Anda di halaman 1dari 11

METODE EVALUASI GIZI PROTEIN DAN LEMAK DALAM BAHAN

PANGAN SERTA MANFAATNYA DALAM TUBUH

(PAPER)

Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Gizi dan Evaluasi Pangan

DISUSUN OLEH:

AHMAD SYARIFUDDIN (105100100111041)


BAHTIAR RIFAI (105100101111037)
MIPTAKHUL HUDHA (105100101111027)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012

METODE EVALUASI PROTEIN


1. Deskripsi Protein
Protein merupakan senyawa organik makromolekul, yang memiliki kandungan atom
karbon,hidrogen, oksigen dan nitrogen. Namun, ada beberapa Protein diantaranya mengandung
sulfur, fosfor, besi atau mineral lain. Protein terdiri atas rantai-rantai asam amino, yang terikat satu
sama lain dalam ikatan peptida. Protein disusun dari 23 atau lebih unit yang sederhana yang disebut
asam amino, artinya protein tersebut memiliki kandungan gugus asam atau karboksil (-COOH) dan
gugus amino (-NH2) yang bersifat basa sehingga menyebabkan protein bersifat amfoter yaitu
mampu bersifat dan bereaksi sebagai basa dan asam. Dengan demikian protein mempunyai
mekanisme untuk mencegah perubahan pH yang tiba-tiba di dalam tubuh. Nitrogen merupakan
unsur utama protein, karena terdapat di dalam semua protein akan tetapi tidak terdapat di dalam
karbohidrat dan lemak. Unsur nitrogen merupakan 16% dari berat protein. Molekul protein lebih
kompleks daripada karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit
asam amino yang membentuknya.
Protein dibagi menjadi dua yaitu protein nabati (kacang-kacangan: kacang kedelai,
kacang merah, kacang hijau, kacang tanah) dan protein hewani (berbagai jenis daging, ikan dan
telur). Setiap jenis protein terdiri atas serangkaian molekul-molekul asam amino yang berikatan
menjadi satu.
2. Jenis Jenis Protein
Berdasarkan bentuknya :

a. Protein fibriler (skleroprotein)


Protein Fibriler adalah protein yang berbentukserabut. Protein ini tidak larut dalam pelarut-
pelarutencer, baik larutan garam, asam basa ataupun alkohol. Contohnya kolagen yang terdapat
pada tulang rawan, miosin pada otot, keratin pada rambut, dan fibrin pada gumpalan darah.
b. Protein globuler atau steroprotein
Protein globuler atau steroprotein adalah protein yang berbentuk bola. Protein ini larut dalam
larutan garam dan asam encer, juga lebih mudah berubah dibawah pengaruh suhu, konsentrasi
garam, pelarut asam dan basa dibandingkan protein fibriler. Protein ini mudah terdenaturasi, yaitu
susunan molekulnya berubah diikuti dengan perubahan sifat fisik dan fisiologiknya seperti yang
dialami oleh enzim dan hormon.

Berdasarkan kelarutannya, protein globuler dapat dibagi dalam beberapa grup yaitu :

a. Albumin
Albumin Yaitu protein yang larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contohnya albumin
telur, albumin serum, dan laktat albumin dalam susu.
b. Globulin
Globulin yaitu tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas, larut dalam larutan garam encer,
mengendap dalam larutan garam konsentrasi tinggi. Contohnya adalah legumin dalam kacang-
kacangan.
c. Glutelin
Glutelin yaitu tidak larut dalam pelarut netral tetapi larut dalam asam atau basa encer.
Contohnya glutelin gandum.
d. Prolamin atau gliadin
Prolamin atau gliadin yaitu larut dalam alkohol 70-80% dan tak larut dalam air
maupun alkoholabsolut.Contohnya prolamin dalam gandum.
e. Histon
Histon yaitu larut dalam air dan tidak larut dalam amoniak encer. Contohnya adalah histon dalam
hemoglobin.
f. Protamin
Protamin yaitu protein paling sederhana dibandingkan protein protein lainnya, tetapi lebih
kompleks daripada protein dan peptida, larut dalam air dan tidak terkoagulasi oleh panas.
Contohnya salmin dalam ikan salmon.
Berdasarkan hasil hidrolisa total suatu protein dikelompokkan sebagai berikut :
a. Asam amino esensial
Asam Amino Esensial yaitu asam amino yang tidak dapat disintesa oleh tubuh dan harus tersedia
dalam makanan yang dikonsumsi. Pada orang dewasa terdapat delapan jenis asam amino esensial :
1. Lisin2. Leusin 3. Isoleusin 4. Valin 5. Threonin 6. Phenylalanin 7. Methionin 8. Tryptophan
Sedangkan untuk anak-anak yang sedang tumbuh , ditambahkan dua jenis lagi ialah Histidin dan
Arginin.
b. Asam amino non esensial Yaitu asam amino yang dapat disintesa oleh tubuh.Ialah :
1. Alanin 2. Asparagin 3. Asam aspartat 4. Asam glutamat 5. Glutamin 6. Tirosin
7. Sistein 8. Glisin 9. Serin 10. Prolin

3. Mekanisme Pencernaan Protein


Protein yang masih terbungkus dalam makanan di hancurkan di dalam mulut sehingg
berubah menjadi partikel partikel kecil yang memudahkan dalam pemecahan lanjut secara
kimiawi, hingga kemudian menuju lambung. Di lambung makanan yang halus menerima HCl
yang di hasilkan oleh kelenjar dinding lambung. HCl bersifat asam yang memiliki PH sekitar 2
sehingga dapat mematikan mikroorganisme dan merubah bentuk fisik makanan menjadi seperti
bubur. Selain itu, HCl mengaktifkan Proenzim proenzim dari pankreas dan Lamobung. Enzim
pepsin merupakan Enzim yang awalnya belum aktif yang berupa enzim Pepsinogen kemudian
dengan bantuan HCl maka dapat di aktifkan menjadi Enzim Pepsin. Enzim pepsin mengubah
Polipeptida menjadi oligopeptida dan peptida peptida lainnya. Setelah itu, enzim enzim dari
pankreas akan memecah lebih lanjut oligopeptida dan polipeptida menjadi Tripeptida, dipeptida
dan asam asam amino. Kemudia hasil pemecahan protein tersebut akan di edarkan oleh darah
menuju ke bagian bagian sel dalam tubuh.
4. Evaluasi Protein
Secara INVITRO :
Metode Invitro Merupakan Metode Evaluasi Protein dengan metode analisis kandungan
protein suatu bahan pangan atau produk pangan melalui uji dalam laboratorium. Diantaranya
adalah sebagai berikut :
4.1 Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun 1883 oleh pembuat bir bernama Johann
Kjeldahl. Makanan didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen yang dapat
ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian
dihitung dari kadar nitrogen dalam sampel. Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga
sekarang, walaupun dengan modifikasi untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran
yang lebih akurat. Metode ini masih merupakan metode standart untuk penentuan kadar protein.
Karena metode Kjeldahl tidak menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan faktor
konversi (F) untuk menghitung kadar protein total dan kadar nitrogen. Faktor konversi 6,25
(setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein) digunakan untuk banyak jenis makanan, namun
angka ini hanya nilai rata-rata, tiap protein mempunyai faktor konversi yang berbeda tergantung
komposisi asam aminonya. Metode Kjeldahl terdiri dari tiga langkah : digesti, netralisasi dan
titrasi.
Prinsip pencernaanya : Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu
digesti dan didigesti dengan pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai oksidator yang
dapat mendigesti makanan), natrium sulfat anhidrat (untuk mempercepat tercapainya titik didih)
dan katalis sepert tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium (untuk mempercepat
reaksi). Digesti mengubah nitrogen dalam makanan menjadi amonia, sedangkan unsur oganik
lain menjadi CO2 dan H2O. Gas amonia tidak dilepaskan ke dalam larutan asam karena berada
dalam bentuk ion amonium (NH4 +) yang terikat dengan ion sulfat (SO4 ) 2- sehingga yang berada
dalam larutan adalah :
N(makanan) (NH4)2SO4
Prinsip Netralisasi, labu digesti dihubungkan dengan labu penerima (recieving flask)
melalui sebuah tabung. Larutan dalam labu digesti dibasakan dengan penambahan NaOH, yang
mengubah amonium sulfat menjadi gas amonia :
(NH4)2SO4 + 2 NaOH 2 NH3 + 2 H2O + Na2SO4
Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah keluar dari labu digesti
masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat berlebih. Rendahnya pH larutan di labu
penerima mengubah gas amonia menjadi ion amonium serta mengubah asam borat menjadiion
borat:
NH3 + H3BO3 NH4+ + H2BO3-
4.2 Metode Dumas Termodifikasi
Prinsip Metode Dumas Termodifikasi yaitu Sampel dengan massa tertentu dipanaskan
dalam tangas pada suhu tinggi (sekitar 900 oC)dengan adanya oksigen. Cara ini akan melepaskan
CO2, H2O dan N2. Gas CO2 dan H2O dipisahkan dengan melewatkan gas pada kolom khusus
untuk menyerapnya. Kandungan nitrogen kemudian dihitung dengan melewatkan sisa gas
melalui kolom dengan detektor konduktivitas termal pada ujungnya. Kolom ini akan membantu
memisahkan nitrogen dari sisa CO2 dan H2O. Alat dikalibrasi dengan senyawa analis yang
murni dan telah diketahui jumlah nitrogennya, seperti EDTA (= 9,59 %N). Dengan demikian
sinyal dari detektor dapat dikonversi menjadi kadar nitrogen. Dengan metode Kjeldahl
diperlukan konversi nitrogen dalam sampel menjadi kadar protein, tergantung susunan asam
amino protein.
4.3 Metode Spektroskopi UV-visible
Prinsip Metode ini berdasarkan kemampuan protein menyerap (atau membaurkan) cahaya
di daerah UV-visible. Atau secara kimiawi atau fisik memodifikasi protein untuk membuatnya
menyerap (atau membaurkan) cahaya di daerah UV-visible. Prinsip dasar di balik masing-masing
uji ini serupa. Pertama-tama, semua serapan kurva kalibrasi (atau turbiditas) vs kadar protein
disiapkan menggunakan satu seri larutan protein yang sudah diketahui kadarnya. Serapan (atau
turbiditas) larutan yang dianalisis kemudan diukur pada panjang gelombang yang sama, dan
kadar protein ditentukan dari kurva kalibrasi. Perbedaan utama pengujian ini adalah gugus fungsi
yang berperan untuk absorbsi atau pembiasan radiasi elektromagnetik, misalnya ikatan peptida,
rantai samping aromatis, gugus inti dan agregat protein. Yang termasuk kedalam metode ini
adalah metode lowry, metode biuret, metode pengikat warna dan metode turbimetri.
5. Evaluasi protein
Secara INVIVO :
Metode Evaluasi Gizi protein secara In vivo didasarkan pada daya cerna protein
(digestibility) yaitu Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino oleh enzim
pencernaan (protease) Di dalam tubuh organisme sudah terdapat protein yang disebut protein
endogen yang berasal dari hormone yang dikeluarkan oleh tubuh kita, namun belum cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh, oleh sebab itu untuk meningkatkan protein tubuh dibutuhkan
konsumsi pangan sumber protein yang cukup ,baik pangan nabati maupun hewani.
Banyaknya protein yang dapat dicerna dan diserap oleh tubuh dapat
digunakan untuk menentukan kualitas protein suatu pangan . Suatu protein yang
mudah dicerna menunjukan jumlah asam amino yang dapat diserap dan
digunakan tubuh, karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses
. Oleh sebab itu dapat dilakukan analisis mengenai daya cerna protein dalam
tubuh dari suatu bahan pangan. Pengukuran daya cerna protein ini dapat
menggunakan tikus, karena diasumsikan bahwa tikus putih memiliki kesamaan
fisiologis dengan manusia. ransum sumber protein yang dapat diberikan kepada
tikus adalah rebon, tempe, casein, dan ransum non protein. Terdapat lima
macam Basic Stock tikus putih ( Albino Normay rat, Rattus Norvegicus ) yang
dapat digunakan sebagai hewan percobaan Evaluasi Nilai Gizi Protein yaitu Long
evans, Osborne Mendel, Shermen, Sprague Dewley dan Wistar. Beberapa sifat
karakteristik tikus percobaan yaitu:
(a) Noctural, berarti aktif pada malam hari, tidur pada siang hari
(b) Tidak mempunyai kantung empedu ( gall bladder )
(c) Tidak dapat mengeluarkan isi perutnya ( muntah )
(d) Tidak pernah berhenti tumbuh, walaupun kecepatannya menurun setelah
berumur 100 hari

Dalam penggunaan tikus sebagai hewan percobaan, harus diperhatikan


penanganannya tikus tidak boleh ditangani dengan meggunakan alat, artinya
harus dipegang dengan tangan dan jangan dipegang dengan ekornya. Tikus
harus dipegang dengan cara menempatkan telapak tangan pada punggungnya,
ibu jari serta telapak tangan untuk memegang kaki kaki depan dibawah
lehernya.
Kandang tikus harus berlokasi pada tempat yang bebas dari suara ribut, dan terjaga dari
asap industri atau polutan lainnya. Suhu optimum ruangan untuk tikus adalah 22 240 C dan
kelembaban udara 50 60 %, dengan ventilasi yang cukup ( jangan ada jendela terbuka ).
Cahaya harus diusahakan agar terdapat keadaan 12 jam gelap dan 12 jam terang (di daerah tropis
seperti di Indonesia, hal ini tidak merupakan masalah). Ukuran kandang yang standar adalah
79, 57 inci, yaitu untuk 1 ekor tikus. Kandang harus terbuat dari bahan yang tidak mudah
berkarat. Tempat makanan harus dibuat cukup besar untuk ad litum feeding. Demikian juga
tempat minum, harus mudah dicapai oleh tikus, botol tempat air minum harus dibersihkan setiap
1 minggu sekali Umumya yang digunakan adalah tikus tikus yang baru disapih (umur 21 hari
). Sebelum dilakukan percobaan harus dilakukan masa adaptasi selama 4 5 hari untuk
membiasakan tikus pada lingkungan laboratorium. Selain itu, pada masa adaptasi ini dapat
digunakan pengamatan apakah tikus dapat terus digunakan untuk percobaan dan tidak dalam
keadaan sakit. Pada masa adaptasi ini biasanya diberikan semi syntetic diet atau ransum yang
digunakan sebagai kontrol, yaitu kasein atau laktalbumin sebagai sumber proteinnya, dicampur
dengan bahan bahan lain (karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral).Bahan bahan makanan
tersebut hanya boleh dicampurkan apabila akan digunakan dan untuk menjaga agar tidak terjadi
perubahan akibat pengaruh fisik, kimia atau mikrobiologi. bahan bahan tersebut disimpan pada
suhu 4o C didalam refrigerator.
Setelah itu tikus diberikan ransum sebanyak 10 gr selama 1-10 hari kemudian dilakukan
penimbangan berat badan tikus 2 hari sekali, sedangkan penimbangan feses dan urin dilakukan
setiap hari.Setelah pemberian ransum berakhir, maka selanjutnya dilakukan analisis kimia lebih
lanjut melalui proses pemurnian, destilasi, kemudian titrasi hingga pada akhirnya diketahui
kandungan nitrogen pada feses, urin, dan ransum. Data yang diperoleh diolah untuk mendpatkan
hasil PER,NPR,NPU, serta digestibility protein dari pangan yang diujikan.
Perhitungan PER
PER adalah suatu pengujian 28 hari dengan kasein ANRC ( Animal Nutrition Research
Council ) sebagai protein reverensi. Berat tikus dan konsumsi ransum harus diukur secara
berkala ( umumnya berat badan tikus tiap 2 hari, sedangkan konsumsi ransum diukur tiap hari ).
Tikus harus diberi kandang masing masing ( 1 ekor dalam 1 kandang ) dan diberi ransum serta
air minum ad libitum yang berarti tikus tikus tersebut diberi keleluasaan kapan saja mereka
mau makan dan minum serta jumlahnya tidak dibatasi.Penghitungan PER dilakukan dengan
Rumus:
Pertambahan jumlah BB / jumlah protein yang di konsumsi

Penentuan NPR
NPR ( Net Protein Ratio ) dikembangkan oleh Bender dan Doel pada tahun 1957 dengan
tujuan untuk memecahkan masalah masalah teoritis yang terdapat pada PER. Dalam penentuan
NPR, baik ransum maupun persyaratan tikus yang digunakan sama dengan yang terdapat pada
penentuan PER. Bedanya adalah pada NPR ditambahkan 1 grup tikus yang diberi ransum non
protein dan percobaan hanya dilakukan selama 10 hari.
NPR dihitung dengan menggunakan rumus :
Pertambahan berat (protein uji) penurunan berat (non protein) / Konsumsi protein uji
Penurunan berat dihitung sebagai angka rata rata penurunan berat badan dari grup tikus yang
menerima ransum non protein. NPR dihitung untuk tiap tiap ekor tikus dan nilai rata ratanya
dihitung untuk tiap grup. Selanjutnya nilai NPR rata rata tersebut dinyatakan sebagai
persentase dari nilai NPR kasein sebagai grup kontrol.
Penentuan NPU dan Daya Cerna
Suatu metode kuantitatis untuk mengevaluasi suatu protein secara biologis, petama kali
diuraikan oleh Thomas pada tahun 1909. Metode ini dikenal dengan sebutan Nilai Biologis
( Biological Value, BV ). Metode ini dikembangkan dengan menggunakan subjek orang dewasa.
Thomas mengekspresikan BV dengan rumus :
Nitrogen tertinggal dalam tubuh / Nitrogen yang diabsorbsi
Pekerjaan tersebut sangat sulit untuk dilaksanakan, karena memerlukan ketelitian dalam
hal pengumpulan dan pengukuran makanan serta excreta. Mitchell pada tahun 1923 1924
mengadopsi metode tersebut pada tikus, baik pada tikus muda maupun dewasa. Selanjutnya
mendefinisikan BV dengan rumus:
N konsumsi ( N feses N metabolik ) ( N urine N endogen ) /N konsumsi ( N feses N
metabolik )
N metabolik dan N endogen diukur pada hewan yang diberi ransum bebas protein. Dari
data tersebut dapat dihitung daya cerna sejati ( True Digestibility, D) dengan rumus :
N konsumsi (N feses-N metabolik) / N Konsumsi
Dan untuk menghitung Digestibility Apparent dapat dihitung dengan menggunakan rumus ;
N konsumsi N feses / N konsumsi
Oleh karena NPU sama dengan N yang tertinggal dalam tubuh / N yang dikonsumsi,
sedangkan BV N yang tertinggal dalam tubuh / N yang diabsorbsi dan D = N yang diabsorbsi / N
yang dikonsumsi, maka NPU = BV x D, dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
N konsumsi ( N feses N metabolik ) ( N urine N endogen ) / N konsumsi

METODE EVALUASI GIZI LEMAK


1. Deskripsi Lemak
Lemak merupakan komponen bahan makanan yang penting. Istilah minyak atau lemak
sebenarnya tergantung apakah pada suhu kamar bahan tersebut dalam keadaan cair atau padat.
Bila pada suhu kamar dalam keadaan cair, maka disebut minyak, sebaliknya bila dalam keadaan
padat disebut lemak. Lipid atau lipida merupakan istilah ilmiah, yang mencakup baik minyak
maupun lemak. Dalam pustaka asing, lipida yang kita makan umumnya disebut ditery fat.
Lemak secara kimiawi tersusun oleh sekelompk senyawa yang berbeda.Lemak secara kimiawi
tersusun oleh sekelompk senyawa yang berbeda. Fungsi dan manfaat lemak Sehubungan dengan
fungsi lemak Sebagai bahan makanan lemak mempunyai peranan yang penting, bahwa:(1)
Kandungan kalorinya sangat tinggi yang mensuplai sekitar 9 kalori per gram, Selain itu adanya
lemak dalam bahan makanan dapat memberikan citarasa kelezatan yang lebih menarik.(2)
Kandungan asam lemak sangat penting, yang disebut asam lemak esensial, karena dapat
merupakan prekursor pembentukan hormon tertentu seperti prostaglandin. Selain itu juga
sebagai penyusun membran yang sangat penting untuk berbagai tugas metabolisme.(3) Lemak
juga dapat melarutkan berbagai vitamin, yaitu vitamin A, D, E dan K. 4). Lemak dalam tubuh
dapat melindungi berbagai organ yang penting, seperti ginjal, hati dan sebagainya.
Pengaruh asam lemak tidak jenuh tunggal yang ada dalam lemak pangan bersama
dengan asam lemak jenuh dan tidak jenuh majemuk terhadap perubahan baik kadar jumlah
kholesterol maupun kholesterol LDL dan kholesterol HDL. Substitusi lemak jenuh (S) dengan
lemak tidak jenuh majemuk (P) dan lemak tidak jenuh tunggal (M) atau yang diformulasikan
dengan kenaikan nilai (P+M)/S akan dapat menurunkan kadar kholesterol baik LL dan HDL.
Penggunaan asam lemak tidak jenuh tunggal untuk menurunkan kadar kholesterol nampaknya
dianggap lebih mantap. Hal ini disebabkan, karena kadar asam lemak tidak jenuh tunggal yang
tinggi dalam makanan yang dikonsumsi tidak mempunyai dampak penurunan kadar kholesterol
HDL, Karena banyaknya bukti tentang peran positif asam lemak tidak jenuh tunggal dalam
mencegah terjangkitnya penyakit jantung koroner dan pertumbuhan beberapa jenis kanker,
pemanfaatan asamoleat untuk formulasi makanan olahan menjadi populer. Asam lemak omega-3
mempunyai pengaruh berbeda dengan asam lemak yang lain Asam lemak omega-3 dianggap
penting untuk otak dan retina dengan baik. Hal ini diperkirakan karena lemak dalam organ
tersebut mengandung asam lemak omega-3 dengan kadar yang tinggi.Asam lemak rantai sedang
Trigliserida dengan asam lemak yang berantai sedang (Medium Chain Triglyceride atau MCT)
merupakan trigiliserida yang mempunyai sifat penting dari segi nutrisi, Metabolsime lemak.
Setelah itu metabolisme MCT dan pemanfaatan klinisnya banyak dipelajari (Bach and Babayan,
1982).Asam lemak rantai sedang (Medium Chain Fatty Acid atau MCFA) begitu juga MCT
ada dalam bentuk cair pada suhu kamar. Molekul MCFA relatif lebih kecil sehingga mudah larut
dalam air. Dalam larutan yang netral MCFA merupakan elektrolit yang lemah dan molekulnya
terionisasi. Sifat-sifat itulah yangmenentukan bentuk metabolismenya.maupun dalam usaha
untuk mengurangi kadar lemak dalam darah.Asam lemak trans dalam proses hidrogenasi secara
alami yang terjadi pada hewan ruminansia, asam lemak dengan struktur trans dapat terbentuk.
Oleh karena itu asam lemak trans didapati dalam susu hewan ruminansia, dalam mentega, juga
dalam lemak yang ada dalam daging. Asam lemak trans ini juga terbentuk dalam proses
hidrogenasi asam lemak tidak jenuh dari minyak nabati untuk pembuatan margarin. Tujuan
proses hidrogenasi tersebut ialah untuk menghasilkan lemak yang lebih stabil serta mempunyai
sifat fungsional yang dikehendaki.
2. Metode Evaluasi Nilai Lemak
Parameter yang digunakan untuk mengevaluasi nilai lemak, antara lain:
1. Bilangan peroksida
2. Bilangan TBA
3. Bilangan iod
4. Kadar asam lemak trans dan asam lemak esensial
5. Profil lipid darah (total kolesterol, trigliserida, HDL, LDL)
6. Kadar TBARS, menunjukkan tingkat oksidasi lemak
7. Pengujian daya hipokolesterolemik in vitro
8. Pengujian kapasitas pengikatan asam empedu atau kolesterol in vitro
9. Kadar asam empedu sekum
2.1 Bilangan iod
Bilangan iod menggambarkan derjat ketidakjenuhan lemak/minyak. Asam-asam lemak
tidak jenuh pada minyak/lemak mempunyai kemampuan mengabsorpsi sejumlah iod, terutama
bila dibantu dengan suatu carrier seperti iodin klorida atau iodin bromida, membentuk suatu
senyawa yang jenuh. Jumlah iod yang diabsorpsi menunjukkan ketidak-jenuhan lemak/minyak.
Ke dalam sejumlah sampel minyak/lemak ditambahkan iod berlebih. Kelebihan iod dititrasi
dengan natrium tiosulfat sehingga iod yang diabsorpsi oleh minyak/lemak dapat diketahui
jumlahnya. Bilangan iod didefinisikan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100 gram
minyak/lemak.

2.3 Bilangan Peroksida


Penentuan bilangan peroksida biasanya didasarkan pada pengukuran sejumlah iod yang
dibebaskan dari kalium iodida melalui reaksi oksidasi oleh peroksida pada suhu ruang di dalam
medium asam asetat/kloroform
2.4 Bilangan TBA
Asam 2-tiobarbiturat (TBA) bereaksi dengan malonaldehid membentuk warna merah.
Malonaldehid adalah produk degradasi lipid teroksidasi.
2.5 Kadar asam lemak trans dan asam lemak esensial
Pengukuran kadar keduanya dapat dilakukan dengan metode HPLC.
3. Profil lipid darah
Lipid darah meliputi kadar trigliserida (TG), kadar total kolesterol (TK), kadar HDL dan
kadar LDL. Kadar TG, TK dan HDL pada plasma/serum dapat diukur dengan menggunakan kit
reagen komersial. Kit komersial berisi sejumlah enzim-enzim spesifik yang mengubah substrat
menjadi kromofor, sehingga kadarnya dapat diukur dengan spektrofotometri.
Analisis Kadar Total Kolesterol (TK)
Kadar kolesterol total diukur dengan metode CHOD-PAP dan menggunakan pereaksi kit.
Kolesterol diukur setelah dihidrolisis dan dioksidasi secara enzimatis. Prosedur analisis yaitu
sampel atau standar diambil sebanyak 100 ul dan dicampurkan dengan 1000 ul pereaksi kit
(mengandung kolesterol esterase, kolesterol oksidase, fenol, 4-aminoantipyrine, peroksidase dan
bufer) kemudian dimasukkan ke dalam tabung lalu dicampurkan sampai homogen. Campuran
diinkubasi pada suhu 37 0C selama 5 menit, dan kemudian dibaca absorbansinya pada panjang
gelombang 500 nm. Perhitungan kadar kolesterol total dilakukan dengan menggunakan rumus :
Kadar kolesterol (mg/dl)= (absorbansi sampel) X 200 mg/dl:(absorbansi standar)
Analisis Kadar HDL
Pengukuran HDL dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan presipitasi terhadap lipoprotein
densitas rendah (LDL dan VLDL) dan kilomikron. Presipitasi dilakukan dengan penambahan
asam fosfotungstat dan kehadiran ion magnesium (MgCl2). Setelah sentrifugasi, HDL dalam
supernatan diukur menggunakan pereaksi kit yang sama dengan pengukuran total kolesterol
(CHOD-PAP). Prosedur presipitasi adalah : sebanyak 200 ul serum darah dicampurkan dengan
500 ul pereaksi presipitasi yang telah diencerkan dengan akuades (rasio
4+1), kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu kamar. Setelah sentrifugasi pada 1074g
(4000 rpm) selama 10 menit, dihasilkan supernatan yang siap untuk dianalisis .
Kadar HDL (mg/dl)= (absorbansi sampel) X 200 mg/dl:(absorbansi standar).

Analisis Kadar Trigliserida (TG)


Trigliserida ditentukan setelah hidrolisis enzimatis dengan lipase. Sampel atau standar diambil
sebanyak 10 ul dan dicampurkan dengan 1000ul pereaksi kit, kemudian dimasukkan ke dalam
tabung lalu dicampurkan sampai homogen. Campuran diinkubasi pada suhu 370C selama 5
menit, dan kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm. Perhitungan kadar
trigliserida dilakukan dengan menggunakan rumus :
Kadar trigliserida (mg/dl)=(absorbansi sampel)X 200 mg/dl:(absorbansi standar)
Perhitungan Kadar LDL
Teknik yang paling banyak digunakan oleh lab klinik untuk mengukur kadar LDL pasien yaitu
dengan menggunakan formula Friedewald sebagai berikut :
Kadar LDL = Total kolesterol HDL TG/5. Diasumsikan bahwa TG/5 merupakan kadar
VLDL.
4. Pengujian Daya Hipokolesterolemik Secara in vivo
Sebelum diperlakukan, hewan percobaan dibuat hiperkolesterolemia terlebih dahulu
dengan cara pemberian kolesterol dalam ransum dan dicekok PTU (Propil Tiourasil) sebanyak 2
mg/kg BB/hari. Kondisi hiperkolesterolemia juga dapat dicapai dengan pemberian asam kolat
atau turunannya di dalam ransum bersamaan dengan kolesterol (tanpa PTU). Pemantauan kadar
kolesterol serum dilakukan dengan mengambil sampel darah dari ujung ekor tikus. Setelah
kondisi hiperkolesterolemia tercapai, hewan percobaan dikelompokkan untuk diberi perlakuan.
Pemberian perlakuan (sampel uji) dilakukan hingga kadar kolesterol serum salah satu kelompok
mencapai nilai seperti semula atau normal yaitu sekitar 60-70 mg/dL. Sebagai kelompok kontrol
positif adalah kelompok hiperkolesterolemia yang tidak diberi sampel uji. Di akhir perlakuan,
tikus dieutanasi untuk dianalisis profil lipida darahnya menggunakan kit, yang meliputi kadar
total kolesterol (TK), High Density Lipoprotein (HDL), dan trigliserida (TG), serta
penghitungan Low Density Lipoprotein (LDL) dan indeks aterogenik (IA). Pengujian daya
hipokolesterolemik juga dapat dilakukan tanpa membuat kondisi hiperkolesterolemia terlebih
dahulu. Model pengujian seperti ini digunakan untuk mengeavaluasi kemampuan
hipokolesterolemik melalui kemampuan menahan penyerapan kolesterol. Dalam model ini,
sampel uji diberikan bersamaan dengan pemberian kolesterol, kemudian dilakukan pengukuran
kadar lipid darah selama perlakuan.

5. Pengujian Kapasitas Pengikatan Asam Empedu atau Kolesterol Secara in vitro


Untuk melihat adanya kapasitas pengikatan asam empedu atau kolesterol, maka sampel
uji diinkubasi bersamaan dengan sejumlah asam empedu atau kolesterol. Selama inkubasi
dilakukan penambahan enzim-enzim pencernaan (pepsin, tripsin, pankreatin danlipase) sehingga
menyerupai kondisi pencernaan. Di akhir proses inkubasi, dilakukan sentrifugasi dan selanjutnya
pengukuran kadar asam empedu atau kolesterol pada bagian supernatan. Rendahnya kadar
asam empedu atau kolesterol pada supernatan menunjukkan kemampuan sampel ujimengikat
asam empedu atau kolesterol. Kadar asam empedu atau kolesterol dapat diukur dengan
menggunakan kit pereaksi. Sebagai kontrol untuk dapat digunakan kolestiramin (pengikat asam
empedu) dan serat oat (pengikat kolesterol).
Analisis Kadar Kolesterol dengan metode Liebermann-Buchards
Tabung sentrifus 15 ml diisikan 12 ml campuran alkohol-eter, kemudian dimasukkan 0.01
g sampel padat, diaduk perlahan sampai homogen. Tabung ditutup rapat dan dikocok kuat selama
1 menit dengan vortex. Tabung disentrifugasi selama 3 menit dan supernatannya dipindahkan ke
dalam gelas piala ukuran 50 ml lalu diuapkan di atas penangas mendidih hingga kering. Residu
kering ditambahkan kloroform 2-2,5 ml dan dikocok perlahan agar larut. Ekstrak dipindahkan
secara kuantitatif dan ditepatkan menjadi 5 ml dengan kloroform. Kemudian ditambahkan 2 ml
asetat anhidrida dan 0.1 ml asam sulfat pekat, dan dikocok. Tabung disimpan di ruang gelap
selama 15 menit dan diukur absorbansinya pada 420 nm.
Analisis Kadar Asam Empedu Sekum (Bagian Awal Kolon)
Sebelum pengukuran, dilakukan preparasi sampel sebagai berikut. Sebanyak 0,2 g isi
sekum dihomogenisasi dengan 2 ml KOH-etanol (0,5 mol/L) dan disonikasi60-70oC selama 90
menit. Homogenat disentrifugasi pada 1074g (4000 rpm) selama 10 menit sehingga diperoleh
supernatan jernih. Kadar asam empedu supernatan diukur dengan menggunakan pereaksi kit Bile
Acids.
Prosedur :
Blanko Sampel Sampel Blanko Standar Standar
Sampel 200 ul 200 ul - -
Standar - - 200 ul 200 ul
Pereaksi - 500 ul - 500 ul
Sampel
Pereaksi blanko 500 ul - 500 ul -
Setelah tercampur dengan baik kemudian diinkubasi selama 20 menit pada 25oC atau 15 menit
pada 37oC. Reaksi dihentikan dengan menambahkan stop buffer masing-masing 500 ul. Setelah
dicampur, absorbansi diukur pada 540 nm. Kurva standar dibuat dengan memplotkan nilai selisih
nilai absorbansi standar (A standar A blanko standar) terhadap konsentrasi standar. Konsentrasi
asam empedu sampel dihitung setelah memplotkan selisih nilai absorbansi sampel (A sampel A
blanko sampel) terhadap kurva standa

Anda mungkin juga menyukai