Anda di halaman 1dari 44

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada umumnya dalam pengelolaan bahan makanan selalu
diusahakan untuk menghasilkan produk makanan yang disukai
(bercitarasa) dan berkualitas baik. Untuk mendapatkan makanan seperti
yang diinginkan maka sering pada proses pembuatannya dilakukan
penambahan “Bahan Tambahan Makanan (BTM)” yang disebut zat aktif
kimia (food additive) (Widyaningsih dan Murtini 2006). Bahan tambahan
makanan yang digunakan untuk menjaga kualitas makanan tersebut salah
satunya adalah zat pengawet dan tidak jarang orang menggunakan “Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3). Menurut Hermana (1991) pengawetan
dengan zat kimia merupakan teknik yang relatif sederhana dan murah.
Tetapi dengan menggunakan zat kimia berbahaya akan mempengaruhi
kesehatan. Misalnya penggunaan Boraks yang berkepanjangan akan
mempengaruhi kesehatan manusia, dapat menyebabkan gangguan pada
otak, hati, lemak dan ginjal (Widianingsi dan Murtini, 2006).
Bahan kimia berbahaya yang bukan ditujukan untuk makanan, justru
ditambahkan kedalam makanan contohnya formalin (CH2O), boraks
(H3BO3), rhodamin B (C28H31ClN2O3), methanol yellow (C18H14N3NaO3S).
Diantara beberapa jenis bahan kimia berbahaya tersebut yang paling sering
digunakan secara bebas di masyarakat adalah formalin dan boraks. Boraks
adalah senyawa kimia turunan dari logam berat boron (B). Boraks
merupakan antiseptik atau pembunuh kuman. Bahan ini banyak digunakan
sebagai bahan anti jamur, pengawet kayu, dan antiseptik pada kosmetik
(Suklan, 2002).
Penelitian terdahulu menurut Juliana (2005) bahwa bakso merupakan
salah satu bahan makanan yang mengandung boraks. Di sisi lain, bakso
juga merupakan makanan yang disukai oleh berbagai kelompok umur dan
berbagai golongan masyarakat. Hal ini lah yang mendorong para produsen
bakso berlomba-lomba untuk menghasilkan bakso berkualitas, awet dan
tahan lama serta menarik pembeli.

1
Konsentrasi bahan pengawet yang diizinkan oleh peraturan bahan
pangan sifatnya adalah penghambatan dan bukannya mematikan
organisme-organisme pencemar, oleh karena itu sangat penting bahwa
populasi mikroba dari bahan pangan yang akan diawetkan harus
dipertahankan seminimum mungkin dengan cara penanganan dan
pengolahan secara higienis. Jumlah bahan pengawet yang ditambahkan
akan mengawetkan bahan pangan dengan muatan mikroba yang normal
untuk suatu jangka waktu tertentu, tetapi akan kurang efektif jika
dicampurkan ke dalam bahan-bahan pangan membusuk dan
terkontaminasi secara berlebihan. Disamping itu bahan kimia berbahaya
yang bukan ditujukan untuk makanan, justru ditambahkan kedalam
makanan. Hal ini tentu saja akan sangat membahayakan konsumen
(Yuliarti, 2007).
Kota Tomohon adalah salah satu kota yang banyak dijumpai
pedagang bakso, baik menggunakan roda-roda atau gerobak mangkal
disuatu tempat, ada juga yang telah memiliki tempat permanen, hasil
pengamatan penulis mereka menjual bakso sangat laris. Berdasarkan latar
belakang tersebut diatas, maka peneliti ingin meneliti lebih lanjut pada
beberapa sentra penjualan bakso yang berada di kota Tomohon, apakah
mereka menggunakan boraks.

1.2. Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah yaitu
apakah ada kandungan boraks pada bakso yang dijual di kota Tomohon ?

1.3. Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui apakah ada kandungan boraks pada bakso yang
dijual di Kota Tomohon.

1.4. Batasan Masalah


Penelitian ini dibatasi hanya untuk penelitian secara kualitatif

2
1.5. Manfaat Penelitian
Sebagai salah satu upaya pemantauan terhadap penggunaan bahan
pengawet berbahaya pada makanan yang dilarang, seperti boraks pada
bakso.

3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pangan
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan
air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai
makanan ataupun minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk di
dalamnya adalah bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan
lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan atau pembuatan
makanan atau minumam (Saparinto dan Hidayati, 2006).
Kualitas pangan dapat ditinjau dari aspek mikrobiologis, fisik (warna,
bau, rasa dan tekstur) dan kandungan gizinya. Pangan yang tersedia
secara alamiah tidak selalu bebas dari senyawa yang tidak diperlukan oleh
tubuh, bahkan dapat mengandung senyawa yang merugikan kesehatan
orang yang mengkonsumsinya. Senyawa-senyawa yang dapat merugikan
kesehatan dan tidak seharusnya terdapat di dalam suatu bahan pangan
dapat dihasilkan melalui reaksi kimia dan biokimia yang terjadi selama
pengolahan maupun penyimpanan, baik karena kontaminasi ataupun
terdapat secara alamiah. Selain itu sering dengan sengaja ditambahkan
Bahan Tambahan Makanan (BTP) atau bahan untuk memperbaiki tekstur,
warna dan komponen mutu lainnya ke dalam proses pengolahan pangan
(Hardiansyah dan Sumali, 2001).
Menurut Saparinto dan Hidayati (2006) pangan dapat dibedakan
menjadi 3, yaitu :
a. Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan.
Pangan segar dapat dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung.
b. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses pengolahan
dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan.
Contoh: teh manis, nasi, pisang goreng dan sebagainya. Pangan olahan
bisa dibedakan lagi menjadi pangan olahan siap saji dan tidak siap saji.
1) Pangan olahan siap saji adalah makanan dan minuman yang sudah
diolah dan siap disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas
dasar pesanan.

4
2) Pangan olahan tidak siap saji adalah makanan atau minuman yang
sudah mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih memerlukan
tahapan pengolahan lanjutkan untuk dapat dimakan atau minuman.
c. Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi
kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas
kesehatan. Contoh: ekstrak tanaman stevia untuk penderita diabetes,
susu rendah lemak untuk orang yang menjalani diet rendah lemak dan
sebagainya.

2.2. Keamanan Pangan


Untuk melaksanakan Undang-Undang nomor 18 tahun 2012 dan
memberikan perlindungan kepada masyarakat maka pemerintah
menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Keamanan pangan adalah kondisi dan
upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan
cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman
serta bermutu dan bergizi tinggi penting perannya bagi pertumbuhan,
pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan
kecerdasan masyarakat (Cahyadi, 2008).
Sistem pangan yang ada saat ini meliputi segala sesuatu yang
berhubungan dengan peraturan, pembinaan atau pengawasan terhadap
kegiatan atau proses produksi makanan dan peranannya sampai siap
dikonsumsi manusia. Setiap orang yang bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan produksi pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Saparinto dan Hidayati, 2006). Untuk itu keamanan pangan merupakan
aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya
perhatian terhadap hal ini telah sering mengakibatkan terjadinya dampak
berupa penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari keracunan
makanan akibat tidak higienisnya proses penyiapan dan penyajian sampai

5
resiko munculnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan tambahan
(food additive) yang berbahaya (Syah, 2005).

2.3. Bahan Tambahan Pangan


2.3.1. Pengertian Bahan Tambahan Pangan
BTP adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam
makanan dalam jumlah kecil dengan tujuan untuk memperbaiki
penampakan, cita rasa, tekstur dan memperpanjang daya simpan. Selain
itu, juga dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin
(Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012,
Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan
sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (temasuk
organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan
untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak
langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan
tersebut (Budiyanto, 2004).
Penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses produksi
pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh
konsumen. Dampak penggunaanya dapat berakibat positif maupun negatif
bagi masyarakat. Penyimpangan dalam penggunaannya akan
membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai penerus
pembangunan bangsa. Di bidang pangan kita memerlukan sesuatu yang
lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman untuk
dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan lebih mampu bersaing dalam pasar
global. Kebijakan keamanan pangan (food safety) dan pembangunan gizi
nasional (food nutrient) merupakan bagian integral dari kebijakan pangan
nasional, termasuk pengunaan bahan tambahan pangan (Cahyadi, 2008).

6
2.3.2. Fungsi Bahan Tambahan Pangan
Menurut Hardiansyah dan Sumali (2001) fungsi dasar bahan
tambahan pangan yaitu :
a. Untuk mengembangkan nilai gizi suatu makanan, biasanya untuk
makanan diet dengan jumlah secukupnya. Di banyak negara, termasuk
Amerika dan Inggris, nutrisi tertentu harus ditambahkan ke dalam
makanan pokok berdasarkan peraturan mereka.
b. Mengawetkan dan memproduksi makanan demi kesehatan kita dan
untuk mencegah penggunaan bumbu dengan masa singkat dan fluktuasi
harga, sangatlah penting makanan itu dibuat mampu menahan pengaruh
racun dalam jangka waktu selama mungkin.
c. Menolong produksi, fungsi ini memiliki peranan yang penting untuk
menjamin bahwa makanan di proses seefisien mungkin dan juga dapat
menjaga keadaan makanan selama penyimpanan.
d. Memodifikasi pandangan kita, bahan tambahan ini mengubah cara kita
memandang, mengecap, mencium, merasa dan bahkan mendengar
bunyi makanan yang kita makan (kerenyahan). Ada dua alasan utama
mengapa menggunakan bahan tambahan ini, pertama karena ekonomi,
misalnya makanan dengan bahan dan bentuk yang kurang bagus dapat
dibuat lebih menarik dengan meniru produksi yang lebih berkualitas.
Kedua, adalah karena permintaan publik, misalnya dalam masakan
modern dimana bahan makanan dasar dimodifikasi.

2.3.3. Jenis Bahan Tambahan Pangan


Menurut Winarno (1992) bahan tambahan pangan dibagi menjadi
dua bagian besar, yaitu:
a. Aditif sengaja : yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan
maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi,
nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan,
memantapkan bentuk atau rupa dan lain sebagainya.
b. Aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam
jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan.

7
Bila dilihat dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah
seperti lesitin, asam sitrat, dan lain sebagainya, dapat juga disintesis dari
bahan kimia yang mempunyai sifat serupa benar dengan bahan alamiah
yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat metabolismenya seperti
misalnya β-karoten, asam askorbat, dan lain-lain. Pada umumnya bahan
sintetik mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih
murah. Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu sering terjadi
ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya
bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat
merangsang terjadi kanker pada hewan atau manusia (Winarno, 1992)

2.3.4. Bahan Tambahan Pangan yang Diizinkan


Berdasarkan Permenkes nomor 33 tahun 2012 Bahan Tambahan
Pangan yang diizinkan untuk digunakan pada makanan, yaitu :
a. Antibuih (Antifoaming Agent)
Antibuih (Antifoaming Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
mencegah atau mengurangi pembentukan buih.
No Jenis BTP Antibuih (Antifoaming Agent) INS
1. Kalsium alginat (Calcium alginate) 404
2. Mono dan digliserida asam lemak (Mono- and di- 471
glycerides of fatty acids)

b. Antikempal (Anticaking Agent)


Antikempal (Anticaking Agent) adalah bahan tambahan pangan
untuk mencegah mengempalnya produk pangan.
No Jenis BTP Antikempal (Anticaking Agent) INS
1. Kalsium karbonat (Calcium carbonate) 170 (i)
2. Trikalsium fosfat (Tricalcium orthophosphate) 341(iii)
3. Selulosa mikrokristalin (Microcrystalline cellulose) 460(i)
4. Selulosa bubuk (Powdered cellulose) 460(ii)
5. Asam miristat, palmitat dan stearat dan garamnya
(Myristic, palmitic & stearic acids and their salts):

8
Asam miristat, palmitat dan stearat dan garamnya 470(i)
(kalsium, kalium, dan natrium (Ca, K, Na) (Myristic,
palmitic & stearic acids and their calcium, potassium
and sodium (Ca, K, Na) salts)
Magnesium stearat (Magnesium stearate)
6. Garam-garam dari asam oleat dengan kalsium, kalium 470(i)
dan natrium (Ca, K, Na) (Salts of oleic acid with calcium,
potassium, and sodium (Ca, K, Na))
7. Natrium karbonat (Sodium carbonate) 500(i)
8. Magnesium karbonat (Magnesium carbonate) 504(i)
9. Magnesium oksida (Magnesium oxide) 530
10. Natrium besi (II) sianida (Sodium ferrocyanide) 535
11. Kalium besi (II) sianida (Potassium ferrocyanide) 536
12. Kalsium besi (II) sianida (Calcium ferrocyanide) 538
13 Silikon dioksida halus (Silicon dioxide, amorphous) 551
14. Kalsium silikat (Calcium silicate) 552
15. Natrium aluminosilikat (Sodium aluminosilicate) 554
16 Magnesium silikat (Magnesium silicate) 553(i)

c. Antioksidan (Antioxidant)
Antioksidan (Antioxidant) adalah bahan tambahan pangan untuk
mencegah atau menghambat kerusakan pangan akibat oksidasi.
No Jenis BTP Antioksidan (Antioxidant) INS
1. Asam askorbat (Ascorbic acid) 300
2. Natrium askorbat (Sodium ascorbate) 301
3. Kalsium askorbat (Calcium ascorbate) 302
4. Kalium askorbat (Potassium ascorbate) 303
5. Askorbil palmitat (Ascorbyl palmitate) 304
6. Askorbil stearat (Ascorbyl stearate) 305
7. Tokoferol (Tocopherol):
d-alfa tokoferol (d-alpha-Tocopherol) 307a

9
Tokoferol campuran pekat (Mixed tocopherol 307b
concentrate)
dl-alfa tokoferol (dl-alpha Tocopherol) 307c
Gama tokoferol (Gamma Tocopherol)
8. Propil galat (Propyl gallate) 310
9. Asam eritorbat (Erythorbic acid) 315
10. Natrium eritorbat (Sodium erythorbate) 316
11. Butil hidrokinon tersier/TBHQ (Tertiary 319
butylhydroquinone)
12. Butil hidroksi anisol/BHA (Butylated hydroxyanisole) 320
13. Butil hidroksi toluen/BHT (Butylated hydroxytoluene) 321

d. Bahan Pengkarbonasi (Carbonating Agent)


Bahan Pengkarbonasi (Carbonating Agent) adalah bahan tambahan
pangan untuk membentuk karbonasi di dalam pangan.
No. Jenis BTP Bahan Pengkarbonasi (Carbonating Agent) INS
1. Karbon dioksida (Carbon dioxide) 290

e. Garam Pengemulsi (Emulsifying Salt)


Garam Pengemulsi (Emulsifying Salt) adalah bahan tambahan
pangan untuk mendispersikan protein dalam keju sehingga
mencegah pemisahan lemak.
No Jenis BTP Garam Pengemulsi (Emulsifying Salt) INS
1 Natrium dihidrogen sitrat (Sodium dihydrogen citrate) 331(i)
2 Trinatrium sitrat (Trisodium citrate) 331(iii)
3 Kalium dihidrogen sitrat (Potassium dihydrogen citrate) 332(i)
4 Trikalium sitrat (Tripotassium citrate) 332(ii)
5 Mononatrium fosfat (Monosodium orthophosphate) 339(i)
6 Dinatrium fosfat (Disodium orthophosphate) 339(ii)
7 Trinatrium fosfat (Trisodium orthophosphate) 339(iii)

10
8 Monokalium fosfat (Monopotassium orthophosphate) 340(i)
9 Dikalium fosfat (Dipotassium orthophosphate) 340(ii)
10 Trikalium fosfat (Tripotassium orthophosphate) 340(iii)
11 Gelatin (Edible gelatin) 428
12 Dinatrium difosfat (Disodium diphosphate) 450(i)
13 Tetranatrium difosfat (Tetrapotassium diphosphate) 450(iii)
14 Tetrakalium difosfat (Tetrapotassium diphosphate) 450(v)
15 Dikalsium difosfat (Dicalcium diphosphate) 450(vi)
16 Natrium tripolifosfat (Sodium Tripolyphosphate) 451(i)
17 Kalium tripolifosfat (Potassium tripolyphosphate) 451(ii)
18 Natrium polifosfat (Sodium polyphosphate) 452(i)
19 Kalium polifosfat (Potassium polyphosphate) 452(ii)
20 Kalsium polifosfat (Calcium polyphosphate) 452(iv)
21 Ester asam lemak dan asetat dari gliserol (Acetic and 472a
fatty acid esters of glycerol)
22 Ester asam lemak dan laktat dari gliserol (Lactic and 472b
fatty acid esters of glycerol)
23 Ester asam lemak dan sitrat dari gliserol (Citric and fatty 472c
acid esters of glycerol)
24 Ester asam lemak dan diasetiltartrat dari gliserol 472e
(Diacetyltartaric and fatty acid esters of glycerol)
25 Natrium glukonat (Sodium gluconate) 576

f. Gas Untuk Kemasan (Packaging Gas)


Gas Untuk Kemasan (Packaging Gas) adalah bahan tambahan
pangan berupa gas, yang dimasukkan ke dalam kemasan pangan sebelum,
saat maupun setelah kemasan diisi dengan pangan untuk
mempertahankan mutu pangan dan melindungi pangan dari kerusakan.

No Jenis BTP Gas Untuk Kemasan (Packaging Gas) INS


1. Karbon dioksida (Carbon dioxide) 290

11
2. Nitrogen (Nitrogen) 941

g. Humektan (Humectant)
Humektan (Humectant) adalah bahan tambahan pangan untuk
mempertahankan kelembaban pangan.
No Jenis BTP Humektan (Humectant) INS
1. Natrium laktat (Sodium lactate) 325
2. Kalium laktat (Potassium lactate) 326
3. Natrium hidrogen malat (Sodium hydrogen malate) 350(i)
4. Natrium malat (Sodium malate) 350(ii)
5. Gliserol (Glycerol) 422
6. Polidekstrosa (Polydextroses) 1200
7. Triasetin (Triacetin) 1518

h. Pelapis (Glazing Agent)


Pelapis (Glazing Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
melapisi permukaan pangan sehingga memberikan efek perlindungan
dan/atau penampakan mengkilap.
No Jenis BTP Pelapis (Glazing Agent) INS
1. Malam (Beeswax) 901
2. Lilin kandelila (Candelilla wax) 902
3. Lilin karnauba (Carnauba wax) 903
4. Syelak (Shellac) 904
5. Lilin mikrokristalin (Microcrystalline wax) 905c(i)

i. Pemanis (Sweetener)
Pemanis (Sweetener) adalah bahan tambahan pangan berupa
pemanis alami dan pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada
produk pangan.

12
1. Pemanis Alami (Natural Sweetener)
Pemanis Alami (Natural Sweetener) adalah pemanis yang dapat
ditemukan dalam bahan alam meskipun prosesnya secara sintetik ataupun
fermentasi.
No Jenis BTP Pemanis Alami (Natural Sweetener) INS
1. Sorbitol (Sorbitol): 420(i)
Sorbitol Sirup (Sorbitol syrup) 420(ii)
2. Manitol (Mannitol) 421
3. Isomalt/Isomaltitol ((Isomalt /Isomaltitol) 953
4. Glikosida steviol (Steviol glycosides) 960
5. Maltitol (Maltitol): 965(i)
Maltitol sirup (Maltitol syrup) 965(ii)
6. Laktitol (Lactitol) 966
7. Silitol (Xylitol) 967
8. Eritritol (Erythritol) 968

2. Pemanis Buatan (Artificial Sweetener)


Pemanis buatan (Artificial Sweetener) adalah pemanis yang
diproses secara kimiawi, dan senyawa tersebut tidak terdapat di alam.
No. Jenis BTP Pemanis Buatan (Artificial Sweetener) INS
1. Asesulfam-K (Acesulfame potassium) 950
2. Aspartam (Aspartame) 951
3. Asam siklamat (Cyclamic acid): 952(i)
Kalsium siklamat (Calcium cyclamate) 952(ii)
Natrium siklamat (Sodium cyclamate) 952(iv)
4. Sakarin (Saccharin): 954(i)
Kalsium sakarin (Calcium saccharin) 954(ii)
Kalium sakarin (Potassium saccharin) 954(iii)
Natrium sakarin (Sodium saccharin) 954(iv)
5. Sukralosa (Sucralose/Trichlorogalactosucrose) 955
6. Neotam (Neotame) 961

13
j. Pembawa (Carrier)
Pembawa (Carrier) adalah bahan tambahan pangan yang digunakan
untuk memfasilitasi penanganan, aplikasi atau penggunaan bahan
tambahan pangan lain atau zat gizi di dalam pangan dengan cara
melarutkan, mengencerkan, mendispersikan atau memodifikasi secara fisik
bahan tambahan pangan lain atau zat gizi tanpa mengubah fungsinya dan
tidak mempunyai efek teknologi pada pangan.

No. Jenis BTP Pembawa (Carrier) INS


1. Sukrosa asetat isobutirat (Sucrose acetate isobutyrate) 444
2. Trietil sitrat (Triethyl citrate) 1505
3. Propilen glikol (Propylene glycol) 1520
4. Polietilen glikol (Polyethylene glycol) 1521

k. Pembentuk Gel (Gelling Agent)


Pembentuk Gel adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk
gel.
No. Jenis BTP Pembentuk Gel (Gelling Agent) INS
1. Asam alginat (Alginic acid) 400
2. Natrium alginat (Sodium alginate) 401
3. Kalium alginat (Potassium alginate) 402
4. Kalsium alginat (Calcium alginate) 404
5. Agar-agar (Agar) 406
6. Karagen (Carrageenan) 407
7. Rumput laut eucheuma olahan (Processed eucheuma 407a
seaweed)
8. Gom gelan (Gellan gum) 418
9. Gelatin (Edible gelatin) 428
10. Pektin (Pectins) 440

14
l. Pembuih (Foaming Agent)
Pembuih adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk atau
memelihara homogenitas dispersi fase gas dalam pangan berbentuk cair
atau padat.
No. Jenis BTP Pembuih (Foaming agent) INS
1. Gom xanthan (Xanthan gum) 415
2. Selulosa mikrokristalin (Microcrystalline cellulose) 460(i)
3. . Etil metil selulosa (Methyl ethyl cellulose) 465

m. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)


Pengatur keasaman adalah bahan tambahan pangan untuk
mengasamkan, menetralkan dan/atau mempertahankan derajat
keasaman pangan.
No. Jenis BTP Pengatur Keasaman (Acidity Regulator) INS
1. Kalsium karbonat (Calcium carbonate) 170(i)
2. Asam asetat (Acetic acid) 260
3. Natrium asetat (Sodium acetate) 262(i)
4. Kalsium asetat (Calcium acetate) 263
5. Asam laktat (Lactic acid) 270
6. Asam malat (Malic acid) 296
7. Asam fumarat (Fumaric acid) 297
8. Natrium laktat (Sodium lactate) 325
9. Kalium laktat (Potassium lactate) 326
10. Kalsium laktat (Calcium lactate) 327
11. L-amonium laktat (L-ammonium lactate) 328
12. Asam sitrat dan garamnya (Citric acid and its salts):
Asam sitrat (Citric acid) 330
Natrium dihidrogen sitrat (Sodium dihydrogen citrate) 331(i)
Dinatrium monohidrogen sitrat (Disodium 331(ii)
monohydrogen citrate)
Trinatrium sitrat (Trisodium citrate) 331(iii)

15
Kalium dihidrogen sitrat (Potassium dihydrogen citrate) 332(i)
Trikalium sitrat (Tripotassium citrate) 332(ii)
Trikalsium sitrat (Tricalcium citrate) 333(iii)
13. Asam tartrat dan kalium hidrogen tartrat (Tartaric acid
and Potassium hydrogen tartrate):
Asam tartrat (Tartaric acid) 334
Kalium hidrogen tartrat (Potassium hydrogen tartrate) 336 (i)
14. Asam fosfat (Orthophosphoric acid) 338
15. Natrium hidrogen malat (Sodium hydrogen malate) 350(i)
16. Natrium malat (Sodium malate) 350(ii)
17. Kalsium DL-malat (Calcium DL-malate) 352(ii)
18. Asam adipat dan garamnya (Adipic acid and its salts):
Asam adipat (Adipic acid) 355
Natrium adipat (Sodium adipates) 356
Kalium adipat (Potassium adipate) 357
19. Natrium karbonat (Sodium carbonate) 500(i)
20. Natrium hidrogen karbonat (Sodium hydrogen 500(ii)
carbonate)
21. Kalium karbonat (Potassium carbonate) 501(i)
22. Kalium hidrogen karbonat (Potassium hydrogen 501(ii)
carbonate)
23. Amonium karbonat (Ammonium carbonate) 503(i)
24. Amonium hidrogen karbonat (Ammonium hydrogen 503(ii)
carbonate)
25. Magnesium karbonat (Magnesium carbonate) 504(i)
26. Asam hidroklorida (Hydrochloric acid) 507
27. Natrium sulfat (Sodium sulphate) 514(i)
28. Kalium sulfat (Potassium sulphate) 515(i)
29. Kalsium sulfat (Calcium sulphate) 516
30. Natrium hidroksida (Sodium hydroxide) 524
31. Kalium hidroksida (Potassium hydroxide) 525
32. Kalsium hidroksida (Calcium hydroxide) 526

16
33. Magnesium hidroksida (Magnesium hydroxide) 528
34. Kalsium oksida (Calcium oxide) 529
35. Glukono delta lakton (Glucono delta lactone) 575
36. Kalsium glukonat (Calcium gluconate) 578

n. Pengawet (Preservative)
Pengawet (Preservative) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah
atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan
lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
No Jenis BTP Pengawet (Preservative) INS
1. Asam sorbat dan garamnya (Sorbic acid and its salts):
Asam sorbat (Sorbic acid) 200
Natrium sorbat (Sodium sorbate) 201
Kalium sorbat (Potassium sorbate) 202
Kalsium sorbat (Calcium sorbate) 203
2. Asam benzoat dan garamnya (Benzoic acid and its
salts):
Asam benzoat (Benzoic acid) 210
Natrium benzoat (Sodium benzoate) 211
Kalium benzoat (Potassium benzoate) 212
Kalsium benzoat (Calcium benzoate ) 213
3. Etil para-hidroksibenzoat (Ethyl para- hydroxybenzoate) 214
5. Metil para-hidroksibenzoat (Methyl para 218
hydroxybenzoate)
Kalium metabisulfit (Potassium metabisulphite) 224
Kalium sulfit (Potassium sulphite) 225
Kalsium bisulfit (Calcium bisulphite) 227
Kalium bisulfit (Potassium bisulphite) 228
6. Nisin (Nisin) 234
7 Nitrit (Nitrites):
Kalium nitrit (Potassium nitrite) 249

17
Natrium nitrit (Sodium nitrite) 250
8. Nitrat (Nitrates):
Natrium nitrat (Sodium nitrate) 251
Kalium nitrat (Potassium nitrate) 252
9. Asam propionat dan garamnya (Propionic acid and its
salts):
Asam propionat (Propionic acid) 280
Natrium propionate (Sodium propionate) 281
Kalsium propionate (Calcium propionate) 282
Kalium propionate (Potassium propionate) 283
10. Lisozim hidroklorida (Lysozyme hydrochloride) 1105

o. Pengembang (Raising Agent)


Pengembang adalah bahan tambahan pangan berupa senyawa tunggal
atau campuran untuk melepaskan gas sehingga meningkatkan volume
adonan.
No. Jenis BTP Pengembang (Raising agent) INS
1. Natrium karbonat (Sodium carbonate) 500(i)
2. Natrium hidrogen karbonat (Sodium hydrogen 500(ii)
carbonate)
3. Kalium hidrogen karbonat (Potassium hydrogen 501(ii)
carbonate)
4. Amonium karbonat (Ammonium carbonate) 503(i)
5. Amonium hidrogen karbonat (Ammonium hydrogen 503(ii)
carbonate)
6. Natrium aluminium fosfat (Sodium aluminium 541(i)
phosphates)
7. Glukono delta lakton (Glucono delta lactone) 575
8. Dekstrin (Dextrins) 1400
9. Pati asetat (Starch acetate) 1420

18
p. Pengemulsi (Emulsifier)
Pengemulsi (Emulsifier) adalah bahan tambahan pangan untuk
membantu terbentuknya campuran yang homogen dari dua atau lebih fase
yang tidak tercampur seperti minyak dan air.
No. Jenis BTP Pengemulsi (Emulsifier) INS
1. Kalsium karbonat (Calcium carbonate) 170(i)
2. Lesitin (Lecithins) 322(i)
3. Natrium laktat (Sodium lactate) 325
4. Kalsium laktat (Calcium lactate) 327
5. Natrium dihidrogen sitrat (Sodium dihydrogen citrate) 331(i)
6. Dinatrium monohidrogen sitrat (Disodium 331(ii)
monohydrogen citrate)
7. Trinatrium sitrat (Trisodium citrate) 331(iii)
8. Kalium dihidrogen sitrat (Potassium dihydrogen citrate) 332(i)
9. Trikalium sitrat (Tripotassium citrate) 332(ii)
10. Mononatrium fosfat (Monosodium orthophosphate) 339(i)
11. Dinatrium fosfat (Disodium orthophosphate) 339(ii)
12. Trinatrium fosfat (Trisodium orthophosphate) 339(iii)
13. Monokalium fosfat (Monopotassium orthophosphate) 340(i)
14. Dikalium fosfat (Dipotassium orthophosphate) 340(ii)
15. Trikalium fosfat (Tripotassium orthophosphate) 340(iii)
16. Asam alginat (Alginic acid) 400
17. Natrium alginat (Sodium alginate) 401
18. Kalium alginat (Potassium alginate) 402
19. Kalsium alginat (Calcium alginate) 404
20. Propilen glikol alginat (Propylene glycol alginate) 405
21. Agar-agar (Agar) 406
22. Karagen (Carrageenan) 407
23. Gom kacang lokus (Locust bean gum) 410
24. Gom guar (Guar gum) 412

19
25. Gom tragakan (Tragacanth gum) 413
26. Gom arab (Arabic gum) 414
27. Gom karaya (Karaya gum) 416
28. Gliserol (Glycerol) 422
29. . Gelatin (Edible gelatin) 428
30. Polisorbat (Polysorbates):
Polisorbat 20 (Polyoxyethylene (20) sorbitan 432
monolaurate)
Polisorbat 40 (Polyoxyethylene (20) sorbitan 434
monopalmitate)
Polisorbat 80 (Polyoxyethylene (20) sorbitan 433
monooleate)
Polisorbat 60 (Polyoxyethylene (20) sorbitan 435
monostearate)
Polisorbat 65 (Polyoxyethylene (20) sorbitan tristearate) 436
31. Pektin (Pectins) 440
32. Ester gliserol resin kayu (Glycerol ester of wood Rosin) 445 (iii)
33. Dinatrium difosfat (Disodium diphosphate) 450(i)
34. Trinatrium difosfat (Trisodium diphosphate) 450(ii)
35. Tetranatrium difosfat (Tetrasodium diphosphate) 450(iii)
36. Tetrakalium difosfat (Tetrapotassium diphosphate) 450(v)
37. Dikalsium difosfat (Dicalcium diphosphate) 450(vi)
38. Kalsium difosfat (Calcium Dihydrogen Diphosphate) 450(vii)
39. Natrium polifosfat (Sodium polyphosphate) 452(i)
40. Kalium polifosfat (Potassium polyphosphate) 452(ii)
41. Natrium kalsium polifosfat (Sodium calcium 452(iii)
polyphosphate)
42. Kalsium polifosfat (Calcium polyphosphates) 452(iv)
43. . Selulosa mikrokristalin (Microcrystalline cellulose) 460(i)
44. Selulosa bubuk (Powdered cellulose) 460(ii)
45. . Metil selulosa (Methyl cellulosa) 461

20
46. Hidroksipropil selulosa (Hydroxypropyl cellulose) 463
47. Hidroksipropil metil selulosa (Hydroxypropyl methyl 464
cellulose)
48. Etil metil selulosa (Methyl ethyl cellulose) 465
49. Natrium karboksimetil selulosa (Sodium carboxymethyl 466
cellulose)
50. Asam miristat, palmitat dan stearat dan garamnya 470(i)
(kalsium, kalium, dan natrium (Ca, K, Na)) (Myristic,
palmitic & stearic acids and their calcium, potassium
and sodium (Ca, K, Na) Salts)
51. Garam-garam dari asam oleat dengan kalsium, kalium 470(ii)
dan natrium (Ca, K, Na) (Salts of oleic acid with calcium,
potassium, and sodium (Ca, K, Na))
52. Mono dan digliserida asam lemak (Mono- and di- 471
glycerides of fatty acids)
53. Ester asam lemak dan asetat dari gliserol (Acetic and 472a
fatty acid esters of glycerol)
54. Ester asam lemak dan laktat dari gliserol (Lactic and 472b
fatty acid esters of glycerol)
55. Ester asam lemak dan sitrat dari gliserol (Citric and fatty 472c
acid esters of glycerol)
56. Ester asam lemak dan diasetiltartrat dari gliserol 472e
(Diacetyltaric and fattya acid esters of glycerol)
57. Ester sukrosa asam lemak (Sucrose esters of fatty 473
acids)
58. Ester poligliserol asam lemak (Polyglycerol esters of 475
fatty acids)
59. Ester poligliserol asam risinoleat terinteresterifikasi 476
(Polyglycerol esters of interesterified ricinoleic acid)
60. Ester propilen glikol asam lemak (Propylene glycol 477
esters of fatty acids)
61. Natrium stearoil-2-laktilat (Sodium stearoyl-2-lactylate) 481(i)

21
62. Ester sorbitan asam lemak (Sorbitan esters of fatty
acids):
Sorbitan monostearat (Sorbitan monostearat) 491
Sorbitan tristearat (Sorbitan tristearat) 492
63. Malam (Beeswax) 901
64. Lilin kandelila (Candelilla wax) 902
65. Polidekstrosa (Polydextroses) 1200
66. Pati modifikasi asam (Acid treated starch) 1401
67. Pati pucat (Bleached starch) 1403
68. Pati oksidasi (Oxidized starch) 1404
69. Pati modifikasi enzim (Enzymed treated starch) 1405
70. Monopati fosfat (Monostarch phosphate) 1410
71. Dipati fosfat (Distarch phosphate) 1412
72. Fosfat dipati fosfat (Phosphated distarch phosphates) 1413
73. Dipati fosfat terasetilasi (Acetylated distrarch
phosphate) 1414
74. Pati asetat (Starch acetate) 1420
75. Dipati adipat terasetilasi (Acetylated distarch adipate) 1422
76. Hidroksipropil pati (Hydroxypropyl starch) 1440
77. Hidroksipropil dipati fosfat (Hydroxypropyl distarch 1442
phosphate)
78. Pati natrium oktenilsuksinat (Starch sodium octenyl 1450
succinate)
79. Asetil pati oksidasi (Acetylated oxidized starch) 1451
80. Natrium kaseinat (Sodium caseinate) -

q. Pengental (Thickener)
Pengental (Thickener) adalah bahan tambahan pangan untuk
meningkatkan viskositas pangan.
No. Jenis BTP Pengental (Thickener) INS
1. Kalsium asetat (Calcium acetate) 263

22
2. Natrium laktat (Sodium lactate) 325
3. Kalsium laktat (Calcium lactate) 327
4. Asam alginat (Alginic acid) 400
5. Natrium alginat (Sodium alginate) 401
6. Kalium alginat (Potassium alginate) 402
7. Kalsium alginat (Calcium alginate) 404
8. Propilen glikol alginat (Propylene glycol alginate) 405
9. Agar-agar (Agar) 406
10. Karagen (Carrageenan) 407
11. Rumput laut eucheuma olahan (Processed eucheuma 407a
seaweed)
12. Gom kacang lokus (Locust bean gum) 410
13. Gom guar (Guar gum) 412
14. Gom tragakan (Tragacanth gum) 413
15. Gom arab (Arabic gum) 414
16. Gom xanthan (Xanthan gum) 415
17. Gom karaya (Karaya gum) 416
18. Gom tara (Tara gum) 417
19. Gom gelan (Gellan gum) 418
20. Gom gatti (Gum ghatti) 419
21. Gliserol (Glycerol) 422
22. Gelatin (Edible gelatin) 428
23. Pektin (Pectins) 440
24. Ester gliserol resin kayu (Glycerol ester of wood rosin) 445 (iii)
25. Alfa-Siklodekstrin (alpha-Cyclodextrin) 457
26. Gama-Siklodekstrin (gamma-Cyclodextrin) 458
27. Selulosa mikrokristalin (Microcrystalline cellulose) 460(i)
28. Selulosa bubuk (Powdered cellulose) 460(ii)
29. Metil selulosa (Methyl cellulose) 461
30. Etil selulosa (Ethyl cellulose) 462
31. Hidroksipropil selulosa (Hydroxypropyl cellulose) 463

23
32. Hidroksipropil metil selulosa (Hydroxypropyl methyl 464
cellulose)
33. Etil metil selulosa (Methyl ethyl cellulose) 465
34. Natrium karboksimetil selulosa (Sodium carboxymethyl 466
cellulose)
35. Natrium karboksimetil selulosa hidrolisa enzim (Sodium 469
carboxymethyl cellulose, enzymatically hydrolysed)
36 Mono dan digliserida asam lemak (Mono- and 471
diglycerides of fatty acids)
37. Kalium klorida (Potassium chloride) 508
38. Kalsium klorida (Calcium chloride) 509
39. Kalsium sulfat (Calcium sulphate) 516
40. Kalium hidroksida (Potassium hydroxide) 525
41. Bromelain (Bromelain) 1101(iii)
42. Polidekstrosa (Polydextroses) 1200
43. Dekstrin (Dextrins) 1400
44. Pati modifikasi asam (Acid treated starch) 1401
45. Pati modifikasi basa (Alkaline treated starch) 1402
46. Pati pucat (Bleached starch) 1403
47. Pati oksidasi (Oxidized starch) 1404
48. Pati modifikasi enzim (Enzymed treated starch) 1405
49. Monopati fosfat (Monostarch phosphate) 1410
50. Dipati fosfat (Distarch phosphate) 1412
51. Fosfat dipati fosfat (Phosphated distarch phosphates) 1413
52. Dipati fosfat terasetilasi (Acetylated distrarch phosphate) 1414
53. Pati asetat (Starch acetate) 1420
54. Dipati adipat terasetilasi (Acetylated distarch adipate) 1422
55. Hidroksipropil pati (Hydroxypropyl starch) 1440
56. Hidroksipropil dipati fosfat (Hydroxypropyl distarch 1442
phosphate)

24
57. . Pati natrium oktenilsuksinat (Starch sodium octenyl 1450
succinate)
58. Asetil pati oksidasi (Acetylated oxidized starch) 1451
59. Natrium kaseinat (Sodium caseinate) -

r. Pengeras (Firming Agent)


Pengeras (Firming Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
memperkeras, atau mempertahankan jaringan buah dan sayuran, atau
berinteraksi dengan bahan pembentuk gel untuk memperkuat gel.
No. Jenis BTP Pengeras (Firming Agent) INS
1. Kalsium laktat (Calcium lactate) 327
2. Trikalsium sitrat (Tricalcium citrate) 333(iii)
3. Kalium klorida (Potassium chloride) 508
4. Kalsium klorida (Calcium chloride) 509
5. Kalsium sulfat (Calcium sulphate) 516
6. Kalsium glukonat (Calcium gluconate) 578

s. Penguat rasa (Flavour enhancer)


Penguat Rasa (Flavour enhancer) adalah bahan tambahan pangan
untuk memperkuat atau memodifikasi rasa dan/atau aroma yang telah ada
dalam bahan pangan tanpa memberikan rasa dan/atau aroma baru.
No. Jenis BTP Penguat Rasa (Flavour Enhancer) INS
1. Asam L-glutamat dan garamnya (L-Glutamic acid and its
salts):
Asam L-glutamat (L-Glutamic acid) 620
Mononatrium L-glutamate (Monosodium L-glutamate) 621
Monokalium L-glutamate (Monopotassium L-glutamate) 622
2. Asam guanilat dan garamnya (Guanylic acid and its
salts):
Asam 5’-guanilat (5’-Guanylic acid) 626
Dinatrium 5’-guanilat (Disodium 5’- guanylate) 627

25
Dikalium 5’-guanilat (Dipotassium 5’- guanylate) 628
Kalsium 5’-guanilat (Calcium 5’- guanylate) 629
3. Asam inosinat dan garamnya (Inosinic acid and its salts):
Asam 5’- inosinat (5’-Inosinic acid) 630
Dinatrium 5’- inosinat (Disodium 5’- inosinate) 631
Dikalium 5’-inosinat (Dipotassium 5’- inosinate) 631
Kalsium 5’- inosinat (Calcium 5’- inosinate) 633
4. Garam-garam dari 5’- ribonukleotida (Salts of 5’ –
ribonucleotides):
Kalsium 5’- ribonukleotida (Calcium 5’- ribonucleotides) 634
Dinatrium 5’- ribonukleotida (Disodium 5’- 635
ribonucleotides)

t. Peningkat volume (Bulking Agent) Peningkat Volume (Bulking Agent)


adalah bahan tambahan pangan untuk meningkatkan volume pangan.
No. Jenis BTP Peningkat volume (Bulking agent) INS
1. Natrium laktat (Sodium lactate) 325
2. Asam alginat (Alginic acid) 400
3. Natrium alginat (Sodium alginate) 401
4. Propilen glikol alginat (Propylene glycol alginate) 405
5. Agar-agar (Agar) 406
6. Karagen (Carrageenan) 407
7. Gom guar (Guar gum) 412
8. Gom tragakan (Tragacanth gum) 413
9. Gom arab (Arabic gum) 414
10. Gom karaya (Karaya gum) 416
11. Ester gliserol resin kayu (Glycerol ester of wood Rosin) 445 (iii)
12. Selulosa mikrokristalin (Microcrystalline cellulose) 460(i)
13. Selulosa bubuk (Powdered cellulose) 460(ii)
14. Metil selulosa (Methyl cellulose) 461

26
15. Etil selulosa (Ethyl cellulose) 462
16. Hidroksipropil metil selulosa (Hydroxypropyl methyl 464
cellulose)
17. Natrium karboksimetil selulosa (Sodium carboxymethyl 466
cellulose)
18. Mono dan digliserida asam lemak (Mono- and 471
diglycerides of fatty acids)
19. Kalsium sulfat (Calcium sulphate) 516
20. Polidekstrosa (Polydextroses) 1200
21. Pati modifikasi asam (Acid treated starch) 1401
22. Pati modifikasi basa (Alkaline treated starch) 1402
23. Pati pucat (Bleached starch) 1403
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.

Menurut Depkes RI (1988) Selain itu ada juga beberapa bahan tambahan
pangan yang dapat digunakan dalam makanan antara lain:
a. Enzim, bahan tambahan pangan yang berasal dari hewan, tanaman atau
jasad renik yang dapat menguraikan makanan secara enzimatik. Biasa
untuk mengatur proses fermentasi makanan. Contoh: amilase dari
aspergillus niger untuk tepung gandum dan rennet dalam pembuatan
keju.
b. Penambahan gizi, bahan tambahan pangan berupa asam amino, mineral
atau vitamin, baik tunggal maupun campuran yang dapat memperbaiki

27
atau memperkaya gizi makanan. Contoh: asam askorbat, feri fosfat,
inositol, tokoferol, vitamin A, B12 dan vitamin D.
c. Humektan, bahan tambahan pangan yang dapat menyerap lembab
sehingga dapat mempertahankan kadar air dalam makanan. Contoh:
gliserol untuk keju, es krim dan sejenisnya dan triaseti untuk adonan kue.
d. Antibusa, bahan tambahan pangan yang dapat menghilangkan busa
yang dapat timbul karena pengocokan atau pemasakan. Contoh: dimetil
polisiloksan pada jeli, minyak dan lemak, sari buah dan buah nanas
kalengan, silikon dioksida amorf pada minyak dan lemak.

2.3.5. Bahan Tambahan Pangan yang tidak diizinkan


Menurut Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 Bahan
Tambahan Pangan yang tidak diizinkan atau dilarang digunakan dalam
makanan yaitu :
a. Natrium tetraborat (boraks)
b. Formalin (formaldehyd)
c. Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)
d. Kloramfenikol (chloramphenicol)
e. Kalium klorat (potassium chlorate)
f. Dietilpirokarbonat (diethylepirokarbonate DEPC)
g. Nitrofurazon (nitrofurazone)
h. P-Phenetilkarbamida (p-phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl
urea)
i. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid andm its salt)
j. Rhodamin B (pewarna merah)
k. Methanil yellow (pewarna kuning)
l. Dulsin (pemanis sintesis)
m. Potasium bromat (pengeras).

2.4. Zat Pengawet


Zat pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat
mencegah atau menghambat tumbuhnya bakteri, sehingga tidak terjadi

28
fermentasi (pembusukan), pengasaman atau penguraian makanan karena
aktivitas jasad-jasad renik (bakteri) (Fardiaz, 2007). Pengertian bahan
pengawet sangat bervariasi tergantung dari Negara yang membuat batasan
pengertian tentang bahan pengawet. Meskipun demikian, penggunaan
bahan pengawet memiliki tujuan yang sama, yaitu mempertahankan
kualitas dan memperpanjang masa simpan bahan pangan (Cahyadi, 2008).
Menurut Rohman dan Sumantri (2007), Zat pengawet terdiri dari
senyawa organik dan senyawa anorganik dalam bentuk asam dan
garamnya, yaitu :
a. Pengawet Organik, yang lebih banyak dipakai dari pada zat pengawet
anorganik karena pengawet organik lebih mudah dibuat dan dapat
terdegradasi sehingga mudah diekskresikan. Bahan pengawet organik
yang sering digunakan adalah: asam sorbat, asam propianat, dan asam
benzoat.
b. Pengawet Anorganik, yang masih sering dipakai dalam bahan makanan
adalah: nitrit, nitrat dan sulfit.
Menurut Fardiaz (2007), Alasan produsen menggunakan bahan
pengawet adalah :
a. Kebutuhan teknis, dewasa ini banyak perubahan yang terjadi, misalnya
pengawet pada mentega, banyak digunakan asam sitrat dan vitamin E
dari pada Butilhidroksi anisol (BHA) atau butilhidroksi toluen (BHT)
b. Memperpanjang masa simpan, hal ini merupakan masalah yang sukar.
Produsen dan konsumen sama-sama berkepentingan, artinya konsumen
menginginkan produk lebih awet supaya tidak belanja setiap hari dan
produsen pun ingin makanan cukup waktu untuk pendisribusian dan
penjualannya.
c. Melengkapi teknik pengawetan, adanya pengawet membuat warna tetap
selama masa distribusi. Teknik pengawetan misalnya dengan
pemanasan menjadi lebih sempurna. Artinya untuk mengawetkan suatu
bahan tidak diperlukan suhu yang terlalu tinggi lagi.
d. Mengganti kehilangan antioksidan dan pengawet alami secara proses,
pengawet juga berfungsi untuk menambah antioksidan yang ada pada

29
bahan makanan secara alami dan oleh karena perlakuan pada
prosesnya menjadi hilang atau berkurang.
e. Menanggulangi masalah higienis, segi higienis dalam pabrik, jauh dari
memadai. Bahan pengawet dapat membantu membuat makanan tidak
cepat rusak, akibat sanitasi pabrik yang kurang baik.
f. Kebutuhan ekonomi, bahan pengawet yang digunakan adalah sangat
sedikit. Tetapi untungnya sangat besar karena makanan menjadi awet
dan dapat disimpan dalam waktu lama. Bahan pengawet umumnya
digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah
rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses
fermentasi, pengasaman atau penguraian yang disebabkan oleh
mikroba. Akan tetapi tidak jarang produsen menggunakannya pada
pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa
simpan atau memperbaiki tekstur (Syah, 2005).
Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena
dengan bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan
mikroba, baik bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau
gangguan kesehatan lainnya maupun mikrobial non patogen yang dapat
menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan. Namun
dari sisi lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang
merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang
dikonsumsi. Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur
dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi
pemakainya, baik yang bersifat langsung, misalnya keracunan; maupun
yang bersifat tidak langsung atau kumulatif, misalnya apabila bahan
pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik (Cahyadi, 2008).

2.5. Boraks
Boraks adalah senyawa dengan nama kimia natrium tetraborat
(Na2B4O7). berbentuk padat, jika terlarut dalam air akan menjadi natrium
hidroksida dan asam borat (H3BO3). Dengan demikian bahaya boraks
identik dengan bahaya asam borat (Khamid, 1993). Boraks merupakan anti

30
septik dan pembunuh kuman. Bahan ini banyak digunakan sebagai bahan
anti jamur, pengawet kayu, dan antiseptik pada kosmetik (Svehla, G).
Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya
yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan (Syah,
2005).
Efek boraks yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki
tekstur makanan. Contohnya bila boraks diberikan pada bakso dan lontong
akan membuat bakso/lontong tersebut sangat kenyal dan tahan lama.
Tetapi, makanan yang telah diberi boraks dengan yang tidak atau yang
masih alami, sulit untuk dibedakan jika hanya dengan panca indera, namun
harus dilakukan uji khusus boraks di Laboratorium (Depkes RI, 2002).
Senyawa-senyawa asam borat mempunyai sifat-sifat kimia sebagai
berikut : jarak lebur sekitar 171⁰C. Larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian
air mendidih, 5 bagian gliserol 85%, dan tidak larut dalam eter. Kelarutan
dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau
asam tartrat. Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu
molekul airnya pada suhu 100⁰C yang secara perlahan berubah menjad
asam metaborat (HBO2). Asam borat merupakan asam lemah dengan
garam alkalinya bersifat basa, mempunyai bobot molekul 61,83 berbentuk
serbuk halus kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak
berbau serta agak manis (Khamid, 2006).
O O O O O
B B B B

O O

Na Na

Gambar. Struktur kimia Boraks


Sumber : Wardayati (2012)

Menurut Riandini, (2008) karekteristik boraks antara lain:


a) Warna adalah jelas bersih
b) Kilau seperti kaca

31
c) Kristal ketransparanan adalah transparan ke tembus cahaya
d) Sistem hablur adalah monoklin
e) Perpecahan sempurna di satu arah
f) Warna lapisan putih
g) Mineral yang sejenis adalah kalsit, halit, hanksite, colemanite, ulexite dan
garam asam borat yang lain.
h) Karakteristik yang lain: suatu rasa manis yang bersifat alkali.

2.5.1. Kegunaan Boraks


Boraks bisa didapatkan dalam bentuk padat atau cair (natrium
hidroksida atau asam borat). Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat
antiseptik dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat,
misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan obat
pencuci mata. Selain itu boraks juga digunakan sebagai bahan solder,
pembuatan gelas, bahan pembersih/pelicin porselin, pengawet kayu dan
antiseptik kayu (Aminah dan Himawan, 2009).

2.5.2. Pengawet Boraks pada Makanan


Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan
sebagai pengawet makanan. Selain sebagai pengawet, bahan ini berfungsi
pula mengenyalkan makanan. Makanan yang sering ditambahkan boraks
diantaranya adalah bakso, lontong, mie, kerupuk, dan berbagai makanan
tradisional seperti “lempeng” dan “alen-alen”. Di masyarakat daerah
tertentu boraks juga dikenal dengan sebutan garam ”bleng”, ”bleng” atau
”pijer” dan sering digunakan untuk mengawetkan nasi untuk dibuat
makanan yang sering disebut legendar atau gendar (Yuliarti, 2007).
Bakso yang menggunakan boraks memiliki kekenyalan khas yang
berbeda dari kekenyalan bakso yang menggunakan banyak daging.
Kerupuk yang mengandung boraks kalau digoreng akan mengembang dan
empuk, teksturnya bagus dan renyah. Ikan basah yang tidak rusak sampai
3 hari pada suhu kamar, insang berwarna merah tua dan tidak cemerlang,
dan memiliki bau menyengat khas formalin. Tahu yang berbentuk bagus,

32
kenyal, tidak mudah hancur, awet hingga lebih dari 3 hari, bahkan lebih dari
15 hari pada suhu lemari es, dan berbau menyengat khas formalin. Mie
basah biasanya lebih awet sampai 2 hari pada suhu kamar (25⁰C), berbau
menyengat, kenyal, tidak lengket dan agak mengkilap (Yuliarti, 2007).

2.5.3 Dampak Boraks terhadap Kesehatan


Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap
organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh.
Karena kadar tertinggi tercapai pada waktu diekskresi maka ginjal
merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan dengan organ
yang lain. Dosis tertinggi yaitu 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan
5 gr/kg berat badan anak-anak akan menyebabkan keracunan bahkan
kematian. Sedangkan dosis terendah yaitu dibawah 10-20 gr/kg berat
badan orang dewasa dan kurang dari 5 gr/kg berat badan anak-anak
(Saparinto dan Hidayati, 2006).
Sering mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan
gangguan otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks
menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang
sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah
turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian (Widyaningsih dan
Murtini, 2006). Keracunan kronis dapat disebabkan oleh absorpsi dalam
waktu lama. Akibat yang timbul diantaranya anoreksia, berat badan turun,
muntah, diare, ruam kulit, alposia, anemia dan konvulsi. Penggunaan
boraks apabila dikonsumsi secara terus-menerus dapat mengganggu gerak
pencernaan usus, kelainan pada susunan saraf, depresi dan kekacauan
mental. Dalam jumlah serta dosis tertentu, boraks bisa mengakibatkan
degradasi mental, serta rusaknya saluran pencernaan, ginjal, hati dan kulit
karena boraks cepat diabsorbsi oleh saluran pernapasan dan pencernaan,
kulit yang luka atau membran mukosa (Saparinto dan Hidayati, 2006).
Menurut Saparinto dan Hidayati (2006), Gejala awal keracunan
boraks bisa berlangsung beberapa jam hingga seminggu setelah
mengonsumsi atau kontak dalam dosis toksis. Gejala klinis keracunan
boraks biasanya ditandai dengan hal-hal berikut :

33
a. Sakit perut sebelah atas, muntah dan mencret
b. Sakit kepala, gelisah
c. Penyakit kulit berat
d. Muka pucat dan kadang-kadang kulit kebiruan
e. Sesak nafas dan kegagalan sirkulasi darah
f. Hilangnya cairan dalam tubuh
g. Degenerasi lemak hati dan ginjal
h. Otot-otot muka dan anggota badan bergetar diikuti dengan kejang-kejang
i. Kadang-kadang tidak kencing dan sakit kuning
j. Tidak memiliki nafsu makan, diare ringan dan sakit kepala
k. Kematian

2.6. Bakso
Bakso didefinisikan sebagai daging yang dihaluskan, dicampur
dengan tepung pati, lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar
kelereng atau lebih besar dan dimasukkan ke dalam air panas jika ingin
dikonsumsi. Untuk membuat adonan bakso, potong-potong kecil daging,
kemudian cincang halus dengan menggunakan pisau tajam atau blender.
Setelah itu daging diuleni dengan es batu atau air es (10-15% berat daging)
dan garam serta bumbu lainnya sampai menjadi adonan yang kalis dan
plastis sehingga mudah dibentuk. Sedikit demi sedikit ditambahkan tepung
kanji agar adonan lebih mengikat. Penambahan tepung kanji cukup 15-
20% berat daging (Ngadiwaluyo dan Suharjito, 2003 ; Wibowo, 2000).
Pembentukan adonan menjadi bola-bola bakso dapat dilakukan
dengan menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso.
Jika memakai tangan, caraya gampang saja; adonan diambil dengan
sendok makan lalu diputar-putar dengan tangan sehingga terbentuk bola
bakso. Bagi orang yang telah mahir, untuk membuat bola bakso ini cukup
dengan mengambil segenggam adonan lalu diremasremas dan ditekan ke
arah ibu jari. Adonan yang keluar dari ibu jari dan telunjuk membentuk
bulatan lalu diambil dengan sendok kemudian direbus dalam air mendidih
selama ± 3 menit kemudian diangkat dan ditiriska (Wibowo, 2000).

34
Dalam penyajiannya, bakso umumnya disajikan panas-panas
dengan kuah kaldu sapi bening, dicampur mi, bihun, taoge, tahu, terkadang
telur, ditaburi bawang goreng dan seledri. Bakso sangat populer dan dapat
ditemukan di seluruh Indonesia; dari gerobak pedagang kaki lima hingga
restoran. Berbagai jenis bakso sekarang banyak di tawarkan dalam bentuk
makanan beku yang dijual di pasar swalayan dan mall-mall. Irisan bakso
dapat juga dijadikan pelengkap jenis makanan lain seperti mi goreng, nasi
goreng, atau cap cai (Wibowo, 2000).

2.7. Uji Kandungan Boraks pada Makanan


Ada berbagai metode yang dapat digunakan untuk menguji
kandungan boraks pada makanan. Uji tersebut dikelompokkan menjadi 2
macam yaitu uji kandungan boraks secara kualitatif dan uji kandungan
boraks secara kuantitatif. Uji kandungan boraks secara kualitatif hanya
mampu menunjukkan apakah suatu bahan makanan mengandung boraks
atau tidak tanpa mampu menunjukkan seberapa banyak kandungan boraks
di dalamnya. Uji secara kuantitatif selain dapat menujukkan apakah suatu
makanan mengandung boraks atau tidak juga menunjukkan berapa besar
kandungan boraks tersebut (Rohman dan Sumantri, 2007).

2.7.1 Uji Kandungan Boraks Secara Kualitatif


a. Metode Sentrifugasi
Pada metode uji kandungan boraks secara sentrifugasi ini bahan
makanan yang akan di uji dicampur dengan air panas kemudian diblender
halus dan dimasukkan dalam sentrigugasi (diputar selama 2 menit dengan
kecepatan 3000 rpm) sehingga diperoleh supernatan. Untuk mengetahui
apakah bahan makanan yang diuji tadi mengandung boraks atau tidak,
langkah selanjutnya supernatan yang terbentuk dapat diuji dengan 2 cara
yaitu:

35
1) Supernatan dipanaskan di atas penangas air, ditambahkan H2SO4 pekat
dan etanol, apabila dibakar nyala api berwarna hijau maka bahan
makanan tersebut mangndung boraks.
2) Supernatan ditambahkan beberapa tetes HCl 5 N kemudian disaring.
Hasil saringan ditambahkan 4 tetes Asam Oksalat jenuh dan 1 ml
kurkumin 1% yang terlarut dalam metanol. Setelah itu, diuapkan diatas
penangas air kemudian residunya ditambahkan uap amonia. Apabila
uap berwarna hijau tua kehitaman maka dapat dipastikan makanan yang
diuji mengandung boraks (Rohman dan Sumantri, 2007).
Kedua cara pengujian diatas mempunyai sifat yang sama yaitu
hanya membuktikan apakah bahan makanan yang diuji mengandung
boraks atau tidak dan tidak bisa menentukan seberapa banyak kandungan
boraks yang terkandung didalamnya. Dalam upaya pembuktiannya peneliti
boleh memilih salah satu diantara kedua uji tersebut atau dalam kata lain
tidak harus dilakukan kedua-duanya (Rohman dan Sumantri, 2007).
b. Metode Pengabuan
Metode uji boraks dengan pengabuan ini mempunyai langkah kerja
yang mirip dengan metode sentrifugasi. Perbedaannya hanya terletak pada
langkah awalnya. Pada metode pengabuan ini bahan makanan yang akan
diuji ditambahkan garam dapur dulu kemudian dikeringkan di dalam oven
hingga menjadi abu. Abu yang terbentuk inilah yang akan berlanjut pada
proses selanjutnya. Proses selanjutnya dibedakan menjadi 2 yaitu:
1) Supernatan dipanaskan di atas penangas air, ditambahkan H2SO4 pekat
dan etanol, apabila dibakar nyala api berwarna hijau maka bahan
makanan tersebut mangandung boraks.
2) Supernatan ditambahkan beberapa tetes HCl 5 N kemudian disaring.
Hasil saringan ditambahkan 4 tetes Asam Oksalat jenuh dan 1 ml
kurkumin 1% yang terlarut dalam metanol. Setelah itu, diuapkan diatas
penangas air kemudian residunya ditambahkan uap amonia. Apabila
uap berwarna hijau tua kehitaman maka dapat dipastikan makanan yang
diuji mengandung boraks.

36
Metode pengabuan ini juga hanya sekedar menunjukkan bahwa
bahan makanan yang diuji mengandung boraks atau tidak. Sedangkan
berapa banyak boraks yang ada di bahan makanan tersebut tidak bisa
diketahui dengan metode ini (Rohman dan Sumantri, 2007).
c. Metode Easy Test Boraks
Metode easy test boraks merupakan cara uji kandungan boraks
secara kualitatif pada makanan yang mempunyai prosedur paling
sederhana. Alat uji yang digunakan adalah Tes Kit Boraks. Test Kit Boraks
(Boraks) dalam makanan adalah alat uji cepat kualitatif untuk mendeteksi
kandungan boraks dalam makanan dalam waktu 10 menit dengan batas
sensitivitas deteksi 100 mg/Kg (100 ppm).
Adapun cara kerjanya adalah sebagai berikut: 1) diambil 5 gr bakso
yang akan diamati 2) dilumatkan bakso tersebut pada cawan porselin 3)
diambil bakso yang sudah dilumatkan lalu dimasukkan beaker glass 4)
ditambahkan reagen test kit boraks EASY TES sebanyak 10 tetes 5)
ditambahkan air mendidih 5 ml, aduk sampai padatan bakso dapat
bercampur rata dengan cairan sampai menyerupai bubur 6) dibiarkan
dingin, lalu diambil kertas uji dan dicelupkan kertas uji dengan campuran
tersebut, jika kertas uji yang semula berwarna kuning berubah menjadi
merah bata maka bakso tersebut positif mengandung boraks dan jika warna
kertas uji tetap maka bakso tersebut negatif kadungan boraksnya (Rohman
dan Sumantri, 2007).

d. Metode UJi Kertas Tumerik


Kertas tumerik adalah kertas saring yang dicelupkan ke dalam
larutan tumerik (kunyit) yang digunakan untuk mengidentifikasi asam borat.
Uji warna kertas kunyit pada pengujian boraks yaitu dengan cara membuat
kertas tumerik terlebih dahulu, yaitu : dipotong beberapa kunyit, Kemudian
ditumbuk dan disaring sehingga dihasilkan cairan kunyit berwarna kuning.
Kemudian dicelupkan kertas saring ke dalam cairan kunyit dan dikeringkan.
Hasil dari proses ini disebut kertas tumerik.

37
Selanjutnya, dibuat kertas yang berfungsi sebagai control positif
dengan memasukan 1 sendok teh boraks kedalam gelas yang berisi air dan
aduk larutan boraks. diteteskan pada kertas tumerik yang sudah disiapkan.
Lalu dimati perubahan warna pada kertas tumerik. Warna yang dihasilkan
tersebut akan digunakan sebagai control positif. dilumatkan bahan yang
akan diuji dan beri sedikit air. diteteskan air larutan dari bahan makanan
yang diuji tersebut pada kertas tumerik. Apabila warnanya sama dengan
pada kertas tumerik control positif, maka bahan makanan tersebut
mengandung boraks. Dan jika diberi uap ammonia berubah menjadi hijau-
biru yang gelap maka sampel tersebut positif mengandung boraks
(Roth,1988).

2.7.2 Uji Kandungan Boraks Secara Kuantitatif


a. Metode Titrimetri
Metode titrimetri merupakan metode yang rumit dalam menguji
kandungan boraks dalam makanan. Namun, dengan metode ini tidak
hanya diketahui apakah makanan yang diuji positif mengandung boraks
atau tidak, tetapi juga bisa dikethui seberapa banyak boraks yang
terkandung di dalam makanan tersebut (Rohman dan Sumantri, 2007).
Adapun tahapan yang dilalui pada saat melakukan uji kandungan
boraks pada makanan sebagaimana digambarkan pada gambar dibawa ini
:

SAMPEL MAKANAN
TAHAP 1
ABU
TAHAP 2
LARUTAN A
TAHAP 3
LARUTAN A SAMPAI ± 60 ml
TAHAP 4
ABU
TAHAP 5
LARUTAN B
TAHAP 6
6666665
556HHH 38
66
LARUTAN C
TAHAP 7
LARUTAN D
TAHAP 8
LARUTAN E
TAHAP 9
KADAR BORAKS

Keterangan:
a. Tahap 1 : 10 gram sampel yang diuji dihaluskan kemudian ditambahkan
NaOH 10%, dipanaskan diatas pemanas air sampai kering, setelah itu
ditanur pada suhu 600⁰C selama 6 jam sampai menjadi abu
b. Tahap 2 : Abu yang terbentuk pada tahap 1 ditambahkan 20 ml aquadest
panas, HCl hingga bersifat asam dan disaring ke dalam erlenmeyer
sehingga dihasilkan larutan A.
c. Tahap 3: Larutan A dibilas dengan kertas saring kemudian ditambakan
aquadest panas hingga ± 60 ml
d. Tahap 4: Kertas saring yang digunakan dalam tahap 3 dipindahkan
dalam cawan porselin, dtambahkan air kapur hingga ± 80 m, kemudian
diuapkan diatas penangas air sampai kering dan terakhir dimasukkan
dalam tungku pengabuan sampai menjadi abu.
e. Tahap 5: Abu yang terbentuk pada tahap 5 ditambahkan HCl dengan
perbandingan 1:3 sehingga terbentuk larutan B
f. Tahap 6: Larutan B dimasukkan ke larutan A sehingga membentuk larutan
C
g. Tahap 7: Larutan C ditambahkan 0,5 gram CaCl2, fenoflftalein, NaOH
10% hingga berwarna merah muda, air kapur sampai 100 ml dan disaring
untuk diambil filtratnya sebanya 50 ml sehingga terbentuk larutan D
h. Tahap 8: Larutan D ditambahkan H2SO4 1N sampai warna meraH muda
hilang, metil orange, H2SO4 1N hingga warna kuning berubah jadi merah
muda kemudiaan didihkan sehingga terbentuk larutan E

39
i. Tahap 9 : Larutan E ditetesi dengan NaOH 0,2 N samapai berwarna
kuning, ditambahkan juga beberapa tetes glyerin dan fenolftalein,
kemudian titrasi NaOH 0,2 N samapai berwarna merah muda dan
terakhir ditambahkan glyerin terus menerus sampai warna merah muda
yang tetap jika dititrasi kembali kemudian kadar boraks bisa diketahui
(Rohman dan Sumantri, 2007).

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium terpadu Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Kristen Indonesia
Tomohon, waktu penelitian dilakukan selama bulan November 2018.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

40
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan porselin,
mortir, sendok, batang pengaduk, beaker glass, neraca teknis, kertas
saring. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakso, reagen
test kit boraks EASY TES ( terdiri dari reagent, kontrol dan kertas uji ),
Kunyit, aquades, boraks.

3.3. Metode Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode diskriptif.
Metode diskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran
mengenai suatu kejadian dan bertujuan mengumpulkan data semata
(Nazir, 2003). Berdasarkan waktu pelaksanannya, desain studi yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara mengobservasi dan
membeli sampel pada penjual bakso. tiap subyek penelitian hanya
diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap variabel subyek
pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subyek
penelitian diamati pada waktu yang sama. Pada penelitian ini penulis ingin
mengambarkan bagaimana kandungan boraks pada bakso yang dijual oleh
pedagang yang memiliki warung permanen di Kota Tomohon melalui uji
laboratorium. Untuk data penunjang dengan menggunakan daftar check
list.

3.4. Populasi dan Sampel


Populasi merupakan keseluruhan unit atau individu dalam ruang
lingkup yang ingin diteliti (Sugiarto, 2003). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh warung bakso di Kota Tomohon. Sedangkan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa penjual bakso yang
memiliki tempat permanen maupun penjual bakso yang menggunakan
roda-roda atau gerobak.

3.5. Prosedur Pengambilan Sampel


Bakso dibeli dari pedagang bakso. Dimasukkan dalam kantong
plastik. Dibawa ke laboratorium. Dilakukan prosedur uji boraks.

41
3.6. Variabel dan Definisi Operasional
Menurut Putra (2009), Untuk mengetahui kandungan boraks pada
bakso berdasarkan ciri-crinya yaitu sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Fisik
1. Diduga mengandung boraks :
a. Lebih kenyal
b. Bila digigit sedikit keras
c. Tahan lama atau awet selama 3 hari Warnanya tampak lebih putih.
Bakso yang aman berwarna abu-abu segar merata disemua bagian.
d. Bau terasa tidak alami, ada bau lain yang muncul.

2. Diduga tidak mengandung boraks :


a. Tidak begitu kenyal
b. Tidak tahan lama
c. Warnanya tampak kecoklatan
d. Bau alami.

b. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mengetahui adanya kandungan boraks pada bakso, diuji
dengan reagen test kit boraks EASY test kit boraks, Jika hasil tes
berwarna merah bata pada kertas uji berarti ada kandungan boraks pada
bakso.

3.7. Prosedur Uji Boraks


3.7.1. Metode Easy Test Boraks
Ditimbang 5 gr bakso masing-masing sampel yang akan diteliti.
dilumatkan bakso tersebut pada cawan porselin. diambil bakso yang sudah
dilumatkan lalu dimasukkan ke dalam beaker glass. ditambahkan reagen
test kit boraks sebanyak 10 tetes. ditambahkan air mendidih 5 ml, diaduk
sampai padatan bakso dapat bercampur rata dengan cairan sampai
menyerupai bubur (aduk selama 1 menit). dibiarkan dingin, lalu diambil

42
kertas uji dan dicelupkan kertas uji dengan campuran tersebut, jika kertas
uji yang semula berwarna kuning berubah menjadi merah bata maka bakso
tersebut positif mengandung boraks dan jika warna kertas uji tetap maka
bakso tersebut negatif kadungan boraksnya (Rohman dan Sumantri, 2007).

3.7.2. Metode Uji Kertas Tumerik


Kertas tumerik adalah kertas saring yang dicelupkan ke dalam
larutan tumerik (kunyit) yang digunakan untuk mengidentifikasi asam borat.
Uji warna kertas kunyit pada pengujian boraks yaitu dengan cara membuat
kertas tumerik terlebih dahulu, yaitu : dipotong beberapa kunyit, Kemudian
ditumbuk dan disaring sehingga dihasilkan cairan kunyit berwarna kuning.
Kemudian dicelupkan kertas saring ke dalam cairan kunyit dan dikeringkan.
Hasil dari proses ini disebut kertas tumerik.
Selanjutnya, dibuat kertas yang berfungsi sebagai control positif
dengan memasukan 1 sendok teh boraks kedalam gelas yang berisi air dan
aduk larutan boraks. Teteskan pada kertas tumerik yang sudah disiapkan.
Amati perubahan warna pada kertas tumerik. Warna yang dihasilkan
tersebut akan digunakan sebagai control positif. Lumatkan bahan yang
akan diuji dan beri sedikit air. Teteskan air larutan dari bahan makanan
yang diuji tersebut pada kertas tumerik. Apabila warnanya sama dengan
pada kertas tumerik control positif, maka bahan makanan tersebut
mengandung boraks. Dan jika diberi uap ammonia berubah menjadi hijau-
biru yang gelap maka sampel tersebut positif mengandung boraks.
(Roth,1988).
3.8. Analisi Data
Data yang diperoleh dari hasil uji laboratorium kemudian diolah
ditabulasikan dan didiskripsikan dengan jelas.

43
44

Anda mungkin juga menyukai