Anda di halaman 1dari 14

ANALIS ZAT PEWARNA RHODAMIN B PADA SAUS CABAI YANG BEREDAR DI

SEKITARAN PANCING MEDAN

Nama
Nim
Program Studi
Jurusan

Oleh
: Junita Br Sembiring
: 4111210006
: Kimia
: Kimia

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG MASALAH
Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah satu cirri yang
penting. Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan, antara
lain warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan seperti
kecoklatan (deman JM.1997). selain itu, beberapa warna spesifik dari buah juga dikaitkan
dengan kematangan. Warna juga mempengaruhi persepsi akan rasa. Oleh karena itu,warna
menimbulkan banyak pengaruh terhadap konsumen dalam memilih satu produk makanan atau
minuman.
Tujuan dari penggunaan zat warna tersebut adalah untuk membuat penampilan makanan
dan minuman menjadi menarik, sehingga memenuhi keingina konsumen. Dan awalnya makanan
diwarnai dengan zat warna alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau mineral, atau
memperoleh zat warna alami makanan adalah mahal. Selain itu, umumnya tidak stabil terhadap
pengaruh cahaya dan panas sehingga sering tidak cocok untuk digunakan dalam industri
makanan. Maka, penggunaan warna sintetik lebih meluas. Keunggulan-keunggulan zat warna
sintetik adalah lebih stabil dan lebih tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan. Daya
mewarnainya lebih kuat dan memiliki rentang warna lebih luas. Selain itu zat warna sintetik
lebih murah dan lebih mudah untuk digunakan.
Jenis-jenis warna sintetis yang dizinkan di indonesia adalah amaran,biru berlian, eritrosin
hijau FCF, hijau S, indigotin, ponceau 4R, kuning, kuinelin, kuning FCF, Riboflavina, tartrazine.

Dan yang dilarang di indonesia adalah Rhodamin B,citrus Red No 2,guinea Green B, magenta,
dan Sudan I.
Saus cabai merupakan salah satu bahan penyedap dan penambah rasa pada makanan.
Makanan kecil seperti perkedel, bakwan, otak-otak dan lainnya merupakan padanan bagi saos
cabai. Selain makanan kecil, makanan besar seperti bakso, mie ayam, spageti, hamburger, dan
sea food seakan tidak lengkap jika tanpa menggunakan saus cabai. Saus cabai yang berwarna
merah biasanya menggunakan zat pewarna sintetis seperti amaran, Disamping itu terdapat pula
perwarna sintetis Rhodamin B ditemukan dalam produk saus pangan yang seharusnya digunakan
untuk perwarna tekstil. Walaupun memiliki toksisitas yang rendah namun pengkonsumsian yang
besar dan berulang-ulang menyebabkan sifat kumulatif yaitu iritasi saluran pernapasan, iritasi
kulit, iritasi mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan dan gangguan hati. (trestiati,2003)
Penggunaan rhodamin B dalam produk pangan mungkin karena harganya murah
dibandingkan zat pangan yang diizinkan,kemungkinan keduanya adalah kurangnya pengetahuan
produsen industri rumah tangga tentang zat pewarna apa saja yang diperbolehkan dan tidak pada
makanan
Oleh karena banyaknya beredar zat warna Rhodamin B pada makanan dan kosmetik
sehingga peneliti berniat meneliti apakah zat warna Rhodamin B digunakan pada saus cabai yang
beredar di sekitaran pancing medan. Analisis pada saus cabai ini dilakukan baik secara kualitatif
dan kuantitatif dengan metode kromatografi kertas dan spektroskopi UV-Vis.
Alasan menggunakan kromatografi kertas karena kromatografi kertas merupakan bentuk
analisis kualitatif sederhana yang digunakan secara meluas sesuai SNI 01-2895-1992. Dan
pengukuran zat pewarna sintetik kuantitatif yaitu menggunakan spektroskopi UV-VIS
karena Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul
yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
ketimbang kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995: 26)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Zat Warna Sintetis
2.1.1 pengertian Zat warna
Menurut PERMENKES RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan
tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau member warna pada makanan. Warna pada
makanan merupakan indikator kesegaran atau kematangan. Zat pewarna makanan dapat
diperoleh dari bahan alam atau dari bahan buatan.
2.1.2 Jenis-jenis zat warna sintetis
Menurut joint FAO/WHO Expert Committee on food additives (JECFA), zat pewarna sintetis
dapat digolongkan dalam beberapa kelas berdasarkan rumus kimianya, yaitu azo, triarilmetana,
quinolin, xanten, dan indigoid. Sedangkan berdasarkan kelarutanya dikenal dua macam pewarna
sintetis yaitu dyes dan lakes. Kelas-kelas zat pewarna buatan menurut JECFA melaui tabel
Table kelas-kelas zat pewarna buatan menurut JECFA
Nama
Warna
Azo
a.
Tartazin
Kuning
b.
Sunset yellow FCF
Orange
c.
Alura Red AC
Merah (kekuningan)
d.
Ponceau 4R
Merah
e.
Red 2G
Merah
f.
Azorubine
Merah
g.
Fast Red E
Merah
h.
Amaranth
Merah (kebiruan)
i.
Brilianth black BN
Ungu

j.
k.
a.
b.
c.
d.
a.
A.
a.

Brown FK
Brown HT
Trialmetan
12 Briliant Blue FCF
Patent Blue V
14 Green S
15 Green fast FCF
Quinolin
16 Quinoline yellow
Xanten
17 Erythrosine
Indigoid
Indigotine

Kuning Kecoklatan
Cokelat
Biru
Biru
Biru kehijauan
Hijau
Kuning Kehijauan
Merah
Biru kemerahan

2.1.3 bahan pewarna sintetis di izinkan di indonesia


PEWARNA
Nomor Indeks
Warna ( C.I.No)

Batas
Maksimum
Penggunaan
Amaran
16185
Secukupnya
Biru berlian
42090
Secukupnya
Eritrosin
45430
Secukupnya
Hijau FCF
42053
Secukupnya
Hijau S
44090
Secukupnya
Indigotin
73015
Secukupnya
Ponceau 4R
16255
Secukupnya
Kuning
74005
Secukupnya
Kuinelin
25980
Secukupnya
Tartrazine
19140
Secukupnya
Sumber: Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 (Cahyadi,2006)

2.1.4.Pewarna sintetis yang dilarang di indonesia


Bahan pewarna
No Indeks (C.I.No)

Citrus red No.2


12156
Ponceau 3 R
16155
Ponceau SX
14700
Rhodamin B
45170
Guinea Green B
42085
Magenta
42510
Chrysoidine
11270
Butter Yellow
11020
Sudan I
12055
Methanil Yellow
13065
Auramine
41000
Oil Orange SS
12100
Oil Orange XO
12140
Oil Orange AB
11380
Oil OrangeOB
11390
Sumber: Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 (Cahyadi,2006)
2.2. KARAKTERISTIK ZAT PEWARNA SINTETIS (RHODAMIN B)
Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai perwarna
sebagai pewarna tekstil. Pengkonsumsian Rhodamin B dalam jumlah yang besar maupun
berulang-ulang menyebabkan sifat kumulatif yaitu iritasi saluran pernapasan, iritasi kulit, iritasi
pada saluran pencernaan, keracunan, dan gangguan hati/liver. Rhodamin B memiliki
LD50 sebesar 89,5 mg/kg jika diinjeksikan pada tikus secara intravena.
Rhodamine B termasuk zat yang apabila diamati dari segi fisiknya cukup mudah untuk
dikenali. Bentuknya seperti kristal, biasanya berwarna hijau atau ungu kemerahan. Di samping
itu rhodamine juga tidak berbau serta mudah larut dalam larutan berwarna merah terang
berfluorescen. Zat pewarna ini mempunyai banyak sinonim, antara lain D and C Red no 19, Food
Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine dan Brilliant Pink B. Rhodamine biasa digunakan
dalam industri tekstil. Pada awalnya zat ini digunakan sebagai pewarna bahan kain atau pakaian.
Campuran zat pewarna tersebut akan menghasilkan warna-warna yang menarik.
Nama kimia untuk kimia Rhodamin B yaitu N-9((9-(2-carboxyphebyl)-6-(dyetilamino)3H-xanthen-3-ethyethanamium chlorida. Rumus molekul Rhodamin yaitu C28H31ClN2O3. Bobot
molekul BM rhodamin B yaitu 479 dan titik leburnya adalah 165oC. Rhodamin B sangat larut
dalam air dan aalkohol, sedikit larut dalam asam hidklorida dan natrium hidroksida. Rhodamin B
adalah warna sintetik berbentuk serbuk kristal berwarna hijau, berwarna merah keunguan dalam
bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah.
Rhodamin B dapat digunakan untuk pewarna kulit, kapas, wool, serat kulit kayu, nilon, serat
asetat, kertas, tinta dan vernis, sabun, dan bulu. Struktur kimia dari Rhodamin B

Rhodamin B berwarna merah dan sangat beracun dan berfluorensi bila terkena cahaya
matahari. Zat warna sintetis Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna yang dilarang untuk
makanan dan dinyatakan sebagai bahan berbahaya menurut peraturan RI No
722/Menkes/per/IX/1988 tentang zat warna yang dinyatakan berbahaya dan dilarang di
indonesia. Pemakaian zat warna yang dilarang ini sering terjadi pada industri kecil dan alasan
pemakaianya selain murah harganya juga mudah dapat mudah di dapatkan. Hasil penelitian
yayasan lembaga konsumen indonesia (1974), menunjukkan bahwa zat pewarna kemasan kecil
yang diperdagangkan mengandung zat pewarna yang tidak diizinkan untuk dimakan seperti
Rhodamin B. Zat warna Rhodamin B ini merupakan zat warna yang bersifat karsinogenik dan
menyerang hati (Djarismawati dkk,2004)
Penelitian yang dilakukan Jansen Silalahi dan Fathur Rahman (2011) di Kabupaten
labuhan batu selatan sumatra utara dari 28 sampel yang dianalisis dengan menggunakan
spektrofotometri sinar tampak terdapat tiga sampel yang positif mengandung rodamin b. Ketiga
sampel ini memberikan kurva serrapan yang panjang gelombang maksimum sama dengan baku
pembanding Rhodamin B.
Menurut Pipih Siswati dan Juli Soemirat Slamet dalam uji toksisitas zat warna Rhodamin
B terhadap mencit dengan pemberian dosis Rhodamin B 150 ppm, 300 ppm, dan 600 ppm
menunjukkan terjadinya perubahan bentuk dan organisasi sel dalam jaringan hati normal ke
patologis, yaitu perubahan sel hati menjadi nekrosis dan jaringan di sekitar.nya mengalami
desintragasi atau disorganisasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan terjadinya
degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma. Terjadinya degenerasi lemak ini disebabkan
karena terhambatnya pemasokan energi yang diperlukan untuk memelihara fungsi dan struktur
retikulum endoplasmik sehingga proses sintesis protein menjadi menurun dan sel kehilangan
daya untuk mengeluarkan trigliserida, akibatnya menimbulkan nekrosis hati.
2.3 KROMATOGRAFI KERTAS
Kromatografi kertas adalah kromatografi yang menggunakan kertas selulosa murni yang
mempunyai afinitas besar terhadap air atau pelarut polar lainnya. Kromatografi kertas digunakan
untuk memisahkan campuran dari substansinya menjadi komponen-komponennya.
Kromatografi kertas merupakan salah satu metode pemisahan berdasarkan distribusi
suatu senyawa pada dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Pemisahan sederhana suatu
campuran senyawa dapat dilakukan dengan kromatografi kertas, prosesnya dikenal sebagai
analisis kapiler dimana lembaran kertas berfungsi sebagai pengganti kolom.
Kromatografi kertas adalah salah satu pengembangan dari kromatografi partisi yang
menggunakan kertas sebagai padatan pendukung fasa diam. Oleh karena itu disebut kromatografi
kertas. Sebagai fasa diam adalah air yang teradsorpsi pada kertas dan sebagai larutan
pengembang biasanya pelarut organik yang telah dijenuhkan dengan air.

Prinsip Kerja Kromatografi Kertas yaitu Pelarut bergerak lambat pada kertas, komponenkomponen bergerak pada laju yang berbeda dan campuran dipisahkan berdasarkan pada
perbedaan bercak warna.
Dalam kromatografi kertas fasa diam didukung oleh suatu zat padat berupa bubuk
selulosa. Fasa diam merupakan zat cair yaitu molekul H2O yang teradsorpsi dalam selulosa
kertas.fasa gerak berupa campuran pelarut yang akan mendorong senyawa untuk bergerak
disepanjang kolom kapiler. Analisis kualitatif menggunakan kromatografi kertas dilakukan
dengan cara membandingkan harga relative response factor (Rf). Nilai Rf identik dengan time
retention (tR) atau volume retention (VR).
Nilai Rf dapat ditentukan dengan cara:
Rf = jarak yang ditempuh noda jarak yang ditempuh pelarut.
Harga Rf zat baku dapat diidentifikasikan komponen campuran, karena harga besaran ini
bersifat khas untuk setiap zat asal digunakan jenis pengembang yang sama. Kadang-kadang
pemisahan dalam satu arah belum memberikan hasil yang memuaskan. Untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik, dapat dipakai cara kromatografi kertas dua dimensi, yang mana letak kertas
diubah sehingga arah pemisahan juga berubah.
Secara umum kromatografi kertas dilakukan dengan menotolkan larutan yang berisi
sejumlah komponen pada jarak 0,5 sampai 1cm dari tepi kertas. Setelah penetesan larutan pada
kertas, maka bagian bawah kertas dicelupkan dalam larutan pengambang(developing solution).
Larutan ini umumnya terdiri atas campuran beberapa pelarut organik yang telah dijenuhkan
dengan air.
Sistem ini akan terserap oleh kertas dan sebagai akibat dari gaya kapiler akan merambat
sepanjang kertas tersebut. Rambatan ini dapat diusahakan dalam modus naik atau menurun.
Selama proses pemisahan dilakukan, sistem secara keseluruhannya disimpan dalam tempat
tertutup, ruang didalamnya telah jenuh dengan uap sistem pelarut ini.
http://klephone-file.blogspot.com/2012/03/kromatografi.html

2.4.SPEKTROSKOPI UV-VIS
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber REM

Spektroskopi UV/VIS merupakan metode penting yang mapan, andal dan akurat. Dengan menggun

Spektrofotometer Uv-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur transmitansi, reflektansi dan
dari sumber spektrum sinar tampak yang sinambung dan monokromatis. Sel pengabsorbsi untuk mengukur

Spektrofotometer Uv-Vis merupakan spektrofotometer yang digunakan untuk pengukuran didaerah

Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible) adalah salah satu dari sekian banyak instrumen yan

Spektrofotometri UV/Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianal

Spektrofotometri UV-vis adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet (200350 nm) dan

2.3

Absorbsi

Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi electron-electron dari or
baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi.

Absorbsi untuk transisi electron seharusnya tampak pada panjang gelombang diskrit sebagai suatu s
dalam spectrum itu.

Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet da
2.4 Cara kerja spektrofotometer uv-vis

Cara kerja spektrofotometer secara singkat adalah sebagai berikut. Tempatkan larutan pembanding,
berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala absorbansi menunjukkan absorbansi larutan
http://andriyanto507.blogspot.com/2013/12/makalah-spektrofotometri-uv-vis-infra.html

2.5 SAUS CABE


2.5.1 Pengertian Saus Cabe

menurut SNI 01-2976-1992, Saus cabe adalah saus yang diperoleh dari pengolahan bahan utama ca
Saus cabe adalah saus yang diperoleh dari pengolahan cabe yang matang dan berkualitas baik deng
jatilaba adalah cabe lokal indonesia yang berwarna merah agak gelap, lurus, berkerut-kerut, tahan pecah da

2.5.2 Syarat mutu saus Cabe


No
1. Keadaan :
1.1. Bau

Kriteria Uji

Satuan

Persyaratan
Normal

1.2. Rasa

Normal cabe

2.

Jumlah padatan, %, b/b

20 40

3.

Abu tidak larut dalam asam %, b/b

Maks. 1

4.

Mikroskopis

Cabe positip

5.

Bahan tambahan makanan


5.1. Pewarna
5.2. Pengawet, dan
5.3. Pengental

Sesuai SNI. 0222-M dan peraturan


Men.Kes.
No.
772/Men.Kes/Per/IX/88

6.

Cemaran logam
6.1. Timbal (Pb), mg/kg
6.2. Tembaga (Cu), mg/kg
6.3. Seng (Zn), mg/kg
6.4. Timah (Sn), mg/kg
6.5. Raksa (Hg), mg/kg

Maks. 2,0
Maks. 5,0
Maks. 40,0
Maks. 40,0/250,0
Maks. 0,03

7.

Arsen, mg/kg

Maks. 1,0

8.

Cemaran mikroba :
8.1. Angka lempeng total
8.2. Bakteri coliform
8.3. E. coli
8.4. Aureus
8.5. Salmonella

Koloni/g
APM/g
APM/g
APM/g

Maks. 1x105
Maks. 1x102
Negatip
Maks. 10
Negatip /25 g
SNI 01-2976-1992

2.5.3.Perkiraan Penyediaan Semua Jenis Cabai Secara Nasional.


Produksi (ton) 1.128.793.
Impor (ton) 13.129,94.
Penyediaan dalam negeri sebelum ekspor (ton) 1.141.922,94.
Ekspor (ton) 6.814,226.
Penyediaan dalam negeri setelah ekspor (ton) 1.135.108,714.

Penggunaan untuk bahan baku industri (ton)


Industri saus 12.775.
Bubuk cabai (ton) 66.000.
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/10/25/produksi-dan-konsumsi-cabai-kebutuhan-dan-pelua
2.5.4. perusahaan yang menghasilkan saus cabe yang di produknya ada di jual sekitar pancing

PT Anugrah Lever - didirikan pada tahun 2000 dan bergerak di bidang pembuatan, pengembangan, pemasaran d
PT. Gunacipta Multirasa dan dinilai proses pembuatan Saus Cabe cap Dua Belibis sudah melewati Standar Aud

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dilaboratorium Kimia FMIPA-UNIMED selama 2 bulan.

3.2.2

3.2. Alat dan Bahan Penelitian


3.2.1. Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Gelas kimia, 100 mL, 250 mL
Kertas Whatman
Spektroskopi UV-VIS
Cawan porselen
Gelas ukur 10 dan 50 mL
Penangas air
Pipet volumetrik
Pipa kapiler
Bahan-bahan
Bahan utama pada penelitian ini adalah saus cabai, asam asetat 10%, etil metil keton, aseton
30 mL, aquades 30 mL, NaCl 25 gram, etanol 50% 100 mL, air dan aquades, amoniak 10%
metanol standar/baku pembanding Rhodamin B.
3.3.Prosedur Kerja
Pengambilan Sampel
Untuk pengambilan sampel dilakukan di sekitar pancing. Sampel yang diambil di pusat
keramaian seperti pasar dan warung bakso,mie dan gorengan. Beberapa kegiatan yang dilakukan
meliputi studi lapangan, pengambilan sampel, dan pemeriksaan sampel, pengolahan data
tambahan. Untuk studi lapangan dilakukan dengan memeriksa secara visual beberapa produk
pangan yang terindakasi menggunakan pewarna sintesis Rhodamin B.

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

Analisa Kualitatif
Identifikasi zat pewarna sintetis pada analisa kualitatif menggunakan metode
kromatografi kertas (paper chromatografhy)
(SNI, 01-2895-1992)
Analisa Kromatografi Kertas
Prinsip uji bahan pewarna tambahan (BTP) adalah zat warna dalam contoh makanan
diserap oleh benang wool dalam suasana asam dengan pemanasan kemudian dilakukan
kromatografi kertas (poltekes Bandung,2002).
Memasukkan 10 mL sampel cair atau 10-25 gram sampel padatan ke dalam gelas piala 100
mL
Diasamkan dengan menggunakan menambahkan 5 mL asam asetat 10%
Memasukkan dan merendam benang wool ke dalam sampel tersebut.
Memanaskan dan mendiamkan sampai mendidih ( menit)
Mengambil benang wool, dicuci dengan air dan dibilas dengan aquades.
Menambahkan 25 ml amoniak 10% ke dalam benang wool yang telah Memasukkan 10 mL
sampel cair atau 10-25 gram sampel padatan ke dalam gelas piala 100 mL
Memanaskan benang wool sampai tertarik pada benang wool (luntur).
Benang wool dibuang, larutan diuapkan di atas water bath sampai kering.
Residu ditambahkan beberapa tetes methanol untuk ditotolkan pada kertas kromatografi yang
siap pakai
Di eluasi dalam bejana dengan eluen sampai mencapai tanda batas.
Kertas kromatografi diangkat dan dibiarkan mongering.
Warna yang terjadi diamati, membandingkan Rf (Reardation faktor) antara Rf sampel dan Rf
standar.
Perhitungan=

Analisa Kuantitatif

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Pengukuran zat pewarna sintetik pada analisa kuantitatif menggunakan metode


spekfotometri UV-Visibel (Depkes RI,1995)
Preparasi Standar
Standar Rhodamin B (0 ppm 10 ppm)
Memipet masing-masing larutan baku Rhodamin B 451,5 ppm ke dalam labu takar 100
mL kemudian dikocok. Deret standar ini mengandung 0,1,2.5,5,7.5 ppm Rhodamin B
Preparasi Sampel
Metode Preparasi sampel pada analisa kuantitatif secara spektrofotometri menggunakan
metode preparasi sampel pada analis akualitatif (kromatografi kertas) yaitu:
Memasukkan 10 mL sampel cair atau 10-25 gram sampel padatan ke dalam gelas piala 100
mL
Diasamkan dengan menggunakan menambahkan 5 mL asam asetat 10%
Memasukkan dan merendam benang wool ke dalam sampel tersebut.
Memanaskan dan mendiamkan sampai mendidih ( menit)
Mengambil benang wool, dicuci dengan air dan dibilas dengan aquades.
Menambahkan 25 ml amoniak 10% ke dalam benang wool yang telah Memasukkan 10 mL
sampel cair atau 10-25 gram sampel padatan ke dalam gelas piala 100 mL
Memanaskan benang wool sampai tertarik pada benang wool sampai warnanya yang tertarik
pada benang wool luntur kembali.
Warna yang telah tertarik dari benang wool dan masih larut dalam amoniak kemudian dianalisa
dengan spektrofotometer UV-VIS
Fungsi penambahan reagen
Asam asetat
Untuk membuat larutan suasana asam karena zat warna ada saus diserap oleh benang wool dalam
suasana panas
Amonia
pH amonia sekitar 11,5 yang artinya bersifat basa. Dapat menarik zat warna dari benang
wool tersebut.

3.4.Diagram Alir Percobaan.


Analisis kualitatif
Saus 10 mL atau 10 gram

Dimasukkan kedalam piala 100mL


Di.asamkan 5 ml asetat 10%
Dimasukkan benang wool
Larutan saus + benang wool

Dipanaskan 10 menit
Larutan saus
Mengambil benang wool , mencuci dan membilas dengan aquades
Benang wool + 25 mL amonia 10%

Dipanaskan
Larutan warna luntur benang wool
Benang woll
Ambil benang wool

Dipanaskan hingga kering


Sampel siap untuk di analisis dengan kromatografi kertas
Ditambah 3 tetes metanol

ANALISIS KROMATOGRAFI KERTAS


Kertas Whatman

Buat garis awal tipis 2 cm dari ujung bawah


Ambil Pipa kapiler totolkan pada sampel jarak 2 cm
Kertas whatman Spot

Keringkan spot dengan diangin-anginkan


Kertas whatman denga warna berpisah-pisah

Masukan Beaker gelas berisi eluen 90% aseton: 10%

Angkat kertas dengan hati-hati


Keringkan
CATAT WARNA-WARNI YANG MUNCUL

Analisis kuantitatif spektroskopi UV-VIS


Benang wool
Ambil benang wool
Larutan yang ditarik benang wool

Spektroskopi UV-VIs
Larut dalam amonia

Anda mungkin juga menyukai