Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keamanan pangan adalah salah satu hal mutlak diperhatikan oleh
semua pihak dan diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun
2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan. Keamanan pangan adalah
kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (Azmi
dkk., 2018).
Salah satu aspek keamanan pangan perlu diperhatikan adalah
penggunaan bahan tambahan pangan. Bahan tambahan pangan adalah
bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya
bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak
mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam
makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan,
perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Azmi dkk.,
2018).
Banyak zat kimia berbahaya yang sering disalahgunakan oleh
produsen sebagai bahan tambahan pangan dalam memproduksi jenis
pangan tertentu dan salah satunya adalah formalin dan boraks (Azmi dkk.,
2018). Penggunaan formalin dan boraks dalam pangan sudah dilarang
berdasarkan keputusan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, yang merupakan
pembaharuan dari Permenkes RI No. 722/ Menkes/ Per/ IX/ 88 dan
Permenkes RI No. 1168/ Menkes/ Per/ X/ 1999.
Penyalahgunaan zat kimia berbahaya sebagai bahan tambahan
makanan maupun minuman yang tidak sesuai dengan peruntukkanya telah
banyak membuat resah masyarakat. Penggunaan bahan kimia seperti
pewarna dan pengawet untuk makanan ataupun bahan makanan dilakukan
oleh produsen agar produk olahannya menjadi lebih menarik, lebih tahan
lama dan juga tentunya lebih ekonomis sehingga diharapkan dapat
menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun dampak
kesehatan yang ditimbulkan dari penggunaan bahan-bahan berbahaya
tersebut sangatlah buruk bagi masyarakat yang mengkonsumsinya.
Keracunan makanan yang bersifat akut serta dampak akumulasi bahan
kimia yang bersifat karsinogenik merupakan beberapa masalah kesehatan
yang akan dihadapi oleh konsumen (Sikanna, 2016).
Sebagai produk bahan pangan hasil olahan kedelai, tahu putih
mengandung protein dan memiliki kadar air tinggi sehingga sangat baik
untuk pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Hal ini menyebabkan tahu
tidak tahan lama dan mudah rusak (Cahyadi, 2008). Kerusakan tahu putih
ditandai dengan bau asam dan berlendir. Praktek pengawetan yang sering
dilakukan oleh pedagang adalah merendam tahu mengunakan formalin,
sehingga tahu tidak mudah hancur, tahan terhadap mikroorganisme, dan
dapat bertahan sampai tujuh hari (Saptarini et all, 2011). Selain
penambahan formalin pedagang juga suka menambahkan boraks kedalam
tahu bertujuan agar memberikan tekstur padat dan meningkatkan
kekenyalan, dan bersifat tahan lama (Rohimah, 2014: 1).
Berbagai bahan pangan yang banyak digemari masyarakat seperti,
mie basah, tahu, ikan asin, ikan bandeng ditemukan banyak mengandung
formalin. Berdasarkan hasil sampling dan pengujian laboratorium BPOM
Desember 2017 yang dilakukan secara serial dan serentak di beberapa
daerah Indonesia menunjukan sebanyak 34,55% tahu, 64,32% mie basah,
6,36% ikan mengandung formalin. Hasil sidak keamanan pangan yang
dilakukan BPOM Semarang di Pasar Gede Kota Surakarta pada bulan Juni
2017 menunjukan 2 sampel mie basah, 2 jenis ikan asin dan 1 bandeng
segar positif formalin, (Asyfiradayati dkk, 2018).
Hasil sidak oleh Polres Ciamis, Kodim 0613 Ciamis, Dinas
Perdagangan, Dinkes, Dinas Peternakan, Dinas Pertanian, Metrologi,
Bulog dan Badan POM yaitu sidak terhadap kios pupuk, kios beras, toko
kelontongan, kios penjualan daging ayam, kios sayuran, penjual tahu
tempe, penjual ikan asin, kios daging sapi dan bakso, kios penjual telur
ayam, dan penjual ikan segar yang ada di pasar Ciamis, menghasilkan
beberapa makanan seperti kue basah dan kerupuk berwarna mengandung
zat pewarna tekstil, sedangkan ikan teri dan mie bahan bakso mengandung
formalin (Jujang, 2019).
Selain menemukan makanan yang mengandung bahan berbahaya,
Tim Satgas Pangan juga menyita pijer serbuk yang dijual bebas. Pijer ini
adalah bahan berbahaya mengandung boraks yang digunakan untuk
mengenyalkan makanan, sehingga sangat berbahaya apabila dicampurkan
dalam makanan (Jujang, 2019).
Penggunaan formalin dalam makanan dapat menyebabkan masalah
kesehatan yakni gangguan pernapasan, sakit kepala dan kanker paru-paru
(Wuisan dkk, 2020). Mengkonsumsi boraks dalam makanan tidak secara
langsung berakibat buruk, namun sifatnya terakumulasi (tertimbun) sedikit
demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks tidak hanya diserap
melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit. Boraks, yang
terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikeluarkan melalui air
kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat (Nasution, 2016).
Pasar Banjarsari Kabupaen Ciamis merupakan salah satu pasar yang
terbesar di Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis yang digunakan
sebagai tempat pengambilan beberapa dagangan bahan pangan oleh
pedagang - pedagang pasar tradisonal di Kecamatan lainnya yang
berdekatan dengan Kecamatan Banjarsari, serta menjadi pasar rujukan
masyarakat di wilayah Kecamatan yang berdekatan dengan Kecamatan
Banjarsari. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui keberadaan
formalin dan boraks dalam bahan pangan tahu mentah berwarna putih di
Pasar Tradisonal Banjarsari. Selain itu juga dari uraian di atas yang
memperlihatkan bahaya formalin dan boraks pada kesehatan jika
dikonsumsi yang mana penggunaannya juga dilarang oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia sehingga membuat peneliti tertarik untuk
melakukan identifikasi guna meningkatkan kewaspadaan konsumen dalam
membeli tahu putih yang beredar di Pasar Banjarsari Kabupaten Ciamis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah pokok yang
akan di bahas pada penelitian, dalam rangka penulisan Karya Tulis Ilmiah
ini adalah “apakah terdapat kandungan formalin dan boraks pada tahu
mentah berwarna putih yang dijual di Pasar Tradisional Banjarsari
Kabupaten Ciamis ?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui ada atau tidaknya zat pengawet formalin tahu
mentah berwarna putih yang dijual di Pasar Tradisional Banjarsari
Kabupaten Ciamis.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menentukan adanya formalin sebagai bahan berbahaya
pada tahu mentah berwarna putih yang dijual di pasar tradisional
Banjarsari Kabupaten Ciamis.
b. Untuk menentukan adanya boraks sebagai bahan berbahaya pada
tahu mentah berwarna putih yang dijual di pasar tradisional
Banjarsari Kabupaten Ciamis.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dapat meningkatkan pengetahuan terutama dalam masalah
formalin dan boraks pada tahu mentah berwarna putih yang berada di
pasar tradisional Banjarsari Kabupaten Ciamis.
2. Bagi Instansi
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat
khususnya bagi Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan
pihak-pihak terkait dalam melaksanakan pengawasan terhadap
penggunaan bahan berbahaya makanan khususnya penggunaan
formalin dan boraks dalam tahu mentah berwarna putih.
3. Bagi Akademis
Hasil Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan atau
referensi yang dapat membantu apabila mengadakan penelitian
selanjutnya.
4. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai ada
atau tidaknya penggunaan formalin dan boraks pada produk tahu
mentah berwarna putih yang dijual di pasar tradisional Banjarsari di
Kabupaten Ciamis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Bahan Berbahaya Pada Makanan
Bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal
maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan
lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang
mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif
dan iritasi (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 472/ Menkes/ Per/
V/ 1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan).
Sesungguhnya bahan kimia bersifat esensial dalam peningkatan
kesejahteraan manusia, dan penggunaannya sedemikian luas di
berbagai sector antara lain industri, pertanian, pertambangan dan lain
sebagainya. Singkatnya, bahan kimia dengan adanya aneka produk
yang berasal dari padanya telah menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari kehidupan sehari-hari. Namun hal yang perlu kita waspadai
adalah adanya kecenderungan penggunaan yang salah (missuse)
sejumlah bahan (kimia) berbahaya pada pangan. Bahan kimia
berbahaya yang sering disalah gunakan pada pangan antara lain
boraks, formalin, rhodamin B, dan kuning metanil. Keempat bahan
kimia tersebut dilarang digunakan untuk pangan, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (BPOM RI, 2004).
Di bawah ini diketengahkan sejumlah tujuan peruntukan dari
senyawa-senyawa tersebut.
a. Boraks digunakan untuk mematri logam; pembuatan gelas dan
enamel; anti jamur kayu; pembasmi kecoa; antiseptik; obat untuk
kulit dalam bentuk salep; campuran pembersih.
b. Formalin digunakan untuk pembunuh kuman sehingga banyak
dimanfaatkan sebagai pembersih lantai, kapal, gudang dan
pakaian; pembasmi lalat dan berbagai serangga lain; bahan untuk
pembuatan sutra buatan, zat pewarna, pembuatan gelas dan bahan
peledak; dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras
lapisan gelatin dan kertas; bahan untuk pengawet mayat; bahan
pembuatan pupuk lepas lambat (slow- release fertilizer) dalam
bentuk urea formaldehid; bahan untuk pembuatan parfum; bahan
pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku; pencegah korosi
untuk sumur minyak; bahan untuk insulasi busa; bahan perekat
untuk produk kayu lapis (plywood); dalam konsentrasi yang
sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai
produk konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci
piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan
pembersih karpet.
c. Rhodamin B digunakan sebagai zat warna untuk kertas, tekstil
(sutra, wool, kapas), sabun, kayu dan kulit; sebagai reagensia di
laboratorium untuk pengujian antimon, kobal, niobium, emas,
mangan, air raksa, tantalum, talium dan tungsten; untuk pewarna
biologik.
d. Kuning metanil selain digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat;
juga digunakan sebagai indikator reaksi netralisasi (asam-basa),
(BPOM RI, 2004).
2. Bahan Tambahan Pangan
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa BTP adalah bahan yang
biasanya tidak digunakan sebagai pangan dan biasanya bukan
merupakan ingredien khas pangan, mempunyai atau tidak mempunyai
nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam pangan untuk
maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk
menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan
tersebut (Khairunnisa, 2019)
Tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah untuk
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi, dan kualitas daya
simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta
mempermudah preperasi bahan pangan (Khairunnisa, 2019)
Tabel. 1 Zat Additive Yang Dilarang Dan Diizinkan Sebagai Bahan
Tambahan Makanan Menurut PerMenKes Nomor
722/MenKes/Per/IX/1988
Zat Additive yang Dilarang Zat Additive yang Diizinkan

Asam borat dan senyawanya Asam benzoate

Asam salisilat dan garamnya Asam propionat

Dietilpirokarbonat Asam sorbat

Dulsin Belerang dioksida

Kalium klorat Kalium metabisulat

Kloramfenikol Kalium nitrat

Minyak nabati yang dibrominasi Natrium bisulfit

Nitrofurazon Natrium nitrat

Formalin Natrium nitrit

Sumber: PerMenKes No. 722/MenKes/Per/IX/1988


3. Formalin
a. Definisi Formalin
Formaldehid merupakan nama lain dari formalin (larutan
formaldehid 35-40% dalam air). Kasus penyalahgunaan formalin
sebagai pengawet makanan sering kita dengar dari berbagai
media. Analisis formalin (yang disalahgunakan) (Khairunnisa,
2019).
Senyawa ini di pasaran dikenal dengan nama formalin.
Formaldehyde merupakan bahan tambahan kimia yang efisien,
tetapi dilarang ditambahkan pada bahan pangan (makanan), tetapi
ada kemungkinan formaldehide digunakan dalam pengawetan
susu, tahu, mie, ikan asin, ikan basah, dan produk pangan lainnya.
Struktur bangun dari formaldehid dapat dilihat pada Gambar 2.1.
sebagai berikut. (Khairunnisa, 2019).
Gambar 1. Rumus Molekul Formalin
b. Kegunaan Formalin
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan
banyak kita rasakan manfaatnya. Formalin adalah bahan kimia
yang kegunaannya untuk keperluan luar tubuh. Formalin biasanya
digunakan sebagai pengawet mayat dan organ-organ makhluk
hidup, pembunuh hama, bahan desinfektan dalam industri plastik
dan busa, serta untuk sterilisasi ruang (Poma, 2013). Di dunia
kedokteran formalin digunakan dalam pengawetan mayat
(Yuliarti, 2007).
Formalin banyak digunakan pada industri tekstil untuk
mencegah bahan menjadi kusut dan meningkatkan ketahanan
bahan tenunan. Dalam bidang farmasi formalin digunakan sebagai
pendetoksifikasi toksin dalam vaksin dan juga untuk obat
penyakit kulit karena kemampuannya merusak protein (Cahyadi,
2012).
c. Penyalahgunaan Formalin
Formalin banyak disalahgunakan untuk mengawetkan
makanan seperti pengawetan susu, tahu, ikan asin, mie basah dan
produk pangan lainnya. Dalam Permenkes RI No.
722/Menkes/Per/IX/1988, formalin merupakan salah satu bahan
yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan makanan.
Formalin tidak boleh digunakan sebagai pengawet
makanan, sehingga tidak boleh ada residunya pada makanan.
Penggunaan formalin pada makanan karena harganya murah,
mudah didapat, pemakaiannya pun tidak sulit, dan dapat menjaga
bobot ikan asin sehingga sangat diminati sebagai pengawet oleh
produsen pangan yang tidak bertanggung jawab (Habibah, 2013).
Pemakaian formalin pada makanan dapat menyebabkan
keracunan pada manusia dengan gejala sulit menelan, sakit perut
akut, muntah-muntah, berak berdarah, gangguan peredaran darah
dan pada dosis yang tinggi dapat mengakibatkan kematian
(Nugrahiningtyas, 2010).
d. Bahaya Formalin Terhadap Kesehatan
Menurut Cahyadi (2012), jika kandungan formalin dalam
tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat
di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan
kematian sel yang mengakibatkan keracunan tubuh. Keracunan
formalin bisa mengakibatkan iritasi lambung dan alergi. Formalin
juga bersifat karsinogen (bersifat kanker) dan mutagen
(menyebabkan perubahan fungsi sel). Dalam kadar yang sangat
tingi formalin bisa menyebabkan kegagalan peredaran darah yang
bermuara pada kematian.
Menurut Habsah (2012), efek samping penggunaan
formalin tidak secara langsung akan terlihat. Efek ini hanya
terlihat secara kumulatif, kecuali jika seseorang mengalami
keracunan formalin dengan dosis tinggi. Efek akut penggunaan
formalin yaitu :
1) Tenggorokan dan perut terasa terbakar, tenggorokan terasa
sakit untuk menelan.
2) Mual, muntah, dan diare.
3) Mungkin terjadi pendarahan dan sakit perut yang hebat.
4) Sakit kepala dan hipotensi ( tekanan darah rendah).
5) Kejang, tidak sadar hingga koma.
6) Kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, serta
sistem susunan saraf pusat dan ginjal.
Sementara, efek kronis akibat penggunaan formalin
adalah sebagai berikut :
1) Iritasi pada saluran pernapasan.
2) Muntah-muntah dan kepala pusing.
3) Rasa terbakar pada tenggorokan.
4) Penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada.
5) Bila dikonsumsi menahun dapat mengakibatkan kanker
4. Boraks
a. Definisi Boraks
Asam Borat (H3BO3) merupakan senyawa turunan boron
yang dikenal juga dengan nama borax. Di Jawa Barat dikenal
dengan nama “bleng”, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal
dengan “Pijer”. Digunakan/ditambahkan ke dalam pangan/ bahan
pangan sebagai pengenyal ataupun sebagai pengawet. Komposisi
dan bentuk asam borat mengandung 99,0% dan 100,5% H3BO3.
Mempunyai bobot molekul 61,83 dengan B= 17,50%; H=4,88%;
O= 77,62% berbentuk serbuk hablur kristal transparan atau granul
putih tak bewarna dan tak berbau serta agak manis (Cahyadi,
2012).
b. Kegunaan Boraks
Boraks (barie acid boraks) banyak dipergunakan sebagai
bahan antiseptik dalam bentuk powder, larutan seperti Barie Acid
30% (boorwater) dalam bentuk salep Boorslp 3% dipakai sebagai
pengobatan penyakit kulit (dermatologi), dalam bentuk larutan
boorwater untuk pencuci mata. Boraxglicerin untuk pengobatan
bibir. Selain itu boraks dipakai juga sebagai pembasmi semut.
Boraks (barie acid boraks) mempunyai aksi-aksi antiseptik dan
convulsant , iritasi terhadap kulit sehingga sangat berbahaya jika
digunakan dalam makanan (Manik, 2019).
c. Bahaya Penyalahgunaan Boraks
Menurut Fuad (2014), Manik (2019), Ginting (2016),
Islami (2017), Khasanah (2019), Devitria (2018) dan Anreny
(2017), dalam makanan boraks akan diserap oleh darah dan
disimpan dalam hati dan akan terkumulatif dalam tubuh. Efek
negatif jika seseorang mengkonsumsi boraks adalah dalam jangka
pendek yaitu boraks dapat menyebabkan iritasi saluran perapasan,
konjungtivitis, eritema dan macular rash, mengiritasi saluran
pencernaan dan menyebabkan mual, muntah, diare serta kram
perut, epigastric, sakit kepala, gelisah. Pada dosis yang besar
dapat menyebabkan takikardia, sianosis, delirium, sesak nafas,
kejang-kejang, anuria, merangsang sistem saraf pusat,
menimbulkan depresi, tekanan darah turun, dan koma. Paparan
jangka panjang terhadap boraks jika terhirup dapat mengiritasi
saluran pernafasan, jika kontak dengan kulit menimbulkan
kerusakan kulit lokal dan dermatitis. Secara oral dapat
mengakibatkan efek sistemik, seperti mual dan muntah persisten,
jika terabsorpsi menyebabkan gangguan sistemik, depresi
sirkulasi darah, alopesia, anemia, konvulsi, anoreksia, shock,
menyebabkan gangguan pada ginjal, hati, testis, otak dan koma
bahkan kematian (Lubis, 2021)
Gangguan lain yang diakibatkan oleh boraks adalah
sebagai berikut :
1) Menyebabkan gangguan pada pertumbuhan bayi, terutama
gangguan pada mata.
2) Menyebabkan gangguan pada alat reproduksi.
3) Menimbulkan iritasi pada lambung.
4) Menyebabkan iritasi pada kulit sehingga menjadi merah dan
mengelupas.
5) Menyebabkan gangguan pada ginjal, hati dan testis
(Maharani,2017)
5. Tahu
a. Definisi Tahu
Tahu adalah makanan yang dibuat dari dadih kedelai atau
susu kedelai yang dibuat menjadi kental (curd) kemudian dicetak
dan dipres (Rahmawati, 2013). Dalam 100 g tahu mengandung 68
g kalori, protein 7,8 g, lemak 4,6 g, karbohidrat 1,6 g, kalsium
124 g, fosfor 63 mg, besi 0,8 mg, vitamin B 0,06 mg, dan air 84,8
g (Sikanna, 2016).
b. Mutu Tahu
Mutu tahu ditentukan oleh penampilan tahu yaitu
bertekstur lembut, empuk, bentuk seragam, saat dimakan terasa
halus, dan berasa netral. Sementara orang yang mempersepsikan
tahu dengan berwarna putih, bentuk kotak, permukaan halus,
padat tidak mudah pecah, dan tidak mengandung bahan pengawet.
(Khairunnisa, 2019)
Tahu memiliki daya simpan yang singkat dan cepat
menjadi busuk. Tahu memerlukan perendaman, sehingga mudah
terkontaminasi oleh air perendaman dan udara. Keadaan ini
menjadikan tahu menjadi asam dan busuk. Oleh karenanya, tahu
harus dijual segera dan harus habis terjual semuanya. Tahu yang
tidak terjual merupakan masalah tersendiri dan perlu dipecahkan
agar tidak basi. (Rahmawati, 2013)
c. Ciri-Ciri Tahu Berformalin
Ciri-ciri tahu yang mengandung formalin:
1) Semakin tinggi kandungan formalin, maka tercium bau obat
yang semakin menyengat; sedangkan tahu tidak berformalin
akan tercium bau protein kedelai yang khas.
2) Tahu yang berformalin mempunyai sifat membal (jika ditekan
terasa sangat kenyal), sedangkan tahu tidak berformalin jika
ditekan akan hancur.
3) Tahu berformalin akan tahan lama, sedangkan tahu yang tidak
berformalin paling hanya tahan satu/dua hari. (Cahyadi, 2012)
d. Ciri-Ciri Tahu yang Mengandung Boraks
Ciri-ciri makanan yang mengandung boraks adalah
(Manik, 2019) :
1) Tahan Lama
2) Tekstur sangat kenyal tapi tidak padat
3) Bentuk sangat bagus
4) Tidak mudah hancur
5) Bau terasa tidak alami, ada bau lain yang muncul.
6) Warnanya tampak lebih putih.
7) Bila ditekan akan kembali ke bentuk semula

B. Kerangka Konsep

Tahu Mentah Berwarna Putih

Formalin dan Boraks

Positif Negatif

(Uji Kualitatif) (Uji Kualitatif)

Gambar 2. Kerangka Konsep


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional
dengan pendekatan deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi
adanya formalin dan boraks pada tahu mentah berwarna putih melalui
pemeriksaan laboratorium.

B. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Januari - Februari
2022.
2. Tempat Penelitian
Pengambilan sampel penelitian ini adalah di Pasar Tradisional
Banjarsari Kabupaten Ciamis, kemudian dilakukan pemeriksaan
formalin dan boraks di Laboratorium Pangan Poltekkes Kemenkes
Tasikmalaya.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penjual tahu
mentah berwarna putih yang dijual di Pasar Tradisional Banjarsari
Kabupaten Ciamis. Adapun jumlah pejual tahu mentah berwarna putih
berjumlah 21 penjual.
2. Sampel
Sampel dari penelitian ini yaitu menggunakan total sampling
yaitu berjumlah 21 penjual tahu mentah berwarna putih di Pasar
Tradisional Banjarsari Kabupaten Ciamis.
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel
Variabel penelitian ini adalah bahan berbahaya pada pangan
(formalin dan boraks) dan bahan makanan (tahu mentah yang
berwarna putih).
2. Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
.

1. Analisa Suatu analisa Uji Mengguna a. (+) bila produk Nominal


Formalin untuk Laboratorium kan reaksi tahu mentah
pada Tahu menentukan ada warna (tes berwarna putih
tidak nya kit) teridentifikasi
formalin pada mengandung
tahu mentah formalin
berwarna putih
b. (-) bila produk
tahu mentah
berwarna putih
tidak
teridentifikasi
mengandung
formalin

2. Analisa Suatu analisa Uji Mengguna a. (+) bila produk Nominal


Boraks untuk Laboratorium kan reaksi tahu mentah
pada Tahu menentukan ada warna (tes berwarna putih
tidaknya boraks kit) teridentifikasi
pada tahu mengandung
mentah boraks
berwarna putih
b. (-) bila produk
tahu mentah
berwarna putih
tidak
teridentifikasi
mengandung
boraks.

E. Pengumpuln Data dan Metode Penelitian


1. Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer diperoleh dari
hasil pemeriksaan formalin pada tahu mentah berwarna putih yang
dilakukan di Laboratorium Pangan Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes
Tasikmalaya.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode uji
kualitatif formalin dan boraks dengan menggunakan tes kit. Hasil
yang ditunjukan adalah hasil positif mengandung formalin dengan tes
kit akan terbentuknya warna ungu dan apabila positif mengandung
boraks maka warna akan berubah menjadi merah kecoklatan (Yanti,
2017).

F. Pengolahan dan Analisi Data


Data yang diperoleh dalam bentuk tabel secara deskriptif apakah
tahu yang diperiksa mengandung formalin ataupun boraks.

G. Jalannya Penelitian
Menurut Yanti (2017:4), prosedur kerja Tes Kit Formalin adalah
sebagai berikut:
1. Ambil 10 gram sampel yang akan diuji kemudian dihaluskan dengan
menggunakan mortar.
2. Masukkan sampel yang telah halus ke dalam tabung reaksi.
Tambahkan 20 mL air panas didalam tabung reaksi lalu diaduk,
biarkan sampai dingin.
3. Ambil 5 mL air yang telah didinginkan, tambahkan 4 tetes reagent A
dan 4 tetes reagent B.
4. Kemudian kocok sebentar dan tunggu selama 5-10 menit. Amati
perubahan warna yang terjadi, jika berubah warna ungu berarti bahan
yang diuji positif mengandung formalin.
Menurut Widayat (2011:25-26) prosedur kerja Tes Kit Boraks
adalah sebagai berikut:
1. Sampel (tahu putih) di ambil sebanyak 10 gram kemudian di cincang
atau lumatkan dengan digerus bahan yang akan diuji dengan
menggunakan mortar.
2. Sampel (tahu putih) tersebut dimasukkan ke dalam gelas ukur yang
berukuran 25 mL.
3. Tambahkan reagent cair tes kit boraks sebanyak 10 tetes.
4. Tambahkan air panas 5 mL, aduk sampai sampel (tahu putih) dapat
bercampur rata dengan cairan sampai menyerupai bubur
5. Biarkan dingin, lalu ambil kertas uji dan celupkan kertas uji dengan
campuran tersebut
6. Jika kertas uji yang semula berwarna kuning berubah menjadi merah
kecokelatan maka sampel makanan tersebut positif mengandung
boraks dan jika warna kertas uji tetap maka makanan tersebut negatif
atau tidak mengandung boraks.
DAFTAR PUSTAKA
Azmi, A.R., Machdawaty M., Rosfita R. (2012). Uji Kualitatif Boraks Pada
Beberapa Produk Kerupuk Ikan Yang Dijual Di Kota Padang Tahun 2018.
Jurnal Kesehatan Andalas 7(4):521-525
BPOM. 2004, Bahaya Tambahan Ilegal Boraks, Formalin, Rhodamin B,
diproduksi Untuk Sistem Keamanan Pangan Terpadu Oleh Badan
Pengawasan Obat dan Makanan R.I.
Cahyadi, W., 2012. Analisis dan aspek bahan Tambahan Makanan Edisi II
cetakan ketiga. Jakarta : Bumi Aksara.
Christi Wuisan, Vlagia Paat, Christel Sambou, Silvana Tumbel. (2020).
Identifikasi Kandungan Formalin Pada Tahu Putih Di Pasar Tradisional
Airmadidi. Biofarmasetikal Tropis, 18.
Habsah, 2012. Gambaran Pengetahuan Pedagang Mi Basah Terhadap Perilaku
Penambahan Boraks dan Formalin Pada Mi Basah di Kantin-kantin
Universitas X Depok Tahun 2012. Skripsi sarjana. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia, Depok.
Jujang. (2019, Desember 11). Sidak Ke Pasar Ciamis, Tim Satgas Pangan
Temukan Makanan Mengandung Boraks dan Formalin. Ciamis, Jawa
Barat.
Khairunnisa, N. (2019). Analisa Formalin Pada Tahu Mentah yang Dijual Di
Pasar Aksara, Cemara dan Desa Lau Dendang Medan.
Kusuma D., dan Mega U.(2016). Identifikasi Boraks Pada Tahu Yang Beredar Di
Pasar Giwangan Yogyakarta Periode Februari 2016. Akfarindo 1(1):73-77.
Lubis, A. I. (2021). Identifikasi Kandungan Boraks Pada Tahu Putih Yang
Beredar Di Kota Medan. Universitas Sumatra Utara Medan.
Maharani, L.D.(2017). Analisis Kualitatif Boraks Pada Beberapa Makanan Yang
Beredar Di Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Karya Tulis Ilmiah.Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Setia Budi Surakarta.
Manik., Risqan F., Nurhayati N., dan Erida N., 2019. Pengaruh Jarak Tanam Dan
Dosis Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Jurnal Agrotek Lestari 5.1.
Nasution, R.R.(2016). Identifikasi Zat Pengawet Boraks Pada Bakso Yang
Beredar Di Jalan Setia Budi Medan. Tugas Akhir. Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Medan.
Nugrahiningtyas, S., 2010. Analisis Kandungan Formalin Dalam Tahu Putih yang
Dijual di Pasar Tradisional dan Supermarket di Wilayah Kota Jember.
Permenkes RI nomor. 1168.Kemenekes.Per/X/1999 tentang perubahan atas
Permenkes Nomor. 722/Kemenkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan
Pangan.
Poma, R., 2013. Uji Kandungan Formalin Pada Mie Basah yang Dijual di
Lingkungan Kampus Universitas Negeri Gorontalo Tahun 2013.
R. Asyfiradayati, A. Ningtyas, M. Lizansari, Y. Purwati, Winarsih. (2018).
Identifikasi Kandungan Formalin Pada Bahan Pangan (Mie Basah,
Bandeng Segar dan Presto, Ikan Asin, Tahu) Di Pasar Gede Kota
Surakarta. Jurnal Kesehatan, 14.
Rahmawati, F. (2013). Teknologi Proses Pengolahan Tahu dan Pemanfaatan
Limbahnya. Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana Fakultas Teknik
Universitas Negeri Yogyakarta, 1-7.
Retno Indriati, M. G. (2014). Pendidikan Konsumsi Pangan. Jakarta: Kencana.
Rohimah, A., 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Hasil Belajar
Siswa Pada Materi Pokok Listrik Dinamis Di Kelas X Sma Swasta Al
Ulum Medan T.P. 2013/2014. Jurnal inpafi, Vol. 2, No. 3, Agustus 2014.
Medan.
Saptarini NM, Yulia W, dan Usep S. 2011. Deteksi Formalin dalam Tahu di
Pasar Tradisional Purwakarta. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol.
12, No. 1, April 2011: 37 – 44. Bandung. Fakultas Farmasi : Universitas
Padjajaran.
Sikanna, R. (2016). Analisis Kualitatif Kandungan Formalin Pada Tahu Yang
Dijual Dibeberapa Pasar Di Kota Palu. Kovalen, 86-87.
Singgih, H., 2013. Uji Kandungan Formalin Pada Ikan Asin Menggunakan Sensor
Warna Dengan Bantuan FMR (Formalin Main Reagent). Jurnal ELTEK
Yuliarti, N., 2007. Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan Edisi I. Jakarta : CV
Andi Offset.

Anda mungkin juga menyukai