Bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang
dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung
yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi
(Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan Bahan
Berbahaya Bagi Kesehatan).
Berikut adalah 3 jenis bahan kimia berbahaya yang sering disalahgunakan dengan
ditambahkannya bahan tersebut pada produk-produk pangan:
Rhodamin B adalah pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal merah keunguan dan dalam
larutan akan berwarna merah terang berpendar. Rhodamin B biasa digunakan untuk industri
tekstil dan kertas. Rhodamin B dilarang digunakan untuk pewarna pangan.
Methanil Yellow atau kuning metanil adalah zat pewarna sintetis berwarna kuning kecoklatan
dan berbentuk padat atau serbuk yang digunakan untuk pewarna tekstil (kain) dan cat.
Methanil Yellow dilarang digunakan untuk pangan.
Bahaya akut Rhodamin B dan my bila tertelan dapat menyebabkan iritasi pada saluran
pencernaan. Jika terpapar pada bibir dapat menyebabkan bibir pecah-pecah, kering, gatal,
bahkan kulit bibir terkepulas. Bahaya kronis akibat konsumsi dalam jangka panjang
menyebabkan gangguan fungsi hati, gangguan kandung kemih, bahkan kanker.
Beberapa penyalahgunaan Rhodamin B dan my pada pangan, antara lain kerupuk, terasi,
gulali, sirup berwarna merah.
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Formalin biasanya
digunakan sebagai bahan perekat untuk kayu lapis dan desinfektan untuk peralatan rumah
sakit serta untuk pengawet mayat. Formalin dilarang digunakan untuk pengawet pangan.
Bahaya Formalin
Formail sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan. Jika terhirup dapat
menyebabkan iritasi saluran pernafasan, jika mengenai kulit dapat menyebabkan luka bakar,
reaksi alergi, jika tertelan akan menyebabkan rasa terbakar pada mulut, tenggorokan dan
perut, sakit menelan, mual dan muntah, sakit kepala, kejang hingga koma. Dapat pula
merusak hati, jantung, otak, ginjal, syaraf.
Konsumsi dalm jangka panjang akan menyebabkan kanker. Jika tertelan formalin sebanyak
30 ml (3 sendok makan) menyebabkan kematian. Beberapa penyalahgunaan formalin pada
pangan diantaranya mie basah, tahu, ikan segar dan ikan kering.
Tidak lengket, lebih mengkilat, bau menyengat khas formalin. Bertahan lebih dari 1 (satu)
hari pada suhu ruang / suhu kamar.
Tahu dengan bau menyengat khas formalin, tidak mudah hancur. Bertahan lebih dari 1 (satu)
hari pada suhu ruang / suhu kamar.
3. Boraks
Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan
dan tekanan normal. Boraks merupanan senyawa kimia dengan nama natrium tetraborat
(NaB4)2lOH). Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida dan asam borat (H2BO). Salah
satu bentuk turunan borak yang sering disalahgunakan untuk pangan adalah bleng.
Boraks atau asam boraks biasanya digunakan untuk bahan pembuat deterjen, mengurangi
kesadahan air dan antiseptik. Boraks dilarang digunakan untuk pangan.
Bahaya Boraks
Boraks sangat bahaya jika terhirup, mengenai kulit, mata dan tertelan. Akibat yang
ditimbulkan dapat berupa iritasi pada saluran pencernaan, iritasi pada kulit dan mata, mual,
sakit kepala, nyeri hebat pada perut bagian atas. Jika dikonsumsi dalam jangka panjang akan
menyebabkan kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut bahkan kematian. Konsumsi
boraks 5-10 gram oleh anak-anak dapat menyebabkan shock dan kematian.
Beberapa penyalahgunaan boraks dalam pangan diantaranya bakso, cilok, lontong dan
kerupuk gendar.
Ciri-ciri mie basah, bakso, lontong, cilok dan otak-otak yang mengandung boraks:
Secara umum, zat pewarna terbagi atas 2 jenis yaitu pewarna alami yang aman dan pewarna
sintetik yang sebagian besar dari jenis ini berbahaya jika dikonsimsi.
Pewarna Alami
Pewarna alami merupakan zat warna yang berasal dari ekstrak tumbuhan (seperti bagian
daun, bunga, biji), hewan dan mineral yang telah digunakan sejak dahulu sehingga sudah
diakui bahwa aman jika masuk kedalam tubuh. Pewarna alami yang berasal dari tumbuhan
mempunyai berbagai macam warna yang dihasilkan, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti jenis tumbuhan, umur tanaman, tanah, waktu pemanenan dan faktor-faktor lainnya.
Oleh karena itu, Food and Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat menggolongkan zat
warna alami ke dalam golongan zat pewarna yang tidak perlu mendapat sertifikasi atau
dianggap masih aman. Jenis-jenis zat pewarna alami yang banyak digunakan dalam industri
pangan antara lain ialah zat pewarna asal tanaman, seperti karotenoid, antosianin, klorofil dan
curcumin.
1. Zat pewarna alami yang berasal dari tanaman, seperti: antosianin, karotenoid,
betalains, klorofil, dan kurkumin.
2. Zat pewarna alami yang berasal dari aktivitas mikrobial, seperti: zat pewarna dari
aktivitas Monascus sp, yaitu pewarna angkak dan zat pewarna dari aktivitas
ganggang.
3. Zat pewarna alami yang berasal dari hewan dan serangga, seperti: Cochineal dan zat
pewarna heme.
Berdasarkan komponen zat pewarnanya, pewarna alami dapat dibagi menjadi 5 kelompok,
yaitu:
Keuntungan dalam penggunaan pewarna alami adalah tidak adanya efek samping bagi
kesehatan. Selain itu, beberapa pewarna alami juga dapat berperan sebagai bahan pemberi
flavor, zat antimikrobia, dan antioksidan. Namun penggunaan zat pewarna alami
dibandingkan dengan zat pewarna sintetis memiliki kekurangan, yaitu pewarnaannya yang
lemah, kurang stabil dalam berbagai kondisi, aplikasi kurang luas dan cenderung lebih mahal.
Pewarna Sintetik
Karena kekurangan yang dimiliki oleh zat pewarna alami, beberapa produsen memilih untuk
menggunakan pewarna sintesis. Zat pewarna sintesis merupakan zat warna yang berasal dari
zat kimia, yang sebagian besar tidak dapat digunakan sebagai pewarna makanan karena dapat
menyebabkan gangguan kesehatan terutama fungsi hati di dalam tubuh kita.
Proses pembuatan zat warna sintesis biasanya melalui penambahan asam sulfat atau asam
nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun.
Pada pembuatan zat pewarna organic sebelum mencapai produk akhir,harus melalui suatu
senyawa antara dulu yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil
akhir, atau berbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang
dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 persen dan
timbal tidak boleh lebih dari 0,001 persen, sedangkan logam berat lainnnya tidak boleh ada
Minimnya pengetahuan produsen mengenai zat pewarna untuk bahan pangan, menimbulkan
penyalahguanaan dalam penggunaan zat pewarna sintetik yang seharusnya untuk bahan non
pangan digunakan pada bahan pangan. Hal ini diperparah lagi dengan banyaknya keuntungan
yang diperoleh oleh produsen yang menggunakan zat pewarna sintetik (harga pewarna
sintetik lebih murah dibandingkan dengan pewarna alami ). Ini sungguh membahayakan
kesehatan konsumen, terutama anak-anak yang sangat menyukai bahan pangan yang
berwarna-warni.
Contoh-contoh zat pewarna sintesis yang digunakan antara lain indigoten, allura red, fast
green, tartrazine.
1. Dyes
Merupakan zat warna yang larut air dan diperjual belikan dalam bentuk granula, cairan,
campuran warna dan pasta. Biasanya digunakan untuk mewarnai minuman berkarbonat,
minuman ringan, roti, kue-kue produk susu, pembungkus sosis, dan lain-lain.
2. Lakes
Merupakan pigmen yang dibuat melalui proses pengendapan dari penyerapan dye pada bahan
dasar, biasa digunakan pada pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat.
Hiperaktivitas adalah suatu kondisi ketika anak mengalami kesulitan untuk memusatkan
perhatian dan mengontrol perilaku mereka.
Pada bulan November 2007, sebuah hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal medis
terkemuka Lancet mengungkapkan bahwa beberapa zat pewarna makanan meningkatkan
tingkat hiperaktivitas anak-anak usia 3-9 tahun. Anak-anak yang mengkonsumsi makanan
yang mengandung pewarna buatan selama bertahun-tahun lebih berisiko menunjukkan tanda-
tanda hiperaktif. Selain risiko hiperaktif, sekelompok sangat kecil dari populasi anak (sekitar
0,1%) juga mengalami efek samping lain seperti: ruam, mual, asma, pusing dan pingsan.
Berikut adalah beberapa jenis pewarna buatan yang populer dan efek samping yang
ditimbulkan:
Tartrazine adalah pewarna kuning yang banyak digunakan dalam makanan dan obat-obatan.
Selain berpotensi meningkatkan hiperaktivitas anak, pada sekitar 1- 10 dari sepuluh ribu
orang , tartrazine menimbulkan efek samping langsung seperti urtikaria (ruam kulit), rinitis
(hidung meler), asma, purpura (kulit lebam) dan anafilaksis sistemik (shock). Intoleransi ini
tampaknya lebih umum pada penderita asma atau orang yang sensitif terhadap aspirin.
Sunset Yellow adalah pewarna yang dapat ditemukan dalam makanan seperti jus jeruk, es
krim, ikan kalengan, keju, jeli, minuman soda dan banyak obat-obatan. Untuk sekelompok
kecil individu, konsumsi pewarna aditif ini dapat menimbulkan urtikaria, rinitis, alergi,
hiperaktivitas, sakit perut, mual, dan muntah.
Dalam beberapa penelitian ilmiah, zat ini telah dihubungkan dengan peningkatan kejadian
tumor pada hewan dan kerusakan kromosom, namun kadar konsumsi zat ini dalam studi
tersebut jauh lebih tinggi dari yang dikonsumsi manusia. Kajian Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) tidak menemukan bukti insiden tumor meningkat baik dalam jangka pendek dan
jangka panjang karena konsumsi Sunset Yellow.
Ponceau 4R adalah pewarna merah hati yang digunakan dalam berbagai produk, termasuk
selai, kue, agar-agar dan minuman ringan. Selain berpotensi memicu hiperaktivitas pada
anak, Ponceau 4R dianggap karsinogenik (penyebab kanker) di beberapa negara, termasuk
Amerika Serikat, Norwegia, dan Finlandia. US Food and Drug Administration (FDA) sejak
tahun 2000 telah menyita permen dan makanan buatan Cina yang mengandung Ponceau 4R.
Pewarna aditif ini juga dapat meningkatkan serapan aluminium sehingga melebihi batas
toleransi.
Allura Red adalah pewarna sintetis merah jingga yang banyak digunakan pada permen dan
minuman. Allura Red sudah dilarang di banyak negara lain, termasuk Belgia, Perancis,
Jerman, Swedia, Austria dan Norwegia.
Sebuah studi menunjukkan bahwa reaksi hipersensitivitas terjadi pada 15% orang yang
mengkonsumsi Allura Red. Dalam studi itu, 52 peserta yang telah menderita gatal-gatal atau
ruam kulit selama empat minggu atau lebih diikutkan dalam program diet yang sama sekali
tidak mengandung Allura Red dan makanan lain yang diketahui dapat menyebabkan ruam
atau gatal-gatal. Setelah tiga minggu tidak ada gejala, para peserta kembali diberi makanan
yang mengandung Allura Red dan dimonitor. Dari pengujian itu, 15% kembali menunjukkan
gejala ruam atau gatal-gatal.
Pewarna makanan kuning ini digunakan dalam produk seperti es krim dan minuman energi.
Zat ini sudah dilarang di banyak negara termasuk Australia, Amerika, Jepang dan Norwegia
karena dianggap meningkatkan risiko hiperaktivitas dan serangan asma.
Cara yang dapat dilakukan untuk menghindari penggunaan zat warna buatan dalam produk
makanan adalah sebagai berikut:
1. Setiap kali membeli produk makanan, baca jenis dan jumlah pewarna yang digunakan
dalam produk tersebut.
2. Perhatikan label pada setiap kemasan produk. Pastikan di label itu tercantum izin dari
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang tertulis: “POM dan Nomor izin
pendaftaran”. Atau jika produk tersebut hasil industri rumah tangga maka harus ada
nomor pendaftarannya yang tertulis : “ P-IRT dan nomor izin pendaftaran”.
3. Untuk produk makanan yang tidak dikemas secara khusus, sebaiknya pilih makanan
atau minuman yang warnanya tidak terlalu mencolok, karena kemungkinan warna
tersebut berasal dari bahan pewarna bukan makanan (non food grade) seperti pewarna
tekstil.