Anda di halaman 1dari 10

TES RHODAMIN-B

A. Judul praktek : Tes Rhodamin-B

B. Tujuan praktek : Mahasiwa mengetahui bahan pewarna berbahaya pada makanan.

C. Hari/tanggal : kamis, 2015

D. Praktek ke- :

E. Kelompok ` :

F. Tinjauan Literatur :

Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak

terlepas dari makanan. Sebagai kebutuhan dasar , makanan tersebut harus mengandung zat gizi

untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi karena makanan yang tidak aman dapat

menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan (Moehji, 1992). Aneka produk makanan

dan minuman yang berwarna-warni tampil semakin menarik. Warna-warni pewarna membuat

aneka produk makanan mampu mengundang selera. bahan pewarna tampaknya sudah tidak bisa

dipisahkan dari berbagai jenis makanan dan minuman olahan. Produsen pun berlomba-lomba

untuk menarik perhatian para konsumen dengan menambahkan pewarna pada makanan dan

minuman.

Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah satu ciri yang

penting. Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan, antara

lain warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti

pencoklatan (deMan JM. 1997). Selain itu, beberapa warna spesifik dari buah juga dikaitkan

dengan kematangan.
Warna juga mempengaruhi persepsi akan rasa. Oleh karena itu, menimbulkan banyak

pengaruh terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman (Fennema

OR. 1996; Smith J. 1991). Tujuan dari penggunaan zat warna tersebut adalah untuk membuat

penampilan makanan dan minuman menjadi menarik, sehingga memenuhi keinginan konsumen.

Awalnya, makanan diwarnai dengan zat warna alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau

mineral, akan tetapi proses untuk memperoleh zat warna alami adalah mahal. Selain itu, zat

warna alami umumnya tidak stabil terhadap pengaruh cahaya dan panas sehingga sering tidak

cocok untuk digunakan dalam industri makanan. Maka, penggunaan zat warna sintetik pun

semakin meluas. Keunggulan-keunggulan zat warna sintetik adalah lebih stabil dan lebih tahan

terhadap berbagai kondisi lingkungan. Daya mewarnainya lebih kuat dan memiliki rentang

warna yang lebih luas. Selain itu, zat warna sintetik lebih murah dan lebih mudah untuk

digunakan (deMan JM. 1997; Smith J. 1991; Nollet LML. 1996).

Sejak pertama kali dibuat pada tahun 1856 hingga saat ini, telah banyak zat warna sintetik

yang diciptakan. Akan tetapi, ternyata banyak pula zat warna sintetik itu memiliki sifat toksik

(Marmion DM. 1984). Dalam suatu penelitian, diperoleh zat warna azo (Amaranth, Allura Red,

dan New Coccine) terbukti bersifat genotoksik terhadap mencit (Tsuda S. et al. 2006). Selain itu,

zat warna Red No. 3juga terbukti dapat merangsang terjadinya kanker payudara secara in vitro

(Dees C. et al. 2006). Maka, penggunaannya harus diatur secara tegas. Penggunaan pewarna

jenis itu dilarang keras, karena bisa menimbulkan kanker dan penyakit-penyakit lainnya.

Pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan (food grade) pun harus dibatasi

penggunaannya. Karena pada dasarnya, setiap benda sintetis yang masuk ke dalam tubuh akan

menimbulkan efek. Namun masih saja ada sejumlah oknum produsen makanan yang

menambahkan pewarna sintetis pada makanan, yang dilatar belakangi oleh inginnya mendapat
keuntungan besar namun pengeluaran modal yang sedikit atau minim, tanpa memikirkan

keamanan bagi tubuh konsumen yang mengkonsumsi makanan tersebut. Biasanya produsen

makanan tersebut menjajahkannya di sekitar sekolah sekolah karena anak anak tertarik akan

warna yang mencolok sehingga anak – anak sering menjadi sasarannya. Biasanya makanan yang

menggunakan pewarna sintetis akan sangat mencolok dan sangat terang sekali warna yang di

timbulkan pada makanannya, tiak mudah pudar, dan menempel pada tangan dan masih banyak

ciri cirinya.

Bahkan beberapa negara maju, seperti Eropa dan Jepang telah melarang penggunaan

pewarna sintetis seperti pewarna tartrazine. Mereka lebih merekomendasikan pewarna alami,

seperti beta karoten.

Di Indonesia, zat warna makanan termasuk dalam Bahan Tambahan Pangan yang diatur melalui

UU RI No.7 tahun 1996 tentang Pangan pada bab II, bagian kedua, pasal 10. Dalam UU tersebut,

dinyatakan bahwa dalam makanan yang dibuat untuk diedarkan, dilarang untuk ditambah dengan

bahan apapun yang dinyatakan dilarang atau melampaui batas ambang maksimal yang

ditetapkan. Selain itu, dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.239/Menkes/Per/V/85 dan Kep.

Dir. Jend. POM Depkes RI Nomor: 00386/C/SK/II/90 tentang Perubahan Lampiran Peraturan

Menteri Kesehatan RI No. 239/Menkes/Per/V/85, terdapat 34 jenis zat warna yang dinyatakan

sebagai bahan berbahaya dan dilarang penggunaannya pada makanan (Utami ND. 2005; Dirjen

POM 1997).

Makanan yang beredar di masyarakat memiliki warna yang bermacam-macam dan kebanyakan

menggunakan zat warna sintetik. Dengan adanya peraturan yang telah ditetapkan, diharapkan

keselamatan konsumen dapat terjamin. Akan tetapi, kenyataannya tidaklah demikian. Hal

tersebut dapat dilihat pada penjual makanan di pinggiran jalan, biasanya menggunakan bahan
tambahan makanan, termasuk zat warna, yang tidak diijinkan. Hal itu disebabkan karena bahan-

bahan itu mudah diperoleh dalam kemasan kecil di toko dan pasar dengan harga murah (Maskar

DH. 2004; Sihombing N. 1985).

Oleh karena itu, adanya zat warna sintetik yang tidak diijinkan dalam makanan, dapat terjadi

karena kesengajaan produsen makanan menggunakan zat warna sintetik itu, misalnya zat warna

tekstil, untuk menghasilkan warna yang lebih menarik. Atau, hal itu bisa terjadi karena

ketidaktahuan produsen makanan membeli zat warna sintetik yang dikiranya aman, tetapi

ternyata mengandung zat warna sintetik yang tidak diijinkan. Bahan pewarna yang sering

digunakan dalam makanan olahan terdiri dari pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural

(alami). Pewarna sintetis terbuat dari bahan-bahan kimia, seperti tartrazin untuk warna kuning

atau allura red untuk warna merah. Kadang-kadang pengusaha yang nakal menggunakan

pewarna bukan makanan (non food grade) untuk memberikan warna pada makanan. Demi

mengeruk keuntungan, mereka menggunakan pewarna tekstil untuk makanan. Ada yang

menggunakan Rhodamin B —pewarna tekstil — untuk mewarnai terasi, kerupuk dan minuman

sirup.

Adapun jenis zat Pewarna menurut Winarno (1995), yang dimaksud dengan zat pewarna adalah

bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi

pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna

agar kelihatan lebih menarik. Menurut PERMENKES RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat

pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau member warna pada

makanan.

Berdasarkan sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua golongan utama yaitu pewarna alami

dan pewarna buatan. Pewarna alami Pada pewarna alami zat warna yang diperoleh berasal dari
hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti : caramel, coklat, daun suji, daun pandan, dan kunyit.

Jenis-jenis pewarna alami tersebut antara lain : Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang

umumnya terdapat pada daun, sehingga sering disebut zat warna hijau daun. Mioglobulin dan

hemoglobin, yaitu zat warna merah pada daging.

Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, merah orange, yang

terlarut dalam lipid, berasal dari hewan maupun tanaman antara lain, tomat, cabe merah, wortel.

Anthosiamin dan anthoxanthim. Warna pigmen anthosianin merah, biru violet biasanya terdapat

pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran.

Pewarna Buatan Di Negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui perlakuan

pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam

berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk

akhir, harus melalui suatu senyawa dulu yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal

dalam hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya (Cahyadi, 2006). Namun

sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk sembarang bahan pangan,

misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai bahan pangan. Bahan tambahan pangan

yang ditemukan adalah pewarna yang berbahaya terhadap kesehatan seperti Amaran, Auramin,

Methanyl Yellow, dan Rhodamin B. Jenis-jenis makanan jajanan yang ditemukan mengandung

bahan-bahan berbahaya ini antara lain sirup, saus, bakpau, kue basah, pisang goring, tahu,

kerupuk, es cendol, mie dan manisan (Yuliarti,2007).

Timbulnya penyalahgunaan bahan tersebut disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat

mengenai zat pewarna untuk pangan, dan juga disebabkan karena harga zat pewarna untuk

industri lebih murah dibanding dengan harga zat pewarna untuk pangan (Seto,2001).

Oleh karena itu perlu dilakukan analisis warna pada makanan yang menurut kami mencurigakan,
dengan menggunakan meode kualitatif sederhana menggunakan benang wol sebagai medianya.

Analisis ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah makanan tersebut positif mengandung

pewarna sintetis atau tidak, dan dilakukan juga agar mahasiswa dapat mengetahui cara analisis

warna pada makanan sekitarnya.

Rhodamin B

Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri

tekstil dan kertas. Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang penggunaannya pada makanan

melalui Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85. Namun penggunaan

Rhodamine dalam makanan masih terdapat di lapangan. Contohnya, BPOM di Makassar berhasil

menemukan zat Rhodamine-B pada kerupuk, sambak botol, dan sirup melalui pemeriksaan pada

sejumlah sampel makanan dan minuman. Rhodamin B ini juga adalah bahan kimia yang

digunakan sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstil dan kertas. Pada awalnya zat ini digunakan

untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan

dengan sifatnya dapat berfluorensi dalam sinar matahari.

Rumus Molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat molekul sebesar

479.000. Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini berbentuk kristal hijau

atau serbuk ungu-kemerah – merahan, sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna

merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam

alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di dalam laboratorium, zat tersebut digunakan

sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th dan titik leburnya pada suhu

165oC. Dalam analisis dengan metode destruksi dan metode spektrofometri, didapat informasi
bahwa sifat racun yang terdapat dalam Rhodamine B tidak hanya saja disebabkan oleh senyawa

organiknya saja tetapi juga oleh senyawa anorganik yang terdapat dalam Rhodamin B itu sendiri,

bahkan jika Rhodamin B terkontaminasi oleh senyawa anorganik lain seperti timbaledan arsen

(Subandi,1999). Dengan terkontaminasinya Rhodamin B dengan kedua unsur tersebut,

menjadikan pewarna ini berbahaya jika digunakan dalam makanan. Di dalam Rhodamin B

sendiri terdapat ikatan dengan klorin ( Cl ) yang dimana senyawa klorin ini merupakan senyawa

anorganik yang reaktif dan juga berbahaya. Rekasi untuk mengikat ion klorin disebut sebagai

sintesis zat warna. Disini dapat digunakan Reaksi Frield- Crafts untuk mensintesis zat warna

seperti triarilmetana dan xentana. Rekasi antara ftalat anhidrida dengan resorsinol dengan

keberadaan seng klorida menghasilkan fluoresein. Apabila resorsinol diganti dengan N-N-

dietilaminofenol, reaksi ini akan menghasilkan rhodamin B.

Selain terdapat ikatan Rhodamin B dengan Klorin terdapat juga ikatan konjugasi. Ikatan

konjugasi dari Rhodamin B inilah yang menyebabkan Rhodamin B bewarna merah.

Ditemukannya bahaya yang sama antara Rhodamin B dan Klorin membuat adanya kesimpulan

bahwa atom Klorin yang ada pada Rhodamin B yang menyebabkan terjadinya efek toksik bila

masuk ke dalam tubuh manusia

G. Alat

 Beakerglass

 Pengaduk

 Tabung reaksi

H. Bahan

 Kue berwarna pekat


 Minuman berwarna

 dll

I. Prosedur kerja

 Siapkan beakerglass dan masukan sampel makanan 25gr dalam volume 50ml aquades

dan hancur dengan pengaduk sampai larut seluruhnya, untuk sampel minuman yang

sudah cair tidak perlu dilakukan perlakuan awal.

 Siapkan tabung reaksi dan masukan readen Rhodamin-B 1 serta tambahkan sampel

sebanyak 5ml secara perlahan, dan diamkan beberapa saat akan terjadi perubahan warna

merah menjadi kebiruan, apabila warna rhodamin-B tidak pekat warna putih kebiruan,

apabila pekat berubah menjadi merah kebiruan.

 Untuk lebih meyakinkan bandingkan dengan standar Rhodamin-B

J. Pembahasan

Pertama kami siapkan sampel minuman kemudian kami larutkan sampel menggunakan

aquades sebanyak 50ml, kemudian kami siapkan tabung reaksi yang sudah dicuci besih dan

kami masukan reagen Rhodamin-B kedalam tabung reaksi, lalu kami tambahkan sampel

yang sudah dilarutkan tadi sebanyak 5ml secara perlahan-lahan, kemudian kam diamkan

selama 3-5 menit, dan terjadilah perubahan warna menjadi merah kebiruan.

Hasil yang kami peroleh adalah perubahan warna menjadi merah kebiruan.
K. Hasil praktek

L. Kesimpulan

Kesimpulannya bahan makanan atau sampel uang kami gunakan aau kami cek ke

laboratorium sebenarnya adalah bahan makanan yang diolah dengan cara menambahkan

campuran Rhodamin-B atau yang disebut dengan pewarana tambahan berbahaya.

M. Saran

Bagi masyarakat awam yang belum mengetahui bahayanya rhodamin-B yang terdapat pada

makanan dan bagaimana cara membedakan bahan makanan yang mengadung bahan

pewarna tambahan yang berbahaya yang akan menimbulkan penyakit berbahaya pula,

pilihla makanan yang tidak memiliki warna yang sangat mencolok.


N. Daftar pustaka

Dalam jurnal (Fennema OR. 1996; Smith J. 1991)

Anda mungkin juga menyukai