhu 100 C,

e) Terbentuklah larutan standar.

2) Pembuatan Larutan Uji :

a) Homogenkan sampel sebanyak 20 ml dengan aquades, panaskan sampel


yang telah diuji dengan kompor sampai mendidih, disaring lalu didinginkan.

b) Ambil filtrat sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi dengan 3 kali


ulangan.

c) Tambahkan asam kromatofat sebanyak 5 ml pada masing- masing tabung


reaksi.

d) Panaskan selama 20 menit lalu dinginkan.

e) Ukur absorbansinya dengan spektrofotometer dengan panjang


gelombang 520 nm. 3) Perhitungan :a) Nilai absorbansi dari uji
menggunakan spektrofotometer akan dibandingkan dengan larutan standar
pada tiap konsentrasi yang berbeda pada masing-masing tabung reaksi
dengan metode regresi linear (Hastuti, 2010).

17
BAB III

PENUTUP

3.1   Kesimpulan

Dari pembahasan di atas diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Formalin merupakan senyawa aldehid dengan rumus kimia CHOH,


berbentuk gas atau larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk.
Dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak
digunakan dalam industri. Formalin dilarang penggunaannya sebagai bahan
pengawet pada makanan karena berbahaya untuk kesehatan.

2. Identifikasi kualitatif formalin dilakukan dengan menggunakan Pereaksi


Fenilhidrazina, Asam Kromatofat, dan dengan Larutan Schiff.

3. Identifikasi kuantitatif formalin dilakukan dengan menggunakan metode


Spektrofotometri.

18
DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan


Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.
Anonim. SNI Cara uii bahan pengawet makanan dan bahan tambahan yang
dilarang untuk makanan Astawan, M. (2006).

Membuat Mie dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya. Cahyadi, W. (2008).

Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta:


Bumi Aksara. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979).

Farmakope Indonesia (Ketiga ed.). Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia. Harmita. (2006).

Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi. Jakarta: Departemen


Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. Hastuti, S. (2010, Agustus).

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin di Madura.


AGROINTEK, 4(2), Keush, P. (2003).

Test for Aldehyde Schiff s Reagent. Dipetik April 22, 2010, dari d_e.htm
Yuliani, S. (2007). Formalin dan Masalahnya. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Indonesia, 29(5), 7-9.11

19

Anda mungkin juga menyukai