Disusun oleh:
Kelompok 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang masih memberikan
kami kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul
“Bahan Tambahan Pangan (BTP)”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Teknologi Pangan.
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah
pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Bahan Tambahan Pangan (BTP)?
2. Apa tujuan Bahan Tambahan Pangan (BTP)?
3. Apa saja jenis dan fungsi Bahan Tambahan Pangan (BTP)?
4. Apa saja bahan terlarang pada Tambahan Pangan (BTP)?
5. Apa saja keunggulan dan kerugian Tambahan Pangan (BTP)?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Bahan Tambahan Pangan (BTP)
2. Untuk mengetahui tujuan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
3. Untuk mengetahui jenis dan fungsi Tambahan Pangan (BTP)
4. Untuk mengetahui bahan terlarang pada Tambahan Pangan (BTP)
5. Untuk mengetahui keunggulan dan kerugian Tambahan Pangan (BTP)
D. Manfaat
● Menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai Bahan Tambahan Pangan
(BTP)
● Menjadi acuan dalam penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) sehari-hari
● Meningkatkan kesadaran produsen dalam menggunakan Bahan Tambahan
Pangan (BTP) dengan bijak sesuai peraturan yang telah ditetapkan
BAB II
PEMBAHASAN
4 Dulsin (Dulcin)
5 Formalin (Formaldehyde)
8 Kloramfenikol (Chloramphenicol)
10 Nitrofurazon (Nitrofurazone)
11 Dulkamara
12 Kokain (Cocaine)
13 Nitrobenzen (Nitrobenzene)
15 Dihidrosafrol (Dihydrosafrole)
Potensi risiko yang dapat ditimbulkan dari masing-masing bahan berbahaya tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Boraks
Boraks (Na2B4O7.10H2O) dan asam borat (H3BO3) berupa serbuk kristal
putih, tidak berbau dan larut dalam air. Boraks digunakan untuk deterjen, mengurangi
kesadahan, dan antiseptik lemah. Boraks sangat beracun dan dilarang digunakan
untuk pangan. Boraks banyak disalahgunakan untuk ditambahkan pada makanan
misalnya pada mie, kerupuk, makanan ringan, bakso, lontong, makaroni dengan
tujuan memperbaiki warna, tekstur dan flavor. Hasil pengujian beberapa sampel
produk pangan yang dikirimkan oleh beberapa Balai POM menunjukkan secara
persentase, jenis pangan yang paling banyak mengandung boraks adalah mie basah
(31%) diikuti bakso (22%), makanan ringan (13%) dan kerupuk (12%).
Boraks adalah beracun terhadap semua sel. Bila tertelan senyawa ini dapat
menyebabkan efek negatif pada susunan saraf pusat, ginjal dan hati. Ginjal
merupakan organ yang paling mengalami kerusakan dibandingkan dengan organ lain.
Dosis fatal untuk dewasa berkisar antara 15-20 g dan untuk anak-anak 3-6 g. Bila
tertelan, dapat menimbulkan gejala-gejala yang tertunda meliputi badan terasa tidak
nyaman (malaise), mual, nyeri hebat pada perut bagian atas (epigastrik), pendarahan
gastroenteritis disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan rasa sakit
kepala.
b. Formalin (larutan formaldehid)
Formalin adalah larutan 30-50% gas formaldehid (CH2O) yang sering
dipakai dalam pengawetan mayat, desinfektan, antiseptik serta digunakan dalam
industri plastik, anti busa, kertas, karpet, tekstil, bahan konstruksi, cat dan mebel
.Walaupun dilarang, formalin banyak disalahgunakan untuk pengawet pangan seperti
untuk pengawetan ikan, tahu, mie dan bakso. Paparan formaldehid melalui saluran
pencernaan dapat mengakibatkan luka korosif terhadap selaput lendir saluran
pencernaan disertai mual, muntah, rasa perih yang hebat dan perforasi lambung. Efek
sistemik dapat berupa depresi susunan saraf pusat, koma, kejang, albuminuria,
terdapatnya sel darah merah di urine (hematuria) dan asidosis metabolik. Dosis fatal
formalin melalui saluran pencernaan pernah dilaporkan sebesar 30 ml. Formaldehid
dapat mematikan sisi aktif dari protein- protein vital dalam tubuh, maka
molekul-molekul itu akan kehilangan fungsi dalam metabolisme. Akibatnya fungsi
sel akan terhenti.
Pada dasarnya, formaldehid dalam jaringan tubuh sebagian besar akan
dimetabolisir kurang dari 2 menit oleh enzim formaldehid dehidrogenase menjadi
asam format yang kemudian diekskresikan tubuh melalui urin dan sebagian diubah
menjadi CO2 yang dibuang melalui nafas. Fraksi formaldehid yang tidak mengalami
metabolisme akan terikat secara stabil dengan makromolekul seluler protein DNA
yang dapat berupa ikatan silang (cross-linked). Ikatan silang formaldehid dengan
DNA dan protein ini diduga bertanggung jawab atas terjadinya kekacauan informasi
genetik dan konsekuensi lebih lanjut seperti terjadi mutasi genetik dan sel kanker.
Bila gen-gen rusak itu diwariskan, maka akan terlahir generasi dengan cacat gen.
Dalam pada itu, International Agency Research on Cancer (IARC)
mengklasifikasikannya sebagai karsinogenik golongan 1 (cukup bukti sebagai
karsinogen pada manusia), khususnya pada saluran pernafasan.
Dalam jangka panjang, mengkonsumsi formalin walaupun dalam dosis yang
rendah dapat mengakibatkan gangguan pada pencernaan, hati, ginjal pankreas, sistem
saraf pusat, dan menyebabkan kanker
c. Rhodamin B
Rhodamin B memiliki rumus molekul C28H31N2O3Cl dan berbentuk serbuk
kristal berwarna kehijauan. Apabila terlarut pada konsentrasi tinggi, Rhodamin B
berwarna merah keunguan sedangkan apabila terlarut pada konsentrasi rendah,
Rhodamin B berwarna merah terang. Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang
dibuat dari metanlinilat dan dipanel alanin. Rhodamin B tersedia di pasar untuk
industri tekstil dan plastik, namun bahan ini banyak disalahgunakan pada pangan dan
kosmetik. Rhodamin B sering dipakai untuk mewarnai produk pangan seperti
kerupuk, terasi, makanan ringan, manisan, kembang gula, sirup, cendol, minuman
ringan, saos dan lain lain. Makanan yang diberi zat pewarna Rhodamin B biasanya
lebih terang atau mencolok warnanya dan memiliki rasa agak pahit.
Hasil pengujian beberapa sampel produk pangan yang dikirimkan oleh
beberapa Balai POM menunjukkan secara persentase, jenis pangan yang paling
banyak mengandung Rhodamin B yaitu kerupuk (58%) diikuti oleh terasi (51%).
Secara persentase, jenis jajanan yang positif mengandung Rhodamin B berupa jajanan
Jelly. Rhodamin B bisa menumpuk di lemak sehingga lama-kelamaan jumlahnya
akan terus bertambah. Rhodamin B diserap lebih banyak pada saluran pencernaan dan
menunjukkan ikatan protein yang kuat. Kerusakan pada hati tikus terjadi akibat
makanan yang mengandung rhodamin B dalam konsentrasi tinggi. Paparan rhodamin
B dalam waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati.
Meskipun bahan kimia tersebut telah dilarang penggunaannya untuk pangan, namun
potensi penggunaan yang salah (misuse) hingga saat ini bukan tidak mungkin.Terdapat
berbagai faktor yang mendorong banyak pihak untuk melakukan praktek penggunaan yang
salah bahan kimia terlarang untuk pangan. Pertama, bahan kimia tersebut mudah diperoleh di
pasaran. Kedua, harganya relatif murah. Ketiga, pangan yang mengandung bahan tersebut
menampakkan tampilan fisik yang memikat. Keempat, tidak menimbulkan efek negatif
seketika. Kelima, informasi bahan berbahaya tersebut relatif terbatas, dan pola
penggunaannya telah dipraktekkan secara turun-temurun. Oleh karena itulah kita sebagai
konsumen hendaknya perlu berhati-hati dalam memilih produk pangan antara lain dengan
mengenal ciri-ciri produk pangan yang mengandung bahan terlarang. Misalnya, tahu yang
mengandung formalin mempunyai bentuk fisik yang terlampau keras, kenyal namun tidak
padat, bau agak menyengat (bau formalin), tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (25o
C) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10o C).
Tentu upaya lain dapat ditempuh dalam hal sulit untuk menentukan ciri-ciri fisik
produk pangan yang mengandung bahan kimia yang terlarang. Misalnya, membeli dari toko/
pasar swalayan yang bereputasi baik atau mengecek apakah produk dimaksud telah terdaftar.
Disamping itu, masyarakat dapat mencari informasi tentang bahan berbahaya dari berbagai
sumber yang tersedia antara lain: melalui media elektronik (TV, radio, internet), media cetak (
koran, leaflet, booklet, poster) atau komunikasi langsung melalui penyuluhan, seminar dan
lain sebagainya. Dengan demikian, secara perlahan diharapkan terjadi perubahan perilaku dari
mereka yang tidak tahu menjadi tahu dan dapat menggugah kesadaran mereka sehingga mau
dan mampu untuk melakukan pengamanan paling tidak untuk lingkungan keluarganya sendiri.
Pada gilirannya akan terbentuk suatu budaya yang menonjolkan perilaku kehidupan yang
aman (safety culture) di tengah masyarakat.
B. Saran
Diharapkan masyarakat menjadi lebih berhati-hati dan mencari tahu lebih dalam
tentang pemakaian Bahan Tambahan Pangan. Diharapkan pula terjadi perubahan perilaku dari
masyarakat yang tidak tahu menjadi tahu dan dapat menggugah kesadaran sehingga mau dan
mampu untuk melakukan pengamanan paling tidak untuk lingkungan keluarganya sendiri.
Pada gilirannya akan terbentuk suatu budaya yang menonjolkan perilaku kehidupan yang
aman (safety culture) di tengah masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
BPOM. 8 Agustus 2006. Bahan Berbahaya Yang Dilarang Untuk Pangan. diakses: 9 April
2023.https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/139/BAHAN-BERBAHAYA-YANG-#:~:text=Ber
dasarkan%20Peraturan%20Menteri%20Kesehatan%20Republik,kloramfenikol%2C%20minyak%20n
abati%20yang%20dibrominasi%2C
BPOM. 12 Juli 2016. Bahan Tambahan Yang Dilarang Digunakan Dalam Produk Pangan.
diakses: 9 April 2023
https://standarpangan.pom.go.id/berita/bahan-tambahan-yang-dilarang-digunakan-dalam-produk-pang
an
Indrani, Faeri P.W (2010). PEMERIKSAAN KANDUNGAN NITRIT PADA PRODUK
DAGING SAPI OLAHAN YANG DIJUAL DI SWALAYAN KOTA MEDAN TAHUN 2010.
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
Muhlishoh, A. (2023). BAB 2 BAHAN TAMBAHAN PANGAN TERLARANG. Keamanan
Dan Ketahanan Pangan, 19.
Wahyudi, J. (2017). Mengenali bahan tambahan pangan berbahaya: Ulasan. Jurnal Litbang:
Media Informasi Penelitian, Pengembangan Dan IPTEK, 13(1), 3-12.
Indrani, Faeri P.W (2010). PEMERIKSAAN KANDUNGAN NITRIT PADA PRODUK
DAGING SAPI OLAHAN YANG DIJUAL DI SWALAYAN KOTA MEDAN TAHUN 2010.
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
Khairi, A. N., Juwitaningtyas, T. and Narwanti, I. N. (2020) ‘Analisis penggunaan
bahan tambahan pangan (BTP) ibu rumah tangga di yogyakarta dalam aspek perilaku,
sikap, dan pengetahuan’, Journal of Halal Science and Research, 1(1), pp. 21–29. doi:
10.12928/jhsr.v1i1.2091.
Novy Eurika, A. I. H. (2020) ‘Edukasi Dampak Penggunaan Bahan Tambahan
Pangan Berbahaya untuk Kesehatan Pada Kelompok Pengajian ‘Aisyiyah Desa Kertosari
Jember’, Pengolahan Limbah Asap Hasil Pembakaran Arang Batok Kelapa Menjadi Liquid
Smoke Untuk Bahan Pengawet Alami Ikan Asap Di Kota Probolinggo, 4(2011), pp. 24–33.
Wahyudi, J. (2017) ‘Mengenali Bahan Tambahan Pangan Berbahaya : Ulasan’,
Jurnal Litbang: Media Informasi Penelitian, Pengembangan dan IPTEK, 13(1), pp. 3–12.
doi: 10.33658/jl.v13i1.88.