Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL PENELITIAN

PENGGUNAN EKSTRAK BUNGA SEPATU (Hibiscus Rosa Sinensis L)


SEBAGAI PENDETEKSI FORMALIN

Disusun Oleh :

1. KEVIN FAHMI 1621B0018


2. LOIS APRILIANA 1621B0022
3. PUTRI AGUSTINA 1621B0032
4. RIZKY SETYONINGTYAS 1621B0042
5. JOHANIS CHRISTIAN 1721P0001

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA MITRA HUSADA
KEDIRI
2019

1
KATA PENGANTAR

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... 2


DAFTAR ISI ............................................................................................................. 3
RINGKASAN ........................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 5
1.1 Latar belakang penelitian .................................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................. Error! Bookmark not defined.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 8
2.1 Landasan Teori .................................................................................................... 8
BAB III PEMBAHASAN .......................................................................................... 14
3.1 Materi ................................................................................................................ 14
3.2 Metode ............................................................................................................... 14
3.3 Hasil dan Pembahasan ....................................................................................... 16
BAB IV PENUTUP .................................................................................................... 17
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 18

3
RINGKASAN
Salah satu kemajuan yang memiliki dampak positif dan negatif adalah
kemajuan di bidang pengolahan makanan yang biasanya menggunakan zat pengawet,
baik alami maupun sintetis. Penggunaan bahan pengawet yang aman bagi kesehatan
mulai berkurang. Hal ini disebabkan harga pengawet tersebut cukup tinggi
dibandingkan jenis formalin. Senyawa ini termasuk disinfektan kuat yang dapat
membasmi berbagai bakteri pembusuk, namun berbahaya bagi kesehatan jika
digunakan dalam bahan makanan. Oleh sebab itu pengujian sederhana terhadap
formalin sangat diperlukan.
Berdasarkan hal tersebut memunculkan adanya inovasi dalam pengujian
sederhana pada formalin dengan ekstrak bunga dari tanaman bunga sepatu (Hibiscus
Rosa Sinensis L) yang mengandung antosianin, untuk pengujian asam- basa. Adapun
tujuan penelitian untuk mengetahui potensi Ekstrak Bunga Sepatu sebagai indikator
sederhana pengujian formalin pada makanan
Metode penelitian secara eksperimental meliputi variabel dan analisis, serta
cara kerja. Penelitian dilakukan dengan membandingkan makanan berformalin dan non
formalin dengan menggunakan ekstrak bunga sepatu. Hasil penelitian menunjukan
bahwa makanan yang berformalin akan merubah kertas saring menjadi merah muda
karena mengandung asam, dan makanan non fomalin merubah kertas saring menjadi
ungu kebiruan karena mengandung basa. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak bunga
Sepatu (Hibiscus Rosa Sinensis L) berpotensi sebagai indikator sederhana pengujian
formalin pada makanan.

Kata Kunci : Formalin, Antosianin, Bunga Sepatu, Impatiens basalmina

4
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang penelitian


Perkembangan zaman menghasilkan berbagai ide dan inovasi baru.
Keadaan tersebut membawa manusia pada bebagai kemajuan di bidang
ekonomi, kesehatan, bioteknologi dan lain sebagainya. Salah satu kemajuan
yang memiliki dampak positif dan negatif adalah kemajuan di bidang
pengolahan makanan, yaitu dalam bentuk kaleng maupun botol. Teknologi
pengolahan makanan ini biasanya menggunakan zat pengawet, baik alami
maupun sintetis. Bahan pengawet dicampurkan dalam makanan untuk
memperpanjang daya tahan suatu makanan.
Bahan pengawet makanan adalah bahan (senyawa) yang ditambahkan
ke dalam makanan dan minuman yang bertujuan untuk mencegah atau
menghambat terjadinya kerusakan makanan oleh kehadiran organisme. Tujuan
umum pemberian bahan pengawet ke dalam makanan dan minuman adalah
untuk memelihara kesegaran dan mencegah kerusakan makanan atau bahan
makanan.
Zat pengawet alami aman digunakan untuk makanan dan tidak bersifat
toksik, seperti gula, garam, cuka, kunyit dan bahan alami lainnya. Pengawet
sintetis yang aman digunakan untuk makanan diantaranya Asam Benzoat,
Kalium Nitrit, Kalium Propionat, BHA, Natrium Metasulfat, Asam Propionat,
Asam Askorbat dan Kalium Asetat.
Beberapa pengawet makanan dan minuman yang diizinkan berdasarkan
Permenkes No. 722/1988 adalah berupa senyawa kimia seperti asam benzoate,
kalium bisulfit, kalium meta bisulfit, kalkum nitrat, kalium nitrit, belerang
dioksida, asam sorbat, asam propionate, kalium propionate, kalium sorbat,
kalium sulfite, kalsium benzoit, kalsium propionate, kalsium sorbat, natrium
benzoate, metal-p-hidroksi benzoit, natrium bisulfit, natrium metabisulfit,
natrium nitrat, natrium nitrit, natrium propionate, natrium sulfite, nisin,

5
danpropel-p-hidroksibenzoat. Namun penggunaannya harus sesuai dengan
takaran yang dianjurkan, karena jika digunakan dalam takaran yang berlebihan
dapat berbahaya bagi kesehatan.
Penggunaan bahan pengawet yang aman bagi kesehatan mulai
berkurang. Hal ini disebabkan harga pengawet tersebut cukup tinggi
dibandingkan jenis formalin. Selain murah dari segi harga, penggunaan
formalin dapat memperbaiki tekstur makanan. Beberapa makanan ditemukan
menggunakan formalin diantaranya bakso, kerupuk, ikan, tahu, mie dan daging
ayam.
Formalin termasuk kelompok senyawa disinfektan kuat yang dapat
membasmi berbagai bakteri pembusuk dan biasanya digunakan sebagai
pengawet mayat. Penggunaan formalin dalam bahan makanan sangat berbahaya
karena dapat menyebabkan gejala langsung, seperti rasa panas pada mulut;
kerongkongan; isophagus dan lambung. Selain itu, gejala lain yang ditimbulkan
adalah rasa sakit yang sangat, pingsan mendadak, diare, kerusakan hati, bahkan
kematian.
Bahaya memunculkan larangan penggunaan formalin pada bahan
makanan. Namun pada kenyataannya, di pasaran masih banyak ditemukan
berbagai makanan yang masih menggandung formalin. Oleh sebab itu, berbagai
upaya pengujian banyak dilakukan untuk mengurangi peredaran makanan
berformalin di masyarakat. Pengujian formalin yang dilakukan diantaranya
dengen analisis spektrofotometer visibel, maupun dengan menggunakan
reagensia seperti Fuchsin, Reagen Tollens, Fehling, KMnO4 0,1 N + NaHSO3
0,1 N dan KMnO4 0,1 N. Pengujian tersebut masih terbatas skala laboratorium,
sehingga masyarakat umum sulit untuk menguji secara mandiri.
Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya pengujian sederhana terhadap
formalin yang dapat dilakukan oleh masyarakat umum, dengan cara yang
mudah dan biaya yang murah. Adapun inovasi yang ditawarkan adalah dengan
menggunakan ekstrak bunga dari tanaman Sepatu (Hibiscus Rosa Sinensis L)

6
yang berpotensi sebagai indikator sederhana uji formalin pada makanan. Bunga
sepatu mengandung antosianin yang dapat digunakan dalam pengujian asam
basa. Sehingga diharapkan inovasi tersebut dapat mempermudah masyarakat
untuk membedakan antara makanan berformalin dan non formalin.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat disimpulkan apakah ekstra bunga
sepatu dapat mendeteksi formalin dalam makanan ?

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui potensi Ekstrak Bunga sepatu (Hibiscus Rosa
Sinensis L) sebagai indikator sederhana pengujian formalin pada makanan.

7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.2 Formalin
Formalin adalah nama dagang dari campuran formaldehid, metanol dan
air. Formalin yang beredar di pasaran mempunyai kadar formaldehid yang
bervariasi, antara 20% – 40%. Formalin atau senyawa kimia formaldehida
(juga disebut metanal), merupakan aldehida berbentuknya gas dengan
rumus kimia H2CO, yang biasanya ditambahkan 10-15% metanol sebagai
stabilisator. Formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang
mengandung karbon yang terkandung dalam asap pada kebakaran hutan,
knalpot mobil, dan asap tembakau. Formaldehida dalam kadar kecil sekali
juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk
manusia.
Larutan formaldehid mempunyai nama dagang formalin, formol, atau
mikrobisida. Formalin merupakan cairan jernih tidak berwarna dengan bau
yang menusuk, uap dapat merangsang selaput lendir hidung, tenggorokan
dan mempunyai rasa yang membakar. Bobot tiap milliliter adalah 1,08
gram dan dapat bercampur dengan air dan alkohol, tetapi tidak bercampur
dengan kloroform dan eter.

Gambar 1. Struktur Kimia Formalin

8
Formalin merupakan larutan yang digunakan sebagai
desinfektan. Selain itu juga digunakan dalam industri tekstil untuk
mencegah bahan menjadi kusut dan meningkatkan ketahanan bahan
tenunan. Besarnya manfaat formalin di bidang industri ternyata
disalahgunakan untuk penggunaan pengawetan industri makanan.
Biasanya hal ini sering ditemukan dalam industri rumahan karena
mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh Depkes dan Balai POM.
Beberapa makanan yang biasanya ditambahkan dengan formalin
adalah bakso, kerupuk, ikan, tahu, mie dan daging ayam. Formalin
sangat berbahaya jika terakumulasi di dalam tubuh, tidak hanya
dikonsumsi melainkan kontak terhadap formalin. Gangguan kesehatan
yang terjadi akibat kontak dengan formalin tergantung pada cara masuk
zat tersebut dalam tubuh. Kontak dengan formalin dapat menyebabkan
luka bakar jika mengenai kulit, iritasi pada saluran pernafasan bila
terhirup uapnya dalam konsentrasi yang tinggi, maupun reaksi alergi
dan bahaya kanker. Sedangkan penggunaan formalin dalam bahan
makanan sangat berbahaya karena dapat menyebabkan gejala langsung,
seperti rasa panas pada mulut; kerongkongan; isophagus dan lambung.
Selain itu, gejala lain yang ditimbulkan adalah rasa sakit yang sangat,
pingsan mendadak, diare, kerusakan hati dan gangguan pada saluran
pencernaan. Penggunaan formalin dalam dosis tinggi dapat
menyebabkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah dan
haematomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian dalam
waktu 3 jam.

9
2.1.2 Antosianin
Antosianin adal ah suatu kelas dari senyawa flavonoid yang s
ecara luas terbagi dalam polifenol tumbuhan. Flavonoid, flavan-3-
ol, flavon, flavanon dan flavanonol adalah kelas tambahan flavonoid
yang berbeda dalam ok sidasi dari antosianin.

Gambar 2. Struktur Kimia Antosianin

Secara kimia, antosianin merupakan sub-tipe senyawa organik


dari keluarga flavonoid dan merupakan anggota kelompok senyawa
yang lebih besar yaitu polifenol. Beberapa senyawa antosianin yang
banyak ditemukkan adalah pelargonidin, peonidin, sianidin, malvidin,
petunidin dan delfinidin. Antosianin merupakan senyawa fl avonoid
yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Umumnya senyawa
flavonoid berfungsi sebagai antioksidan primer, ch elator dan scavenger
terhadap superoksida anion.
Aktivitas antioksidan antosianin dipengaruhi oleh sistem yang
digunakan sebagai substrat dan kondisi yang dipergunakan untuk
mengkatalisis reaksi oksidasi. Antosianin bersifat amfoter yang
memiliki kemampuan untu k bereaksi baik dengan asam mau pun dalam
basa. Dalam media asam, antosianin berwarna merah seperti halnya sa
at dalam vakuola sel dan berubah menjadi ungu dan biru jika media
bertambah basa. Perubahan warna karena perubahan kondisi
lingkungan ini tergantung dari gugus yang terikat pada struktur dasar
dari posisi ikatannya.

10
Kadar keasaman (pH) suatu sistem akan sangat mempengaruhi
aktivitas antioksidan antosianin. pH juga akan mempengaruhi stabilitas
dari antosianin disamping berpengaruh terhadap warna dari antosianin
tersebut. Senyawa tersebut lebih stabil pada pH asam dibanding dalam
pH netral atau basa. Warna yang ditimbulkan oleh antosianin tergantung
dari tingkat keasaman (pH) lingkungan sekitar sehingga pigmen ini
dapat dijadikan sebagai indikator pH melalui uji titrasi asam basa.
Warna yang ditimbulkan adalah merah (pH 1), biru kemerahan (pH 4),
ungu (pH 6), biru (pH 8), hijau (pH 12), dan kuning (pH 13). Dalam
suasana asam, antosianin berwarna merah-oranye sedangkan dalam
suasana basa antosianin berwarna merah muda/pink, merah, merah tua
hingga ke arah jingga.
Antosianin adalah pigmen larut air yang secara alami terdapat
pada berbagai jenis tumbuhan. Sesuai namanya (bahasa
inggris: anthocyanin, dari gabungan kata Yunani: anthos: bunga
dan cyanos: biru), pigmen ini memberikan warna pada bunga, buah dan
daun tumbuhan hijau. Antosianin telah banyak digunakan sebagai
pewarna, khususnya minuman, karena banyak pewarna sintetis
diketahui bersifat toksik dan karsinogenik. Menurut JEFCA (Join
FAO/WHO Expert ommitte on Food Additives) telah menyatakan
bahwa ekstrak yang mengandung antosianin efek toksisitasnya rendah.
Antosianin juga bermanfaat bagi kesehatan manusia, termasuk
mengurangi resiko penyakit jantung koroner, resiko stroke, aktifitas
antikarsinogen, efek anti-inflammatory,memperbaiki ketajaman mata
dan memperbaiki perilaku kognitif.
Antosianin banyak ditemukan pada pangan nabati yang
berwarna merah, ungu, merah gelap seperti pada beberapa buah, sayur
maupun umbi. Beberapa sumber antosianin telah dilaporkan seperti
buah mulberry, blueberry, cherry, blackberry, rosela, kulit dan sari buah

11
anggur. Antosianin juga terdapat pada beberapa jenis bunga seperti
bunga kana, bunga mawar, bunga kembang sepatu dan mahkota bunga
pacar air. Pigmen antosianin bunga pacar air merah efektif diekstrak
dengan pelarut air (aquades) dan asam sitrat dengan perbandingan 9:1.

2.1.3 Bunga Sepatu (Hibiscus Rosa Sinensis L)

Hibiscus rosa-sinensis
Klasifikasi ilmiah
Kingdom: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Malvales
Famili: Malvaceae
Genus: Hibiscus
Spesies: H. rosa-sinensis
Nama binomial
Hibiscus rosa-sinensis

Bunga jenis ini terdiri dari 5 helai daun kelopak, yang dilindungi oleh
kelopak tambahan (epicalyx), sehingga terlihat seperti dua lapis kelopak bunga.
Mahkota bunga terdiri dari 5 lembar atau lebih jika merupakan hibrida. Tangkai
putik berbentuk silinder panjang dikelilingi tangkai sari berbentuk oval yang
bertaburan serbuk sari. Biji terdapat di dalam buah berbentuk kapsul berbilik
lima.
Pada umumnya tinggi tanaman sekitar 2 sampai 5 meter. Daun
berbentuk bulat telur yang lebar atau bulat telur yang sempit dengan ujung daun
yang meruncing. Di daerah tropis atau di rumah kaca tanaman berbunga
sepanjang tahun, sedangkan di daerah subtropis berbunga mulai dari musim
panas hingga musim gugur.
Bunga berbentuk trompet dengan diameter bunga sekitar 6 cm hingga
20 cm. Putik (pistillum) menjulur ke luar dari dasar bunga. Bunga bisa mekar

12
menghadap ke atas, ke bawah, atau menghadap ke samping. Pada umumnya,
tanaman bersifat steril dan tidak menghasilkan buah. Tanaman berkembang
biak dengan cara stek, pencangkokan, dan penempelan.
Kembang sepatu banyak dijadikan tanaman hias karena bunganya yang
cantik. Bunga digunakan untuk menyemir sepatu di India dan sebagai bunga
persembahan. Di Tiongkok, bunga yang berwarna merah digunakan sebagai
bahan pewarna makanan. Di Indonesia, daun dan bunga digunakan dalam
berbagai pengobatan tradisional. Kembang sepatu yang dikeringkan juga
diminum sebagai teh.
Di Okinawa, Jepang digunakan sebagai tanaman pagar. Di bagian
selatan Okinawa, tanaman ini disebut Gushōnu hana (bunga kehidupan sesudah
mati) sehingga banyak ditanam di makam.

13
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Materi
Materi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat dan bahan yang berupa :
1. Alat
a. Mortar dan Pastle, untuk menghaluskan bahan
b. Pipet tetes, untuk mengambil larutan
c. Cawan petri, untuk menempatkan bahan yang akan diuji
d. Kertas saring, untuk mempermudah pengamatan warna
e. Gunting, untuk memotong kertas saring
f. Kamera digital, untuk mendokumentasi kegiatan penelitian
g. Alat tulis, untuk mempermudah dalam pengumpulan data.
2. Bahan
a. Bunga Pacar Air (Impatiens basalmina), untuk bahan ekstraksi
b. Air, untuk pelarut ekstraksi
c. Makanan , untuk bahan pengujian formalin
d. Formalin, untuk membedakan tahu berformalin dan non formalin
e. Jeruk nipis, untuk diperas dan diambil sarinya sebagai pengganti asam sitrat.
3.2 Metode
Metode penelitian secara eksperimental meliputi variabel dan analisis, serta cara
kerja.
1. Variabel dan analisis
Variabel yang digunakan antara membandingkan perlakuan dan ulangan,
dengan analisis deskriptif.
2. Alat dan Bahan :
a. Alat
 Mortar
 Pastle
 Kertas saring
 Cawan petri

14
b. Bahan
 Sampel makanan
 Bunga sepatu
 Air perasan jeruk nipis
 Formalin
 Air
3. Cara Kerja
 Makanan sebanyak 9 buah disiapkan dalam praktikum ini, dengan 6 buah
makanan direndam dalam formalin dan 3 makanan tidak direndam
 Makanan direndam dalam formalin selama 10 menit
 Bunga sepatu dihaluskan dengan menggunakan mortar dan pastle,
kemudian ditambahkan air sebanyak 6 ml sebagai pelarut.
 Ekstrak bunga sepatu diambil sebanyak 4,5 ml; kemudian dicampur dengan
air perasan jeruk nipis sebanyak 0,5 ml
 Kertas saring yang telah dipotong persegi, direndam dalam campuran
ekstrak bunga sepatu dan perasan jeruk nipis selama 5 menit. Hingga kertas
saring barwarna ungu merata.
 Letakan 9 makanan yang telah disiapkan ke masing-masing cawan petri
untuk pengamatan
 Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian, antara lain :
Cawan A : Makanan non formalin yang diberi kertas saring yang tidak
direndam dalam ekstrak bunga sepatu.
Cawan B : Tahu non formalin yang diberi kertas saring dengan ekstrak
bunga sepatu.
Cawan C : Tahu berformalin yang diberi kertas saring dengan ekstrak bunga
sepatu.
 Penelitian dilakukan 3 kali ulangan pada masing-masing perlakuan
 Amati perubahan kertas warna setelah 15 menit.

15
3.3 Hasil dan Pembahasan

16
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

17
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal, Tri Budhi Murdiati dan R. Firmansyah, 2005, Deteksi Formalin dalam
Ayam Broiler di Pasaran. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005.

Arifin, Anshoril, 2012, Pengawet Makanan


Sintetis,http://avicenna91.blogspot.com/2012/08/pengawet-makanan-sintesis.html.

Ariviani, Setyaningrum, 2010, Kapasitas Anti Radikal Ekstrak Antosianin Buah Salam
(Syzygium polyanthum [Wight.] Walp) Segar dengan Variasi Proporsi Pelarut, Jurusan
Ilmu dan Teknologi Pangan UNS. Caraka Tani XXV No.1 Maret 2010.

Cahyadi, Wisnu, 2009, Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, Bumi
Aksara, Jakarta.

Davletshina, T.A., Shul gina, L.V., Lazhentseva, L.Y., Blinov, Y.G. and Pivnentoko,
T.N., (2003), Inhibitory Effect of an Antimicrobial Preparation from Lipids Of Marine
Fishes on Tissue and Microbial Enzimes, Applied Biochemistry and Microbiology, 39
( 6 ): 596-598.

Dolaria, Nanik dan Helena Manik, 2007, Uji Validasi pada Analisis Formalin
Menggunakan Spektrofotometer UV-VIS, Buletin Tek. Lit. Akuakultur Vol. 6 No 1
Tahun 2007.

Endrikat, S., Gallagher, G., Pouillot, R. G., Quesenberry, H.H., Labarre, D., Schroeder,
C.M., and Kause, J., 2010, A Comparative Risk Assesment for Listeria monocytogenes
in Prepackaged versus Retail- Sliced Deli Meat, Journal of Food Protection, 73 ( 4 ):
612- 619.
Hamdani, 2012, Formalin, http://catatankimia.com/formalin.html.

Marsitta, Utary, 2012, Antosianin. http://utarymarsitta.blogspot.com.


18

18
Rahmadetiasani, Afifi, Marlia F. Hayoto dan Tenno Mauldan, 2010,Impatiens
basalmina : bunga sepatu, Fakultas Biologi, Universitas Nasional, Jakarta.

Saati, E. Anis, 2005, Studi Stabiltas Ekstrak Pigmen Antosianin Bunga Mawar Rontok
pada Peiode Simpan Tertentu (Kajian Keragaman pH Media dan Suhu Pasteurisasi,
Gamma Volume 1, Nomor 1, September 2005, hal 77-82.

Saati, E. Anis, 2007, Identifikasi dan Uji Kualitas Pigmen Kulit Buah Naga Merah
(Hylocareus costaricensis) pada Beberapa Umur Simpan dengan Perbedaan Jenis
Pelarut.

19

Anda mungkin juga menyukai