OLEH :
KELOMPOK 6
NURUL ANNISA WIJAYANTI N011 18 1044
NURJIHAAN FAADIYAH N011 18 1526
MAHIRA MIFTAHUNNISA N011 19 1038
ELMA FATRESIA PALEBANGAN N011 19 1097
HIKMAT AL HAKIM N011 19 1135
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1) Gelatin
Pengental jenis ini tidak cocok bila digunakan pada pH lebih
rendah dari 4,5 khususnya pada proses dengan pemanasan
tinggi. Gelatin umumnya tidak larut pada air dingin tetapi
kelarutannya naik pada suhu 45oC. Gelatin digunakan pada
pembuatan puding, es krim dan jeli
2) Pektin
Pektin adalah bahan hidrokoloid karbohidrat yang terdapat pada
jaringan tanaman. Penggunaan pektin pada bahan pangan untuk
pembentukan gel yang tidak merata. Seperti juga pembentukan
jel lainnya, tidak larut dalam suatu media biasanya terjadi
penjendalan. Untuk memudahkan pelarutannya pektin dapat
dicampur dengan padatan yangg mudah larut seperti natrium
bikarbonat, gula atau melarutannya terlebih dahulu pada suhu
60-80O sampai kepekatan 10% dengan pengadukan yang cepat
3) Karagenan
Karagenan diperoleh dari ekstrak rumput laut merah. Karagenan
larut dalam air, tetapi sedikit larut dalam pelarut lainnya,
umumnya diperlukan pemanasan agar karagenan larut semua.
Biasanya pemanasan dilakukan pada suhu 50-80 oC
4) Carboxul methyl cellulose (CMC)
Pengental ini berfungsi sebagai penstabil bahan yang bisa juga
berfungsi sebagai pengental sehinga mutu olahan lebih bagus
karena semua bahan telah distabilkan dengan baik.
Berdasarkan peraturan BPOM Nomor 11 tahun 2019 tentang
bahan tambahan pangan, terdapat beberapa jenis pengental yang dapat
untuk meningkakan viskositas pangan (BPOM, 2019)
No Jenis BTP pengental
1. Kalsium asetat (Calcium acetate)
2. Natrium laktat (Sodium lactate)
3. Kalsium laktat (Calcium lactate)
4. Asam alginat (Alginic acid)
5. Natrium alginat (Sodium alginate)
6. Kalium alginat (Potassium alginate)
7. Kalsium alginat (Calcium alginate)
8. Propilen glikol alginat (Propylene glycol alginate)
9. Agar-agar (Agar)
10. Karagen (Carrageenan)
11. Rumput laut eucheuma olahan (Processed
eucheuma seaweed)
12. Gom kacang lokus (Locust bean gum)
13. Gom guar (Guar gum)
14. Gom tragakan (Tragacanth gum)
15. Gom arab (Arabic gum)
16. Gom xanthan (Xanthan gum)
17. Gom karaya (Karaya gum)
18. Gliserol (Glycerol)
19. Pektin (Pectins)
20. Ester gliserol resin kayu (Glycerol ester of wood
rosin)
21. Alfa-Siklodekstrin (alpha-Cyclodextrin)
22. Gama-Siklodekstrin (gamma-Cyclodextrin)
23. Selulosa mikrokristalin (Microcrystalline cellulose)
24. Selulosa bubuk (Powdered cellulose)
II.2.14 Antikempal
Anticaking agent (antikempal) adalah bahan tambahan pangan
untuk mencegah mengempalnya produk pangan yang ditambahkan ke
dalam pangan untuk memengaruhi sifat atau bentuk pangan. Fungsi
antikempal adalah sebagai senyawa anhidrat yang kemampuannya
mengikat air melalui pengikatan di permukaan (surface adhesion) yang
sangat baik tanpa menjadi basah. Penambahan senyawa antikempal
bertujuan untuk mencegah terjadinya penggumpalan dan menjaga agar
bahan tersebut tetap dapat dituang (free flowing) (Putra, 2018).
Beberapa bahan anticaking (antikempal) yang beredar di pasaran
sesuai dengan peraturan BPOM (2013) yang biasa digunakan dalam
bahan pangan diantaranya adalah kalsium karbonat, magnesium dioksida,
kalsium silikat, silika dioksida halus (Putra, 2018).
Silika atau silika dioksida (SiO2) merupakan sumber bahan
anticaking yang banyak digunakan pada produk pangan berupa bubuk
salah satunya adalah tepung bumbu. Silika yang beredar di pasar berupa
silika sintetik yang diperoleh dari bahan baku pasir atau kuarsa yang
ketersediaannya berlimpah di alam, namun untuk memenuhi pasar
kebutuhan dalam negeri silika masih diimpor. Penggunaan silika sintetik
dalam bahan makanan dapat memberikan efek buruk bagi tubuh dalam
jangka panjang seperti penyakit bronkitis atau gangguan alat pernafasan
dan penyakit paru-paru. Silika yang dihasilkan dari sekam padi memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan dengan silika sintetik, dimana silika
sekam padi memiliki butiran halus, lebih reaktif, dapat diperoleh dengan
cara mudah dengan biaya yang relatif murah, serta didukung oleh
ketersediaan bahan baku yang melimpah dan dapat diperbaharui.
Kandungan silika abu sekam padi merupakan yang tertinggi dibandingkan
dengan abu bahan alam lainnya yakni sebesar 93,2% dan abu daun
bambu 75,90-82,86%, silika ampas tebu 64,65%, abu cangkang kelapa
sawit 81,30%. Aplikasi silika sebagai bahan anticaking agent tepung
bumbu dengan penambahan silika sekam padi dan silika sintetik pada
konsentrasi 0,5 dan 1% dari berat tepung bumbu. Penyimpanan tepung
bumbu dilakukan untuk mengetahui fenomena yang terjadi selama
penyimpanan sehingga dapat diketahui pengaruh penambahan silika
terhadap karakteristik tepung bumbu dengan kurva sorpsi isotermis.
Isotermis sorpsi air (ISA) menggambarkan hubungan antara kelembaban
relatif udara/aktivitas air dengan kadar air kesetimbangan bahan yang
ditunjukkan dengan kurva sorpsi isotermis. Penentuan kadar air,
bagaimanapun keakuratan metode analisisnya, tidak cukup informatif
dalam kaitannya dengan kestabilan produk pangan yang diteliti. Aktivitas
air adalah pembawa informasi tambahan karena memperhitungkan
ketersediaan air untuk reaksi degradasi. Pengetahuan tentang sorpsi
isotermis suatu bahan pangan akan sangat membantu sekali dalam
penentuan jenis pengemas yang dibutuhkan dan memprediksikan
karakteristik kondisi penyimpanan yang sesuai (Putra, 2018).
Berdasarkan peraturan BPOM Nomor 11 tahun 2019 tentang
bahan tambahan pangan, terdapat beberapa jenis antikempal untuk
mencegah mengempalnya produk pangan (BPOM, 2019)
No Jenis BTP antikempal
1. Kalsium karbonat (Calcium carbonate)
2. Trikalsium fosfat (Tricalcium orthophosphate)
3. Selulosa mikrokristalin (Microcrystalline cellulose)
4. Selulosa bubuk (Powdered cellulose)
5. Garam-garam dari asam oleat dengan kalsium, kalium
dan natrium (Ca, K, Na) (Salts of oleic acid with calcium,
potassium, and sodium (Ca, K, Na)
6. Natrium karbonat (Sodium carbonate)
7. Magnesium karbonat (Magnesium carbonate)
8. Magnesium oksida (Magnesium oxide)
9. Talc (Talc)
10. Natrium besi (II) sianida (Sodium ferrocyanide)
11. Kalium besi (II) sianida (Potassium ferrocyanide)
12. Kalsium besi (II) sianida (Calcium ferrocyanide)
13. Silikon dioksida halus (Silicon dioxide, amorphous)
14. Kalsium silikat (Calcium silicate)
15. Magnesium silikat (Magnesium silicate)
16. Kalium Aluminium Silikat (Potassium Aluminium Silicate)
17. Asam miristat, palmitat dan stearat dan garamnya
(Myristic, palmitic & stearic acids and their salts)
III.1 Kesimpulan
Zat aditif pada makanan adalah zat kimia yang ditambahkan ke
produk makanan. Tujuan penggunaanya untuk menjaga makanan agar
tetap segar serta meningkatkan warna, aroma, dan teksturnya. Semua zat
yang dicampurkan pada produk makanan selama proses pengolahannya,
proses penyimpanannya, dan proses pengemasannya disebut sebagai zat
aditif pada makanan. Zat Aditif ini dapat terdiri dari senyawa organik
maupun anorganik. Jenis zat aditif pada makanan adalah antioksidan dan
antioksidan sinergis, pengasam, penetral dan pendapar, anti kempal,
enzim, pemutih dan pematang, pemanis buatan, penambah gizi,
pengawet, pengeras, pengemulsi, pemantap, dan pengental, pewarna
alami dan sintesis, sekuestran, serta enyedap rasa dan aroma.
III.2 Saran
Sebaiknya untuk kedepannya lebih memperbanyak lagi cakupan
materi dan juga tinjauan pustakanya, serta untuk konsumen/pengguna
dari zat aditif pada bahan pangan harus lebih memperhatikan batas waktu
kadaluarsa ataupun hal-hal lainnya yang dapat berakibat fatal untuk
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Emilia, Ita, dkk. 2020. Pengenalan Zat Aditif pada Makanan dan
Dampaknya terhadap Kesehatan di SMA Negeri I Belimbing Muara
Enim Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat (JPKM) Vol. 26, No. 2.
Fitri, N. 2013. Butylated hydroxyanisole sebagai Bahan Aditif Antioksidan
pada Makanan dilihat dari Perspektif Kesehatan. Jurnal
Kefarmasian Indonesia. 4(1): 41-50
Pambudi, S. dkk. 2015. Pengaruh Proporsi Natrium Bikarbonat dan
Ammonium Bikarbonat Sebagai Bahan Pengembang Terhadap
Karakteristik Kue Bagiak. Jurnal Pangan dan Agroindustri. vol.3,
no.4, hh.1596-1607.
Rohmawati, D. 2014. Bahaya Pewarna Sintetik dalam Makanan.
Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta
Putra et al. 2018. Karakteristik Sorpsi Isotermis Pada Aplikasi Silika (Sio2)
Sebagai Anticaking Agent Tepung Bumbu. Jurnal Teknologi Industri
Pertanian. 28 (2): 219-230
Rorong, Johnly A., dkk. 2019. Studi Tentang Aplikasi Zat Aditif pada
Makanan yang Berbedar di Pasaran Kota Manado. Techno Science
Journal Vol. 1, No.2.
Usmiati S & Yuliani S. 2004. Pemanis alami dan buatan untuk kesehatan.
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 10(1): 13-
17.