D. Praktek ke- :
E. Kelompok ` :
F. Tinjauan Literatur :
Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak
terlepas dari makanan. Sebagai kebutuhan dasar , makanan tersebut harus mengandung zat gizi
untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi karena makanan yang tidak aman dapat
menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan (Moehji, 1992). Aneka produk makanan
dan minuman yang berwarna-warni tampil semakin menarik. Warna-warni pewarna membuat
aneka produk makanan mampu mengundang selera. bahan pewarna tampaknya sudah tidak bisa
dipisahkan dari berbagai jenis makanan dan minuman olahan. Produsen pun berlomba-lomba
untuk menarik perhatian para konsumen dengan menambahkan pewarna pada makanan dan
minuman.
Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah satu ciri yang
penting. Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan, antara
lain warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti
pencoklatan (deMan JM. 1997). Selain itu, beberapa warna spesifik dari buah juga dikaitkan
dengan kematangan.
Warna juga mempengaruhi persepsi akan rasa. Oleh karena itu, menimbulkan banyak
pengaruh terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman (Fennema
OR. 1996; Smith J. 1991). Tujuan dari penggunaan zat warna tersebut adalah untuk membuat
penampilan makanan dan minuman menjadi menarik, sehingga memenuhi keinginan konsumen.
Awalnya, makanan diwarnai dengan zat warna alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau
mineral, akan tetapi proses untuk memperoleh zat warna alami adalah mahal. Selain itu, zat
warna alami umumnya tidak stabil terhadap pengaruh cahaya dan panas sehingga sering tidak
cocok untuk digunakan dalam industri makanan. Maka, penggunaan zat warna sintetik pun
semakin meluas. Keunggulan-keunggulan zat warna sintetik adalah lebih stabil dan lebih tahan
terhadap berbagai kondisi lingkungan. Daya mewarnainya lebih kuat dan memiliki rentang
warna yang lebih luas. Selain itu, zat warna sintetik lebih murah dan lebih mudah untuk
Sejak pertama kali dibuat pada tahun 1856 hingga saat ini, telah banyak zat warna sintetik
yang diciptakan. Akan tetapi, ternyata banyak pula zat warna sintetik itu memiliki sifat toksik
(Marmion DM. 1984). Dalam suatu penelitian, diperoleh zat warna azo (Amaranth, Allura Red,
dan New Coccine) terbukti bersifat genotoksik terhadap mencit (Tsuda S. et al. 2006). Selain itu,
zat warna Red No. 3juga terbukti dapat merangsang terjadinya kanker payudara secara in vitro
(Dees C. et al. 2006). Maka, penggunaannya harus diatur secara tegas. Penggunaan pewarna
jenis itu dilarang keras, karena bisa menimbulkan kanker dan penyakit-penyakit lainnya.
Pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan (food grade) pun harus dibatasi
penggunaannya. Karena pada dasarnya, setiap benda sintetis yang masuk ke dalam tubuh akan
menimbulkan efek. Namun masih saja ada sejumlah oknum produsen makanan yang
menambahkan pewarna sintetis pada makanan, yang dilatar belakangi oleh inginnya mendapat
keuntungan besar namun pengeluaran modal yang sedikit atau minim, tanpa memikirkan
keamanan bagi tubuh konsumen yang mengkonsumsi makanan tersebut. Biasanya produsen
makanan tersebut menjajahkannya di sekitar sekolah sekolah karena anak anak tertarik akan
warna yang mencolok sehingga anak – anak sering menjadi sasarannya. Biasanya makanan yang
menggunakan pewarna sintetis akan sangat mencolok dan sangat terang sekali warna yang di
timbulkan pada makanannya, tiak mudah pudar, dan menempel pada tangan dan masih banyak
ciri cirinya.
Bahkan beberapa negara maju, seperti Eropa dan Jepang telah melarang penggunaan
pewarna sintetis seperti pewarna tartrazine. Mereka lebih merekomendasikan pewarna alami,
Di Indonesia, zat warna makanan termasuk dalam Bahan Tambahan Pangan yang diatur melalui
UU RI No.7 tahun 1996 tentang Pangan pada bab II, bagian kedua, pasal 10. Dalam UU tersebut,
dinyatakan bahwa dalam makanan yang dibuat untuk diedarkan, dilarang untuk ditambah dengan
bahan apapun yang dinyatakan dilarang atau melampaui batas ambang maksimal yang
ditetapkan. Selain itu, dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.239/Menkes/Per/V/85 dan Kep.
Dir. Jend. POM Depkes RI Nomor: 00386/C/SK/II/90 tentang Perubahan Lampiran Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 239/Menkes/Per/V/85, terdapat 34 jenis zat warna yang dinyatakan
sebagai bahan berbahaya dan dilarang penggunaannya pada makanan (Utami ND. 2005; Dirjen
POM 1997).
Makanan yang beredar di masyarakat memiliki warna yang bermacam-macam dan kebanyakan
menggunakan zat warna sintetik. Dengan adanya peraturan yang telah ditetapkan, diharapkan
keselamatan konsumen dapat terjamin. Akan tetapi, kenyataannya tidaklah demikian. Hal
tersebut dapat dilihat pada penjual makanan di pinggiran jalan, biasanya menggunakan bahan
tambahan makanan, termasuk zat warna, yang tidak diijinkan. Hal itu disebabkan karena bahan-
bahan itu mudah diperoleh dalam kemasan kecil di toko dan pasar dengan harga murah (Maskar
Oleh karena itu, adanya zat warna sintetik yang tidak diijinkan dalam makanan, dapat terjadi
karena kesengajaan produsen makanan menggunakan zat warna sintetik itu, misalnya zat warna
tekstil, untuk menghasilkan warna yang lebih menarik. Atau, hal itu bisa terjadi karena
ketidaktahuan produsen makanan membeli zat warna sintetik yang dikiranya aman, tetapi
ternyata mengandung zat warna sintetik yang tidak diijinkan. Bahan pewarna yang sering
digunakan dalam makanan olahan terdiri dari pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural
(alami). Pewarna sintetis terbuat dari bahan-bahan kimia, seperti tartrazin untuk warna kuning
atau allura red untuk warna merah. Kadang-kadang pengusaha yang nakal menggunakan
pewarna bukan makanan (non food grade) untuk memberikan warna pada makanan. Demi
mengeruk keuntungan, mereka menggunakan pewarna tekstil untuk makanan. Ada yang
menggunakan Rhodamin B —pewarna tekstil — untuk mewarnai terasi, kerupuk dan minuman
sirup.
Adapun jenis zat Pewarna menurut Winarno (1995), yang dimaksud dengan zat pewarna adalah
bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi
pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna
pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau member warna pada
makanan.
Berdasarkan sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua golongan utama yaitu pewarna alami
dan pewarna buatan. Pewarna alami Pada pewarna alami zat warna yang diperoleh berasal dari
hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti : caramel, coklat, daun suji, daun pandan, dan kunyit.
Jenis-jenis pewarna alami tersebut antara lain : Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang
umumnya terdapat pada daun, sehingga sering disebut zat warna hijau daun. Mioglobulin dan
Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, merah orange, yang
terlarut dalam lipid, berasal dari hewan maupun tanaman antara lain, tomat, cabe merah, wortel.
Anthosiamin dan anthoxanthim. Warna pigmen anthosianin merah, biru violet biasanya terdapat
Pewarna Buatan Di Negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui perlakuan
pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam
berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk
akhir, harus melalui suatu senyawa dulu yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal
dalam hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya (Cahyadi, 2006). Namun
sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk sembarang bahan pangan,
misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai bahan pangan. Bahan tambahan pangan
yang ditemukan adalah pewarna yang berbahaya terhadap kesehatan seperti Amaran, Auramin,
Methanyl Yellow, dan Rhodamin B. Jenis-jenis makanan jajanan yang ditemukan mengandung
bahan-bahan berbahaya ini antara lain sirup, saus, bakpau, kue basah, pisang goring, tahu,
mengenai zat pewarna untuk pangan, dan juga disebabkan karena harga zat pewarna untuk
industri lebih murah dibanding dengan harga zat pewarna untuk pangan (Seto,2001).
Oleh karena itu perlu dilakukan analisis warna pada makanan yang menurut kami mencurigakan,
dengan menggunakan meode kualitatif sederhana menggunakan benang wol sebagai medianya.
Analisis ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah makanan tersebut positif mengandung
pewarna sintetis atau tidak, dan dilakukan juga agar mahasiswa dapat mengetahui cara analisis
Rhodamin B
Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri
tekstil dan kertas. Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang penggunaannya pada makanan
Rhodamine dalam makanan masih terdapat di lapangan. Contohnya, BPOM di Makassar berhasil
menemukan zat Rhodamine-B pada kerupuk, sambak botol, dan sirup melalui pemeriksaan pada
sejumlah sampel makanan dan minuman. Rhodamin B ini juga adalah bahan kimia yang
digunakan sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstil dan kertas. Pada awalnya zat ini digunakan
untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan
Rumus Molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat molekul sebesar
479.000. Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini berbentuk kristal hijau
atau serbuk ungu-kemerah – merahan, sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna
merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam
alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di dalam laboratorium, zat tersebut digunakan
sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th dan titik leburnya pada suhu
165oC. Dalam analisis dengan metode destruksi dan metode spektrofometri, didapat informasi
bahwa sifat racun yang terdapat dalam Rhodamine B tidak hanya saja disebabkan oleh senyawa
organiknya saja tetapi juga oleh senyawa anorganik yang terdapat dalam Rhodamin B itu sendiri,
bahkan jika Rhodamin B terkontaminasi oleh senyawa anorganik lain seperti timbaledan arsen
menjadikan pewarna ini berbahaya jika digunakan dalam makanan. Di dalam Rhodamin B
sendiri terdapat ikatan dengan klorin ( Cl ) yang dimana senyawa klorin ini merupakan senyawa
anorganik yang reaktif dan juga berbahaya. Rekasi untuk mengikat ion klorin disebut sebagai
sintesis zat warna. Disini dapat digunakan Reaksi Frield- Crafts untuk mensintesis zat warna
seperti triarilmetana dan xentana. Rekasi antara ftalat anhidrida dengan resorsinol dengan
keberadaan seng klorida menghasilkan fluoresein. Apabila resorsinol diganti dengan N-N-
Selain terdapat ikatan Rhodamin B dengan Klorin terdapat juga ikatan konjugasi. Ikatan
Ditemukannya bahaya yang sama antara Rhodamin B dan Klorin membuat adanya kesimpulan
bahwa atom Klorin yang ada pada Rhodamin B yang menyebabkan terjadinya efek toksik bila
G. Alat
Beakerglass
Pengaduk
Tabung reaksi
H. Bahan
dll
I. Prosedur kerja
Siapkan beakerglass dan masukan sampel makanan 25gr dalam volume 50ml aquades
dan hancur dengan pengaduk sampai larut seluruhnya, untuk sampel minuman yang
Siapkan tabung reaksi dan masukan readen Rhodamin-B 1 serta tambahkan sampel
sebanyak 5ml secara perlahan, dan diamkan beberapa saat akan terjadi perubahan warna
merah menjadi kebiruan, apabila warna rhodamin-B tidak pekat warna putih kebiruan,
J. Pembahasan
Pertama kami siapkan sampel minuman kemudian kami larutkan sampel menggunakan
aquades sebanyak 50ml, kemudian kami siapkan tabung reaksi yang sudah dicuci besih dan
kami masukan reagen Rhodamin-B kedalam tabung reaksi, lalu kami tambahkan sampel
yang sudah dilarutkan tadi sebanyak 5ml secara perlahan-lahan, kemudian kam diamkan
selama 3-5 menit, dan terjadilah perubahan warna menjadi merah kebiruan.
Hasil yang kami peroleh adalah perubahan warna menjadi merah kebiruan.
K. Hasil praktek
L. Kesimpulan
Kesimpulannya bahan makanan atau sampel uang kami gunakan aau kami cek ke
laboratorium sebenarnya adalah bahan makanan yang diolah dengan cara menambahkan
M. Saran
Bagi masyarakat awam yang belum mengetahui bahayanya rhodamin-B yang terdapat pada
makanan dan bagaimana cara membedakan bahan makanan yang mengadung bahan
pewarna tambahan yang berbahaya yang akan menimbulkan penyakit berbahaya pula,