Anda di halaman 1dari 70

ANALISIS ZAT WARNA RHODAMIN B DALAM SAUS TOMAT

DAN CABE KEMASAN PLASTIK YANG BEREDAR DI KOTA


MEULABOH

SKRIPSI

OLEH

TARMIZI
NIM : 09C10104124

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH
ALUE PEUNYARENG - ACEH BARAT
2013

i
ANALISIS ZAT WARNA RHODAMIN B DALAM SAUS TOMAT
DAN CABE KEMASAN PLASTIK YANG BEREDAR DI KOTA
MEULABOH

SKRIPSI

OLEH

TARMIZI
NIM : 09C10104124

Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH
ALUE PEUNYARENG - ACEH BARAT
2013

i
i
ABSTRAK

TARMIZI : Analisis Zat warna Rhodamin-b dalam Saus Tomat Dan Cabe
Kemasan Plastik Yang Beredar Di kota Meulaboh, di bawah bimbingan Bapak
Kiswanto, S. Pd, M. S i dan Bapak Jun Musnadi Is, SKM.
Saus tomat dan cabe merupakan salah satu bentuk olahan yang dipergunakan
sebagai bahan penyedap makanan, saus tomat adalah bubur kental yang diperoleh
dari pengolahan daging buah tomat yang masak dan segar dengan penambahan
bumbu-bumbu dan dugunakan sebagai penyedap makanan. Dari pengujian yang
dilakukan YLKI pada tahun 1979-1990 diberbagai kota besar di Indonesia
ternyata masih banyak saus tomat yang menggunakan bahan bukan dari tomat asli
melainkan ubi jalar dan pepaya selain itu menggunakan bahan pewarna tidak
sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah. Rhodamin B
merupakan zat pewarna berupa serbuk kristal berwarna hijau atau ungu
kemerahan, tidak berbau serta mudah larut dalam larutan warna merah terang
berflouresan sebagai bahan pewarna textil, saat ini masih ada produk makanan
yang di temukan mengandung rhodamin B salah satu nya adalah saus tomat dan
cabe.
Tujuan Penelitian untuk mengetahiu apakah produk saus tomat dan cabe kemasan
plastik yang beredar di Kota Meulaboh mengandung zat warna sintetis yaitu
rhodamin-b yang dilarang menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1998.
Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen dengan cara melakukan pengujian
labolatorium, populasi penelitian adalah seluruh merek saus tomat dan cabe
kemasan plastik dan satu saus tidak bermerek yang beredar di Kota Meulaboh.
Sampel dalam penelitian ini adalah saus tomat dan cabe kemasan plastik yang
beredar di kota Meulaboh, dengan merek Dena, Dua ikan tradisional, Captain,
ABC, dan saus tidak bermerek yang di ambil secara acak di pasar Kota Meulaboh.
uji zat warna Rhodamin-b menggunakan metode kromatografi kertas di lakukan di
Akademik Analis Kesehatan Banda Aceh.
Kesimpulan bahwa setelah dilakukan pemeriksaan sampel pada saus tersebut di
labolatorium akademik analis kesehatan Banda Aceh bahwa ke 5 saus tomat dan
cabe kemasan plastik dengan merek, Dena, Captain, Dua ikan tradisional, ABC,
dan saus tidak Bermerek hasilnya Negatif yaitu bebas dari zat perwarna
Rhodamin-b, Di sini penulis hanya meneliti satu zat warna saja yaitu Rhodamin-b.
dari hasil penelitian maka kelima saus tersebut bebas dari zat pewarna rhodamin-
b. Tetapi belum tentu bebas dari zat warna aditif lainnya karna benang wol yang
di panaskan tidak menunjukan warna hijau kotor, Untuk melindungi konsumen
dari bahaya produk makanan tersebut sebaiknya pemerintah melalui instansi
terkait meningkatkan pengawasan terhadap produk makanan, pembinaan dan
penyuluhan kepada produsen makanan tersebut, penyuluhan kepada masyarakat
sebagai konsumen produk makanan tersebut dan sebagai pedagang makanan
(bakso/mie).

Kata Kunci : Saus tomat, saus cabe, rhodhamin-b

iv
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini Peran bahan tambahan pangan (BTP) khusus nya zat pewarna

makanan menjadi semakin meningkat sejalan dengan kemajuan teknologi produk

bahan tambahan pangan sintesis, banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk

lebih murni dan tersedia secara komersial dengan harga yang relatif murah, akan

mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan ( BTP ) yang berarti

meningkatnya komsumsi bahan tersebut bagi setiap individu ( Cahyadi ,2008). salah

satunya produk pangan olahan yang sering menggunkan bahan tambahan pangan

( BTP ) zat pewarna merupakan saus tomat dan cabe kemasan plastik yang diproduksi

oleh industri besar ataupun industri rumah tangga yang sering diberitakan di media

masa ataupun media cetak mengandung bahan pewarna sintetis yang membahayakan

kesehatan.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, beberapa zat

pewarna telah mengalami perkembangan seperti halnya zat pewarna hasil rekayasa

teknologi yang ikut berkembang. Warna merupakan salah satu faktor penentu yang

dilihat oleh seseorang sebelum memutuskan untuk memilih suatu barang yang

termasuk di dalamnya adalah makanan dan minuman. Makanan yang memiliki warna

cenderung lebih menarik untuk dipilih konsumen daripada makanan yang tidak

berwarna. Pemakaian zat pengawet, pemanis dan pewarna sintetik pada makanan dan

minuman telah banyak digunakan. Khususnya zat pewarna, masih banyak ditemukan

pemakaian zat pewarna sintetik yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia,

1
2

contohnya: Rhodamin B, Sudan I, Metanil Yellow, Citrus Red, Violet dan lain-lain.

Pewarna tersebut dinyatakan berbahaya oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI

Nomor: 239 / Men.Kes / Per / V / 85

Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai

pewarna tekstil. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 2004, Rhodamin B

merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk

pangan. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi

pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan, dan gangguan hati, akan tetapi

sampai sekarang masih banyak produsen yang menggunakan Rhodamin B dalam

produk makanan dan minuman yang dihasilkannya. Rhodamin B banyak ditemukan

dalam produk kerupuk, jelli/agar-agar, aromanis, saus dan minuman serta dalam

terasi. Rhodamin B dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik

yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti kanker dan

tumor pada organ tubuh manusia. (Trestiati, 2003),

Saus adalah cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna

menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang (dengan

rasa pedas atau tanpa rasa pedas). Saus mempunyai daya simpan panjang karena

mengandung asam, gula, garam, dan sering kali pengawet. Saus dibuat dari

campuran bubur buah tomat, cabe dan bumbu-bumbu lainnya, berwarna merah

muda dan agak orange sesuai dengan warna tomat dan cabe yang digunakan. Saus

yang baik berwarna merah tidak pucat, atau bahkan cenderung berwarna orange, bila

pucat dan berwarna merah kekuningan berarti bukan berasal dari tomat asli

melainkan sudah ditambah dengan bahan-bahan lain serta menggunakan zat pewarna.
3

Saus yang terbuat dari buah asli sebenarnya sama sekali tidak memerlukan zat

pewarna (Anonime, 2007).

Berita media masa sering kali memuat kasus keracunan pangan serta

penggunaan bahan kimia berbahaya yang membahayakan kesehatan. Kasus

keracunan pangan yang paling sering di laporkan di indonesia tahun 2004-2006

adalah keracunan akibat pangan rumah tangga, pangan jajanan, dan pangan olahan.

(Rahayu,2006)

Dari pengujian yang dilakukan yayasan lembaga konsumen indonesia (YLKI)

pada tahun 1979-1990 diberbagai kota besar di Indonesia ternyata masih banyak saus

tomat yang menggunakan bahan bukan dari tomat asli melainkan ubi jalar dan pepaya

selain itu menggunakan bahan pewarna tidak sesuai dengan peraturan yang telah

ditetapkan oleh pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah produk

saus tomat yang beredar di Pasar Johar Kota Semarang mengandung zat warna

sintetis yang dilarang menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1998.

Petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Semarang

pada Januari 2010, menemukan beberapa jajanan sekolah yang mengandung zat-zat

berbahaya bagi manusia saat melakukan pemeriksaan rutin makanan di SD Negeri

Pendrikan Tengah 01-02 di Jalan Sadewa Semarang dan SD Masehi di Jalan Imam

Bonjol. Dari beberapa jajanan sekolah yang diperiksa ternyata ditemukan dua produk

jajanan yang mengandung zat berbahaya, yaitu formalin yang ditemukan pada mie

goreng dan Rhodamin B (pewarna tekstil) ditemukan pada kerupuk dan saus isi ulang

kemasan plastik. BPOM Makasar pada tahun 2009 sampai 2010 juga menemukan 72

sampel makanan yang mengandung zat pewarna berbahaya, salah satunya adalah
4

Rhodamin B.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Noviana terhadap produk saus

yang beredar di pasar Lambaro Aceh tahun 2005, diketahui dari 20 sampel saus yang

diperiksa, (saus bermerek dan tidak bermerek) maka ditemukan 5 (lima) sampel saus

yang tidak bermerek positif mengandung zat pewarna yang dilarang, Menurut

lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen (LP2K), zat pewarna yang

ditambahkan secara tidak bertanggung jawab dapat mengakibatkan kemunduran kerja

otak, sehingga anak menjadi malas, sering pusing, dan menurunnya konsentrasi

belajar.

Survei awal penulis mengamati saus tomat dan cabe kemasan plastik yang

beredar di Kota Meulaboh dari beberapa pedagang saus tomat dan cabe di pasar Kota

Meulaboh semuanya berwarna merah dan ada beberapa saus tomat dan cabe yang

berwarna agak merah menyala dari warna tersebut penulis meragukan apakah saus

tersebut yang dijual oleh pedagang di Kota Meulaboh memenuhi syarat dalam

penggunaan zat pewrna sesuai dengan Standar Menkes RI, maka dari hal tersbut

penulis ingin meneliti lebih lanjut apakah saus tomat dan cabe kemasan plastik yang

dijual di Pasar-Pasar Kota Meulaboh layak untuk di komsumsi atau tidak dan zat

pewarna apa yang digunakan dalam saus kemasan plastik tersebut. Jika saus tersebut

menggunakan zat pewarna yang dilarang penggunaannya oleh pemerintah salah

satunya adalah rhodamin b maka sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat

menimbulkan penyakit degeneratif contoh kanker, tumor, dan lain-lainnya.


5

Di Kabupaten Aceh Barat sendiri khususnya Kota Meulaboh saus tomat dan

cabe kemasan plastik isi ulang produk jadi ini didatangkan langsung dari Kota Medan

untuk di pasarkan di Kota Meulaboh, penjualan saus tomat dan cabe kemasan plastik

sangat mudah kita dapatkan di Pasar-Pasar Kota Meulaboh ataupun Diruko tempat

penjualan sembakau, Karena banyaknya konsumen yang menggunakan saus tomat

dan cabe kemasan plastik yang dijual di pasar-pasar Kota Meulaboh Maka tidak

heran saus tersebut sangat maudah kita dapatkan, konsumen utama yang

menggunakan saus kemasan plastik rata-rata mereka merupakan pedagang makanan

seperti pedagang bakso, somay, mie aceh, penjual jajanan anak dan lain-lainnya yang

mengguankan saus sebagai bahan tambahan pelengkap atau penyedap makanan.

banyaknya pemakaian saus tomat dan cabe kemasan plastik yang di gunakan oleh

penjual makanan lain karena mudah di dapatkan dan harga yang relatif lebih murah,

bila di banding kan dengan saus-saus yang sudah dipatenkan, selama penulis

melakukan survei di beberapa pasar atau tempat penjualan saus di Kota Meulaboh,

harga saus kemasan plastik yang di jual per kemasan plastik dengan berat 500-650 gr

berkisar Rp 3000 s/d Rp 3500/kemasan. banyaknya penjual saus kemasan plastik di

pasar Kota Meulaboh dikarenakan tingginya minat beli konsumen yang

menggunakan saus tersebut.

Karena harga yang di jual terlalu murah, maka dari hal itu penulis

meragukan ada penggunaan zat pewarna yang dilarang oleh pemerintah yang

digunakan secara sangaja oleh produsen untuk mencerahkan warna produk saus

tersebut sehingga lebih tampil dengan warna yang cerah dan sangat menarik.

Servei penulis selanjutnya dan wawancara dengan pedagang saus tomat dan
6

cabe kemasan plastik yang dijual di pasar Kota Meulaboh warnanya merah mencolok

dan ada dari beberapa saus yang dijual tidak mencantumkan label zat warna yang di

gunakan, sehingga diragukan ada penambahan zat warna yang dilarang oleh

pemerintah.

Semua pedagang yang menjual rempah-rempah di pasar-pasar kota

Meulaboh mereka rata-rata menjual saus kemasan plastik Semenjak tahun 2006

sampai dengan sekarang.

Penggunaan bahan tambahan pangan dewasa ini sangat beragam, mulai dari

pengawet sampai pemberi aroma dan pewarna. Pewarna makanan banyak

digunakan untuk berbagai jenis makanan, terutama berbagai produk jajanan

pasar serta berbagai makanan olahan yang dibuat oleh industri kecil ataupun

industri besar. Akan tetapi, seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna

untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai

untuk mewarnai bahan pangan. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain

disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan

disamping itu juga harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan

dengan harga zat pewarna untuk pangan (Yuliarti, 2007).

Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada

beberapa faktor, seperti cita rasa, tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat mikrobiologis.

Tetapi sebelum faktor-faktor lain di pertimbangkan, secara visual faktor warna tampil

lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan.

Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat

digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan, baik tidaknya cara


7

campuran ataupun pengolahannya dapat di tandai dengan adanya warna yang

seragam dan merata.

Masalah warna dari suatu produk makanan atau minuman merupakan salah

satu ciri yang penting. Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan

kualitas makanan, antara lain warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan

kimia dalam makanan, seperti pencoklatan (deMan, 1997).

Zat warna alami mengandung pigmen yang secara umum berasal dari

tumbuh-tumbuhan, tetapi beberapa zat warna alami tidak menguntungkan, tidak stabil

selama proses dan penyimpanan. Kestabilan zat warna alami tergantung pada

beberapa faktor antara lain cahaya, oksigen, logam berat, oksidasi, temperatur,

keadaan air, dan pH, sehingga penggunaan zat warna sintetik pun semakin meluas.

Keunggulan zat warna sintetik antara lain lebih murah, lebih mudah untuk digunakan,

lebih stabil, lebih tahan terhadap berbagai kondis lingkungan, daya mewarnainya

lebih kuat, dan memiliki rentang warna yang lebih luas (Nollet, 2004).

Beberapa zat warna sintetis ada yang membahayakan kesehatan sehingga

tidak diizinkan penggunaannya. Beberapa produsen makanan dan minuman masih

menggunakan zat warna sintetis yang dilarang tersebut untuk produknya dengan

alasan zat warna tersebut memiliki warna yang cerah, praktis digunakan, harganya

relatif murah, serta tersedia dalam kemasan kecil di pasaran sehingga memungkinkan

masyarakat tingkat bawah untuk membelinya (Djalil, Et All, 2005)

Di indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat warna yang di izinkan dan

dilrang untuk pangan di atur melaliu SK menteri kesehatan RI nomor

722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan.


8

Penambahan zat warna dalam makanan, minuman, bumbu masak seperti

cabe giling, serta rangkaian pelengkap kelezatan makanan salah satunya saus tomat,

mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap selera dan daya tarik konsumen

(Djarismawati; Et All, 2007).

Zat pewarna makanan alami sejak dulu telah dikenal dalam industri

makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan tersebut, sehingga

konsumen tergugah untuk membelinya. Warna seperti halnya cita rasa, juga

merupakan suatu pelengkap daya tarik makanan dan minuman penambahan zat warna

dalam makanan dan minuman mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap

selera dan daya tarik konsumen (Syaifuddin, 2009).

Penambahan bahan pewarna pangan dilakukan untuk beberapa tujuan,

yaitu untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna

makanan, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan dan mengatasi

perubahan warna selama penyimpanan (BPOM, 2003).

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 28, Tahun 2004, rhodamin B

merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk

pangan (Djalil, 2005). Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa

digunakan pada industri tekstil dan kertas . Zat ini ditetapkan sebagai zat yang

dilarang penggunaannya pada makanan dinyatakan dalam peraturan Menteri

Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85.

Namun penggunaan Rhodamin-B dalam makanan masih terdapat di

lapangan. Contohnya, BPOM di Makassar berhasil menemukan zat Rhodamine-B

pada kerupuk, sambak botol, dan sirup melalui pemeriksaan pada sejumlah sampel
9

makanan dan minuman. Rhodamin-B ini juga adalah bahan kimia yang digunakan

sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstil dan kertas.

Pada awalnya zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang

berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya dapat

berfluorensi dalam sinar matahari. Dalam analisis dengan metode destruksi dan

metode spektrofometri, didapat informasi bahwa sifat racun yang terdapat dalam

Rhodamine B tidak hanya saja disebabkan oleh senyawa organiknya saja tetapi juga

oleh senyawa anorganik yang terdapat dalam Rhodamin B itu sendiri, bahkan jika

Rhodamin B terkontaminasi oleh senyawa anorganik lain seperti arsen (Subandi

,1999).

Zat warna rhodamin B walaupun telah dilarang penggunaanya ternyata

masih ada produsen yang sengaja menambahkan zat warna rhodamin B untuk produk

cabe giling dan saos tomat sebagai pewarna merah dengan alasan warnanya sangat

bagus, mudah didapat, dan murah harganya. Sebagian besar produk tersebut tidak

mencantumkan kode, label, merek, jenis atau data lainnya yang berhubungan dengan

zat warna tersebut. Para pedagang cabe merah giling menggunakan pewarna untuk

memperbaiki warna merah cabe giling yang berkurang (menjadi pudar) akibat

penambahan bahan campuran seperti wortel dan kulit bawang putih (Djarismawati ,

2007).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin meneliti saus tomat

dan cabe kemasan plastik yang di jual di pasar Kota Meulaboh apakah zat pewarna

yang di gunakan dalam saus tersebut sesuai dengan standar kesehatan atau

mengandungan zat pewarna yang dilarang yaitu rhodamin B.


10

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan utama yang akan di kaji

dalam penelitian ini adalah apakah ada zat pewarna Rhodamin b yang terkandung

dalam saus tomat dan cabe kemasan plastik yang beredar di Pasar Kota Meulaboh?

1.3. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini hanya menganalisis satu zat pewarna Rhodamin-b pada

saus tomat dan cabe kemasan plastik yang beredar di Pasar Kota Meulaboh.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan umum

Tujuan utama dalam penelitin ini untuk membuktikan apakah bahan pewarna

yang di gunakan dalam saus tomat dan cabe kemasan plastik yang beredardi Pasar di

Pasar Kota Meulaboh mengandung bahan pewarna rhodamin b atau tidak.

1.4.2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah

Untuk mengetahui apakah bahan pewarna yang di gunakan dalam saus tomat

dan cabe kemasan plastik yang beredar di pasar Kota Meulaboh sesuai dengan

standar zat pewarna menurut peraturan menteri kesehatan republik indonesia.

1.5. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, maka di harapkan akan bermanfaat bagi semua pihak

1. Bagi penulis

Untuk menambah pengetahuan penulis tentang zat warna yang di guanakan

dalam saus serta faktor-faktor pengaruh penggunaan saus kemasan plastik

di masyarakat.
11

2. Bagi kepustakaan

untuk menambah referensi kepustakaan di Universitas Teuku Umar

Fakultas Kesehatan Masyarakat

3. Bagi masyarakat dan pedagang makanan

a. untuk dapat mengetahui produk saus yang aman untuk di komsumsi dan

tidak membahayakan kesehatan.

b. sebagai bahan masukan bagi pedagang saus sehingga lebih mengerti

mengenai produk saus mana yang aman untuk di jual kepada konsumen

sehingga membahayakan kesehatan konsumen.

4 Untuk dinas kesehatan

sebagai bahan masukan bagi dinas kesehatan kab/kota agar lebih mengawasi

penjualan produk pangan, makanan dan jajanan sehat terhindar dari zat warna

yang membahayakan kesehatan masyarakat.


12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pangan

2.1.1 Pengertian Pangan

Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004

adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah

maupun yang tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

komsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan

bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan

makanan atau minuman.

Pangan juga dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang dimakan sehari-hari

untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan penggantian

jaringan tubuh yang rusak (Harper, 1986). Pangan merupakan kebutuhan dasar

manusia yang pemenuhannya harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman,

bermutu, bergizi, beragam dengan harga yang terjangkau oleh kemampuan daya

beli masyarakat. Oleh karena itu, ketersediaan dan keamanan makanan harus

diperhatikan.

2.1.2 Keamanan Pangan

Untuk memenuhi kebutuhan akan keadaan bebas dari resiko kesehatan yang

disebabkan oleh kerusakan, pemalsuan dan kontaminasi, baik oleh mikroba atau

senyawa kimia, maka keamanan pangan merupakan faktor terpenting baik untuk

dikonsumsi pangan dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor. Keamanan pangan

12
13

merupakan masalah kompleks sebagai hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologik,

toksisitas kimia dan status gizi. Hal ini saling berkaitan, dimana pangan yang tidak

aman akan mempengaruhi kesehatan manusia yang pada akhirny menimbulkan

masalah terhadap status gizi (Seto, 2001).

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk

mencegah pangan dari pencemaran yang dapat mengganggu, merugikan, dan

membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi

tinggi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan, dan peningkatan

derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat (Saparinto, 2006).

Keamanan makanan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan

sehari-hari. Dalam prakteknya masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan

tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh

digunakan dalam makanan (Syah, 2005).

Sistem pangan yang ada saat ini meliputi segala sesuatu yang berhubungan

dengan pengaturan, pembinaan, atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses

produksi makanan dan peredarannya sampai siap dikonsumsi manusia. Salah satu

aspek yang harus dipehatikan dalam hal ini adalah bahan-bahan yang ditambahkan

terhadap bahan pangan, yang kemudian dikenal dengan bahan tambahan makanan

(Syah, 2005).
14

2.1.3 Sifat, Kegunaan dan Keamanan bahan tambahan panagan ( BTP )

Dari beragam jenis BTP seperti yang telah diketahui, sebenarnya hanya

beberapa yang penggunaanya pada pangan lebih sering dibandingkan dengan BTP

lainnya, salah satunya pewarna. Penambahan bahan pewarna pada pangan dilakukan

untuk beberapa tujuan yaitu :

a) Memberi kesan menarik bagi konsumen

b) Menyeragamkan warna makanan

c) Menstabilkan warna

d) Menutupi perubahan warna selama proses penyimpanan

e) Mengatasi perubahan warna selama penyimpanan

Penggunaan pewarna yang aman pada pangan telah diatur melalui Peraturan

Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, yang mengatur mengenai pewarna

yang dilarang digunakan dalam makanan, pewarna yang diizinkan serta batas

penggunaannya, termasuk penggunaan bahan pewarna alami (BPOM, 2003).

2.2 Saus

Berbicara tentang saus, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa kerap

menggunakannya sebagai bahan pelengkap makanan. Rasanya yang pedas

menjadikan saus akrab dengan semua kalangan. Mulai dari makan bakso, mie ayam,

sampai makan seafood rasanya kurang lengkap tanpa saus. Saus yang beredar di

pasaran saat ini beragam jenisnya. Berbagai perusahaan industri makanan biasanya

mengeluarkan produk saus tomat dan cabe buatan mereka masing-masing.


15

Banyaknya merek yang ada di pasaran kadang membuat orang bingung

untuk memilih mana yang terbaik. Meski secara umum saus yang ada sudah

didaftarkan di Departemen Kesehatan tetapi diperkirakan ada beberapa jenis saus

yang patut diwaspadai komposisi bahan pembuatannya. Seperti saus yang biasa

digunakan oleh para pedagang makanan kaki lima. Biasanya, saus yang mereka

gunakan adalah saus yang merupakan hasil olahan industri rumah tangga yang tidak

terdaftar di Depkes. Harganya memang murah karena bahan pembuatannya bukan

dari buah cabe asli melainkan sudah dicampur dengan bahan-bahan lain seperti ubi.

Penambahan berbagai bahan sebagai campuran dalam membuat saus sendiri

sebenarnya sudah mengurangi mutu saus tersebut. Apalagi bila salah satu bahannya

mengandung zat berbahaya.

Sesuatu yang paling harus diwaspadai adalah penambahan zat aditif seperti

pewarna. Penambahan zat pewarna dikarenakan ada tambahan bahan lain seperti ubi,

sehingga tidak mudah untuk mendapat warna merah alami. Untuk itu, dibutuhkan zat

pewarna merah. Kalau tidak, warnanya akan berubah menjadi lebih pucat bahkan

hampir tidak bisa di sebut ‘berwarna’ lagi. Selama ini, ada kecurigaan saus awetan

tidak menggunakan zat pewarna semestinya. Sebab, warna merah untuk pewarna

makanan sangat jarang ditemukan di pasaran. Kalaupun ada, harganya cukup mahal,

tidak sebanding dengan sebungkus saus yang dihargai paling mahal Rp3.000,00

(untuk produk ‘pasaran’).

Jika pewarna yang digunakan adalah pewarna kain maka hanya

membutuhkan sedikit warna saja. Bila yang digunakan adalah pewarna kain biasanya

hanya dicampurkan sedikit karena warna untuk pewarna kain lebih cerah dari
16

pewarna makanan. Hal ini berbahaya untuk kesehatan karena sifat racunnya akan

mengendap di dalam tubuh.

Kata “saus” berasal dari bahasa Perancis (sauce) yang diambil dari

bahasa latin salsus yang berarti “digarami”. Saus dalam istilah masak-memasak

berarti cairan kental yang digunakan sewaktu memasak atau dihidangkan bersama-

sama makanan sebagai penyedap atau agar makanan kelihatan bagus (Musaddad,

2003).

Saus juga dapat diartikan sebagai produk berbentuk pasta yang dibuat dari

bahan baku buah atau sayuran dan mempunyai aroma serta rasa yang merangsang. Saus

yang umum diperjualbelikan di Indonesia adalah saus tomat dan saus cabai. Ada pula

yang memproduksi saus papaya, tetapi biasanya pepaya hanya digunakan sebagai

bahan campuran (Hambali, 2006).

Saus merupakan salah satu produk olahan yang sangat popular. Umumnya

saus berwarna orange hingga merah, dalam pembuatan saus dapat pula ditambahkan

zat pewarna makanan alami maupun buatan (zat pewarna untuk makanan), bahan

baku saus dapat berasal dari pasta atau tomat, cabai dan pepaya segar, untuk lebih

jelas dapat dilihat pada gambar berikut ini:

2.2.1 Macam-macam Saus

1) Saus Cabe

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI-01-2976-1992) saus cabai

didefinisikan sebagai saus yang diperoleh dari pengolahan cabe (Capsicum annum)
17

yang matang dan baik dengan tambahan lain dan digunakan sebagai penyedap

makanan.

Syarat mutu dari saus cabai dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Syarat Mutu saus cabe


No Kriteria Uji Persyaratan
1. Keadaan :
1.1 Bau Normal
1.2. Rasa Khas cabe
Jumlah padatan (% bobot/bobot) 20-40%
2. Kotoran Maks.1 %
3. Mikroskopis Cabe positif
4. Bahan Pengawet Yang diizinkan untukmakanan
5. Zat warna tambahan Yang diizinkan
6. Logam berbahaya (Pb, Hg, Cu dan Tidak ternyata
SumberZn) dan As
: SNI-01-2976-1992

2) .Saus Tomat

Saus tomat merupakan saus berbentuk pasta dengan aroma khas tomat, saus

tomat dibuat dari campuran pure tomat (bubur tomat kental) dengan bahan tambahan

makanan seperti gula, garam, cuka, rempah-rempah (lada, cengkeh, bawang putih dan

kayu manis), pati maizena, dan pengawet. saus tomat biasa ditambahkan sebagai

bahan penyedap dan penambah rasa pada makanan tertentu seperti bakso dan mi

ayam.

2) Saus Pepaya

Saus pepaya merupakan saus yang bahan dasar pembuatanya adalah buah

pepaya yang masak, dengan bahan pelengkapnya adalah gula pasir, garam, cuka dan

rempah-rempah sebagai penyedap, saus pepaya berupa bubur halus yang cukup kental

dan umumnya berwarna merah segar (Haryoto, 2001).


18

4). Saus isi ulang. ( saus kemasan platik)


Saus isi ulang adalah saus dalam kemasan plastik yang diisi ulang ke dalam

botol yang telah tersedia di kantin atau warung. Pengemasan atau isi ulang

merupakan pembungkusan, pewadahan atau pengepakan yang merupakan salah satu

cara pengawetan bahan hasil pertanian, karena pengemasan dapat memperpanjang

umur simpan bahan dan dapat mencegah terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan

yang dikemas atau di bungkus (Imelda, 2009).

2.3 Bahan Tambahan Pangan ( BTP )

Makanan yang optimal akan berkontribusi optimal pula terhadap kesehatan.

Hal ini memperlihatkan bahwa posisi strategis makanan dalam peradaban telah

disadari sejak lama. Makanan yang kita makan sehari-hari tentu saja juga mempunyai

risiko menjadi tidak aman untuk dikonsumsi, karena kemungkinan dicemari

bahanbahan yang bebahaya seperti mikroba, bahan kimia atau benda-benda lainnya

yang dapat meracuni, atau dapat mengakibatkan kecelakaan. Karena itu, tindakan-

tindakan untuk mencegah timbulnya bahaya dalam makanan, bahan kimia, fisik

maupun mikrobiologi, dalam seluruh rantai pangan harus dipahami sepenuhnya.

Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah bahan-bahan yang

ditambahkan terhadap bahan pangan, yang kemudian dikenal dengan nama bahan

tambahan pangan (Syah, 2005)

Pengertian Bahan Tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI

No.772/Menkes/Per/IX/88 No.1168/menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan

yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan
19

komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja

ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan,

pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan

(Cahyadi, 2008).

Tujuan penggunaan Bahan Tambahan panagan adalah untuk meningkatkan

atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan makanan

lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan makanan. Bahan

Tambahan Makanan (BTM) yang diizinkan penggunaannya antara lain antioksidan,

antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih, pengental, pengawet,

pengeras, pewarna, penyedap rasa, dan sekuesteran (Cahyadi, 2008).

Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan :

1) Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam

pengolahan.

2) Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau

tidak memenuhi persyaratan.

3) Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan

cara produksi yang baik untuk pangan.

4) Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan

besar, yaitu :

1) Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan,

dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat
20

mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai

contoh pengawet, pewarna, dan pengeras.

2) Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak

mempuyai fungsi dalam makanan tersebut, sebagai contoh residu pestisda dan

antibiotik.

Berdasarkan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88 Bahan tambahan

pangan yang diizinkan adalah (1) Antioksidan, (2) antikempal, (3) pengatur

keasaman, (4) pemanis buatan, (5) pemutih dan pematang telur, (5) pengemulsi,

pemantap, dan pengental, (6) pengawet, (7) pengeras, (8) pewarna, (9) penyedap rasa

dan aroma, penguat rasa, (10) ekuestran.

Selain bahan tambahan pangan yang tercantum dalam peraturan tersebut

masih ada beberapa bahan tambahan pangan yang biasa digunakan dalam pangan,

misalnya:

1) Enzim, yaitu bahan tambahan pangan yang berasal dari hewan, tanaman, atau

mikroba, yang dapat menguraikan zat secara enzimatis, misalnya membuat

pangan menjadi lebih empuk, lebih larut, dan lain-lain.

2) Penambah gizi, yaitu bahan tambahan berupa asam amino, mineral, atau vitamin,

baik tunggal maupun campuran, yang dapat meningkatkan nilai gizi pangan.

3) Humektan, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat menyerap lembab (uap air)

sehingga mempertahankan kadar air pangan.

Berdasarkan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88 Bahan tambahan yang

dilarang digunakan dalam makanan diantaranya adalah (1) natrium tetraborat

(boraks), (2) formalin, (3) minyak nabati yang dibrominasi, (4) kloramfenikol, (5)
21

kalium klorat, (6) dietilpirokarbonat, (7) nitrofuranzon, (8) p-phenetilkarbamida, (9)

asam salisilat dan garamnya.

Menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999, selain bahan

tambahan di atas, ada tambahan kimia yang dilarang, seperti rhodamin B (pewarna

merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintesis), dan potasium

bromat (pengeras).

2.3.1. Tujuan penggunaan Bahan tambahan Pangan

Adapun tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah sebagai berikut

(Cahyadi, 2008).

1. Meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualiatas daya simpan.

2. Membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan.

3. Mempermudah preparasi bahan pangan.

Pada umumnya bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat

dibenarkan apabila (Puspitasari, 2001) :

1.Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam

pengolahan.

2.Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak

memenuhi persyaratan..

3.Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang betentangan cara

produksi yang baik untuk makanan.

4.Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan makanan.


22

2.4. Pewarna Bahan Pangan

Zat warna adalah bahan tambahan minuman yang dapat memperbaiki atau

memberi warna pada makanan dan minuman. Pemakaian zat warna pada minuman

diperbolehkan dengan maksud dan tujuan untuk mengembalikan warna dari bahan

dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, memperbaiki atau menambah

warna makanan dan minuman yang asalnya tidak berwarna atau warnanya kurang

baik, untuk memberikan warna yang seragam pada produk yang diolah pada waktu

yang berlainan, agar suatu makanan dan minuman terlihat lebih segar dan menarik,

untuk menarik perhatian dan meningkatkan selera konsumen (Noviana, 2005).

Pewarna makanan harus memiliki syarat aman dikonsumsi, artinya

kandungan bahan pewarna tersebut tidak mengakibatkan gangguan pencernaan

maupun kesehatan saat dikonsumsi secara terus-menerus. Secara garis besar,

berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan

bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan sintetis (Hidayat, 2006).

Beberapa alasan utama penambahan zat pewarna pada makanan,

yaitu (Syah, 2005) :

1) Menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau

temperatur yang ekstrim akibat poses pengolahan dan penyimpanan.

2) Membuat identitas produk pangan.

3) Menarik minat konsumen dengan pilihan warna yang menyenangkan.

4) Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar

matahari selama produk di simpan.


23

2.4.1 Pewarna Makanan

Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah

satu ciri yang sangat penting. Warna merupakan kriteria dasar untuk menentukan

kualitas makanan, antara lain warna juga dapat memberi petunjuk mengenai

perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan. Bahan pewarna makanan

kadang-kadang ditambahkan dalam makanan untuk membantu mengenali identitas

atau karakteristik dari suatu makanan, mempertegas warna alami dari makanan; untuk

mengkoreksi variasi alami dalam warna, menjaga keseragaman warna, dimana variasi

tersebut biasa terjadi pada intensitas warna dan memperbaiki penampilan makanan

yang mengalami perubahan warna alaminya selama proses pengolahan maupun

penyimpanan.( Cahyadi , 2008 )

Zat pewarna makanan sering kali menimbulkan masalah kesehatan, terutama

dalam penyalahgunaan pemakaiannya. Zat warna untuk tekstil dan kulit terkadang

dipakai untuk mewarnai makanan. Di Indonesia, karena undang-undang penggunaan

zat warna belum ada, terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat warna

untuk sembarang bahan pangan; misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai

untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena

adanya residu logam berat pada pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan zat

pewarna tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna

untuk makanan, atau disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam label yang

melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan, dan harga zat pewarna

untuk industri relatif jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk

makanan.
24

Zat warna tersebut memiliki warna yang cerah, dan praktis digunakan.

Zat warna tersebut juga tersedia dalam kemasan kecil di pasaran sehingga

memungkinkan masyarakat tingkat bawah dapat membelinya.

Zat pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu certified color dan

uncertified color. Perbedaan antara certified dan uncertified color adalah bila

certified color merupakan zat pewarna sintetik yang terdiri dari dye dan lake, maka

uncertified color adalah zat pewarna yang berasal dari bahan alami.

a. Uncertified color additive ( zat pewarna tambahan alami)

Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified color additive ini adalah zat pewarna

alami (ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan) dan zat pewarna mineral, walaupun

ada juga beberapa zat pewarna seperti ß-karoten dan kantaxantin yang telah dapat

dibuat secara sintetik. Untuk penggunaannya bebas sesuai prosedur sertifikasi dan

termasuk daftar yang tetap. Satusatunyazat pewarna uncertified yang penggunaannya

masih bersifat sementara adalah Carbon Black.

Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan, dapat

digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut

menyumbangkan nilai nutrisi (karoteoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan

bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya.

Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan, di antaranya adalah

klorofil, mioglobin, dan hemoglobin, anthosionin, flavonoid, tannin, betalainquinon

dan xanthon, serta karotenoid.( Cahyadi, 2008 ).


25

2.4.2 Klasifikasi Pewarna Makanan

Pewarna makanan dapat diklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu pewarna

alami, dan sintetik. Pewarna makanan yang berasal dari bahan alam disebut pewarna

alami. Pewarna identik alami adalah pewarna yang dibuat melalui sintesis secara

kimia, tetapi mempunyai sifat kimia yang identik dengan pewarna alami. Pewarna

sintetik adalah pewarna yang dibuat melalui sintesis secara kimia (Wijaya, 2009).

1) Pewarna Alami

Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan dapat

digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut

menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan

bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (caramel) ke bahan olahan (Cahyadi,

2009).

Beberapa contoh pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan di

antaranya sebagai berikut:

Tabel 2.2. Daftar bahan pewarna alami


Kelompok Warna Sumber
Karamel Coklat Gula dipanaskan
Anthosianin Jingga, merah, biru Tanaman
Flavonoid Tanpa kuning Tanaman
Leucoantho sianin Tidak berwarna Tanaman
Tannin Tidak berwarna Tanaman
Batalain Kuning, merah Tanaman
Quinon Kuning-hitam Tanaman bacteria lumut
Xanthon Kuning Tanaman
Karotenoid Tanpa kuning-merah Tanaman/ hewan
Klorofil Hijau, coklat Tanaman
Heme Merah, coklat Tanaman
Sumber : Cahyadi (2009)
26

2) Pewarna sintetis

Zat pewarna sintetis merupakan zat pewarna buatan manusia.

Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen

dan memiliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna

alami. Disamping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung

berdasarkan harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila

dibandingkan dengan zat pewarna alami.

Zat pewarna yang diizinkan penggunaanya dalam makanan dikenal sebagai

permitted color atau certified color. Untuk penggunaan zat warna tersebut harus

menjalani tes dan prosedur penggunaan yang disebut proses sertifikasi. Proses

sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media

terhadap zat warna tersebut (Yuliarti, 2007). Bahan Pewarna Sintesis yang diizinkan

di Indonesia dapat dilihat pada tabel beriku:

Tabel 2.3 Bahan pewarna sintetis yang Diizinkan di Indonesia


Pewarna Nomor Batas
indeks warna Maksimum
( C.I.No.) Penggunaan
Amran Amranth: CI Food Red 9 16185 Secukupnya
Biru berlian Briliant Blue FCF: CI 42090 Secukupnya
Eritrosin Food red 2 erithrosin: CI 45430 Secukupnya
Hijau FCF Food red 14 fast green FCF : CI 42053 Secukupnya
Hijau S Food Green 3 Green S : CI, Food 44090 Secukupnya
Indigotin Green 4 indigotin :CI. Food 73015 Secukupnya

Ponceau 4R Blue I ponceau 4R : CI 16255 Secukupnya


Kuning Food red 7 74005 Secukupnya
Kuinelin Quineline yellow CI: food 15980 Secukupnya
yellow1315980
Sumber: Peraturan Menkes RI No 722/Menkes/per/IX/88
27

Sedangkan Bahan Pewarna Sintetis yang dilarang penggunaannya di

Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.4 Bahan Pewarna Sintetis Yang Dilarang


No Nama Warna Nomor Indeks
1 Citrus Red No. 2 - 12156
2 Ponceau 3R Red G 16155
3 Ponceau SX Food Red No. 1 14700
4 Rhodamin B Food Red No. 15 45170
5 Guinea Green B Acid Green No. 3 42085
6 Magenta Basic Violet No. 4 42510
7 Chrysoidine Basic Orange No. 2 11270
8 Butter Yellow Solvent Yellow No. 2 11020
9 Sudan I Food Yellow No. 2 12055
10 Metanil Yellow Ext. D & C Yellow No. 1 13065
11 Auramine Basic Yellow No. 2 41000
12 Oil Orange SS Solvent Orange No. 2 12100
13 Oil Orange XO Solvent Orange No. 7 12140
Sumber: Cahyadi (2008).

2.4.3.Peraturan penggunaan zat pewarna

Sejak tahun 1938 di Amerika juga telah di keluarkan peraturan baru yaitu

yang di sebut Food, Drug And Cosmetic Act ( FD & C ) yang memperluas ruang

lingkup peraturan tahun 1906 dalam mengatur penggunaan zat pewarna. Zat pewarna

dapat di golongkan dalam tiga katagori yaitu FD & C Color, D & C Color, Dan D&C.

FD & C Color adalah zat pewarna yang diizinkan untuk dimakan, obat-

obatan, dan kosmetik D & C Diizinkan penggunaannya dalam obat-obatan dan

kosmetik, sedangkan untuk bahan makanan dilarang Ext D & C diizinkan dalam

jumlah terbatas pada obat-obatan dan kosmetik ( Winarno, 2000 ).

Sedangkan di Indonesia, peraturan mengenai zat pewarna yang diizinkan dan

dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor


28

722/Menkes/PerIX/88 mengenai bahan tambahan makanan. Akan tetapi sering kali

terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna ( Cahyadi, 2008 ).

Pada tahun 1960 di keluarkan peraturan mengenai penggunaan zat pewarna

yang disebut Colour Additive Amandement yang dijadikan Undang-undang. Dalam

undang-undang yang baru ini zat warna dibagi menjadi dua kelompok yaitu certified

colour dan uncertified colour. Perbedaan antara keduanya.

Certified colour merupakan zat pewarna sintetik yang terdiri dari Dye dan Lake,

sedangkan uncertifiedcolor adalah zat pewarna yang berasal dari bahan alami.

2.4.3.1 Certifiet Colour

Zat pewarna yang diizinkan penggunaannya dalam pangan di sebut sebagai

permitted colour atau certerfied colour. Zat pewarna ini harus menjalani pengujian

dan posedur penggunaannya yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini

meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat

warna tersebut. Ada dua macam yang tergolong pada certified colour yaitu pewarna

sintetis golongan dyes dan lakes. Zat pewarna yang tergolong dyes telah melalui

prosedur sertiikasi yang ditetapkan oleh US-FDA ( Food and Drug Adminitrasion ).

Sedangkan zat pewarna lakes yang hanya terdiri dari satu warna, tidak merupakan

pewarna campuran, juga harus mendapat sertifikat. Dalam certerfidied colour

terdapat spesifikasi yang mencantumkan keterangan yang penting mengenai zat

warna tertentu misalnya bentuk garam, kelarutan, dan resedu yang terdapat di

dalamnya harus sesuai (Cahyadi, 2008).

1. Dye

Dye adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air, sehingga
29

larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Pelarut

yang dapat digunakan selain air adalah propilen glikol, gliserin atau alkohol,

sedangkan dalam semua jenis pelarut organik, dye tidak dapat larut. Dye terdapat

dalam bentuk bubuk, butiran, pasta maupun cairan. Penggunaannya tergantung dari

kondisi bahan, kondisi proses dan zat pewarnaannya sendiri. Zat pewarna dye terbagi

menjadi empat kelompok, yaitu azo dye, tryphenylmethane dye, fluorescein dan

sulfonated indigo (Winarno, 1992). Pada umumnya penggunaan dye dilakukan untuk

mewarnai roti dan kue, produk-produk susu, minuman ringan, minuman berkarbonat

dan lain-lain. Konsentrasi pemakaian tidak dibatasi secara khusus, tetapi di Amerika

Serikat disarankan agar digunakan dengan memperhatikan Good Manufacturing

Practices (GMP), yang pada prinsipnya dapat digunakan dalam jumlah yang tidak

melebihi keperluan untuk memperoleh efek yang diinginkan, jadi rata-rata kurang

dari 300 ppm. Tetapi dalam praktiknya ternyata digunakan konsentrasi 5-600 ppm.

Umumnya dalam industri pengolahan pangan menimbulkan warna yang tidak

wajar pada produk (Cahyadi, 2009).

2. Lake

Zat pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna dye dengan radikal basa

(Al atau Ca) yang dilapisi dengan aluminium hidrat (alumina). Lapisan alumina

initidak larut dalam air, sehingga lake ini tidak larut pada hampir semua pelarut.

Lake stabil pada pH 3,5-9,5 dan diluar selang tersebut lapisan alumina pecah dan dye

yang dikandungnya terlepas (Winarno, 1992). Kandungan dye dalam lake disebut

pure dyes contents (pdc). Lakes umumnya mengandung 10-40% dye murni. Sesuai

dengan sifatnya yang tidak larut dalam air, maka zat pewarna ini digunakan untuk
30

produk-produk yang tidak boleh kena air. Dibandingkan dengan dye, maka lake pada

umumnya bersifat lebih stabil terhadap cahaya, kimia dan panas sehingga harga lake

umumnya lebih mahal daripada harga dye (Cahyadi, 2007).

2.4.4 Pengaruh Penggunaan Bahan Pewarna Terhadap Kesehatan

Pemakian bahan pewarna sintetis dalam makanan pangan walupun

mempunyai dampak positif bagi produksen dan konsumen, di antaranya adalah

dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan, dan

mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan.

Ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak di inginkan dan bahkan

memberikan dampak negatif tersebut bila :

a. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang.

b. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka lama.

c. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu

tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan sehari-hari, dan

keadaan fisik.

d. Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna sintetis

secara berlebihan.

e. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak

memenuhi pensyaratan.

Menurut lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen (LP2K),

penggunaan zat pewarna pada makanan secara tidak bertanggung jawab akan

mengakibatkan kemunduran kerja otak, sehingga anak–anak menjadi malas, sering


31

pusing dan menurunnya konsentrasi belajar (Sastrawijaya, 2000).

Pada saat ini penggunaan pewarna sintetis sudah meluas di masyarakat

tetapi ketidaktahuan masyarakat akan peraturan atau dosis penggunaan zat

warna, tidak jarang menimbulkan penyalahgunaan, sering dijumpai jenis pewarna

non pangan, seperti metanil yellow, auramin dan rhodamin B ternyata banyak

digunakan oleh masyarakat

2.4.4.1.Efek Bahan Pewarna Terhadap Kesehatan

Sejumlah makanan yang kita konsumsi tidak mengandung zat berbahaya

menurut daftar zat warna yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya (Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88). Namun

demikian, penggunaan pewarna tersebut hendaknya dibatasi karena meskipun relatif

aman, penggunaannya dalam jumlah yang besar tetap dapat membahayakan

kesehatan masyarakat.Menurut Cahyadi (2009), zat warna diabsorbsi dari dalam

saluran pencernaan makanan dan sebagian dapat mengalami metabolisme oleh

mikroorganisme dalam usus. Dari saluran pencernaan dibawa langsung ke hati,

melalui vena portal atau melalui sistem limpatik ke vena superior. Zat warna yang

dimetabolisme dan dikonjugasi di hati, selanjutnya ada juga yang ke empedu

memasuki jalur sirkulasi enterohepatik. Zat warna azo yang larut dalam air

diekskresi secara kuantitatif melalui empedu, sedangkan yang larut dalam lemak

diabsorpsi sempurna tanpa metabolisme dalam usus, melainkan dimetabolisme

dalam hati oleh azo-reduktase membentuk amin primer yang sesuai, atau dapat juga

dihidrolisis, atau diikat oleh protein-protein hati. Senyawa yang merupakan

metabolit polar cepat dieliminasi lewat urine. Beberapa senyawa azo, terurai pada
32

ikatan azo-nya membentuk aminonaftol. Efek kronis yang disebabkan oleh zat warna

azo yang dimakan dalam jangka waktu lama menyebabkan kanker hati. Selain

senyawa-senyawa azo lain mengakibatkan kanker walaupun efeknya lebih kecil dan

waktunya lebih lama. Para ilmuwan pada umumnya mempergunakan zat warna azo

dalam penelitiannya, karena hampir 90% dari bahan pewarna pangan terdiri dari zat

warna azo (Cahyadi, 2009). Zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan disebut zat

beracun. Banyak zat-zat kimia yang beracun pada dosis besar dan tidak beracun

pada dosis yang kecil. Kecenderungan zat-zat berbahaya yang menyebabkan kanker

pada manusia menjadi perhatian publik pada saat ini (Hughes, 1987).

2.4.5. Sistem dan mekanisme pengendalian penggunaan bahan tambahan

pangan

Peratuaran perundang-undangan yang di susun untuk pengawasan

pelaksanaan penggunaan bahan tambahan pangan sangat bervariasi dari satu negara

dengan negara lain. Masing-masing negara mempunyai suatu lembaga atau badan

khusus yang bertugas menyusun peratuaran perundang-undangan dan mengawasi

pelaksaannya, sebagai contoh Amerika Serikat mempunyai FDA ( food and Drug

Adninitrasion ), Autralia dengan NHMRC ( Nasional Health And Medical Research

Council ), dan di Indonesia dengan Deretoral Jendral Pengawasan Obat Dan Makanan

Dirjen BPOM, olehkarena itu wajar apabila ada perbedaan mengenai pemakian bahan

pewarna kimia dan pengawasan yang diizinkan.

Sekarang ini semakin marak penggunaan BTK ( bahan Tambahan kimia ),

yang dilarang penggnaannya pada makanan dan minuman, yang sangat di perlukan
33

alternatif dan pengawasan yang ketat dan berkesinambungan oleh beberapa intalasi

terkait ( temsuk di dalamnya perguruan tinggi ). Untuk melaksnakan pengawasan

kualitas bahan pangan agar di peroleh hasil yang baik, di perlukan tiga sara pokok,

yaitu : (1) perturan perundang-undangan; (2) organisasi pelaksana; dan (3)

labolatorium pengujian. ( Cahyadi, 2008.).

Peraturan Pemakaian Zat Pewarna Mengingat penggunaan zat pewarna sudah

begitu meluas dimasyarakat dan seringnya terjadi ketidaktahuan masyarakat akan

dosis penggunaan zat pewarna yang dapat menyebabkan efek toksik, maka

pemakaian atau penggunaan zat pewarna telah diatur di Indonesia.

Di Indonesia, Peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan

dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor

722/Menkes/Per/IX/1988 mengenai bahan tambahan pangan. Bahan pewarna

sintetis yang diizinkan di Indonesia.

2.4.6 Rhodamin-B

Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan

(Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna berbahaya.

Rhodamine B termasuk salah satu zat pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya

dan dilarang digunakan pada produk pangan (Syah et al. 2005).

Rhodamin B merupakan zat warna golongan xanthenes dyes yang digunakan pada

industri tekstil dan kertas, sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut,

dan sabun. Nama lain rhodamin B adalah D and C Red no 19. Food Red 15, ADC

Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan Brilliant Pink.


34

Rhodamin-B termasuk pada pewarna sintetis yang tidak diizinkan. Nama

lazim dari Rhodamin- B adalah tetraehylrhodamine dengan rumus kimia

C28H31N2O3Cl dan BM 479. Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam

makanan ini berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu kemerahan, tidak berbau dan

dalam larutan akan berwarna merah terang berpendar. Rhodamin-B sangat larut dalam

air dan alkohol, sedikit larut dalam asam klorida dan natrium hidroksida.

Berikut ini adalah nama-nama lain dari Rhodamin B, diantaranya adalah

sebagai berikut :

a. Acid Bruliant Pink B

b. ADC Rhodamine B

c. Aizen Rhodamine BH

d. Aizen Rhodamine BHC

e. Akiriku Rhodamine B

f. Briliant Pink B

g. Calcozine Rhodamine BL

h. Calcozine Rhodamine BX

i. Calcozine Rhodamine BXP

j. Cerise Toner

k.[9-(orto-Karboksifenil)-6-(dietilamino)-3H-xantin-3-ylidene]dietil

ammonium kloridal. Cerise Toner X127

m. Certiqual Rhodamine

n. Cogilor Red 321.10


35

o. Cosmetic Briliant Pink Bluish D conc

p. Edicol Supra Rose B

q. Elcozine rhodamine B

r. Geranium Lake N

s. Hexacol Rhodamine B Extra

t. Rheonine B

u. Symulex Magenta

v. Takaoka Rhodmine B

w. Tetraetilrhodamine

Rumus bangun rhodamin-B dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 2.1. Rumus bangun rhodamin-b

Nama umum : Rumus Bangun Rhodamin B

Nama Kimia :N-[9-(carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanten-3-ylidene]

Nethylethanaminium chlorida

Nama Lazim : Tetraethylrhodamine; D&C Red No. 19; Rhodamine B chlorida; C.I.

Basic Violet 10; C.I. 45170

Rumus Kimia : C28H31ClN2O3


36

BM : 479

Pemerian : Hablur hijau atau serbuk ungu kemerahan

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air menghasilkan larutan merah kebiruan

dan berfluoresensi kuat jika diencerkan. Sangat mudah larut dalam alkohol; sukar

larut dalam asam encer dan dalam larutan alkali. Larutan dalam asam kuat

membentuk senyawa dengan kompleks antimon berwarna merah muda yang larut

dalam isopropil eter (Budavari,1996).

Penggunaan : Sebagai pewarna untuk sutra, katun, wol, nilon, kertas, tinta,

sabun,pewarna kayu, bulu, dan pewarna untuk keramik China. Jug digunakan sebagai

pewarna obat dan kosmetik dalam bentuk larutan obat yange ncer, tablet, kapsul,

pasta gigi, sabun, larutan pengering rambut, garam mandi, lipstick, pemerah pipi

(Budavari, 1996).

Toksisitasnya : Termasuk bahan kimia berbahaya (harmful). Berbahaya bila tertelan,

terhisap pernapasan atau terserap melalui kulit. Toksisitasnya adalah ORL - RAT

LDLO 500 mg Kg-1.

Tanda-tanda dan gejala Akut bila terpapar Rhodamin B, adalah sebagai

berikut:

1. Jika tertelan, dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan dan

menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau merah muda.

2. Jika terkena kulit, dapat menimbulkan iritasi pada kulit.


37

3. Jika terkena mata, dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata kemerahan, oedema

pada kelopak mata.

4. Jika terhirup, dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan.

5. Jika tertelan, dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernakan dan

menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna atau merah muda (Yulianti,

2007)

Penggunaan rhodamin B dalam pangan tentunya berbahaya bagi kesehatan.

Adanya produsen pangan yang masih menggunakan rhodamin B pada produknya

mungkin dapat disebabkan oleh pengetahuan yang tidak memadai mengenai bahaya

penggunaan bahan kimia tersebut pada kesehatan dan juga karena tingkat kesadaran

masyarakat yang masih rendah. Selain itu, rhodamin B sering digunakan sebagai

pewarna makanan karena harganya relatif lebih murah daripada pewarna sintetis

untuk pangan, warna yang dihasilkan lebih menarik dan tingkat stabilitas warnanya

lebih baik daripada pewarna alami.

Rhodamin B sering disalahgunakan pada pembuatan kerupuk, terasi, cabe merah

giling, agar-agar, dan saus tomat dan cabe, aromanis/kembang gula, manisan, sosis,

sirup, minuman, dan lain-lain. (Syah Et All. 2005).


38

2.4.7 Bahaya Rhodamin B bagi Kesehatan

Menurut WHO, rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia karena sifat

kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B mengandung senyawa klorin

(Cl). Senyawa klorin merupakan senyawa halogen yang berbahaya dan reaktif. Jika

tertelan, maka senyawa ini akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan

cara mengikat senyawa lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh.

Selain itu, rhodamin B juga memiliki senyawa pengalkilasi (CH3-CH3) yang bersifat

radikal sehingga dapat berikatan dengan protein, lemak, dan DNA dalam tubuh. P

nggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena rhodamin B

termasuk bahan karsinogen (penyebab kanker) yang kuat.

Uji toksisitas rhodamin B yang dilakukan terhadap mencit dan tikus telah

membuktikan adanya efek karsinogenik tersebut. Konsumsi rhodamin B dalam

jangka panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh dan dapat menyebabkan gejala

pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati, gangguan fisiologis

tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati.

Zat tersebut sangat berbahaya jika terhirup, terkena kulit, mengenai mata dan

tertelan. Jika penggunaan Rhodamin-B ini secara terus-menerus dan melebihi dari

kadar yang sudah ditentukan, maka akan terakumulasi (tertimbun) dalam tubuh yang

akhirnya dapat merusak jaringan atau organ tertentu yang akan menyebabkan gejala

akut keracunan Rhodamin-B. Sebagai contoh, karena tingginya kadar bahan pewarna
39

maka hati akan bekerja keras untuk merombaknya agar dapat dikeluarkan dari hati

(Irianto, 2007).

Menurut Peraturan Pemerintah RI No.28, Tahun 2004, Rhodamin B

merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk

pangan. Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai

pewarna tekstil. (Djalil,Ett All., 2005).

Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi

pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan dan gangguan hati (Trestiati,

2003). Zat warna rhodamin B walaupun telah dilarang penggunaannya tetapi masih

ada produsen yang sengaja menambahkan zat warna rhodamin B pada produknya

karena harga zat pewarna untuk pangan lebih mahal jika dibandingkan dengan zat

pewarna tekstil dan kulit biasanya warna dari zat pewarna tekstil dan kulit lebih

menarik dibanding dengan zat pewarna untuk makanan. Pemberian zat pewarna

berbahaya dalam bahan makanan dan minuman juga disebabkan karena

ketidaktahuan tentang zat pewarna apa saja yang diperbolehkan dan yang tidak

diperbolehkan untuk ditambahkan pada makanan. Masyarakat kurang mengetahui

bahwa pewarna tekstil yang digunakan dalam makanan dapat menimbulkan gangguan

kesehatan tubuh yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan penyakit seperti

kanker dan tumor pada organ tubuh manusia (Judarwanto, 2006).

Beberapa pedagang karena ketidaktahuannya telah menggunakan beberapa

bahan pewarna yang dilarang untuk pangan, seperti Rhodamin B yang ditemukan

pada produk sirup jajanan, kerupuk, saus dan terasi merah.


40

Bahan pewarna makanan yang diedarkan, pada kemasannya harus

menunjukkan adanya tanda yang telah ditentukan oleh pemerintah melalui Keputusan

Dirjen POM Nomor 01415/B/SK/IV/1991 tentang Tanda Khusus Pewarna Makanan,

yaitu tanda khusus untuk pewarna makanan adalah lingkungan dengan garis tepi

berwarna hitam dengan huruf M yang menyentuh garis tepi (pasal 3 ayat 1). Tanda

khusus harus diletakkan sedimikian rupa agar mudah terlihat (pasal 2) dan ukuran

yang sesuai dengan kemasan, tebal garis minimal 1 mm (ayat 3) (Hidayat, 2006).

Tanda-tanda makanan yang mengandung Rhodamin-B : (1) Berwarna merah

menyala, (2) bila produk pangan dalam bentuk larutan/minuman warna merah

berpendar atau berfotoluminesensi, (3) warna tidak pudar akibat pemanasan (akibat

digoreng atau direbus) dan (4) banyak memberikan titik-titik warna karena tidak

homogen (misalnya pada kerupuk, es puter). terkadang warna terlihat tidak homogen

(rata), ada gumpalan warna pada produk, dan bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih

pahit. Biasanya produk pangan yang mengandung rhodamin B tidak mencantumkan

kode, label, merek, atau identitas lengkap lainnya. (Irianto, 2007).

2.4.8 Penatalaksanaan Keracunan

Pada umumnya, bahaya akibat pengonsumsian rhodamin B akan muncul jika zat

warna ini dikonsumsi dalam jangka panjang. Tetapi, perlu diketahui pula bahwa

rhodamin B juga dapat menimbulkan efek akut jika tertelan sebanyak 500 mg/kg

BB, yang merupakan dosis toksiknya. Efek toksik yang mungkin terjadi adalah iritasi

saluran cerna. Jika hal tersebut terjadi maka tindakan yang harus dilakukan antara lain

segera berkumur, jangan menginduksi muntah, serta periksa bibir dan mulut jika ada
41

jaringan yang terkena zat beracun. Jika terjadi muntah, letakan posisi kepala lebih

rendah dari pinggul untuk mencegah terjadinya muntahan masuk ke saluran

pernapasan (aspirasi paru). Longgarkan baju, dasi, dan ikat pinggang untuk

melancarkan pernapasan. Jika diperlukan segera bawa pasien ke rumah sakit atau

dokter terdekat

2.5 Analisis Bahan Pewarna Sintetis

Seperi kita ketahui bahwa berbagai jenis pangan dan minuman yang beredar

di indonesia, baik secara sengaja maupun tidak di sengaja telah di warnai dengan

pewarna tekstil atau bukan food grade, yang tidak di izinkan digunakan dalam

pangan.pewarna-pewarna tersebut memang lebih banyak digunakan tektil,kertas, atau

kulit.

Berbagai penelitian telah di dilakukan untuk mencari metode yang praktis,

tetapi teliti untuk mengindentfikasi adanya zat pewarna sintetis dan bila perlu dapat di

bedakan jenis pewarna sintetis dalam pangan. Hal tesebut penting sekali bagi

labolatrium pangan, pembuat kebijaksanaan, dan organisasi perlindungan konsmen

agar mempunyai suatu teknik atau metode analisis yang cepat yang kerjanya, Teknik

analisis tersebut seyogianya yang cukup sederhana mudah dilakukan di tingka rumah

tangga dan di lapangan bagi penjual zat pewarna atau penjual pangan, adanya

kebutuhan yang mendesak tersebut juga ditegaskan oleh JECFA ( Cahyadi, 2008 ).
42

2.5.1 Deteksi Zat Pewarna Tekstil

2.5.1.1 teknik analisis sederhana

Babu, s. Dan Indushekhar, s. ( 1990 ), dari NHI Hyderabad India, telah

melaporkan hasil penelitiannya, bahwa deteksi zat pewarna sintetis daat dilakukan

secara sederhana dan dengan menggunakan peralatan yang sangat sederhana, seperti

gelas, air, dan kertas kering. Sehingga tidak di perlukan adanya pelarut ataupun

memerlukan tersedianya peralatankhusus. Metode dapat dikerjakan di rumah maupun

di lapangan. Keuntungan penting dari metode tersebut karena cara analisisnya tidak

membutuhka ketersediaan zat pewarna-pewarna standar apapun. Ide dari metode

sederhana itu didasarkan pada kemampuan zat pewarna tekstil dengan zat pewarna

pangan sintetis. Diantaranya karena daya kelarutan dalam air yang berbeda, zat

pewarna tekstil seperti Rhodamib b bersifat tidak larut dalam air. ( Cahyadi 2008 ).

2.5.1.2. Teknik Analisa Canggih

Telah diketahui bahwa berbagai jenis makanan dan minuman yang beredar di

Indonesia, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, telah diwarnai dengan pewarna

tekstil atau yang bukan zat pewarna food grade yaitu yang tidak diizinkan digunakan

dalam makanan. Pewarna-pewarna tersebut memang lebih banyak digunakan untuk

tekstil, kertas atau kulit. Seperti telah diketahui, berdasarkan beberapa penelitian telah

dibuktikan bahwa beberapa zat pewarna tekstil yang tidak diizinkan tersebut bersifat

racun bagi manusia sehingga dapat membahayakan kesehatan konsumen, dan

senyawa tersebut memiliki peluang dapat menyebabkan kanker pada hewan-hewan

percobaan.
43

Di laboratorium yang maju, analisis pewarna makanan sudah secara rutin

dilakukan, dengan berbagai metoda, teknik dan cara. Sebagian besar dari cara analisa

tersebut masih berdasarkan suatu prinsip kromatografi atau pun menggunakan alat

spektrophotometer. Cara tersebut digunakan untuk mendeteksi zat pewarna tersebut

secara teliti, karena itu minimal diperlukan fasilitas yang cukup canggih serta dituntut

tersedianya berbagai pelarut organik, yang biasanya cukup mahal harganya. Di

samping itu teknik tersebut juga memerlukan tenaga terampil yang

profesional.(Cahyadi, 2008 ).

2.5.2 Analisis Zat Warna Dilarang ( Rhodamin B )

Dasar tiori kromatografi di temui oleh Micheael Tswett, seorang ahli Batoni

di Universitas Warsaw (Poland), pada Tahun 1906. Perkataan kromatografi bersal

dari kata Yunani “Warna” dan “tulis” kromatografi terbentuk apabila terdapat satu

fase diam dan satu fase gerak.

pada awalnya kromatografi dianggap semata-mata sebagai bentuk partisi

cairan–cairan. Serat selulosa yang hidrofilik dari kertas tersebut dapat mengikat air,

setelah disingkapkan ke udara yang lembab, kertas saring yang tampak kering itu

sebenarnya dapat mengandung air dengan persentase tinggi, katakan 20 %

(bobot/bobot) akan lebih. Jadi kertas itu sebenarnya dapat mengandung air dengan

persentase tinggi dan kertas itu dipandang sebagai analog dengan sebatang kolom

yang berisi stasioner berair. Zat-zat terlarut itu padahal fase geraknya dapat campur

dengan air akan dalam beberapa kasus, malahan fase geraknya adalah larutan itu
44

sendiri. Susunan serat kertas membentuk medium berpori yang bertindak sebagai

tempat untuk mengalirkannya fase bergerak.

Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam-

macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fasa

gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fasa diam yang juga bisa berupa cairan

ataupun suatu padatan. Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran

berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu.

Kromatografi berkembang menjadi teknik pemisahan untuk zat kimiawi dengan sifat

yang sangat mirip, dan dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif dan penetapan

kuantitatif untuk zat-zat yang sudah dipisahkan. Keuntungan-keuntungan dari

Kromatografi diantaranya :

1. Kromatografi merupakan metoda pemisahan yang cepat, mudah dan menggunakan

peralatan yang murah serta sederhana, kecuali untuk kromatografi gas, hingga

campuran yang kompleks dapat dipisahkan dengan mudah.

2. Kromatografi hanya membutuhkan campuran cuplikan.yang sangat sedikit sekali,

bahkan tidak menggunakan jumlah yang besar, disamping itu kromatografi

pekerjaannya dapat diulang.

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan

pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen

(berupa molekul) yang berada pada larutan. Molekul yang terlarut dalam fase gerak,

akan melewati kolom yang merupakan fase diam. Molekul yang memiliki ikatan yang

kuat dengan kolom akan cenderung bergerak lebih lambat dibanding molekul yang
45

berikatan lemah. Dengan ini, berbagai macam tipe molekul dapat dipisahkan

berdasarkan pergerakan pada kolom ( Sastrohamidjojo, 2007).

2.5.3 Kromatografi Kertas

Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah kertas serap yang sangat

seragam. Fase gerak adalah pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Kromatografi

kertas merupakan kromatografi partisi dimana fase geraknya adalah air yang

disokong oleh molekul-molekul selulosa dari kertas. Kertas yang digunakan adalah

kertas Whatman No.1 dan kertas yang lebih tebal Whatman No. 3 biasanya untuk

pemisahan campuran dalam jumlah yang lebih besar karena dapat menampung lebih

banyak cuplikan (Sastrohamidjojo, 2003).

Prinsip Kerja Kromatografi Kertas

Pelarut bergerak lambat pada kertas, komponen-komponen bergerak pada

laju yang berbeda dan campuran dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak

warna.

Cara penggunaan Kromatogarfi kertas

1. Kertas yang digunakan adalah Kertas Whatman No.1.

2. Sampel diteteskan pada garis dasar kromatografi kertas.

3. Kertas digantungkan pada wadah yang berisi pelarut dan terjenuhkan oleh uap

pelarut.

4. Penjenuhan udara dengan uap, menghentikan penguapan pelarut sama halnya

dengan pergerakan pelarut pada kertas.


46

2.5.4 Faktor yang menentukan harga Rf

1) Pelarut, disebabkan pentingnya koefesien partisi, maka perubahan-perubahan

yang sangat kecil dalam komposisi pelarut dapat menyebabkan perubahan-perubahan

harga Rf.

2) Suhu, perubahan dalam suhu merubah koefesien partisi dan juga kecepatan

aliran.

3) Ukuran dari Bejana, volume dari bejana mempengaruhi homogenitas dari

atmosfer jadi mempengaruhi kecepatan penguapan dari komponen-komponen pelarut

dari kertas. Jika bejana besar digunakan, ada terdensi perambatan lebih lama.

4) Kertas, pengaruh utama kertas pada harga-harga Rf timbul dari perubahan ion

dan serapan, yang berbeda untuk macam-macam kertas. Kertas-kertas mempengaruhi

kecepatan aliran, ia akan juga mempengaruhi pada kesetimbangan partisi.

5) Sifat dari campuran, berbagai senyawa mengalami partisi diantara volume-

volume yang sama dari fasa tetap dan bergerak (Sastrohamidjojo, 2007).
47

Beberapa fasa gerak beserta harga Rf (ratio faktor) pada identifikasi pewarna

menggunakan metode kromatografi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.5 Harga Rf Untuk Berbagai jenis pewarna pada beberapa fasa gerak
Pewarna Fasa gerak
A B C D E F
MERAH
Ponceau Mx 0,33 0,55 0,35 0,41 0,41 0,23
Ponceau 4R 0,18 0,26 0,13 0,26 0,25 0,07
Carmoisin 0,44 0,17 0,37 0,28 0,55 0,30
Amaranth 0,14 0,19 0,11 0,17 0,16 0,04
Red 10 B 0,26 0,30 0,23 0,37 0,37 0,21
Eritrosin 1,00 0,58 0,47 0,57 1,00 0,56
Reg 2 G 0,35 0,35 0,38 0,39 0,41 0,18
Red 6 B 0,18 0,17 0,37 0,22 0,22 0,10
Red FB 0,25 0,11 0,49 0,13 0,58 0,24
Ponceau SX 0,39 0,30 0,41 0,39 0,51 0,26
Ponceau 3 R 0,38 0,47 0,35 0,45 0,58 0,21
Fast red E 0,38 0,47 0,45 0,49 0,51 0,24
JINGGA
Orange G 0,35 O,47 0,48 0,52 0,46 0,23
Orange RN 0,59 0,75 0,74 0,75 0,78 0,57
Sunset Yellow 0,28 0,45 0,45 0,43 0,46 0,22

KUNING
Tartrazine 0,12 0,17 0,09 0,20 0,25 0,04
Napnthol Yellow 0,44 0,54 0,17 0,68 0,73 0,44
Yellow 2G 0,44 0,41 0,41 0,37 0,65 0,31
Yellow FRS 0,33 0,47 0,30 0,43 0,47 0,22
Yellow RY 0,77 0,04 0,18 0,07 0,16 0,03

Sumber : Standar Industri Indonesia (SII) Departemen Perindustrian Republik


Indonesia (1992).

Ket : A (n-butanol : asam asetat glasial : air suling = 4:1:2)

B (iso-butanol : etanol air suling : air suling : ammonia pekat = 3:2:2:1)

C (fenol : Air suling = 8:2)

D (etil metil keton : aseton : air suling : ammonia pekat = 35:15:15:1)


48

E (etil metil keton : aseton : air suling = 5:3:3)

F (etil asetat : air suling : piridin = 11:3:4)

2.6 Kerangka Konsep.

+ Rhodamin-b
Saus Regesia
- Rhodamin-b

Memenuhi/tidak memenuhi syarat Permenkes RI


No 722/Menkes/per/IX/1988 dan SNI No. 01-
2976- 1992 ( saus tomat dan cabe)

Gambar 2.2 : Kerangka Konsep Penelitian

2.7 Hipotesis Penelitian

Adanya kandungan zat aditif rhodami-b pada saus tomat dan cabe kemasan

plastik yang beredar di Kota Meulaboh.


49

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian bersifat eksperimen yaitu dengan cara

uji laboratorium untuk mengetahui zat pewarna aditif Rhodamin-B pada saus tomat

dan cabe kemasan plastik yang diperjual belikan di Pasar Kota Meulaboh.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.

Penelitian ini di lakukan di komplek Pasar Bina Usaha Meulaboh. dan

waktu penelitian di laksanakan pada Tanggal 10 s/d 20 Mei Tahun 2013.

3.3 Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis saus tomat dan cabe kemasan

plastik dengan berbagai macam merek, yang di jual di Kota Meulaboh.

b. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima jenis saus tomat

dan cabe kemasan plastik dengan merek cap dua ikan, dena, captain, ABC, dan saus

tidak bermerek yang memiliki bentuk yang sama, ( kemasan plastik ) yang

mempunyai ciri-ciri hampir sama yaitu kemerahan yang diambil secara acak dari

hasil survei di Pasar Kota Meulaboh.

49
50

3.4 Teknik Pengambilan Data

a. Data Primer.

Data primer diperoleh dengan melakukan pengambilan sampel dan uji

laboratorium dengan metode kromatografi kertas untuk mengetahui zat aditif

Rhodamin-B dalam saus tomat dan cabe kemasan plastik yang di pasarkan di Kota

Meulaboh.

b. Data Sekunder.

Data sekunder diperoleh dari buku, media massa, jurnal maupun internet

sebagai acuan dalam pembuatan rancangan penelitian.

c. skema penelitian

a. Persiapan bahan :

1. Observasi lokasi penelitian

2. Membeli saus yang dijual oleh pedagang, sebagai sampel penelitian,

3. Sampel tersebut di berikan kode, tanggal dan di masukkan kedalam Pot

4. Menyimpan sampel dalam box untuk dikirim kelaboratorium

5. Melakukan penelitian

b. Analisis kadar zat pewarna Rhodamin-b (metode kromatografi kertas )

1. Teteskan rhodamin-b kekertas KLk

2. teteskan sampel kekertas KLk

3. di masukan ketabung KLk

4. dilihat hasil nya ( jika ada yang sama maka sampel positif mengandung

Rhodamin-b ) Metode yang menggunakan adalah perbandingan cara perbandingan


51

dengan menentukan harga Rf.

3.5 Teknik Pengolahan Sampel

Setelah pemeriksaan selesai dilakukan maka hasil uji akan diolah secara

manual dan dijelaskan dalam bentuk deskriptif.

3.6 Pelaksanaan Penelitian.

a. Cara Pengambilan Sampel.

Mendatangi langsung kelokasi pasar yang ada di Kota Meulaboh untuk

pengambilan sampel dengan cara membelinya secara random sampling pada

pedagang saus, tanggal pengambilan, pengkodean sampel, dan kemudian sampel

yang sudah di beli di masukkan kedalam pot plastik yang sudah di sterilkan dengan

alkohol 96% kemudian diberi kode, lokasi dan tanggal pengambilan sampel, siapkan

box dan kemudian masukkan sampel ke dalam box untuk pengiriman sampel ke

laboratorium untuk diuji.

3.7 Alat dan Bahan

3.7.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada pengujian ini adalah Beaker Glass (250 mL

dan 600 mL), chamber, gelas ukur (10mL dan 50 mL), erlenmeyer ( 250 mL dan 500

mL), neraca analitik, water bath (Penangas air), penjepit tabung, kaki tiga, labu ukur (

50 mL dan 100 mL), kaca arloji, Bunsen, cawan porselin, pipetkapiler, pipet tetes,

batang pengaduk, Pinset, sendok, kertas lakmus merah dan biru, kertas sari woodman

0,1mm
52

3.7.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada pengujian ini adalah 500 mL aquadest,

10 gram Kalium Bisulfat 10%, 24 cm Benang wol putih, 5 mL ammonium

hidroksida, 54 mL n-butanol, 13,5 m L Asam asetat glasial, kertas sari woodman, 10

mg baku pembanding (rhodamin B).

3.7.3 Persiapan benang wol bebas lemak

Benang wol bebas lemak dapat dibuat dengan cara ekstrak/rendam benang

wol dalam pelarut eter (SNI-01-2895-1992).

3.8 Prosedur Kerja

3.8.1 Pengujian zat warna

Pengujian zat warna dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

1) Ditimbang 20 gram saus tomat dan cabe

2) Dimasukkan dalam labu 100 mL

3) Ditambahkan aquadest hingga tanda batas

4) Dipipet 50 mL dimasukkan dalam gelas kimia 100 mL

5) Ditambahkan 10 mL kalium bisulfat 10% kemudian dimasukkan benang wol

yang tidak berlemak 4 cm

6) Dididihkan selama 10 menit

7) Dicuci benang wol sampai bersih dengan air panas

8) Diberikan beberapa tetes ammonium hidroksida pada sepotong benang wol

9) Diuapkan ( jika warnanya hijau kotor maka zat warna alami)


53

3.8.2 Identifikasi zat warna dalam saus secara Kromatografi kertas

Identifikasi zat warna dalam saus tomat dan cabai yang dipasarkan di pasar di

kompek Pasar Bina Usaha Meulaboh dapat dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1) Di larutkan dalam etanol contoh (hasil uji benang wol)

2) Ditotolkan pada kertas menggunakan pipa kapiler beserta baku pembanding

(Standar rhodamin -b)

3) Dimasukkan kertas yang sudah di totolkan ke dalam bejana yang sudah berisi

eluen n-butanol : asam asetat glasial : air (7:3:3)

4) Ditutup bejana kemudian biarkan beberapa 1kali 24 jam

5) Bila permukaan pelarut telah bergerak sampai jarak yang cukup jauhnya atau

setelah waktu yang telah ditentukan, maka kertas saring diambil dari bejana

6) Dikeringkan

7) Diamati bercak-bercak yang timbul

8) Penentuan jenis zat warna dapat dilakukan dengan cara mengukur nilai Rf dari

masing-masing bercak tersebut (SNI – 2976 -1992).


54

3.9 Alur Penelitian

Saus kemasan Uji Tidak ada zat warna


plastik Laboratoriu Rhodamin-b

Negatif zat pewarna


rhodamin b

SNI No. 01-2976-1992 ( zat warna yang dillarang)

Gambar : 3.1 Alur penelitian

3.10. Penentuan zat warna dalam saus tomat dan cabe yang dipasarkan di

Kota Meulaboh.

Penentuan zat warna dapat dilakukan dengan cara mengukur nilai Rf dari

masing-masing bercak tersebut, dengan cara membagi jarak gerak zat terlarut (eluat)

dengan jarak gerakeluen (Cahyadi,2009).

3.11 Analisa Data

Data yang diperoleh diolah secara manual kemudian dibandingkan dengan

Standar Nasional Indonesia tentang persyaratan saus tomat dan cabai (SNI) No.01-

2976-1992 yang mengandung zat warna rhodamin-b.


55
55

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Pasar Kota Meulaboh

Kondisi umum Pasar Bina Usaha Meulaboh Kecamatan Johan Pahlawan

Kabupaten Aceh Barat, merupakan pasar yang sangat banyak dikiunjungi oleh

masyarakat, karena pasar Bina Usaha Meulaboh adalah pasar yang serba

melengkapi, baik itu kebutuhan pokok maupun kebutuhan yang lain, pasar bina

usaha Meulaboh juga sangat mengkhawatirkan segi kesehatan lainnya karena

sanitasi dan hygienenya kurang diperhatikan, padahal di pihak pemerintah

Kebersihan Lingkungan Hidup (KLH) Meulaboh sudah berusaha semaksimal

mungkin, seperti menyediakan tempat-tempat pembuangan sampah, tetapi sampah

di sekitar pasar Bina Usaha Meulaboh juga berserakan, itu semua tergantung pada

pedangan itu sendiri cara menanggapi nya.

4.2 Preparasi Sampel

Preparasi sampel dilakukan dengan cara 20 mg saus tomat dan cabe 20%

dipanaskan selama 10 menit dengan penambahan 4 cm benang wol bebas lemak

dan kalium bisulfat 10%, disini kalium bisulfat akan menarik zat pewarna dan

kemudian akan diserap oleh benang wol yang telah bebas lemak, pemisahan ini

dibantu dengan pemanasan yang mengakibatkan semakin cepatnya pelepasan

ikatan senyawa pewarna dengan senyawa lainnya yang terdapat pada saus.

Benang wol yang telah mengandung zat pewarna itu kemudian ditambahkan

dengan ammonium pekat, hal ini bertujuan agar ammonium melarutkan zat

pewarna yang telah berada dibenang wol. Zat pewarna telah larut ditunjukan

55
56

dengan berubahnya warna benang wol dari berwarna merah menjadi putih, dalam

penarikan zat warna ini dilakukan pemanasan, jika setelah pemanasan ini

warnanya berubah menjadi hijau kotor, maka ini menunjukkan pewarna alami

yang digunakan pada sampel, jika tidak berubah maka dilarutkan dalam etanol,

kemudian zat warna ini dianalis secara kromatografi kertas menggunakan eluen

n-butanol : asam asetat glasial : air ( 7:3:3 )

4.3 Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa saus tomat dan cabe kemasan

plastik yang dipasarkan di komplek pasar Bina Usaha Meulaboh dengan merek

dua ikan, dena, captain, ABC, dan saus tidak bermerek, negatif dari pewarna

sintentis yaitu Rhodamin-B, dalam penelitia ini peneliti hanya melakukan

penelitian terhadap satu zat pewarna saja yaitu zat pewarna sintetis rhodamin b,

jadi berdasarkan hasil uji Labolatorium Akademik Analis Kesehatan Banda Aceh,

bahwa saus yang tersebut diatas bebas dari zat pewarna rhodamin-B, tetapi

walaupun saus tersebut bebas dari zat pewarna rodamin-B, kemungkinan besar

masih ada zat pewarna buatan yang lain terkandung dalam saus tersebut. Di

karenakan pada benang woll yang di panaskan tidak berubah warnanya menjadi

hijau kotor menandakan kelima saus tersebut tidak menggunakan warna alami,

melaikan zat warna buatan, apakah zat pewarna yang diizin kan atau tidak, karena

peneliti hanya meneliti satu zat pewarna yaitu Rhodamin-b di karenakan

keterbatasan dana.
57

4.3.1 Hasil uji laboratorium

Hasil pengujian yang dilakukan pada Akademik Analis Kesehatan Banda

Aceh zat pewarna rhodamin-B dalam saus tomat dan cabe kemasan plastik (dena,

captain, ABC , dua ikan tradisional) dan tidak bermerek yang dipasarkan di pasar

di komplek Pasar Bina Usaha Meulaboh secara kromatografi kertas dengan

menggunakan eluen n-butanol dengan hasil yang negatif maka dapat dilihat pada

tabel di bawah ini :

Tabel : 4.1 Hasil penelitian zat warna pada saus tomat dan cabe kemasan
plastik secara kromatografi kertas
Jarak
Warna Rf
No. Nama Sampel Rambat Ket
Kromatogram (cm)
(cm)
1 Sampel 1 Tidak berwarna 3,4 0,28 Negatif
2 Sampel 2 Tidak berwarna 4,5 0,37 Negatif
3 Sampel 3 Tidak berwarna 3,7 0,30 Negatif
4 Sampel 4 Tidak berwarna 2,7 0,22 Negatif
5 Sampel 5 Tidak berwarna 2,8 0,23 Negatif
Standar
6 Merah Muda 10 0,83 Positif
rhodamin B
Sumber : AAK Akademik Analis kesehatan Banda Aceh ( Mei 2013 )

4.4 Pembahasan

Zat warna adalah bahan tambahan minuman yang dapat memperbaiki

atau memberi warna pada makanan dan minuman. Pemakaian zat warna pada

minuman diperbolehkan dengan maksud dan tujuan untuk mengembalikan warna

dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, memperbaiki atau

menambah warna makanan dan minuman yang asalnya tidak berwarna atau

warnanya kurang baik, untuk memberikan warna yang seragam pada produk yang

diolah pada waktu yang berlainan, agar suatu makanan dan minuman terlihat lebih
58

segar dan menarik, untuk menarik perhatian dan meningkatkan selera konsumen

(Noviana, 2005).

Pewarna makanan harus memiliki syarat aman dikonsumsi, artinya

kandungan bahan pewarna tersebut tidak mengakibatkan gangguan pencernaan

maupun kesehatan, saat dikonsumsi secara terus-menerus. Secara garis besar,

berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam

golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan sintetis (Hidayat,

2006).

Zat pewarna sintetis merupakan zat pewarna buatan manusia.

Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih

homogen dan memiliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan

zat pewarna alami. Disamping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan

bila dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih

murah bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Zat pewarna yang diizinkan

penggunaanya dalam makanan dikenal sebagai permitted color atau certified

color. Untuk penggunaan zat warna tersebut harus menjalani tes dan prosedur

penggunaan yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi

pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna

tersebut (Yuliarti, 2007).

Pemakian bahan pewarna sintetis dalam makanan pangan walupun

mempunyai dampak positif bagi produksen dan konsumen, di antaranya adalah

dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan, dan

mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama

pengolahan. Ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak di inginkan dan
59

bahkan memberikan dampak negatif bagi kesehatan.

Menurut lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen (LP2K),

penggunaan zat pewarna pada makanan secara tidak bertanggung jawab akan

mengakibatkan kemunduran kerja otak, sehingga anak-anak menjadi malas, sering

pusing dan menurunnya konsentrasi belajar (Sastrawijaya, 2000).

Pada saat ini penggunaan pewarna sintetis sudah meluas di masyarakat

tetapi ketidaktahuan masyarakat akan peraturan atau dosis penggunaan zat

warna, tidak jarang menimbulkan penyalahgunaan, sering dijumpai jenis pewarna

non pangan, seperti metanil yellow, auramin dan rhodamin B ternyata banyak

digunakan oleh masyarakat.

Dari beberpa penelitian yang sudah di lakukan di indonesia terhadap

produk pangan yang mengandung zat pewarna textil yaitu rhodamin b, masih

ada ditemukan produk pangan yang positif mengadung zat warna yang

berbahaya bagi kesehatan yaitu rhodamin b,

Dari pengujian yang dilakukan YLKI ( yayasan lembaga komsumen

indonesia ) pada tahun 1979-1990 diberbagai kota besar di Indonesia ternyata

masih banyak saus tomat yang menggunakan bahan bukan dari tomat asli

melainkan ubi jalar dan pepaya selain itu menggunakan bahan pewarna tidak

sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui apakah produk saus tomat yang beredar di Pasar

Johar Kota Semarang mengandung zat warna sintetis yang dilarang menurut

Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1998.

Petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Semarang

pada Januari 2010, menemukan beberapa jajanan sekolah yang mengandung zat-
60

zat berbahaya bagi manusia saat melakukan pemeriksaan rutin makanan di SD

Negeri Pendrikan Tengah 01-02 di Jalan Sadewa Semarang dan SD Masehi di

Jalan Imam Bonjol. Dari beberapa jajanan sekolah yang diperiksa ternyata

ditemukan dua produk

jajanan yang mengandung zat berbahaya, yaitu formalin yang ditemukan pada mie

goreng dan Rhodamin B (pewarna tekstil) ditemukan pada kerupuk dan saus isi

ulang kemasan plastik

BBPOM Makasar pada tahun 2009 sampai 2010 juga menemukan 72

sampel makanan yang mengandung zat pewarna berbahaya, salah satunya adalah

Rhodamin B.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Noviana terhadap produk

saus yang beredar di pasar Lambaro Aceh tahun 2005, diketahui dari 20 sampel

saus yang diperiksa, (saus bermerek dan tidak bermerek) maka ditemukan 5

sampel saus yang tidak bermerek positif mengandung zat pewarna yang dilarang

Dari beberapa penelitian di atas maka dapat kita simpulkan bahwa masih

ada makanan dan minuman yang mengandung zat pewarna yang berbahaya bagi

kesehatan

Sedangkan penelitian yang penulis lakukan di Kota Meulaboh terhadap

produk saus isi ulang kemasan plastik dengan jumlah sampel 5 ( lima ) hasilnya

Negatif, karna jumlah sampel yang tidak begitu banyak seperti penelitian yang di

lakukan oleh Noviana di Pasar Lambaro Banda Aceh dengan jumlah sampel 20

sampel saus yang di periksa ditemukan 5 sampel positif mengandung zat pewarna

berbahaya yaitu Rhodamin b.


61

Pada penelitian ini dilakukan proses kromatografi kertas untuk

mengetahui ada tidaknya kandungan zat pewarna yang dilarang yaitu Rhodamin-B

pada saus dua ikan, dena, captain, ABC, dan saus tidak bermerek, setelah

dilakukan uji Laboratorium di Akademik Analis Kesehatan Banda Aceh maka

hasilnya Negatif bebas dari zat warna Rhodamin-B. Penelitian ini dilakukan

dengan satu kali pengulangan dan menggunakan satu eluen. Maka kelima saus

tersebut bebas dari zat warna rhodamin b.


62

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil uji Laboratorium di Akademi Analis Kesehatan Banda Aceh,

maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Saus Dena isi ulang pada kode sampel 1 (satu) negatif bebas dari zat

warna Rodhamin-B.

2. Saus captain isi ulang pada kode sampel 2 (dua) negatif bebas dari zat

warna Rodhamin-B.

3. Saus Dua ikan isi ulang pada kode sampel 3 (tiga) negatif bebas dari zat

warna Rodhamin-B.

4. Saus ABC isi ulang pada kode sampel 4 (empat) negatif bebas dari zat

warna Rodhamin-B.

5. Saus tidak bermerek isi ulang pada kode sampel 5 (lima) negatif bebas dari

zat warna Rodhamin-B.

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kelima prokduk saus kemasan plastik

yang di pasarkan di Kota Meulaboh bebas dari zat pewaena rhodamin b.

62
63

5.2 Saran

1. Bagi para konsumen diharapkan agar lebih waspada dalam memilih saus

yang dijual dipasar dengan harga yang lebih murah, dan bila juga

mekomsumsi saus tersebut sebaiknya memperhatikan dengan lebih teliti

bentuk dan warna dari saus tomat dan cabai isi ulang. Sebaiknya

konsumen tidak mengkonsumsi saus-saus yang tidak terjamin mutunya.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap beberapa zat warna yang

terkandung didalam saus dua ikan, dena, captain, ABC, dan saus tidak

bermerek.

3. Disarankan kepada mahasiswa yang akan datang agar dilakukan analisis

tidak hanya pada Rhodamin-B saja, melainkan pewarna sintetis lainnya

pada sampel yang sama dengan metode yang sama yaitu Kromatografi

Kertas.

4. Pengujian juga dapat dilanjutkan dengan menggunakan metode lain yaitu

Kromatografi lapis tipis pada sampel yang sama, tetapi dalam jumlah

yang lebih banyak dengan pengulangan sebanyak 3 kali.


64

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, W. 2008. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara,
Jakarta.

Direktorat SPKP Deputi III, 2003, Bahan Tambahan Pangan hal (6), Jakarta, BPOM.

Departemen Perindustrian RI. 1992. Mutu dan Cara Uji Saus Cabe. SNI 01-2976-1992. Jakarta.

Departemen Perindustrian RI. 1992. Cara uji pewarna tambahan makanan. SNI 01-2895-1992.
Jakarta.

Hambali, E. 2006. Membuat Saus Cabai dan Saus Tomat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Harper, L. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Terjemahan oleh Suhardjo, UI Press, Jakarta.

Haryoto. 1998. Membuat Saus Pepaya. Kanisius, Yogyakarta.

Http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsld=9924812 aksek febuari 2013

Hidayat, Nur dan Anis Saati, 2006, Membuat Pewarna Alami. Surabaya : Trubus Agrisarana.
Imelda, 2009. Hygiene Sanitasi dan Analisa Cemaran Mikroba yang terdapat pada Saus
Tomat dan Saus Cabai Isi Ulang yang Digunakan di Lingkungan Kampus Universitas
Sumatera Utara. Diperoleh : www.repositori.usu.ac.id/bitsrem/pdf. [Diakses 23 Maret
2013].
Musaddad, D . 2003. Produk Olahan Tomat. Penebat Swadaya, Jakarta.
Notoatmodjo. 2010.Metodelogi Penelitian. RinekaCipta. Jakarta
Noviana, 2005. Analisa Kualitatif Dan Kuantitatif Zat Pewarna Merah Pada Saus Tomat
dan Saus Cabe Yang Dipasarkan Di Pasar Lambaro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2005. Skripsi
FKM USU, Medan.

Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1998. Bahan Tambahan Pangan.

Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 239/Menkes/Per/V/85 Mengenai Zat warna tertentu yang
dinyatakan sebagai bahan berbahaya

Saparinto, C., Hidayati D. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Cetakan I. Kanisius, Yogyakarta.

Sastrawijaya, A. Tresna. 2000. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta.

Sastrohamidjojo, H. 2007. Kromatografi. Universitas Gadjah Mada, Yokyakarta.


65

Standart Nasional Indonesia, 1992. Saus Cabe. diperoleh : pphp.deptan.go.id (Horti).pdf.


[Diakses : 7april 2013].
Suyanti. 2007. Membuat Aneka Olahan Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Syah, D., dkk, 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni
Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Winarno F. G, 1997, 1984, Kimia Pangan dan Gizi, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. CV Andi Offset, Yokyakarta.

Winarno, F.G., dan T.S. Rahayu . 1991. Bahan Tambahan dan Kontaminasi. Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai