Anda di halaman 1dari 10

Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Malang

BAB III
Dampak Penyalahgunaan Zat Aditif dan Zat Adiktif

A. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran untuk topik Dampak Penyalahgunaan Zat Aditif
dan Zat Adiktif adalah sebagai berikut.
1. Mahasiswa dapat mendeskripsikan dampak penyalahgunaan zat aditif dan
zat adiktif terhadap kesehatan dengan benar berdasarkan kajian literatur
maupun studi lapangan.
2. Mahasiswa dapat mendeskripsikan dampak penyalahgunaan zat aditif dan
zat adiktif terhadap masalah sosial ekonomi dengan benar berdasarkan
kajian literatur maupun studi lapangan.

B. Materi
a. Zat Aditif
Pada pokok bahasan sebelumnya telah dibahas mengenai penggolongan
zat aditif berupa Bahan Tambahan Pangan (BTP) berdasarkan fungsinya. Zat
aditif dalam bentuk Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan zat yang dengan
sengaja ditambahkan ke dalam makanan sebagai bentuk teknologi pada
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan
penyimpanan. Penggunaan zat aditif tersebut bertujuan agar dapat
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan,
membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta menarik estetika
penampilan bahan pangan. Dalam penggunaan zat aditif, setiap orang dilarang
menggunakan bahan apapun yang dinyatakan terlarang sebagai bahan tambahan
pangan dan menggunakan bahan tambahan pangan wajib yang diizinkan.
BTP pada kehidupan sehari-hari banyak disalahgunakan oleh oknum-
oknum yang tidak bertanggung jawab. Penyalahgunaan BTP dapat berupa
penggunaan BTP yang tidak diperuntukkan untuk makanan, misalnya berupa
pewarna. BTP pewarna dapat berupa pewarna alami maupun buatan yang
diijinkan untuk menjadi BTB, namun pada kenyataanya banyak bahan pewarna
tekstil yang digunakan sebagai BTB.
Rhodamin B adalah salah satu bahan pewarna sintetis yang
peruntukannya bukan untuk makanan, melainkan untuk pewarna tekstil,
kosmetik, maupun sabun. Rhodamin B menghasilkan warna merah pada
makanan. Penggunaan Rhodamin B masih sering ditemui dalam beberapa
makanan. Hasil penelitian Putra, dkk (2014) menunjukkan bahwa 40% sampel
saus cabai yang dianalisis mengandung pewarna rhodamine B dan 60%
mengandung zat pewarna erytrosin yang merupakan bahan pewarna yang
diijinkan, namun rata-rata kadar erytrosin dalam saus cabai adalah 639,5% lebih
tinggi dari kadar yang diijinkan. Kasus ini menunjukkan bahwa BTP pewarna yang
diijinkan telah disalahgunakan karena digunakan jauh melebihi kadar yang

Page | 16
Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Malang

diizinkan. Penggunaan Rhodamin B sebagai pewarna makanan pada kue yang


berwarna merah muda juga banyak ditemukan sesuai dengan hasil penelitian
Yamlean (2011).
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 33 tahun 2012
telah dicantumkan bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan ditambahkan
dalam makanan. BTP tersebut diantaranya adalah pengawet. Bahan pengawet
adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses
fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Biasanya bahan tambahan pangan ini
ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai
sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging,
buah-buahan, dan lain-lain. Walaupun demikian tidaklah perlu dikhawatirkan
mengenai konsumsi BTP dalam takaran yang proporsional dan diijinkan tidak
akan memberikan dampak kesehatan bagi tubuh.
Ternyata, dalam penggunaannya produsen sering menggunakan
pengawet yang sebenarnya bukan Bahan Tambahan Pangan (BTP) untuk
mengawetkan makanan sehingga penggunaannya sangat membahayakan
konsumen. Jenis-jenis bahan pengawet yang dilarang, diantaranya natrium
tetraboraks (boraks), formalin, asam salisilat dan garamnya, dietilpilokarbonat,
dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi (brominated
vegetable oil), nitrofurazon, dan kalium atau potassium bromat. Di antara bahan-
bahan tersebut yang paling sering digunakan di masyarakat adalah formalin dan
boraks. Berikut ini adalah beberapa dampak yang ditimbulkan oleh kedua zat
aditif tersebut.
a. Formaldehida mempunyai sifat antimikroba karena kemampuannya
menginaktivasi protein dengan cara mengkondensasi asam amino bebas
dalam protein menjadi campuran lain. Kemampuan dari formaldehida
meningkat seiring dengan peningkatan suhu sehingga dapat digunakan
sebagai pengawet.
Sebenarnya formalin adalah bahan pengawet yang digunakan dalam dunia
kedokteran, misalnya sebagai bahan pengawet mayat dan hewan-hewan
untuk keperluan penelitian. Selain sebagai bahan pengawet, formalin juga
memiliki fungsi lain sebagai berikut.
1) Zat antiseptik untuk membunuh mikroorganisme.
2) Desinfektan pada kandang ayam dan sebagainya.
3) Antihidrolik (penghambat keluarnya keringat) sehingga digunakan sebagai
bahan pembuat deodoran.
4) Bahan campuran dalam pembuatan kertas tisu untuk toilet.
5) Bahan baku industri pembuatan lem plywood, resin, maupun tekstil.

Penyalahgunaan Formalin
Besarnya manfaat formalin di bidang industri tersebut ternyata
disalahgunakan oleh produsen di bidang industri makanan. Biasanya hal ini

Page | 17
Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Malang

sering ditemukan dalam industri rumahan karena mereka tidak terdaftar dan
tidak terpantau oleh Depkes dan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan
(POM) setempat. Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan penggunaan formalin pada pedagang tahu didapatkan
bahwa alasan pedagang menambahkan formalin ke dalam makanan adalah
karena kepentingan ekonomi. Alasan ekonomi ini berarti agar pedagang tidak
mengalami kerugian bila barang dagangan mereka tidak habis terjual dalam
sehari. Selain itu, kurangnya informasi tentang formalin dan bahayanya,
tingkat kesadaran kesehatan masyarakat yang masih rendah, harga formalin
yang sangat murah, dan kemudahannya didapat merupakan faktor-faktor
penyebab penyalahgunaan formalin sebagai pengawet dalam makanan.
Formaldehida merupakan bahan tambahan kimia yang efisien, tetapi
penggunaannya dilarang dalam bahan pangan (makanan). Walaupun
demikian, ada kemungkinan formaldehida digunakan dalam pengawetan susu,
tahu, mie, ikan asin, mie basah, dan produk pangan lainnya.

Dampak Formalin pada Kesehatan


Formalin dapat membahayakan bagi kesehatan manusia, yaitu berdasarkan
konsentrasi dari substansi formaldehida yang terdapat di udara dan juga
dalam produk-produk pangan. Selain itu, gangguan kesehatan yang dapat
terjadi akibat kontak dengan formalin sangat tergantung pada cara masuk zat
ini ke dalam tubuh.
Pemaparan formaldehida terhadap kulit menyebabkan kulit mengeras,
menimbulkan kontak dermatitis dan reaksi sensitivitas. Formalin bisa
menguap di udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam
menyesakkan sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata. Bila uap
formalin dengan konsentrasi 0,03-4 bpj terhirup selama 35 menit, maka akan
menyebabkan iritasi membran mukosa hidung, mata, dan tenggorokan. Selain
itu, dapat juga terjadi iritasi pernapasan parah, seperti batuk, disfagia,
spasmus laring, bronkhitis, pneumonia, asma, edema pulmonal, atau tumor
hidung.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999


ditegaskan bahwa formalin dilarang digunakan dalam makanan. Hal itu
mengingat bahaya serius yang akan dihadapi jika formalin masuk ke dalam
tubuh manusia. Formalin akan menekan fungsi sel, menyebabkan kematian
sel, dan menyebabkan keracunan. Setelah menggunakan formalin, efek
sampingnya tidak akan secara langsung terlihat. Efek ini hanya terlihat secara
kumulatif, kecuali jika seseorang mengalami keracunan formalin dengan dosis
tinggi. Jumlah formaldehida yang masih boleh diterima manusia per hari
tanpa akibat negatif pada kesehatan (Acceptable Daily Intake/ ADI) adalah 0,2
mg per kilogram berat badan. Formalin dapat menyebabkan kematian pada
manusia bila dikonsumsi melebihi dosis 30 ml. Setelah mengonsumsi formalin
dalam dosis fatal, seseorang mungkin hanya mampu bertahan selama 48 jam.

Page | 18
Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Malang

Dampak akut formalin terhadap kesehatan terjadi akibat paparan formalin


dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang singkat. Efeknya berupa iritasi,
alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut,
pusing, bersin, radang tonsil, radang tenggorokan, sakit dada yang berlebihan,
lelah, jantung berdebar, sakit kepala, diare dan pada konsentrasi yang sangat
tinggi dapat menyebabkan kematian. Dampak kronik dari formalin terlihat
setelah terkena paparan formalin berulang dalam jangka waktu yang lama dan
biasanya formalin dikonsumsi dalam jumlah kecil dan terakumulasi dalam
jaringan. Gejalanya berupa mata berair, gangguan pada: pencernaan, hati,
ginjal, pankreas, sistem saraf pusat, dan kanker karena diduga bersifat
karsinogen.

b. Boraks dikenal sebagai bahan pembasa preparat farmasi. Boraks biasa


digunakan sebagai bahan bakterisida lemah dalam lotion, obat kumur dan
pembersih mulut. Boraks juga disebut sebagai sodium pyroborate dan sodium
tetraborate. Dampak jangka panjang dari penggunaan boraks dapat
menyebabkan merah pada kulit, gagal ginjal, iritasi pada mata, iritasi pada
saluran respirasi, mengganggu kesuburan kandungan dan janin. Dosis yang
dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa atau biasa disebut dengan
dosis letal adalah sebanyak 20 gram, sedangkan pada anak-anak adalah
sebanyak 5-10 gram. Pada binatang dosis letal boraks sebesar 5 gram. Boraks
dan sejenisnya merupakan pestisida turunan elemen boron. Boron jarang
sekali digunakan dalam bentuk tunggal, jenis-jenisnya ditemukan dengan
bentuk kombinasi dengan elemen-elemen lain, umumnya dikombinasikan
dengan asam borate atau boraks. Tidak seperti beberapa pestisida dengan
beberapa komponen sintetik, boraks dan beberapa pestisida secara alami
merupakan campuran.

Metabolisme Boraks
Boraks pada umumnya tidak dimetabolisme di dalam tubuh, hal ini
disebabkan oleh diperlukan energi yang besar (523kJ/Mol) untuk memecah
ikatan antara oksigen dengan boron.
Boraks dalam bentuk asam borat yang tidak terdisossiasi dan akan
terdistribusi pada semua jaringan. Boraks akan diekskresikan >90% melalui
urine dalam bentuk yang tidak dimetabolisir. Waktu paruh dari senyawa kimia
boraks adalah sekitar 20 jam, namun pada kasus dimana terjadi konsumsi
dalam jumlah yang besar maka waktu eliminasi senyawa boraks akan
berbentuk bifasik yaitu 50% dalam 12 jam serta 50% lainnya akan
diekskresikan dalam waktu 1-3 minggu. Selain diekskresi melalui urine, boraks
juga diekskresikan dalam jumlah yang minimal melalui saliva, keringat dan
feces.

Pengaruh Boraks terhadap Kesehatan


Makanan yang mengandung boraks bila dikonsumsi tidak menimbulkan efek
langsung terhadap tubuh. Namun, boraks akan ditimbun oleh tubuh sedikit

Page | 19
Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Malang

demi sedikit karena bersifat kumulatif. Salah satu efek samping akibat
seringnya mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks adalah
gangguan pada hati.
Masuknya boraks secara terus-menerus akan menyebabkan rusak membran
sel hepar, kemudian diikuti oleh rusaknya sel parenkim hepar. Hal ini
disebabkan gugus aktif boraks B-O-B (B=O) akan mengikat protein dan lipid
tak jenuh sehingga menyebabkan peroksidasi lipid. Membran sel kaya akan
lipid, sehingga peroksidasi lipid menyebabkan rusaknya permeabilitas sel.
Sebagai akibat dari rusaknya membran sel, maka semua zat akan dapat keluar
masuk ke dalam sel. Dampak jangka panjangnya tentunya akan berakibat
pada kerusakan hati dan komplikasi pada organ tubuh lainnya seperti saraf di
otak.
Ada banyak zat aditif yang beredar dan digunakan sebagai bahan
tambahan pangan dalam berbagai produk makanan dan minuman. Seiring
dengan pesatnya perkembangan teknologi produksi bahan kimia dan teknologi
pengolahan makanan, bahan tambahan alternatif alami mulai banyak digunakan.
Hal ini ditunjang oleh tren back to nature dan adanya kesadaran konsumen untuk
menggunakan produk yang aman dan bergizi.

b. Zat Adiktif
Pada pertemuan terdahulu telah dibahas mengenai penggolongan
narkotika dan bagaimana efek yang ditimbulkan terhadap tubuh. Narkotika
dapat digolongkan menjadi 3 golongan. Golongan I tidak dapat digunakan
untuk pengobatan, namun narkotika golongan II, III, dapat digunakan untuk
pengobatan. Pemakaian narkotika sebagai obat tentu saja atas rekomendasi
dokter. Narkotika golongan II, III sebenarnya legal, asalkan sesuai dengan
rekomendasi dokter. Pengkonsumsian obat yang termasuk narkotika golongan
1 maupun golongan II dan III di luar rekomendasi dokter dapat dikategorikan
sebagai penyalahgunaan. Penyalahgunaan narkotika yang banyak terjadi di
masyarakat tidak hanya melalui penggunaan narkotika yang tidak boleh
dikonsumsi sebagai obat (narkotika golongan I), tetapi juga penggunaan
narkotika yang diperbolehkan untuk pengobatan namun tanpa melalui
rekomendasi dokter. Penyalahgunaan narkotika dapat menimbulkan
ketergantungan atau adiksi. Ketergantungan narkotika dapat memiliki dampak
yang sangat luas, baik dampak terhadap kesehatan, masalah social, tindak
kriminal, dan lain sebagainya.
Fakta yang memprihatinkan mengenai penyalahgunaan narkotika adalah
banyaknya penyalahguna yang masih berada pada usia produktif. Menurut
Purwatiningsih (2001), berdasarkan data dari Rumah Sakit Ketergantungan
Obat, sebanyak 78,6% pengguna narkoba berusia di bawah 25 tahun. Fakta
tersebut menyebabkan kekhawatiran akan terjadinya lost generation
(hilangnya generasi) karena penyalahguna narkotika yang didominasi kelompok

Page | 20
Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Malang

usia muda dapat menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa


(Purwatiningsih, 2001). Generasi muda yang masih dalam usia produktif
mungkin dapat berprestasi dan menjadi ahli di bidangnnya masing-masing,
namun karena jeratan narkotika, pemuda-pemuda tersebut menjadi tidak
produktif akibat gangguan kesehatan, baik fisik maupun mental. Hal tersebut
tentunya dapat menjadi kerugian yang sangat besar bagi bangsa Indonesia.
Adiksi yang merupakan konsekuensi penyalahgunaan narkoba, sangat
berpengaruh bagi perkembangan otak. Otak terus mengalami perkembangan
hingga mencapai usia dewasa dan perkembangan yang sangat dramatis terjadi
pada usia remaja (NIDA, 2014). Salah satu bagian otak yang mengalami
pematangan pada usia remaja adalah bagian prefrontal cortex, bagian ini
memungkinkan kita untuk mengevaluasi situasi, membuat keputusan, dan
mengontrol emosi dan keinginan (Gogtay, et al. dalam NIDA, 2014).
Penyalahgunaan narkoba dapat menyebabkan perubahan struktur otak
sehingga dapat mengganggu fungsinya dan dapat mengakibatkan konsekuensi
yang berlangsung sangat lama (NIDA, 2014). Gambar 3.1 menunjukkan bagian
otak yang mengalami perkembangan dariusia lima tahun hingga 20 tahun.
Bagian yang dilingkari berwarna merah menunjukkan bagian prefrontal cortex
yang mengalami perkembangan pesan pada masa remaja.

Gambar 3.1 Perkembangan Otak dari Usia 5 Tahun Hingga 20 Tahun


(PNASdalam NIDA, 2014)

Dampak penyalahgunaan narkotika terhadap kesehatan antara lain


adalah infeksi virus hepatitis C. Alkohol dan virus hepatitis C adalah penyebab
utama penyakit sirosis hati dan penyakit hati stadium akhir (EMCDDA dalam
Acaijas& Rhodes, 2007). Salah satu cara pengonsumsian narkoba adalah melalui
jarum suntik. Para penyalahguna narkoba yang menggunakan narkoba melalui
jarum suntik sangat rentan terhadap penularan virus hepatitis C, yang

Page | 21
Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Malang

ditularkan baik secara langsung ataupun tidak langsung melalui pemakaian


bersama alat suntik (Crofts et al. dalam Acaijas&Rhodes, 2007). Ulasan
terhadap 160 hasil penelitian terhadap pengguna 46.000 orang pengguna
narkotika melalui jarum suntik di 34 negara menunjukkan bahwa 70% dari
mereka terinfeksi virus hepatitis C (Crofts et al. dalam Acaijas&Rhodes, 2007).
Penyebaran HIV (human ammunodefiency virus) juga masalahkesehatan
yang salah satunya diakibatkan karena penyalahgunaan narkotika. Sampai saat
ini belum ditemukan vaksin yang dapat mengatasi virus ini. HIV menyerang
sistem kekebalan tubuh dan dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome), yakni keadaan dimana tubuh tidak dapat melindungi diri
dari serangan penyakit. Tubuh memiliki sel kekebalan yang disebut sel CD4+ T,
yang sangat penting untuk melawan infeksi. HIV merusak sel CD4+ T tersebut
sehingga tubuh menjadi lemah dan sangat mudah terkena infeksi dan penyakit.
Seseorang yang terkena AIDS memiliki jumlah sel CD4+ T dalam tubuh yang
kurang dari 200. HIV ditularkan melalui kontak darah atau cairan tubuh dengan
seseorang yang terinfeksi virus tersebut. Hal tersebut terjadi saat penggunaan
jarum suntik secara bergantian oleh para penyalahguna narkotika. Lebih jauh
lagi, seseorang yang berada dalam pengaruh narkotika cenderung melakukan
perilaku beresiko seperti berhubungan seksual dengan orang lain yang
terinfeksi virus, termasuk hubungan seksual transaksional untuk alasan
memperoleh narkotika atau uang (NIDA, 2012).
National Institute on Drug Abuse (2012), menyatakan bahwa
berdasarkan data dari Centers for Disease Control Prevention, pada tahun 2010
sejumlah 47.000 orang terinfeksi HIV. Data tersebut menunjukkan bahwa
terdapat beberapa cara penularan HIV, yakni hubungan seksual sesama jenis,
hubungan seksual lawan jenis, maupun pemakaian narkotika melalui jarum
suntik.

Page | 22
Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Malang

Gambar 3.2 Penyebab Penularan HIV


(Center for Disease Control and Prevention dalam NIDA, 2012)

Aceijas et al. (2004) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa dari 130
negara yang penduduknya banyak menyalahgunakan narkotika melalui jarum
suntik, penduduk dari 78 negara umumnya terkena HIV dan Indonesia termasuk
di antara negara yang lebih dari 20% penyalahguna narkoba dengan jarum
suntik mengalami infeksi HIV.

Berikut ini adalah beberapa dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh beberapa
zat adiktif.
a. Nikotin
Nikotin adalah zat adiktif stimulant yang dijumpai di rokok dan produk-produk
yang berbahan baku tembakau. Asam tembakau meningkatkan resiko kanker,
emphysema, kelainan bronkial, danpenyakit kardiovaskular. Angka kematian
akibat ketergantungan pada tembakau diperkirakan sekitar 100 juta orang
selama abad ke 20 dan jika tren kecenderungan merokok ini terus berlanjut,
diperkirakan angka kematian kumulatif mencapai 1 triliun (Ezzati&Lopez
dalam NIDA, 2012).
b. Alkohol
Konsumsi alkohol dapat merusak otak dan sebagian besar organ tubuh.
Bagian kepala yang sangat rentan terhadap kerusakan yang diakibatkan
alkohol adalah cerebral cortex yang berperan dalam melakukan fungsi
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, bagian hippocampus yang
penting dalam hal daya ingat dan pembelajaran, dan cerebellum yang sangat
penting dalam hal koordinasi gerakan.
c. Ganja
Ganja adalah zat yang paling banyak disalahgunakan. Zat ini dapat merusak
daya ingat jangka pendek, kemampuan untuk memfokuskan perhatian dan
koordinasi. Zat ini juga meningkatkan detak jantung, dapat merusak paru-

Page | 23
Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Malang

paru, dan meningkatkan resiko psychosis yakni terganggunya pikiran dan


emosi seseorang.
d. Inhalan
Inhalan adalah zat yang banyak ditemukan di bahan-bahan yang digunakan
dalam rumah tangga seperti pembersih maupun bensin. Inhalan sangat
beracun dan dapat merusak jantung, paru-paru, dan otak. Seseorang yang
sehatpun dapat mengalami gagal jantung dan berakhir pada kematian akibat
menghirup inhalan dalam jangka waktu yang lama.
e. Cocaine
Cocaine adalah stimulan yang dapat menyebabkan konsekuensi kesehatan
yang fatal terhadap jantung, sistem pernapasan, saraf dan sistem pencernaan.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya menunjukkan


betapa besar harga yang harus dibayar untuk penyalahgunaan zat adiktif. Oleh
karena itu, sudah menjadi kewajiban setiap orang untuk menghindarkan diri dan
orang-orang sekitarnya dari bahaya penyalahgunaan zat adiktif. Edukasi bagi
semua orang yang rentan terhadap penyalahgunaan zat adiktif sangat penting
dilakukan agar terbentuk persepsi negatif akan penyalahgunaan zat adiktif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa persepsi negatif terhadap narkoba yakni
dapatmenimbulkan banyak akibat buruk, dapat menurunkan angka pengguna
narkoba (NIDA, 2014).
Dampak terhadap kesehatan merupakan sebagian kecil dari dampak yang
ditimbulkan oleh penyalahgunaan zat adiktif. Masih banyak lagi dampak yang
ditimbulkan, baik dari tinjauan ekonomi, tingkat kriminalitas, dan masalah social
lainnya. Selain mempelajari mengenai dampak penyalahgunaan zat adiktif, pada
pokok bahasan ini, mahasiswa juga akan melakukan kajian literatur dan
observasi untuk mendeskripsikan dampak penyalahgunaan terhadap zat aditif.

C. Tugas
1. Buatlah makalah dan presentasi mengenai penyalahgunaan zat aditif dan
kaitannya dengan kesehatan, ekonomi, tindak kriminal, masalah sosial
berdasarkan kajian literatur dan observasi/ wawancara dengan pihak-pihak
terkait.
2. Buatlah makalah dan presentasi mengenai penyalahgunaan zat adiktif dan
kaitannya dengan kesehatan, ekonomi, tindak kriminal, masalah sosial
berdasarkan kajian literatur dan observasi/ wawancara dengan pihak-pihak
terkait.

D. Referensi
Aceijas, C., Stimson, G.V., Hickman, M. and Rhodes, T., 2004. Global overview of
injecting drug use and HIV infection among injecting drug
users. Aids, 18(17), pp.2295-2303.

Page | 24
Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Malang

Aceijas, C., & Rhodes, T. 2007. Global estimates of prevalence of HCV infection
among injecting drug users. International Journal of Drug Policy, 18(5),
352-358.

Habibah, T. P. Z. 2013. Identifikasi Penggunaan Formalin pada Ikan Asin dan


Faktor Perilaku Penjual di Pasar Tradisional Kota Semarang. Unnes Journal
Of Public Health. UJPH 2 (3).
Harsojo dan Kadir I. 2013. Penggunaan Formalin dan Boraks serta Kontaminasi
Bakteri pada Otak-Otak. Jurnal Iptek Nuklir Ganendra, 16 (1): 9-17
National Institute on Drug Abuse (NIDA). 2014. Drugs, Brain, and Behaviour: The
Science of Addiction. USA: NIH
National Institute on Drug Abuse (NIDA). 2012. HIV/AIDS and Drug Abuse:
Intertwined Epidemic. USA: NIH
Putra, I.R., Asterina, Isrona, L. 2011. Gambaran Zat Pewarna Merah pada Saus
Cabai yang Terdapat pada Jajanan yang Dijual di Sekolah Dasar Negeri
Kecamatan Padang Utara. Jurnal Kesehatan Andalas 3(3).
Purwatiningsih, S. 2001. Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia. Populasi, 12 (1)
Sajiman, Nurhamidi, dan Mahpolah. 2015. Kajian Bahan Berbahaya Berbahaya
Formalin, Boraks, Rhodamin B, dan Methalyn Yellow Pada Pangan Jajanan
Anak Sekolah di Banjarbaru,Jurnal Skala Kesehatan 6 (1).
Sukerti, N.Y. 2014. Boraks dan Formalin dalam Makanan (Permasalahan dan
Sulusinya ditinjau dari Keamanan Pangan). Seminar Nasional BOSARIS
II.http://prosiding.unesa.ac.id/download/seminar-nasional-boga/231.pdf,
diakses 19 Agustus 2016.
Yamlean, P. V. 2011. Identifikasi dan Penetapan Kadar Rhodamin B pada Jajanan
Kue Berwarna Merah Muda yang Beredar di Kota Manado. Jurnal Ilmiah
Sains, 11(2), 289-295.

Page | 25

Anda mungkin juga menyukai