KENNY BELLARDO
432 09 021
Formalin
Formalin adalah larutan 37% Formaldehida dalam air yang biasanya
mengandung 10 15% methanol untuk mencegah polimerisasi. Formalin banyak
digunaan sebagai desinfektan untuk pembersih lantai, kapal, gudang, dan pakaian,
sebagai germisida dan fungisida pada tanaman dan Sayuran , serta sebagai pembasmi
lalat dan serangga lainnya. Menurut BPOM penggunaan formalin pada produk
pangan sangat membahayakan kesehatan karena dapat menyebabkan efek jangka
pendek dan panjang tergantung dari besarnya paparan pada tubuh. Dampak formalin
pada tubuh manusia dapat bersifat : Akut : Efek pada kesehatan manusia langsung
terlihat : Seperti iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar,
sakit perut dan pusing. Kronik : Efek pada kesehatan manusia terlihat setelah terkena
dalam jangka waktu yang lama dan berulang : Seperti iritasi parah, mata berair,
gangguan pada pencernaan, hati, ginjal, pancreas, system saraf pusat, dan pada hewan
percobaan dapat menyebabkan kanker sedangkan pada manusia diduga bersifat
karsinogen. Megkonsumsi bahan makanan yang mengandung formalin, efek
sampingnya terlihat dalam waktu jangka panjang, karena terjadi akumulasi formalin
dalam tubuh. Formalin sangat mudah diserap oleh tubuh melalui saluran pernafasan
dan pencernaan. Penggunaan formalin dalam jangka panjang dapat berakibat buruk
pada organ tubuh. Karena beracun, pada kemasan formalin diberi label yang
bertuliskan Jangan menggunakan formalin untuk mengawetkan pangan seperti mie
dan tahu.
Boraks
Boraks adalah senyawa berbentuk Kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan
tekana normal. Dalam air borak berubah menjadi Natrium Hidroksida dan Asam
Borat. Boraks umumnya digunakan untuk memantri logam, pembuatan gelas dan
enamel, sebagai pengawet kayu, dan pembasmi kecoa. Asam Borat maupun Boraks
adalah racun bagi sel sel tubuh, berbahaya bagi susunan syaraf pusat, ginjal dan
hati. Jangan mengunakan Boraks dalam pembuatan bakso, kerupuk, mie dan
sejenisnya.
Metanil Yellow
Metanil Yellow adalah zat pewarna sintesis berbentuk serbuk bewarna kuning
kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam benzene, eter, dan sedikit larut dalam
aseton. Metanil Yelow umumnya dugunakan sebagai pewarna tekstil dan cat serta
sebagai indicator reaksi netralisasi asam basa. Zat ini adalah senyawa kimia dari
Azo Aromatik yang dapat menimbulkan tomur dalam berbagai jaringan hati, kandung
lemih, saluran pencernaan atau jaingan kulit. Jangan mewarnai pangan dengan
Metanil Yellow. Dari berbagai jenis bahan bahan yang telah disebutkan diatas dan
dinyatakan sangat berbahaya bagi tubuh dan kesehatan manusia dalan jangka pendek
maupun jangka panjang, mulai dari produksi, eksport import, pendistribusian
barang, maupun penjualan dan pemasarannya haruslah dilakukan pengawasan yang
ketat sehingga tidak ada lagi pelaku usaha yang menggunakan bahan berbahaya
tersebut sebagai bahan tambahan makanan pada produk produk pangan yang
beredar di masyarakat.
Rhodamin B
Rhodamin B adalah zat pewarna sintetis berbentuk serbuk Kristal, berwarna
hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan berwarna merah terang
berflourenses. Rhodamin B umumnya digunakan sebagai pewarna kertas dan
tekstil. Percobaan pada binatang menunjukan bahwa zat ini diserap lebih banyak pada
saluran pencernaan. Kerusakan pada hati tikus terjadi sebagai akibat pakannya
mengandung Rhodamin B dalam konsentrasi yang tinggi. Mengkonsumsi zat ini
dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan gangguan pada fungsi hati dan
bisa menngakibatkan kanker hati. Jangan mewarnai pangan dengan Rhodamin B.
sintetis merupakan zat pewarna yang sengaja dibuat melalui pengolahan industri. Zat
pewarna sintetis biasanya digunakan karena komposisinya lebih stabil, seperti Sunset
yellow FCF yang memberi warna oranye, Carmoisine untuk warna merah, serta
Tartrazine untuk warna kuning. Pada produk pangan yang perlu dihindari adalah
penggunaan zat pewarna yang berlebihan, tidak tepat, dan penggunaan zat pewarna
berbahaya yang tidak diperuntukkan untuk pangan karena dapat memberikan dampak
negatif terhadap kesehatan.
Penggunaan zat pewarna baik alami maupun buatan sebagai bahan tambahan
makanan
telah
diatur
dalam
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
sering disalahgunakan
pada
Temuan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bali selama 20072011, zat berbahaya yang masih ditemukan pada makanan ataupun JAS adalah
formalin, boraks, rhodamin B hingga sakarin. Tidak hanya zat tambahan pangan
berbahaya saja, kurang higienitas pada makanan juga masih banyak ditemukan seperti
salmonella, benzoate, E-Coli dan nitrit. Puncaknya penemuan rhodamin B pada JAS
kembali meningkat pada 2011 dan membuat heboh masyarakat.
Pakar hukum dari Fakultas Hukum Universitas Udayana Gde Made
Swardhana, S.H., M.H. mengatakan, masih adanya penggunaan zat berbahaya pada
makanan karena efek yang ditimbulkan dari mengkonsumsi makanan tercemar
tersebut tidak langsung seketika terasa. Penyakit akan timbul setelah beberapa tahun
kemudian akibat residu yang mengendap dalam tubuh. Berbeda saat keracunan
makanan karena kurang higienitas bisa terasa setelah mengkonsumsi suatu makanan.
Secara hukum keracunan bisa diteliti cepat karena ada bukti makanan
tersebut dan siapa pembuatnya. Beda dengan zat berbahaya pada makanan baru terasa
setalah beberapa tahun mendatang, katanya. Kondisi inilah yang terkadang membuat
masyarakat kurang awas dan peduli terhadap makanan di sekitarnya rentan
berbahaya. Ditambah lagi produsen maupun konsumen tidak tahu bahwa bahan
tambahan pangan yang digunakan bahan berbahaya. Itu terjadi karena kurang
kesadaran atau ketidakmengertian mereka dari bahaya penggunaan zat berbahaya
seperti rhodamin B. Faktor lainnya tentu mengejar orientasi untung dan tidak
mementingkan kesehatan.
Untuk itu perlu adanya aturan yang tegas yang mengatur larangan
penggunaan zat berbahaya tersebut. Bila perlu ada perda yang mengikat tentang
aturan penggunaan zat berbahaya, jika bahan itu masih digunakan, ujarnya.Tujuan
tidak lain membuat jera para pelaku sehingga tidak lagi mengulangi perbuatannya.
Diakui, membuat perda memang tidak mudah karena ada syarat-syarat tertentu.
Kendala lainnya, penelitian di lapangan membutuhkan waktu lama karena sampel
yang diperoleh dari industri rumah tangga kemungkinan bukan buatan sendiri. Tidak
jelas di mana membeli bahan baku serta tempat produksi yang berpindah-pindah.
Hal serupa dikatakan Kepala BBPOM Bali, Dra. Corry Pandjaitan, Apt. Efek
yang ditimbulkan dari bahan tambahan makanan berbahaya tidak cepat membuat
masyarakat tidak percaya dan mengendahkan pembinaan yang selama ini sudah
dilakukan BBPOM, termasuk IRT yang mengejar orientasi untung. Karenanya, pola
pikir masyarakat perlu diubah untuk tidak lagi membeli makanan sekadar tampak luar
yaitu warna menarik, tekstur kenyal, dan harga murah.
Padahal sosialisasi bahaya dan larangan penggunaan zat berbahaya sudah
gencar dilakukan instansi terkait, termasuk sidak BBPOM selama ini, katanya.
Berdasarkan pengawasan yang dilakukan BBPOM selama ini terhadap JAS,
sesungguhnya makin kecil ditemukannya zat berbahaya pada makanan. Mencuatnya
kasus rhodamin B saat ini karena ditemukannya 4 sampel positif menggunakan
pewarna berbahaya dari 350 sampel JAS. Tidak hanya itu, ternyata rhodamin B juga
terdapat pada jajan Bali seperti begina, jaja uli, jaja reta, bulu kukus, jaja gilinggiling hingga segehan. Dibandingkan pengujian JAS 2007, temuan rhodamin B
sudah makin berkurang setiap tahunnya di Denpasar. Bedanya, kali pengujian JAS
diperluas menyasar Kabupaten Gianyar dan jumlah sampel diperbanyak, jelasnya.
Untuk jajanan Bali, BBPOM akan berkonsultasi terlebih dahulu pada
pemangku agama dan adat apa ada larangan penggunaan zat berbahaya pada sarana
upacara. Hasil pengujian JAS 2007 di 14 tempat di Denpasar menunjukkan, dari 168
sampel terdapat rhodamin B sebanyak 26 sampel, boraks 7 sampel, formalin 2
sampel, dan E-Coli 33 sampel. JAS 2008 rhodamin B sebanyak 1 sampel, boraks 1
sampel, E-Coli 9 sampel, dan sakarin 1 sampel. JAS 2009 rhodamin B sama 1
sampel, formalin 7 sampel, dan sakarin 1 sampel.
Mulai 2010 pengujian JAS diperluas ke 30 sarana yaitu 16 sarana di
Kabupaten Badung dan 14 sarana di Denpasar. Hasilnya dari 168 sampel rhodamin B
ditemukan sebanyak 1 sampel dan sakarin 2 sampel. Pada 2011 jumlah sampel
diperbanyak dan kawasan pengujian diperluas kembali ke 31 sarana yaitu 17 sarana
di Kabupaten Gianyar dan 14 sarana di Denpasar. Hasilnya dari 350 sampel
ditemukan rhodamin B sebanyak 4 sampel yaitu dari makanan ringan seperti kerupuk,
keripik, produk ekstrusi dan lainnya. Sisanya tidak memenuhi syarat mikrobiologi
atau belum menerapkan cara produksi higienitas dalam mengolah produksi makanan
dengan baik sebanyak 23 sampel. Berdasarkan hasil penelitian banyak ditemukan zat
pewarna rhodamin B pada produk industri rumah tangga. Rhodamin B adalah bahan
kimia yang digunakan untuk pewarna merah pada industri tekstil plastik dan
kain.Kelebihan dosis rhodamin B bisa menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paruparu, mata, tenggorokan, hidung, dan usus.
Di lapangan untuk makanan, rhodamin B (warna merah) dan Metanil Yellow
(kuning) sering dipakai mewarnai kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula,
sirup, biskuit, sosis, makaroni goreng, minuman ringan, cendol, manisan, gipang, dan
ikan asap. Makanan yang diberi zat pewarna ini biasanya berwarna lebih terang dan
memiliki rasa agak pahit.
Corry mengakui, berdasarkan hasil uji sampel, memang tidak ada
ditemukannya formalin pada produk JAS atau makanan pinggir jalan selama 2011 ini.
meski demikian pihaknya tetap akan terus memantau jangan sampai kecolongan.
Caranya dengan memperluas areal pengawasan. Sebab, selama ini diakuinya
pelaksanaan uji sampel belum bisa merata hingga seluruh pelosok daerah di Bali
akibat terbatasnya dana. Padahal untuk pengawasan, BBPOM menerapkan
pengawasan sarana atau langsung ke tempat produksi, dan melakukan pengawasan
produk memerlukan biaya tidak sedikit.
Penatalaksanaan Keracunan
Pada umumnya, bahaya akibat pengonsumsian rhodamin B akan muncul jika
zat warna ini dikonsumsi dalam jangka panjang. Tetapi, perlu diketahui pula bahwa
rhodamin B juga dapat menimbulkan efek akut jika tertelan sebanyak 500 mg/kg BB,
yang merupakan dosis toksiknya. Efek toksik yang mungkin terjadi adalah iritasi
saluran cerna. Jika hal tersebut terjadi maka tindakan yang harus dilakukan antara lain
segera berkumur, jangan menginduksi muntah, serta periksa bibir dan mulut jika ada
jaringan yang terkena zat beracun. Jika terjadi muntah, letakan posisi kepala lebih
rendah dari pinggul untuk mencegah terjadinya muntahan masuk ke saluran
pernapasan (aspirasi paru). Longgarkan baju, dasi, dan ikat pinggang untuk
melancarkan pernapasan. Jika diperlukan segera bawa pasien ke rumah sakit atau
dokter terdekat.
Kesimpulan
Dalam makanan yang kita konsumsi, kita tidak mengetahui apakah di dalam
makanan tersebut terdapat zat pewarna sintetis yang dilarang atau tidak, khususnya
Rhodamin B merupakan zat aditif yang sangat berbahaya bila dikonsumsi dalam
jangka waktu yang panjang. Berdasarkan makalah ini dapat disimpulkan bahwa
makanan yang mengandung zat pewarna Rhodamin B memiliki warna makanan yang
terang mencolok. Selain itu, memiliki rasa agak pahit. Apabila kita ingin melakukan
pewarnaan makanan yang murah namun dengan tidak melibatkan zat-zat kimia yang
dapat merusak kesehatan, kita dapat menggunakan daun jambu atau daun jati (warna
merah).
Saran
Hindari penggunaan rhodamin B dalam pangan dan hindari mengonsumsi
makanan yang mengandung rhodamin B. Lebih lengkapnya, untuk mencegah efek
jangka panjang dari rhodamin B akibat tertelan secara tidak sengaja, maka lebih baik
dilakukan tindakan pencegahan dalam memilih pangan, dengan cara:
1. Lebih teliti dalam membeli produk pangan, misalnya dengan menghindari
jajanan yang berwarna terlalu menyolok, terutama jajanan yang dijual di pinggir
jalan.
2. Mengenali kode registrasi produk, misalnya produk pangan sudah terdaftar di
Badan POM atau untuk pangan industri rumah tangga sudah terdaftar di Dinas
Kesehatan setempat.
3. Tidak membeli produk yang tidak mencantumkan informasi kandungannya pada
labelnya.