PENDAHULUAN
1
masalah tersebut. Salah satu caranya adalah dengan mengawetkan makanan
tersebut dengan pengawet non pangan.
Sama halnya seperti bahan pengawet lainnya, bahan tambahan pangan
seperti formalin merupakan salah satu bahan yang dilarang digunakan dalam
makanan namun keberadaannya di sekitar kita sudah tidak dapat dihindari
karena begitu banyaknya produsen yang dengan sengaja menggunakan formalin
dan boraks dalam mengolah produksi pangan misalnya seperti produk olahan
daging yakni bakso maupun, guna tujuan tertentu tanpa memperdulikan dampak
yang akan ditimbulkan.
Berdasarkan data BPOM tahun 2007 menunjukkan bahwa dari 2903
sampel PJAS yang diambil dari 478 Sekolah Dasar (SD) di 26 Provinsi, sekitar
5,76% bakso, mie dan kudapan menggunakan boraks dan formalin 3,67%.
Tahun 2014 juga menunjukkan bahwa peredaran makanan yang dicurigai
mengandung bahan berbahaya meningkat dari 7,86% tahun 2013 menjadi
15,06%.
Hasil penelitian Faradila (2014) di Kota Padang menunjukkan bahwa 20
sampel dari 42 sampel yang diidentifikasi bakso positif mengandung formalin
(47,6%) dan Sri (2015) di Kota Makasar menemukan terdapat 4 dari 30 sampel
positif mengandung formalin.
Uji kandungan formalin pada makananan biasanya dilakukan melalui
pemeriksaan di laboratorium dengan mengunakan zat kimia. Selain
menggunakan zat kimia ini akan dilakukan juga pengujian formalin dengan
bahan alami lain yang mudah didapatkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu
dengan kulit buah naga. Kulit buah naga dilaporkan dapat mendeteksi adanya
kandungan formalin dalam bahan makanan (Bisnis.com edisi 3 September
2013).
Berdasarkan uraian diatas, membuktikan bahwa penggunaan formalin
pada bahan makanan masih marak dilakukan para pedagang atau penjual di
berbagai wilayah di Indonesia. Tujuan pengabdian masyarakat ini adalah untuk
mengetahui apakah limbah dari kulit buah naga dapat digunakan sebagai alat uji
kandungan formalin pada bakso.
2
b. Bagaimana cara memanfaatkan limbah kulit buah naga untuk digunakan
sebagai alat uji kandungan formalin pada bakso ?
1.3 Tujuan
a. Untuk menambah pengetahuan Siswa – Siswi SMU Rakyat Pancur Batu
tentang bahaya penggunaan formalin pada bakso.
b. Untuk menambah pengetahuan Siswa – Siswi SMU Rakyat Pancur Batu
tentang cara memanfaatkan limbah kulit buah naga untuk digunakan
sebagai alat uji kandungan formalin pada bakso.
1.4 Manfaat
a. Menambah pengetahuan Siswa – Siswi SMU Rakyat Pancur Batu
tentang bahaya penggunaan formalin pada bakso.
b. Menambah pengetahuan Siswa – Siswi SMU Rakyat Pancur Batu
tentang cara memanfaatkan limbah kulit buah naga untuk digunakan
sebagai alat uji kandungan formalin pada bakso.
3
BAB II
Tinjauan Pustaka
4
phenetilkarbamida (p-phenethycarbamide, dulcin, 4- ethoxyphenylurea), asam
salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt), pewarna merah (rhodamin B),
pewarna kuning (methanyl yellow), pemanis sintesis (dulsin), pengeras (potasium
bromat). (Poedjiadi. A, Supiyanti, T. 2009).
2.2 Formalin
Formalin merupakan larutan yang di buat dari 37% formaldehida dalam
air. Dalam larutan formalin biasanya di tambahkan alkohol (metanol) sebanyak
10-15% yang berfungsi sebagai stabilisator agar formalin tidak mengalami
polimerisasi (Mulono, 2005). Nama lain formalin yaitu Formol, Morbicid, veracur
(Patnaik, 1992). Formalin merupakan bahan kimia yang bersifat toksik, dimana
toksisitas formalin telah dievaluasi oleh berbagai organisasi ternama seperti
IARC (International Agency For Research on Cancer), ATSR (Agency for Toxic
Substances and Disease Registry, USA) dan IPC (International Programme on
Chemical Safety). Formalin telah diklasifikasikan oleh IARC ke dalam kelompok
senyawa yang beresiko menyebabkan kanker (Uzairu, 2009).
5
Conference of Governmental and Industrial Hygienists) menetapkan ambang
batas aman formalin dalam tubuh adalah 0,4 ppm (Alsuhendra dan
Ridawati,2013). Sedangkan menurut IPCS (International Programme on
Chemical Safety), lembaga khusus dari tiga organisasi PBB yaitu ILO, UNEP dan
WHO yang peduli pada keselamatan penggunaan bahan-bahan kimia, bahwa
secara umum ambang batas aman formalin dalam makanan yang masih bisa
ditolerir dalam tubuh orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari
sedangkan formalin dalam bentuk air minum yang masih bisa ditolerir dalam
tubuh yaitu 0,1 ppm (Singgih, 2013).
Berdasarkan penelitian formalin pada hewan percobaan positif
menyebabkan kanker sehingga diduga formalin kemungkinan dapat
menyebabkan kanker pada manusia (Sihombing, 1996). Kanker dapat terjadi
karena formalin yang bereaksi dengan sel dalam tubuhakan mengacaukan
susunan protein atau RNA sebagai pembentukan DNA di dalam tubuh. Apabila
susunan DNA kacau, maka sel-sel akan mengalami pertumbuhan yang
menyimpang sehingga terjadilah kanker (Alsuhendra dan Ridawati, 2013).
Formalin dapat masuk ke dalam tubuh dengan jalan inhalasi uap, kontak
langsung dengan larutan yang mengandung formalin, atau dengan jalam
memakan atau meminum bahan makanan yang yang mengandung formalin.
Apabila formalin tercampur dalam makanan dengan dosis yang rendah dapat
menyebabkan keracunan. Namun apabila termakan dalam dosis yang tinggi
akan sangat membahayakan karena kandungan formalin yang tinggi didalam
tubuh tinggi akan menyebabkan formalin bereaksi secara kimia dengan hampir
semua zat didalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan
kematian sel. Selain itu kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga
menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan
kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel dan jaringan)
dan hanya dalam beberapa jam saja akan menyebabkan kejang-kejang, kencing
darah, muntah darah bahkan dapat berujung pada kematian. Penggunaan
formalin dalam jangka panjang dapat berakibat buruk pada organ tubuh seperti
kerusakan hati dan ginjal (Syamsul, 2013).
Formalin memiliki unsur aldehid yang mudah bereaksi dengan protein,
karenanya ketika disiramkan ke makanan seperti tahu formalin akan mengikat
unsur protein mulai dari bagian permukaan tahu sampai ke bagian dalamnya.
Dengan matinya protein setelah terikat unsur kimia dari formalin maka bila
6
ditekan bakso terasa lebih kenyal. Selain itu protein yang telah mati tidak akan
diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa asam, sehingga bakso
akan menjadi lebih awet.
2.3 Bakso
Bahan pangan olahan daging umumnya mempunyai nilai gizi yang tinggi
ditinjau dari kandungan protein, asam amino, lemak dan mineral. Salah satu jenis
pangan olahan daging yang sangat populer di Indonesia adalah bakso (Usmiati,
2009). Menurut SNI, bakso merupakan produk makanan berbentuk bulatan atau
lainnya, yang diperoleh dari campuran daging ternak, dengan kadar daging tidak
kurang dari 50%, sedangkan menurut Wibowo (2000), bakso didefinisikan
sebagai daging yang dihaluskan, dicampur dengan tepung pati, lalu dibentuk
bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau lebih besar dan dimasukkan ke
dalam air panas jika ingin dikonsumsi.
Menurut Wilson dkk (1981) prinsip pembuatan bakso dapat dibagi
menjadi empat tahap, yaitu penghancuran daging, pembuatan adonan,
pencetakan, dan perebusan.Daging yang benar-benar segar, dipisahkan lemak
dan uratnya. Setelah itu, daging dihancurkan dengan mencacah (mincing),
mencincang (chopping) ataupun menggiling (grinding). Penghancuran ini
bertujuan memudahkan pembentukkan adonan dan memecah dinding sel
serabut otot daging sehingga aktin dan miosin yang merupakan pembentuk
tekstur dapat diambil sebanyak mungkin. Pembuatan adonan yaitu dengan
menggiling daging yang telah dihaluskan bersama-sama es batu dan garam
dapur, baru kemudian ditambahkan bahan lain dan tepung tapioka hingga
diperoleh adonan yang homogen. Pembuatan adonan ini umumnya
menggunakan silent cutter. Bola bakso yang sudah terbentuk lalu direbus dalam
air mendidih. Jika bakso sudah mengapung di permukaan air berarti bakso
sudah matang dan perebusan dihentikan.
Bakso biasanya mempunyai tiga ukuran, yaitu ukuran besar, sedang, dan
kecil. Bakso besar berukuran 40, yaitu satu kilogram berisi 40 butir dengan berat
25 g/butir. Bakso sedang berukuran 50 (50 butir/kg) dengan berat rata-rata 20
g/butir. Bakso yang kecil berukuran 60 (60 butir/kg) dengan berat sekitar 15-17
g/butir (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
7
2.3.1 Penggunaan Formalin pada Bakso
Popularitas bakso pernah merosot lantaran isu penggunaan formalin
(Usmiati, 2009). Penyalahgunaan bahan tambahan berbahaya formalin dalam
bakso pernah dilaporkan oleh instansi yang berwenang dan beberapa peneliti
dari survey yang dilakukan. Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BB
POM) pernah melaporkan bahwa dalam uji laboratorium terhadap 761 sampel
makanan ditemukan adanya jenis makanan olahan yaitu bakso positif
mengandung formalin (Teddy, 2007). Selain itu Direktur Pengawas Makanan dan
Minuman, Deperteman Kesehatan (1996) juga pernah mengemukakan bahwa
bakso merupakan salah satu bahan makanan olahan asal hewan yang sangat
populer di kalangan masyarakat yang masih ditemukan menggunakan formalin.
Penelitian Ginting (2010) melaporkan bahwa dari dua puluh satu sampel
bakso yang dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif didapatkan bahwa tujuh
sampel bakso positif mengandung formalin dengan kadar yang diperoleh
berkisar antara 20,71 mcg/g hingga 49,44 mcg/g. Kamaludin (2009) juga pernah
melakukan analisis formalin pada bakso dari produsen bakso di beberapa
Kecamatan di Yogyakarta. Dalam analisis yang dilakukan Kamaludin (2009)
ditemukan adanya produsen bakso yang menggunakan formalin dalam bakso
dengan kadar formalin yang berbeda. Menurut Wibowo (2005) penggunaan
formalin pada bakso biasanya dilakukan untuk memperpanjang daya awet bakso
karena bakso hanya memiliki masa simpan satu hari pada suhu kamar. Bakso
memiliki masa simpan satu hari pada suhu kamar karena bakso memiliki
kandungan protein yang tinggi, kadar air sekitar 80% dan memiliki sifat
keasaman yang rendah sehingga bakso tidak dapat bertahan lama dan rentan
terhadap kerusakan (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Penggunaan formalin
pada bakso biasanya dilakukan setelah bakso yang direbus sudah matang.
Bakso yang sudah matang ditambahkan formalin melalui metode pencelupan
(dipping). Selain itu penambahan formalin biasa juga dilakukan pada akhir
perebusan bakso selama 15 menit (Wibowo, 2005). Bakso mengandung formalin
cenderung kenyal ketika digigit. Sedangkan bakso asli daging sapi akan terasa
garing ketika digigit, bakso yang mengandung formalin tak mudah hancur, awet
lebih tiga hari, tak lengket, dan lalat enggan hinggap.
Mengonsumsi makanan yang mengandung formalin ini dalam jangka
panjang dapat merusak saluran pencernaan Anda. Hal ini dapat menyebabkan
sakit perut hebat, diare, serta peradangan di mulut, kerongkongan, lambung, dan
8
usus. Bahan kimia satu ini juga dapat menyebabkan perdarahan di lambung atau
usus, kerusakan pada hati, limpa, pankreas, dan ginjal. Dalam kasus yang parah,
bahan kimia satu ini juga dapat menyebabkan kanker, koma hingga kematian.
(www.hellosehat.com).
Buah naga (Inggris: pitaya) adalah buah dari beberapa jenis kaktus dari
marga Hylocereus dan Selenicereus. Buah naga berasal dari Mexico, Amerika
Tengah dan Amerika Selatan. Namun sekarang juga dibudidayakan di negara-
negara Asia seperti Taiwan, Vietnam, Philipina dan Malaysia. Buah ini juga dapat
ditemui di Okinawa, Israel, Autralia Utara dan Tiongkok Selatan. Hylocereus
hanya mekar pada malam hari.
Pada tahun 1870 tanaman ini dibawa orang Perancis dari Guyana ke
Vietnam sebagai tanaman hias. Oleh orang Vietnam dan orang Cina buahnya
dianggap membawa berkah. Oleh sebab itu, buah ini selalu diletakkan diantara
dua ekor patung naga berwarna hijau diatas meja altar. Warna merah buah jadi
mencolok sekali diantara warna naga-naga yang hijau. Dari kebiasaan inilah
buah itu dikalangan orang Vietnam yang sangat terpengaruh budaya Cina
dikenal sebagai thang loy (buah naga). Thang loy orang Vietnam ini kemudian
diterjemahkan orang Eropa dan negara lain yang berbahasa Inggris sebagai
dragon fruit (buah naga).
10
2.4.3 Antosianin Pada Buah Naga
Kulit buah naga super merah memiliki pigmen (zat warna) alami
antosianin yang cukup tinggi. Antosianin merupakan kelompok pigmen yang
berwarna merah sampai biru yang ditemukan secara luas pada tanaman.
Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid (Lidya, S. Dkk. 2014).
Kandungan pada buah naga tersebut mengandung zat warna betalanin, serat
yang tinggi terdapat pada daging maupun kulit buahnya. Betasianin merupakan
zat warna yang berperan memberikan warna merah dan merupakan golongan
betalanin (Nuhman, 2107).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kestabilan antosianin, salah
satunya adalah protein. Apabila sumber antosianin bereaksi dengan protein akan
menyebabkan perubahan warna, pembentukan endapan atau uap (Wikipedia.
Org).
Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang pada umumnya
larut dalam air. Warna violet, dan biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan,
dan sayur sayuran. Pada pH rendah (asam) pigmen ini berwarna merah dan
pada pH tinggi berubah menjadi violet dan kemudian menjadi biru (Winarno,
2004 ).
Faktor yang mempengaruhi kestabilan antosianin yaitu transformasi
struktur dan pH, suhu, cahaya, dan oksigen. Hasil yang diperoleh terjadi
perubahan warna antara tahu non formalin dengan yang formalin. Hal ini bisa
digunakan sebagai alternatif untuk identifikasi formalin (Basuki, dkk, 2005).
Antosianin dapat digunakan sebagai pengujian untuk mendeteksi adanya
senyawa kimia seperti formalin. Formalin sendiri besifat asam karena
mengandung asam formiat akibat oksidasi formaldehida dan antosianin akan
mudah bereaksi jika dicampur asam kuat. Formalin memiliki unsur aldehid yang
mudah bereaksi dengan protein, karenanya ketika disiramkan pada bakso
formalin akan mengikat protein mulai dari permukaan bakso sampai ke bagian
dalamnya sehingga mengakibatkan protein mati. Karena protein pada bakso
telah berikatan dengan formalin maka protein bakso tersebut tidak bereaksi
dengan pigmen antosianin. Hal ini mengakibatkan antosianin stabil. Antosianin
tidak mengalami perubahan warna, tidak terbentuk endapan atau uap ketika
dicampurkan dengan sampel bakso yang menunjukkan bahwa sampel bakso
positif mengandung formalin. (Kuntum, 2016).
11
2.5 Metode Pengukuran Variabel
3.5.1 Pengetahuan
12
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
3.4 Metode
Metode yang diterapkan pada pelaksanaan pengabdian pada masyarakat
ini yakni metode ceramah, diskusi, tanya jawab dan Sosialisasi Pemanfaatan
Limbah Kulit Buah Naga untuk mendeteksi Formalin pada bakso sebagai salah
satu kegiatan pemberdayaan masyarakat dan mengedukasi masyarakat untuk
memanfaatkan limbah kulit buah naga sebagai bahan deteksi formalin pada
bakso.
13
3.5 Waktu dan Tempat Kegiatan
Pelaksanaan pengabdian masyarakat ini dilaksanakan pada hari Rabu 31
Juli 2019 pada siswa – siswi Kelas 11 SMA Swasta Rakyat Kecamatan Pancur
Batu yang berjumlah 29 orang.
14
3.7 Keterkaitan
Pemanfaatan limbah kulit buah naga untuk mengidentifikasi formalin pada
bakso dapat menjadi sumbangan yang besar bagi pemerintah karena dapat
mengurangi pembiayaan reagensia yang dibeli oleh pemerintah. Kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini merupakan satu diantara Tri Dharma
Perguruan Tinggi yang harus dilaksanakan oleh setiap pribadi dosen.
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
A. Pengetahuan Responden
Untuk menilai tingkat pemahaman responden dilakukan penilaian
terhadap kuisioner yang diisi oleh responden sebelum (pre) dan setelah (post)
diberikan edukasi berupa sosialisasi dan demontrasi pemanfaatan limbah kulit
naga untuk mengidentifikasi formalin pada bakso (Tabel 4.1).
Tabel 2. Gambaran tingkat pemahaman responden sebelum (pre) dan setelah
(post) diberikan intervensi berupa penyuluhan dan sosialisasi.
4.2 Pembahasan
16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengabdian masyarakat yang kami lakukan maka dapat
disimpulkan:
- Siswa – Siswi SMU Rakyat Pancur Batu sangat antusias mengikuti
kegiatan pengabdian masyarakat ini.
- Setelah dilakukan sosialisasi dan demonstrasi, maka pengetahuan Siswa
– Siswi SMU Rakyat Pancur Batu tentang Pemanfaatan Limbah Kulit
Buah Naga untuk mengidentifikasi Formalin pada bakso meningkat
5.2 Saran
Dari hasil pengabdian masyarakat dapat disarankan:
- Agar masyarakat agar lebih berhati hati dalam mengkonsumsi bakso
karena rentan ditambahkan formalin
- Agar masayarakat dapt memanfaatkan limbah kulit buah naga sebagai
pengidentifikasi alami terhadap formalin pada makanan khususnya
bakso.
17
Daftar Pustaka
18
Notoatmodjo S. 2010. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. PT. Rineka
Cipta, Jakarta
Sri Ratna Sari Wulan, “Identifikasi Formalin pada Bakso dari Pedagang
Bakso di Kecamatan Panakukkang Kota Makassar”. (Skripsi Program
Studi Kedoktran Hewan Universitas Hasanuddin, Makassar, 2015).
Tim Karya Tani Mandiri (2009). Pedoman Bertanam Buah Naga. Jakarta:
Penerbit Nuansa Aulia
Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi, Penerbit Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
www. hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/bahaya-formalin-bagi-kesehatan
19