Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat

penting dalam kehidupan manusia, karena seluruh masyarakat tanpa

terkecuali merupakan konsumen pangan. Makanan yang dikemas biasanya

mengandung bahan tambahan, yaitu suatu bahan-bahan yang ditambahkan

ke dalam makanan selama produksi, pengolahan, pengemasan, atau

penyimpanan untuk tujuan tertentu. Begitu juga dalam pembuatan saus

tomat, produsen biasanya menambahkan bahan tambahan seperti pewarna

dan pengawet agar terlihat menarik dan tahan lama. Penggunaan bahan

tambahan pangan sebaiknya dengan dosis di bawah ambang batas yang

telah ditentukan (Cahyadi, 2006)

Penambahan pewarna pada makanan bertujuan untuk memperbaiki

warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses

pengolahan atau memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar

kelihatan lebih menarik. (Winarno dan Titi, 1994). Akan tetapi, sering kali

terjadi penyalahgunaan pemakaian zat warna pada makanan, misalnya zat

pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan

(Cahyadi, 2006).

Penambahan bahan tambahan ke dalam makanan dipandang perlu

untuk meningkatkan mutu suatu produk makanan sehingga mampu

1
bersaing di pasaran. Bahan tambahan tersebut diantaranya pewarna,

pengawet, penyedap rasa dan aroma, antioksidan, pengental, dan pemanis

(Winarno, 2004).

Pewarna rhodamin B dilarang penggunaannya oleh pemerintah dan

penyalahgunaannya dalam makanan banyak dijumpai terutama dalam

makanan yang berwarna merah terang. Selain itu saus tomat dengan

warnanya yang merah seringkali disalahgunakan oleh produsen dengan

menambahkan pewarna yang tidak seharusnya ada dalam makanan seperti

rhodamin B (Wijaya, 2011).

Timbulnya penyalahgunaan disebabkan oleh ketidaktahuan

masyarakat mengenai pewarna untuk makanan, disamping itu harga zat

pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat

pewarna untuk makanan dan warna dari zat pewarna untuk industri

biasanya lebih menarik. Pada peraturan Menteri Kesehatan RI

no.1168/Menkes/PER/X/ 1999 beberapa bahan tambahan pewarna yang

dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah) dan methanyl yellow

(pewarna kuning).

Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal

berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada

konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah

(Trestiati, 2003). D & C Red 19 termasuk golongan pewarna xanthene

basa (Marmion, 1984). Rhodamin B dibuat dari meta-dietilaminofenol dan

2
ftalik anhidrid. Kedua bahan baku ini bukanlah bahan yang boleh dimakan

(Nainggolan dan Sihombing, 1984).

Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena

Rhodamin B termasuk karsinogen yang kuat. Efek negatif lainnya dalah

menyebabkan gangguan fungsi hati atau bahkan bisa menyebabkan

gangguan fungsi hati atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker

hati (Syah et al. 2005). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa zat

pewarna tersebut memang berbahaya bila digunakan pada makanan. Hasil

suatu penelitian memyebutkan bahwa pada uji terhadap mencit, rhodamin

B menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi

nekrosis dan jaringan di sekitarnya mengalami disintegrasi. Kerusakan

pada jaringan hati ditandai dengan adanya piknotik (sel yang melakukan

pinositosis) dan hiperkomatik dari nukleus, degenarasi lemak dan sitolis

dari sitoplasma (Anomimus, 2006).

Bakso merupakan salah satu makanan favorit di Indonesia, bahkan

dengan cita rasanya yang khas, bakso dapat dikenal di dunia, di samping

nasi goreng dan rendang sebagai masakan khas Indonesia yang

mendunia.Umumnya bakso dibuat dari campuran daging sapi giling dan

tepung tapioka, tapi ada juga bakso yang terbuat dari daging ayam, ikan

atau udang. Dalam penyajiannya, bakso umumnya disajikan panas-panas

dengan kuah kaldu sapi bening dicampur mi, bihun, taoge, tahu, terkadang

telur ditaburi bawang goreng dan seledri.

3
Makanan bakso tidak dapat dipisahkan dengan saus, dimana ada

bakso di situ ada sausnya. Saus-saus tersebut bisa saja mengandung zat

aditif seperti bahan pengawet, pewarna, penguat rasa dan lain

sebagainya.dan alasan itulah yang memicu hal-hal yang tidak kita

inginkan, seperti misalnya dari bahan mono sodium glutamat yang

merupakan zat yang sulit dicerna oleh alat cerna manusia, otomatis unsur

nutrisi yang lain pencernaannya juga akan terhambat, jika tubuh sudah

sulit untuk mendapat asupan gizi. Saus merupakan bahan pelengkap yang

digunakan sebagai tambahan atau untuk mempersedap makanan. (ade,

2009)

Selain itu faktor lain adalah ketika saos tersebut dipasarkan bisa

saja terjadi perubahan terhadap saos tersebut, bisa karena penyimpanan

yang tidak benar, suhu penyimpanan yang salah, ataupun saos tersebut

sudah kadaluarsa. Banyaknya saos-saos yang mengandung zat-zat

berbahaya beredar di masyarakat karena semakin banyaknya home industri

yang bermunculan yang tidak memakai aturan yang benar untuk membuat

saos, yang pada akhir-akhir ini banyak kita ketahui investigasi saos yang

tidak berlabel ataupun labelnya hanya menggunakan sablon biasa terbuat

dari bahan pepaya yang hampir busuk bukan tomat segar yang kemudian

dicampur dengan bahan pengawet mayat yaitu formalin sehingga awet dan

rasanya yang cenderung gurih dari penyedap kain batik yang sangat tidak

aman untuk tubuh dan kalau membuat saos sambal dari sisa cabe yang

sudah tidak segar terkadang tercampur ulet atau belatung.

4
Pada hasil uji BPOM yang dilakukan di 18 provinsi pada tahun

2008 diantaranya, Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar lampung,

Denpasar dan Padang terhadap 861 contoh makanan menunjukkan bahwa

39,95% (344 contoh) tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Dari total

sampel itu 10,45 % mengandung pewarna yang dilarang , yakni Rhodamin

B, Methanil Yellow dan Ammaranth (Nurwiyanti, 2008) Selain itu,sambal

botolan yang biasa digunakan oleh pedagang makanan di pinggir jalan,

seperti bakso, mie ayam dan lain sebagainya mengandung zat pewarna

yang melebihu ambang batas, beberapa produk saus dan sambal botolan

juga di tenggarai memakai zat pewarna terlarang yang seringkali

digunakan untuk produk tekstil dan industri yaitu Rhodamin B dan

Methanil Yellow yang membuat warna merah menyala. (Iis, 2003)

Hasil penelitian Sella (2013) tentang Analisis Pengawet Natrium

Benzoat dan Pewarna Rhodamin B pada Saus Tomat J dari pasar

Tradisional L Kota Blitar menunjukkan bahwa saus mengandung

pengawet Natrium Benzoat dan tidak mengandung pewarna Rhodamin B

sehingga kadar pengawet tidak memenuhi persyaratan.

Hasil penelitian Tjia Shelly (2013) tentang Analisis Pewarna

rhodamin B dan Pengawet Natrium Benzoat pada Saus Tomat X dari pasar

Tradisional R di Kota Balikpapan menunjukkan bahwa tidak terdapat

kandungan pewarna Rhodamin B dan kadar pengawet Natrium Benzoat

sehingga memenuhi persyaratan.

5
Pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) telah memberikan peraturan tentang batasan dalam pembuatan

saos itu sendiri serta melakukan beberapa kali razia terhadap saos yang

mengandung zat-zat berbahaya, seperti pewarna, pengawet, dan MSG.

BPOM juga mengeluarkan peraturan dalam Pasal 26 Peraturan Menteri

Kesehatan (Permenkes) No. 722/Menkes/PER/IX/88.

Berdasarkan observasi awal yang beredar di Kota Luwuk sebagian

besar Saus tomat yang digunakan penjual bakso merupakan Industri

Rumah Tangga (IRT). Sehingga, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Kandungan Rhodamin B dalam Saus Tomat pada

Penjual Bakso di Kecamatan Luwuk.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah adalah:

Bagaimana Kualitas Saus Tomat Berdasarkan kandungan Rhodamin B yang

digunakan Penjual Bakso di Kecamatan Luwuk?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Untuk memperoleh gambaran kandungan Rhodamin B dalam Saus Tomat

pada penjual Bakso di Kecamatan Luwuk.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk memperoleh gambaran merek/jenis Saus Tomat yang digunakan

oleh penjual Bakso di Kecamatan Luwuk


b. Untuk memperoleh gambaran kandungan Rhodamin B dalam Saus

Tomat yang digunakan oleh penjual Bakso di Kecamatan Luwuk

D. Manfaat Penelitian

6
1. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam menambah

pengetahuan masyarakat tentang pewarna berbahaya terutama Rhodamin

B.

2. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti lain sebagai

bahan rujukan dalam pengembangan penelitian lebih lanjut.

3. Bagi Kesehatan Sosial

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mencegah terkena

penyakit akibat pewarna berbahaya pada makanan dan minuman

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

7
1. Pengertian Zat Pewarna
Zat pewarana makanan adalah zat yang sering digunakan untuk

memberikan efek warna pada makanan sehingga makanan terlihat lebih

menarik sehingga menimbulkan selera orang untuk

mencicipinya. Menurut Winarno (1995), yang dimaksud dengan zat

pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki

warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses

pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak

berwarna agar kelihatan lebih menarik. Menurut PERMENKES RI

No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan tambahan

makanan yang dapat memperbaiki atau member warna pada

makanan. Warna pada makanan merupakan indikator kesegaran atau

kematangan. Zat pewarna makanan dapat diperoleh dari bahan alam atau

dari bahan buatan.


2. Klasifikasi Zat Pewarna Beserta Definisi dan Contohnya
Zat pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu certified color dan

uncertified color. Perbedaan antara certified dan uncertified color adalah:

bila certified color merupakan zat pewarna sintetik yang terdiri dari dye

dan lake, maka uncertified color adalah zat pewarna yang berasal dari

bahan alami (Winamo, 2002).


a. Uncertified color additive ( zat pewarna tambahan alami)
Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified color ini adalah zat

pewarna alami (ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan) dan zat pewarna

mineral, walaupun ada juga beberapa zat pewarna seperti jff-karoten dan

kantaxantin yang telah dapat dibuat secara sintetik. Untuk

penggunaannya bebas sesuai prosedur sertifikasi dan termasuk daftar

8
yang tetap. Satu-satunya zat pewarna uncertified yang penggunaannya

masih bersifat sementara adalah Carbon Black Secara kuantitas,

dibutuhkan zat pewarna alami yang lebih banyak daripada zat pewarna

sintetis untuk menghasilkan tingkat pewarnaan yang sama. Pada kondisi

tersebut, dapat terjadi perubahan yang tidak terduga pada tekstur dan

aroma makanan. Zat pewarna alami juga menghasilkan karakteristik

warna yang lebih pudar dan kurang stabil bila dibandingkan dengan zat

pewarna sintetis. Oleh karena itu zat ini tidak digunakan sesering zat

pewarna sintetis. Contoh : daun suji untuk warna hijau, daun jambu/daun

jati untuk warna merah dan kunyit untuk warna kuning (Winarno, 2002).
b. Certified color (zat pewarna sintetik)
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, zat warna hasil

rekayasa teknologi pun semakin berkembang. Oleh karena itu berbagai

zat warna sintetik diciptakan untuk berbagai jenis keperluan misalnya

untuk tekstil, kulit, peralatan rumah tangga dan sebagainya (Djalil et al,

2005). Zat pewarna sintetis seharusnya telah melalui suatu pengujian

secara intensif untuk menjamin keamanannya. Karakteristik dari zat

pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan

memiliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat

pewarna alami (Winarno, 2002) Disamping itu penggunaan zat pewarna

sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan harga per unit dan

efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan zat

pewarna alami. Contohnya : rhodamin B, methanyl yellow (Winarno,

2002).

9
Disamping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila

dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh

lebih murah bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Contohnya :

rhodamin B, methanyl yellow (Winarno, 2002).

Tabel 1. Perbedaan Zat Pewarna Sintesis dan Alami

Pembeda Zat pewarna Zat pewarna alami


sintesis
Warna yang di hasilkan Lebih cerah Lebih pudar
Lebih Homogen Tidak Homogen
Variasi warna Banyak Sedikit

Harga Lebih murah Lebih mahal

Ketersediaan Tidak Terbatas Terbatas

Kestabilan Stabil Tidak stabil

Sumber : Winarno. 2002

3. Peraturan Pemakaian Zat Pewarna untuk Makanan

Uncertified color atau pewarna sintetik tidak dapat digunakan

sembarangan. Di Negara maju, pewarna jenis ini haras melalui sertiflkasi

terlebih dahulu sebelum digunakan pada bahan makanan. Di Indonesia

peraturan penggunaan zat pewarna sintetik baru di buat pada tanggal 22

Oktober 1973 melalui SK Menkes RI No. 11332/A/SK/73, sedangkan di

Amerika Serikat aturan pemakaian pewarna sintetik sudah dikeluarkan

sejak tahun 1906. Peraturan ini dikenal dengan Food Drug and Act yang

mengizinkan penggunaan tujuh macam zat pewarna sintetik, yaitu orange

no. 1, erythrosine, ponceau 3R, amaranth, indigotine, naphtol, yellow, dan

light green.(Winarno, 2002)

10
Pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan RI telah

mengeluarkan Surat Keputusan tentang jenis pewarna alami dan sintetik

yang diizinkan serta yang dilarang digunakan dalam makanan pada tanggal

1 Juni 1979 No. 235/Menkes/Per/VI/79. Kemudian disusul dengan Surat

Keputusan Menteri Kesehatan RI tanggal 1 Mei 1985 No.

293/Menkes/Per/V/85, yang berisikan jenis pewarna yang dilarang.

Terakhir telah dikeluarkan pula Surat Keputusan Menteri Kesehatan

Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, yang mengatur batas maksimum

penggunaan dan pewarna yang diizinkan di Indonesia.

Untuk menjamin pelaksanaan pengaturan tentang bahan tambahan

makanan ini, Departemen Kesehatan melakukan pengawasan makanan.

Pengawasan bahan tambahan makanan, selain ditujukan pada bahan

tambahan makanan itu sendiri, juga pada makanan yang mengandung

bahan tambahan makanan. Pengawasan dilakukan oleh Direktorat

Pengawasan Makanan dan Minuman pada tingkat pusat oleh Kantor

Wilayah Departemen Kesehatan, Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan,

serta Kantor Departemen Kesehatan tingkat daerah.

Selanjutnya akan diuraikan jenis-jenis zat pewarna yang diizinkan oleh

pemerintah dan yang sudah dilarang penggunaannya menurat Peraturan

Menkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88.

Tabel 2.Bahan Pewarna Sintesis yang Di izinkan di Indonesia

Nomor Indeks Batas Maksimum


Pewarna Warna ( C.I.No) Penggunaan

11
Amaran Amaranth : CI Food 16185 Secukupnya
Red 9
Brilliant blue FCF : CI

Biru berlian Food red 2 42090 Secukupnya

Erithrosin : CI 45430 Secukupnya


Eritrosin
Food red 14 Fast

Green FCF : CI
420530 Secukupnya
Hijau FCF Food Green 3

Green S : CI Food
Hijau S 44090 Secukupnya
Indigotin : CI
Blue 1
Indigotin 73015 Secukupnya
Ponceau 4R : CI
Food red 7
Ponceau 4R 16255 Secukupnya
Quineline yellow

CI.Food yellow 3 Secukupnya


Kuning Sunset yellow FCF 74005
CI. Food yellow 3
Kuinelin 15980 Secukupnya
Ribiflafina
Kuning FCF Tartrazine Secukupnya

Riboflafina 19140 Secukupnya


Tartrazine
Sumber : Peraturan Menkes RI. Nomor 722/Menkes/Per/IX/88
Batas menggunaan "secukupnya" adalah penggunaan yang sesuai dengan

cara produksi yang baik, yang maksudnya jumlah yang ditambahkan pada

makanan tidak melebihi jumlah wajar yang diperlukan sesuai dengan tujuan

penggunaan bahan tambahan makanan tersebut.

Zat pewarna yang dinyatakan berbahaya menurut Permenkes RI No.

722/ Menkes/Per/IX/1988

Tabel 3.Bahan Pewarna Sintesis yang dilarang di Indonesia

12
Nama No. Indeks Warna (C.I No)
Auramin (C.I Basic Yellow 2) 41000

Butter Yellow (C.I Solvet Yellow 2) 11020

Cherysoidin (C.I Food Yellow) 11270


Citrus Red 2
12156
Guinea Green B (C.I Acid Green no.3)
42085
Magenta (Basic Violet 14)
42510
Methanil Yellow (Food Yellow no. 14)
13065
Oil Orange SS (Basic Yellow No.2)

Oil Orange XO ( Solvent Orange 7 ) 12100

Oil Orange AB (Solvent Orange 5) 12140

Oil Orange OB (Solvent Orange 6) 11380


Ponceau 3R (Red G)
11390
Ponceau SX (Food Red 1)
16155
Rhodamin B (Food Red 1)
14700
Sudan I (Food Yellow No. 2)
45170
Sumber : Peraturan Menkes RI.Nomor 722/Menkes/Per/IX/88
12055
Cermatilah selalu apa yang ada dalam label makanan. bila masih

mengandung pewarna seperti di atas, jangan ragu untuk

meninggalkannya karena penggunaannya sebagai pewana makanan

sudah dilarang di Indonesia.(Nurheti, 2007)

Dari berbagai jenis pewarna tekstil yang disalahgunakan sebagai

pewarna makanan, yang paling banyak digunakan adalah Rhodamin B

13
dan Methanil Yellow. Padahal keduanya dapat mengakibatkan

gangguan kesehatan yang mungkin baru muncul bertahun-tahun

setelah kita mengonsumsinya.Tidak ada salahnya kita sedikit

mengenal kedua jenis pewarna tersebut.(Nurheti, 2007)


4. Tinjauan Umum Tentang Rhodamin B
a. Karakteristik Rhodamin B
Nama Kimia: N-[9-(2-Carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-

xanthen-3 ethyethanaminium chlorida. Sinonim: tetra ethylrhodamine;

D & C Red No. 19; Rhodamine B Chloride; C. 1. Basic Violet 10; C.

1. 45170. Rumus Molekul: C28H31C1N203. Bobot Molekul (BM):

479. Titik Lebur: 1650C. (Merck Index, 2006).


Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal

berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut

pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi


rendah (Trestiati, 2003). D & C Red 19 termasuk golongan pewarna

xanthene basa (Marmion, 1984). Rhodamin B dibuat dari meta-

dietilaminofenol dan ftalik anhidrid. Kedua bahan baku ini bukanlah

bahan yang boleh dimakan (Nainggolan dan Sihombing, 1984).

b. Penggunaan Rhodamin B

Rhodamin B digunakan sebagai reagen untuk antimony,bismuth,

tantalum, thalium dan thungsten. Rhodamin B merupakan zat warna

tekstil yang sering digunakan untuk pewarna kapas wol, kertas, sutera,

jerami, kulit, bambu dan dari bahan warna dasar yang mempunyai

warna terang sehingga banyak digunakan untuk bahan kertas karbon,

bolpoin, minyak/oli, cat dan tinta gambar. Rhodamin B dinyatakan

sebagai bahan berbahaya dalam obat, makanan dan kosmetika

14
menurut Direktur Jendral Pengawasan Obat dan Makanan

No.00366/C/II/1990.

Peraturan Menteri Kesehatan tentang pewarna makanan adalah

berdasarkan pertimbangan bahwa banyak makanan dan minuman

yang diberi zat warna tambahan yang menggangu kesehatan. Pewarna

untuk industri tekstil, kertas, plastik, cat dan lain-lain dalam

pembuatannya hampir semua menggunaan asam sulfat atau asam

nitrat pekat yang masih mengandung pengotoran arsen atau logam-

logam berbahaya lain. Bahan-bahan ini sangat berbahaya, beracun dan

dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh terpenting bersifat

karsinogenik.

c. Efek Rhodamin B Bagi Kesehatan

Pewarna rhodamin B dilarang penggunaannya oleh pemerintah dan

penyalahgunaannya dalam makanan banyak dijumpai terutama dalam

makanan yang berwarna merah terang. Selain itu saus tomat dengan

warnanya yang merah seringkali disalahgunakan oleh produsen dengan

menambahkan pewarna yang tidak seharusnya ada dalam makanan

seperti rhodamin B (Wijaya, 2011).

Penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam waktu yang lama

(kronis) akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun

15
kanker. Namun demikian, bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah

besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan

Rhodamin B. Bila Rhodamin B tersebut masuk melalui makanan maka

akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan

mengakibatkan gejala keracunan dengan air kencing yang berwarna

merah atau merah muda. Dengan menghirup Rhodamin B dapat pula

mengakibatkan gangguan kesehatan, yakni terjadinya iritasi pada

saluran pernapasan. Demikian pula apabila zat kimia ini mengenai

kulit, maka kulit pun akan mengalami iritasi. Mata yang terkena

Rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata

kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata (Yuliarti, 2007).

d. Tandatanda dan gejala akut bila terpapar Rhodamin B

a) Jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan


b) Jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit, iritasi

padamata kemerahan, udem pada kelopak mata.


c) Jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni

berwarna merah dan merah muda.

Bahaya yang timbul akibat menkonsumsi makanan yang

mengandung zat pewarna sintetis tidak dapat secara langsung.

Gangguan akan terasa dalam waktu lama setelah 10 atau 20 tahun.

Berdasarkan penelitian telah dibuktikan bahwa zat pewarna sintetis

16
bersifat racun bagi manusia sehingga dapat membahayakan kesehatan

konsumen dan senyawanya dapat bersifat karsinogenik.

1. Pengertian Saus

Saos tomat adalah cairan kental (pasta) yang terdapat dari bubur buah

berwarna menarik (biasanya merah) mempunyai aroma dan rasa yang

merangsang.Walaupun mengandung dalam jumlah besar, saus mempunyai

daya simpan panjang karena mengandung asam, gula, garam dan

seringkali diberi pengawet.saus tomat diberi dari campuran bubur buah

tomat dan bumbu-bumbu pasta ini berwarna merah muda sesuai dengan

warna tomat yang digunakan.(Rukmana, 1994)

Saus adalah produk makanan berbentuk pasta yang dibuat dari bahan

baku buah atau sayuran dan mempunyai aroma serta rasa yang

merangsang. Saus yang umumnya diperjualbelikan di Indonesia adalah

saus tomat dan saus cabai adapula yang memproduksi saus pepaya, tetapi

biasanya pepaya hanya digunakan sebagai bahan campuran (Erliza,

2007:6).

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-2976, tahun

2006, saus cabai atau sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama

cabe (Capsicum Sp), baik yang diolah dengan penambahan bumbu-bumbu

dengan atau tanpa penambahan makanan lain dengan bahan tambahan

pangan yang diizinkan.

Saus sambal adalah pelengkap makanan yang berbentuk cairan kental

yang umumnya berfungsi sebagai bahan penyedap dan penambah cita rasa

17
masakan. Adapun pengertian lain dari saus adalah suatu produk cair atau

kental yang ditambahkan pada makanan ketika dihidangkan untuk

meningkatkan penampilan, aroma, dan rasa dari makanan tersebut. Di

Indonesia kata saus merupakan suatu bentuk terjemahan dari sauce dan

ketchup. Lazim dikenal dengan red ketchup yang menggunakan tomat

sebagai bahan utama. Sedangkan saus adalah jenis pelengkap masakan

yang lebih encer dari kecap, misalnya saus cabai (sambal) dan saus tomat

(Ditjen POM, 1999).

Para produsen saus menambahkan bahan pengawet dengan tujuan agar

produk tidak cepat basi akibat dari aktivitas bakteri pembusuk sehingga

dapat memperpanjang umur simpan dari saus tersebut. Bahan pengawet

adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses

fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan yang lainnya atau bahan

yang dapat memberi perlindungan pangan dari pembusukan. Menurut

peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

722/Menkes/Per/IX/1988, bahan tambahan pangan yang mencegah atau

menghambat fermentasi, pengasaman, atau penguraian lainnya terhadap

pangan yang disebabkan mikroorganisme. Adapun persyaratan bahan

pengawet untuk pangan yaitu bisa memperpanjang umur simpan, mudah

dilarutkan, tidak menurunkan kualitas bahan pangan yang diawetkan,

aman dalam jumlah yang diperlukan, mudah ditentukan dengan analisis

kimia dan tidak menimbulkan unsur penipuan (Cahyadi, 2006).

18
Menurut Dirjen POM (1999), bahan pengawet untuk pangan memang

banyak diperbincangkan, tak terkecuali bahan pengawet yang terdapat

pada produk saus yang sering dihidangkan sebagai pelengkap makanan.

Produk saus berbentuk cairan kental pada umumnya berfungsi sebagai

bahan penyedap dan penambah cita rasa masakan. Saus cabe ini diperoleh

dari proses pengolahan cabe yang matang, kemudian dihancurkan dalam

bentuk bubur dan selanjutnya ditambahkan pelengkap lainnya. Dalam saus

sambal terdapat bahan tambahan makanan diantaranya adalah gula, cuka,

garam, rempah-rempah, zat warna, bahan pengental dan bahan pengawet

(Pebrayetna, 2007).

B. Kerangka Konsep

1.Dasar Pemikiran Variabel Diteliti

Penambahan bahan tambahan ke dalam makanan dipandang perlu

untuk meningkatkan mutu suatu produk makanan sehingga mampu

bersaing di pasaran bahan tambahan makanan tersebut diantaranya

pewarna, pengawet, penyedap rasa dan aroma antioksidan, pengental dan

pemanis.(Winarno 2004)

Pewarna Rhodamin B dilarang penggunaannya oleh pemerintah dan

penyalahgunaannya dalam makanan banyak dijumpai terutama dalam

makanan yang berwarna merah terang. Selain itu Saus tomat dengan

19
warnanya yang merah seringkali disalahgunakan oleh produsen dengan

menambahkan pewarna yang tidak seharusnya ada dalam makanan seperti

Rhodamin B (Wijaya, 2011)

Saus tomat merupakan pelengkap bahan makanan yang digemari

masyarakat karena menambah citarasa pada makanan. Di dalam saus

tomat banyak mengandung bahan tambahan makananan seperti pewarna.

Penambahan pewarna pada makanan bertujuan untuk memperbaiki warna

makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau

memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih

menarik. (Winarno dan Titi 1994)

Rhodamin B merupakan pewarna sintesis yang di gunakan pada

industri tekstil. Pengaruh buruk Rhodamin B bagi kesehatan antara lain

menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan, kulit, mata dan saluran

pencernaan serta berpotensi terjadinya kanker hati. Penyalahgunaan

Rhodamin B banyak di temui pada makanan dan minuman seperti es

cendol, permen, saus tomat dan kue (Wijaya, 2011)

2. Kerangka Konsep

Merek/jenis Saus
tomat
Kualitas Saus Tomat di
Kecamatan Luwuk

20
Kandungan Zat
Pewarna Rhodamin B
pada Saus tomat

Keterangan :

: Variabel Independent

: Variabel Dependent

C.Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Jenis Saus tomat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Jenis Saus

tomat yang di produksi dari Industri Rumah Tangga (IRT).


2. Zat pewarna Rhodamin B yang dimaksud dalam penelitian ini adalah zat

pewarna yang tidak diizinkan pemakaiannya pada makanan menurut

Permenkes RI No. 772/Menkes/Per/IX/88.


Kriteria Objektif :
Memenuhi Syarat : Jika warna cairan uji tidak berubah

menjadi warna ungu


Tidak Memenuhi Syarat : Jika warna cairan uji berubah menjadi

warna ungu

21
3. Kualitas Saus tomat yang di maksud dalam penelitian ini adalah Saus

tomat ditinjau dari kandungan Rhodamin B berdasarkan Permenkes RI

No.722/Menkes/Per/IX/88.
Kriteria Objektif :
Memenuhi Syarat : Jika tidak terdapat Rhodamin B
Tidak Memnuhi Syarat : Jika terdapat Rhodamin B
4. Kecamatan Luwuk dalam Penelitian ini adalah Wilayah Administratif

Kecamatan Luwuk dengan batas Administratif :


Sebelah Utara : Kelurahan Kilongan
Sebelah Timur : Selat Peling
Sebelah Selatan : Karaton
Sebelah Barat : Kecamatan Pagimana

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian Deskriptif yang bertujuan

untuk memperoleh kandungan Rhodamin B dalam Saus Tomat pada

penjual Bakso di Kecamatan Luwuk yang akan diuji di Laboratorium

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Tompotika Luwuk.


B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Luwuk Kabupaten

Banggai tahun 2015.


2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret-April tahun 2015.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah Saus tomat yang digunakan oleh

penjual Bakso khususnya yang menetap sebanyak 13 penjual di

Kecamatan Luwuk Kabupaten Banggai.

22
2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah Saus tomat yang di produksi dari

Industri Rumah Tangga (IRT) yang dipakai penjual Bakso di

Kecamatan Luwuk Kabupaten Banggai.

D. Cara Pengumpulan Data

1.Data Primer

Data Primer diperoleh dengan melakukan observasi dan hasil penelitian

Laboratorium secara langsung di Kecamatan Luwuk Kabupaten

Banggai berdasarkan tempat pengambilan sampel dan pemeriksaan

kandungan Rhodamin B dalam saus yang dipakai penjual Bakso,

dilakukan di Laboratorium FKM Untika Luwuk Kabupaten Banggai

2.Data Sekunder

Berdasarkan data dari Instansi terkait dalam hal ini Dinas Kesehatan

berdasarkan literatur-literatur yang berhubungan dengan Variabel

Penelitian.

E. Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data


1. Pengolahan dan Analisis Data
Setelah pengambilan sampel Saus tomat pada penjual bakso yang

menetap di Kecamatan Luwuk Kabupaten Banggai, selanjutnya

sampel dibawa ke Laboratorium FKM UNTIKA Luwuk untuk

dilakukan pemeriksaan kandungan Rhodamin B.


Analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu jenis zat pewarna

hasil pemeriksaan di Laboratorium dibuat dalam bentuk tabel dan

23
dinarasikan, pembahasan serta diambil simpulan. Kemudian hasil

pemeriksaan tersebut disesuaikan dengan Permenkes RI NO.

722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan (BTM).


Dari hasil pemeriksaaan tersebut diketahui apakah saus yang dipakai

penjual bakso mengaandung atau tidak mengandung Pewarna Sintesis.


Adapun proses pengolahan sampel dari tahap persiapan alat dan

bahan sampai dengan cara kerja , adalah sebagai berikut :


a. Alat
1. Tabung Reaksi
2. Blender
3. Pipet
4. Balep
5.Rak Tabung
b. Bahan
Bahan penelitian yang digunakan adalah Sampel makanan yang

akan di uji, Air mendidih, Zat warna Rhodamin


c. Cara Kerja
1. Ambil 1 sendok teh bahan makanan yang akan diuji.
2. Tambahkan air mendidih sebanyak 2 sendok makan (10 ML)

lalu aduk agar Rhodamin B yang ada pada makanan tertarik ke

fase air. Biarkan cairan uji menjadi dingin.


3. Masukan 1 tetes Reagent A dan Reagent B, dan 4 tetes

Reagent B2 ke botol uji atau tabung reaksi. Kocok sekitar 1

menit agar tercampur rata.


4. Masukan 1 sendok makan atau sekitar 5 ml cairan uji (airnya

saja) ke dalam botol uji atau tabung reaksi yang sudah berisi

campuran reagent. Kocok sebentar dan diamkan campuran

sekitar 10-20 menit.


5. Bila warna cairan uji berupa menjadi ungu berarti cairan

uji positif mengandung pewarna sintesis merah (Rhodamin B )

24
Lampiran 1. Prosedur Pengujian Kandungan Rhodamin B
a. Alat
1. spektrofotometer UV-Vis (Cintra)
2. timbangan analitik (Ohaus tipe pioner)
3. Chamber KLT (Camag)
4. lempeng KLT silika gel (Merck)
5. Piala gelas
6. lampu UV 254 dan 366 nm (Camag)
7. kertas saring whatman 41
8. timbangan gram (NKH)
b. Bahan
Bahan penelitian yang digunakan adalah asam benzoat p.a (Merck),

etanol 96% pa (Merck), HCl p.a (Merck), NH4OH p.a (Merck),

asam asetat p.a (Merck), kloroform p.a (Mallinckrodt), NaCl p.a

(Mallinckrodt), NaOH p.a (Merck), zat warna Rhodamin B

(Merck), etanol 70% , larutan HCl 0,1 N, larutan NaOH 1%,

larutan ammonia 2% (dilarutkan dalam etanol 70% v/v), larutan

ammonia 10% (dilarutkan dalam etanol 70% v/v), larutan asam

asetat 10%, larutan NaCl jenuh, isopropanol: amoniak= 8: 2,

benang wol bebas lemak, dan aquadem


c. Cara kerja
Dalam analisis rhodamin B dilakukan pemisahan zat warna

yaitu dengan cara benang wol dididihkan dalam aquadem

25
kemudian dikeringkan, dicuci dengan kloroform, lalu dididihkan

dengan NaOH 1%, dan dibilas dengan aquadem. Ditimbang 10 g

sampel kemudian dipanaskan dalam 10 ml larutan ammonia 2%

(yang dilarutkan dalam etanol 70% v/v) selama kurang lebih 30

menit di atas nyala api kecil sambil diaduk. Larutan disaring, filtrat

diuapkan di atas penangas air. Residu yang didapat dilarutkan

dalam 10 ml air yang mengandung asam (10 ml air dicampur

dengan 5 ml asam asetat 10%).


Benang wol dimasukkan ke dalam larutan asam dan dididihkan

hingga 10 menit, kemudian benang wol diangkat (zat warna akan

mewarnai benang wol). Benang wol dicuci dengan aquadem lalu

dimasukkan ke dalam larutan basa, yaitu 10 ml ammonia 10%

(yang dilarutkan dalam etanol 70% v/v) dan dididihkan. Benang

wol akan melepas zat warna, zat warna masuk ke dalam larutan

basa tersebut.
Larutan basa tersebut selanjutnya dipakai sebagai cuplikan pada

analisis KLT. Sebanyak 5l larutan baku pembanding dan cuplikan

sampel ditotolkan pada plat KLT. Kemudian dielusi dalam bejana


yang berisi isopropanol:amoniak = 8:2 v/v. Setelah elusi selesai,

plat dikeringkan kemudian kromatogram yang diperoleh diamati

pada lampu UV 254 dan 366 nm (Utami, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

26
Anonim, 1996, The Merck Index, 12th Edition, Merck Research Laboratories
Division of MERCK, USA, 8354.
Anonimus.2006. Rhodamin B ditemukan pada makanan dan minuman
di Makassar

Badan POM Republik Indonesia, 1994, Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan
Sebagai Bahan Berbahaya.

Balai Besar POM Semarang. 2008. Laporan Hasil Pengujian Deputi III. Balai
Besar Pengawasan Obat dan Makanan. Semarang

Cahyadi Wisnu, 2006 analisis dan Aspek Kesehatab Bahan Tambahan Pangan
Bumi Aksara Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2006. Bahaya Penggunaan Rhodamin B Sebagai


Pewarna Makanan.

http://www,depkes.go.id/index.pt.p?option=viewarticle&sid=1556. Diakses
tanggal 12 Desember 2014
Food Watch Sistem Keamanan Terpadu. 2004. Bahan Tambahan Ilegal Boraks,
Formalin dan Rhodamin B. Food Watch. Jakarta

Peraturan Menteri Kesehatan No.722/MENKES/PER/IX/88 dalam Wisnu


Cahyadi, 2008, Analis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan
Pangan, Bumi Aksara.

Standar Nasional Indonesia, 1992, Cara Uji Bahan Pengawet Makanan dan
Bahan Tambahan yang Dilarang untuk Makanan, Pusat Standarisasi
Industri Departemen Perindustrian,.

Standar Nasional Indonesia, 1995, Bahan Tambahan Makanan, Pusat


Standarisasi Industri Departemen Perindustrian.

Standar Nasional Indonesia, 2004, Saus Tomat, Pusat Standarisasi Industri


Departemen Perindustrian.

Standar Nasional Indonesia, 1992, Cara Uji Bahan Tambahan Pangan/ Bahan
Pengawet, Pusat Standarisasi Industri, Departemen Perindustrian, 01-
2894-1992.

Syah.et all. 2005. Manfaat dan Bahaya Tambahan Pangan,Bogor : Himpunan


Alumni Fakulta Teknologi Pertanian IPB

Utami W, Suhendi A, 2009, Analisis Rhodamin B dalam Jajanan Pasar dengan


Metode Kromatografi Lapis Tipis_Jurnal Penelitian Sains dan
Teknologi

27
Wijaya D, 2011, Waspadai Zat Additif dalam Makananmu, Buku Biru, Jogjakarta.

Winarno, F.G.dan Titi S.R, 1994, Bahan Tambahan Untuk Makanan dan
Minuman, PT Pustaka harapan, Jakarta

Winarno FG, 2004, Kimia Pangan dan Gizi, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1; 214; 225..

Yuliarti, Nurheti. 2007. Awas Bahaya dibalik makanan,Yogyakarta : ANDI


Yogyakarta

PROPOSAL

28
KUALITAS SAUS TOMAT BERDASARKAN KANDUNGAN
RHODAMIN B PADA PENJUAL BAKSO
KECAMATAN LUWUK

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Kelompok Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat

Diajukan oleh:

NOVIANTI PAKAYA

NPM.201171073

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TOMPOTIKA LUWUK

TAHUN 2015

Usulan Penelitian
KUALITAS SAUS TOMAT BERDASARKAN KANDUNGAN

29
RHODAMIN B PADA PENJUAL BAKSO
KECAMATAN LUWUK

Yang diajukan oleh :


NOVIANTI PAKAYA
NPM. 2011 71 073

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Dra.Maria Kanan,M.Kes Muhamad Ikhsan Albasar. SKM,M.Kes


NIP.19671018199302 2 002 NIDN.9909003589

Mengetahui

Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Tompotika Luwuk

Husain, SKM, M.Kes


NIP.19630504 198503 1 016

30

Anda mungkin juga menyukai