Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Bahan Tambahan Pangan (BTP)

DOSEN PENGAMPU : Rizqie Putri Novembriani

Disusun oleh:

Kelompok 2

Amelia Putri (200612635354)

Anisya Nurdania Pramesti (200612635295)

Astri Rahima Fatimatuz Zahra (200612635269)

Lintang Okta H. . (200612635325)

Rizqiyana Syukriya (200612635225)

Yuanda Putri Rizki Ramadhani (200612635236)

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN


Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang masih memberikan
kami kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul
“Bahan Tambahan Pangan (BTP)”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Teknologi Pangan.

Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang


telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Penulis juga berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah
pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Malang, 9 April 2023

Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan adalah media penghantar komponen berbahaya yang menjadi


penyebab keracunan pangan. Menurut BPOM (2013) faktor terbesar keracunan
pangan disebabkan oleh masakan rumah tangga (47,92%). Keadaan tersebut
menunjukkan bahwa prinsip keamanan pangan belum dipahami oleh masyarakat
awam atau produsen, dan upaya promosi serta pendampingan praktik keamanan
pangan menjadi hal yang penting untuk dilaksanakan. Makanan yang berkualitas dan
menyehatkan harus memenuhi aspek gizi dan kemanan pangan. Pada aspek gizi
makanan harus memiliki kandungan gizi yang mencukupi, tidak kurang atau
kelebihan. Kekurangan gizi dapat mengakibatkan malnutrisi seperti kekurangan
energi dan protein (KEP), kurang vitamin A (KVA), anemia gizi besi (AGB), dan lain
sebagainya. Aspek keamanan pangan yang harus dipenuhi oleh makanan adalah bebas
dari kontaminasi baik fisik (intrinsik, dan ekstrinsik berupa toksin alami dan zat
antinutrisi dalam bahan pangan), kontaminasi biologis, mikrobiologis, kimia, logam
berat, dan kontaminasi lain yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia.
(Khairi, Juwitaningtyas and Narwanti, 2020). Makanan yang sehat dan aman untuk
dikonsumsi dapat ditinjau dari aspek gizi (nutrisi) dan cemaran (kontaminasi). Dari
segi nutrisi, kandungan gizi makanan hendaknya tidak kekurangan ataupun kelebihan
yang dapat menyebabkan berbagai penyakit malnutrisi seperti kekurangan energi dan
protein (KEP), kurang vitamin A (KVA), anemia gizi besi (AGB), dan lain
sebagainya. Aman yang dimaksud adalah aman dari cemaran fisik, intrinsik, dan
ekstrinsik berupa toksin alami dan zat antinutrisi dalam bahan pangan, kontaminasi
biologis, mikrobiologis, kimia, logam berat, serta cemaran lain yang dapat
mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (Khairi,
Juwitaningtyas and Narwanti, 2020)

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004, yang dimaksud bahan


tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk makanan. Menurut Saparinto &
Hidayati (2006), tujuan penambahan BTP secara umum adalah untuk
meningkatkan nilai gizi makanan, memperbaiki nilai estetika dan sensori
makanan dan memperpanjang umur simpan (shelf life) makanan. BTP ditambahkan
untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitasnya meningkat. Pemakaian BTP
merupakan salah satu langkah teknologi yang diterapkan oleh industri pangan
berbagai skala. Sebagaimana langkah teknologi lain, maka risiko-risiko kesalahan dan
penyalahgunaan tidak dapat dikesampingkan. BTP pada umumnya merupakan bahan
kimia yang telah diteliti dan diuji lama sesuai dengan kaidah – kaidah ilmiah yang
ada. Pemerintah telah mengeluarkan aturan-aturan pemakaian BTP secara optimal.
Berdasarkan Permenkes Nomor 033 Tahun 2012, BTP dibedakan menjadi BTP yang
diizinkan dan BTP yang dilarang/berbahaya untuk digunakan. Untuk BTP yang
diizinkan, penggunaannya harus diberikan dalam batasan dimana konsumen
tidak menjadi keracunan dengan mengkonsumsi tambahan zat tersebut yang
dikenal dengan istilah ambang penggunaan. Sementara untuk kategori BTP yang
dilarang, penggunaan dengan dosis sekecil apapun tetap tidak diperbolehkan.
(Wahyudi, 2017)

Penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses produksi pangan perlu


diwaspadai baik oleh produsen maupun konsumen karena penggunaan bahan
tambahan pangan melebihi ambang batas yang ditentukan akan memberikan dampak
negatif bagi kesehatan. Berbagai kasus penyalahgunaan bahan tambahan pangan
hingga saat ini masih marak terjadi di masyarakat, misalnya penggunaan formalin dan
boraks sebagai bahan pengawet dan pengenyal makanan, maupun pemakaian zat
pewarna tekstil untuk bahan makanan dan minuman. Menurut Sujarwo (2020), jenis
pangan yang mengandung BTP berbahaya dapat dikenali secara fisik. Pada makanan
olahan bakso dan cilok misalnya, ciri fisik kedua jenis pangan tersebut mengandung
formalin dan boraks dapat dikenali dari ciri-ciri fisiknya seperti: tekstur lebih kenyal
dan warna cenderung pucat keabu-abuan, dan memiliki waktu simpan lebih dari 1-2
hari. Sedangkan pada mie, hal ini bisas diamati dari ciri fisiknya yang lebih elastis/
tidak cepat putus jika ditarik, tidak dihinggapi lalat, berbau tidak normal/bukan khas
bau pangan dan memiliki waktu simpan lebih dari 4-6 jam). Formalin merupakan zat
pengawet terlarang yang paling banyak disalahgunakan untuk produk pangan. Zat ini
termasuk bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya
dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat yang
terdapat dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang
menyebabkan keracunan pada tubuh. (Novy Eurika, 2020)

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Bahan Tambahan Pangan (BTP)?
2. Apa tujuan Bahan Tambahan Pangan (BTP)?
3. Apa saja jenis dan fungsi Bahan Tambahan Pangan (BTP)?
4. Apa saja bahan terlarang pada Tambahan Pangan (BTP)?
5. Apa saja keunggulan dan kerugian Tambahan Pangan (BTP)?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Bahan Tambahan Pangan (BTP)
2. Untuk mengetahui tujuan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
3. Untuk mengetahui jenis dan fungsi Tambahan Pangan (BTP)
4. Untuk mengetahui bahan terlarang pada Tambahan Pangan (BTP)
5. Untuk mengetahui keunggulan dan kerugian Tambahan Pangan (BTP)

D. Manfaat
● Menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai Bahan Tambahan Pangan
(BTP)
● Menjadi acuan dalam penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) sehari-hari
● Meningkatkan kesadaran produsen dalam menggunakan Bahan Tambahan
Pangan (BTP) dengan bijak sesuai peraturan yang telah ditetapkan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Bahan Tambahan Pangan (BTP)


BTP adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam pangan (makanan dan
minuman) selama produksi, pengolahan, pengemasan, atau penyimpanan untuk tujuan
tertentu. Aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan
dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki
penampilan, cita rasa, tekstur, dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat
meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin. Penggunaan aditif makanan
telah digunakan sejak zaman dahulu. Bahan aditif makanan ada dua, yaitu bahan aditif
makanan alami dan buatan (sintetis).
Bahan tambahan makanan adalah bahan yang bukan secara alamiah merupakan
bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam bahan makanan tersebut karena perlakuan
saat pengolahan, penyimpanan atau pengemasan. Agar makanan yang tersaji tersedia dalam
bentuk yang lebih menarik, rasa enak, rupa dan konsistensinya baik serta awet maka sering
dilakukan penambahan bahan tambahan makanan yang sering disebut zat aditif kimia.
Adakalanya makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang menarik meskipun
kandungan gizinya tinggi. Penggunaan BTP yang tepat sesuai takaran batas aman akan
memberikan manfaat teknologi terhadap mutu pangan. Namun, penggunaan BTP yang tidak
tepat atau melebihi takaran yang aman dapat membahayakan kesehatan.

B. Tujuan Bahan Tambahan Pangan (BTP)


Bahan tambahan makanan yang digunakan dapat berupa bahan alami maupun sintetik
bahan kimia yang diizinkan karena tidak berbahaya atau aman bagi kesehatan sesuai
Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Pemakaian bahan tambahan makanan
memberikan keuntungan besar bagi industri makanan. Salah satunya adalah makanan menjadi
tidak cepat rusak atau busuk karena makanan menjadi lebih awet. Secara garis besar
dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama GRAS Generally Recognized as Safe yang umumnya
bersifat alamiah, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali. Kedua, ADI Acceptable
Daily Intake, yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya daily intake guna
melindungi kesehatan konsumen. Ketiga, zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi
karena bukan untuk makanan dan berbahaya seperti boraks dan formalin Widyaningsih, 2006.
Adapun tujuan penambahan BTP secara umum adalah untuk:
1. Meningkatkan nilai gizi makanan.
2. Memperbaiki nilai estetika dan sensori makanan.
3. Memperpanjang umur simpan makanan.
Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) hanya dibenarkan apabila:
1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam
pengolahan.
2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau
tidak memenuhi persyaratan.
3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan
dengan cara produksi yang baik untuk makanan.
4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan makanan (Saparinto,
2006).

C. Jenis dan Fungsi Bahan Tambahan Pangan (BTP)


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
772/Menkes/Per/IX/88, bahan tambahan pangan yang diizinkan penggunaannya adalah
sebagai berikut:
1. Antioksidan (Antioxidant)
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat oksidasi di
dalam bahan pangan. Contohnya : asam askorbat, asam eritorbat, butil
hidroksi anilin.
2. Antikempal (Anticaking Agent)
Antikempal adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah
mengempalnya pangan berupa serbuk juga mencegah mengempalnya bahan
yang berupa tepung. Contohnya : kalsium silikat, Na-silikoaluminat.
3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)
Pengatur keasaman merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan
untuk mencegah pertumbuhan mikroba dan dapat bertindak sebagai
pengawet. Contohnya : asam asetat, asam sitrat, asam fumarat.
4. Pemanis buatan (Artificial Sweetener)
Pemanis buatan merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau
dapat membantu penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori
yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula. Contohnya : siklamat,
sakarin.
5. Pemutih dan Pematang Tepung (Flour Treatment Agent)
Merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan pada bahan tepung dan
produk olahannya, dengan maksud karakteristik warna putih yang merupakan
ciri khas tepung yang bermutu baik tetap terjaga. Contohnya : benzoil
peroksida.
6. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer,Thickener)
Adalah bahan tambahan pangan yang dapat membantu terbentuknya atau
memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan. Contohnya :
gelatin, polisorbat, pectin.
7. Pengawet (Preservative)
Adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses
fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang
dapat memberikan perlindungan bahan pangan dari pembusukan. Contohnya
: asam benzoat, asam sorbat, asam propionat, nitrit, nitrat.
8. Pengeras (Firming Agent)
Merupakan suatu bahan tambahan pangan yang dapat memperkeras atau
mencegah melunaknya pangan.
Contohnya : aluminium sulfat, kalsium klorida.
9. Pewarna (Colour)
Adalah bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki warna pada
makanan agar kelihatan menarik. Contohnya : betakaroten, karamel.
10. Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer)
Merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah atau
mempertegas rasa dan aroma. Contohnya : MSG (Monosodium glutamat)
11. Sekuestran (Sequestrant)
Merupakan bahan penstabil yang digunakan dalam berbagai pengolahan
bahan makanan dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks
sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh buruk logam tersebut.
Contohnya : kalsium dinatrium edetat, asam fosfat dan garamnya. (Winarno,
1991)

D. Bahan yang Dilarang Pada Bahan Tambahan Pangan (BTP)


Bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal maupun campuran
yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak
langsung yang mempunyai sifat beracun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan
iritasi (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 472/ Menkes/ Per/ V/ 1996 tentang Pengamanan
Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan). Sesungguhnya bahan kimia bersifat esensial dalam
peningkatan kesejahteraan manusia, dan penggunaannya sedemikian luas di berbagai sektor
antara lain industri, pertanian, pertambangan dan lain sebagainya. Singkatnya, bahan kimia
dengan adanya aneka produk yang berasal dari padanya telah menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun hal yang perlu kita waspadai adalah adanya
kecenderungan penggunaan yang salah (misuse) sejumlah bahan (kimia) berbahaya pada
pangan. Bahan kimia berbahaya yang sering disalahgunakan pada pangan antara lain boraks,
formalin, rhodamin B, dan kuning metanil. Keempat bahan kimia tersebut dilarang digunakan
untuk pangan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di bawah ini diketengahkan sejumlah tujuan peruntukan dari senyawa-senyawa tersebut.
a. Boraks digunakan untuk mematri logam; pembuatan gelas dan enamel; anti jamur
kayu; pembasmi kecoa; antiseptik; obat untuk kulit dalam bentuk salep; campuran
pembersih.
b. Formalin digunakan untuk pembunuh kuman sehingga banyak dimanfaatkan sebagai
pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian; pembasmi lalat dan berbagai serangga
lain; bahan untuk pembuatan sutra buatan, zat pewarna, pembuatan gelas dan bahan
peledak; dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin
dan kertas; bahan untuk pengawet mayat; bahan pembuatan pupuk lepas lambat
(slow- release fertilizer) dalam bentuk urea formaldehid; bahan untuk pembuatan
parfum; bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku; pencegah korosi
untuk sumur minyak; bahan untuk insulasi busa; bahan perekat untuk produk kayu
lapis (plywood); dalam konsentrasi yang sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai
pengawet untuk berbagai produk konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan
pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan pembersih karpet.
c. Rhodamin B digunakan sebagai zat warna untuk kertas, tekstil (sutra, wol, kapas),
sabun, kayu dan kulit; sebagai reagensia di laboratorium untuk pengujian antimon,
kobal, niobium, emas, mangan, air raksa, tantalum, talium dan tungsten; untuk
pewarna biologik.
d. Kuning metanil selain digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat; juga digunakan
sebagai indikator reaksi netralisasi (asam-basa).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 722/ Menkes/


Per/ IX/ 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, bahan yang dilarang digunakan pada
pangan meliputi boraks/ asam borat, asam salisilat dan garamnya, dietilpirokarbonat, dulsin,
kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofurazon, serta formalin.
Disamping itu, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 239/ Menkes/ Per/
V/ 1985 tentang Zat Warna Tertentu yang dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya, memuat
sebanyak 30 zat warna yang dilarang digunakan untuk pangan termasuk rhodamin B dan
kuning metanil. Pelarangan tersebut tentunya berkaitan dengan dampaknya yang merugikan
kesehatan manusia.
Bahan tambahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan makanan
ditetapkan melalui Permenkes RI No. 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan.
Bahan tambahan yang dimaksud adalah : Asam borat dan senyawanya, asam salisilat dan
garamnya, dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang
dibrominasi, nitrofurazon, formalin, dan kalium bromat.
Selain yang disebut di atas, khusus untuk bahan pewarna yang dilarang digunakan
pada obat dan makanan ditetapkan dengan Permenkes RI No. 239/Menkes/Per/V/1985
tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya. Zat warna tersebut
adalah : Auramine, Alkanet, Butter Yellow, Black 7984, Burnt Umber, Chrysoidine, Crysoine
S, Citrus Red No 2, Chocolate Brown FB, Fast Red E, Fast Yellow AB, Guinea Green B,
Indanthrene Blue RS, Magenta, Metanil Yellow, Oil Orange SS, Oil Orange XO, Oil Yellow
AB, Oil Yellow OB, Orange G, Orange GGN, Orange RN, Orchil/Orcein, Ponceau 3R,
Ponceau SX, Ponceau 6R, Rhodamine B, Sudan I, Scarlet GN, dan Violet 6B. Peraturan ini
kemudian direvisi dengan Keputusan Dirjen POM No. 00386/C/SK/II/1990 tentang
perubahan lampiran Permenkes RI No. 239/Menkes/Per/V/1985, pada lampiran II ditetapkan
zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dalam obat, makanan dan
kosmetika yaitu Jingga K1, Merah K3, Merah K4, Merah K10, dan Merah K11.
Menurut Permenkes No. 033 tahun 2012 terdapat 19 BTP yang dilarang digunakan
pada pangan antara lain seperti yang tercantum pada tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Daftar Bahan Pangan Terlarang


No. Nama Bahan

1 Asam borat dan senyawanya (Boric acid)

2 Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its salt)

3 Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC)

4 Dulsin (Dulcin)
5 Formalin (Formaldehyde)

6 Kalium bromat (Potassium bromate)

7 Kalium klorat (Potassium chlorate)

8 Kloramfenikol (Chloramphenicol)

9 Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils)

10 Nitrofurazon (Nitrofurazone)

11 Dulkamara

12 Kokain (Cocaine)

13 Nitrobenzen (Nitrobenzene)

14 Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate)

15 Dihidrosafrol (Dihydrosafrole)

16 Biji tonka (Tonka bean)

17 Minyak calamus (Calamus oil)

18 Minyak tansi (Tansy oil)

19 Minyak sassafras (Sassafras oil)


Sumber: Permenkes No 033 tahun 2012

Pelarangan tersebut tentunya berkaitan dengan dampaknya yang merugikan kesehatan


manusia. Di bawah ini adalah uraian singkat mengenai kajian keamanan beberapa bahan
tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan.

Potensi risiko yang dapat ditimbulkan dari masing-masing bahan berbahaya tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Boraks
Boraks (Na2B4O7.10H2O) dan asam borat (H3BO3) berupa serbuk kristal
putih, tidak berbau dan larut dalam air. Boraks digunakan untuk deterjen, mengurangi
kesadahan, dan antiseptik lemah. Boraks sangat beracun dan dilarang digunakan
untuk pangan. Boraks banyak disalahgunakan untuk ditambahkan pada makanan
misalnya pada mie, kerupuk, makanan ringan, bakso, lontong, makaroni dengan
tujuan memperbaiki warna, tekstur dan flavor. Hasil pengujian beberapa sampel
produk pangan yang dikirimkan oleh beberapa Balai POM menunjukkan secara
persentase, jenis pangan yang paling banyak mengandung boraks adalah mie basah
(31%) diikuti bakso (22%), makanan ringan (13%) dan kerupuk (12%).
Boraks adalah beracun terhadap semua sel. Bila tertelan senyawa ini dapat
menyebabkan efek negatif pada susunan saraf pusat, ginjal dan hati. Ginjal
merupakan organ yang paling mengalami kerusakan dibandingkan dengan organ lain.
Dosis fatal untuk dewasa berkisar antara 15-20 g dan untuk anak-anak 3-6 g. Bila
tertelan, dapat menimbulkan gejala-gejala yang tertunda meliputi badan terasa tidak
nyaman (malaise), mual, nyeri hebat pada perut bagian atas (epigastrik), pendarahan
gastroenteritis disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan rasa sakit
kepala.
b. Formalin (larutan formaldehid)
Formalin adalah larutan 30-50% gas formaldehid (CH2O) yang sering
dipakai dalam pengawetan mayat, desinfektan, antiseptik serta digunakan dalam
industri plastik, anti busa, kertas, karpet, tekstil, bahan konstruksi, cat dan mebel
.Walaupun dilarang, formalin banyak disalahgunakan untuk pengawet pangan seperti
untuk pengawetan ikan, tahu, mie dan bakso. Paparan formaldehid melalui saluran
pencernaan dapat mengakibatkan luka korosif terhadap selaput lendir saluran
pencernaan disertai mual, muntah, rasa perih yang hebat dan perforasi lambung. Efek
sistemik dapat berupa depresi susunan saraf pusat, koma, kejang, albuminuria,
terdapatnya sel darah merah di urine (hematuria) dan asidosis metabolik. Dosis fatal
formalin melalui saluran pencernaan pernah dilaporkan sebesar 30 ml. Formaldehid
dapat mematikan sisi aktif dari protein- protein vital dalam tubuh, maka
molekul-molekul itu akan kehilangan fungsi dalam metabolisme. Akibatnya fungsi
sel akan terhenti.
Pada dasarnya, formaldehid dalam jaringan tubuh sebagian besar akan
dimetabolisir kurang dari 2 menit oleh enzim formaldehid dehidrogenase menjadi
asam format yang kemudian diekskresikan tubuh melalui urin dan sebagian diubah
menjadi CO2 yang dibuang melalui nafas. Fraksi formaldehid yang tidak mengalami
metabolisme akan terikat secara stabil dengan makromolekul seluler protein DNA
yang dapat berupa ikatan silang (cross-linked). Ikatan silang formaldehid dengan
DNA dan protein ini diduga bertanggung jawab atas terjadinya kekacauan informasi
genetik dan konsekuensi lebih lanjut seperti terjadi mutasi genetik dan sel kanker.
Bila gen-gen rusak itu diwariskan, maka akan terlahir generasi dengan cacat gen.
Dalam pada itu, International Agency Research on Cancer (IARC)
mengklasifikasikannya sebagai karsinogenik golongan 1 (cukup bukti sebagai
karsinogen pada manusia), khususnya pada saluran pernafasan.
Dalam jangka panjang, mengkonsumsi formalin walaupun dalam dosis yang
rendah dapat mengakibatkan gangguan pada pencernaan, hati, ginjal pankreas, sistem
saraf pusat, dan menyebabkan kanker
c. Rhodamin B
Rhodamin B memiliki rumus molekul C28H31N2O3Cl dan berbentuk serbuk
kristal berwarna kehijauan. Apabila terlarut pada konsentrasi tinggi, Rhodamin B
berwarna merah keunguan sedangkan apabila terlarut pada konsentrasi rendah,
Rhodamin B berwarna merah terang. Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang
dibuat dari metanlinilat dan dipanel alanin. Rhodamin B tersedia di pasar untuk
industri tekstil dan plastik, namun bahan ini banyak disalahgunakan pada pangan dan
kosmetik. Rhodamin B sering dipakai untuk mewarnai produk pangan seperti
kerupuk, terasi, makanan ringan, manisan, kembang gula, sirup, cendol, minuman
ringan, saos dan lain lain. Makanan yang diberi zat pewarna Rhodamin B biasanya
lebih terang atau mencolok warnanya dan memiliki rasa agak pahit.
Hasil pengujian beberapa sampel produk pangan yang dikirimkan oleh
beberapa Balai POM menunjukkan secara persentase, jenis pangan yang paling
banyak mengandung Rhodamin B yaitu kerupuk (58%) diikuti oleh terasi (51%).
Secara persentase, jenis jajanan yang positif mengandung Rhodamin B berupa jajanan
Jelly. Rhodamin B bisa menumpuk di lemak sehingga lama-kelamaan jumlahnya
akan terus bertambah. Rhodamin B diserap lebih banyak pada saluran pencernaan dan
menunjukkan ikatan protein yang kuat. Kerusakan pada hati tikus terjadi akibat
makanan yang mengandung rhodamin B dalam konsentrasi tinggi. Paparan rhodamin
B dalam waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati.

d. Kuning metanil (Methanil Yellow)


Methanil yellow merupakan zat warna berbentuk serbuk, berwarna kuning
kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam aseton. Metanil Yellow adalah pewarna
asam monoazo, dengan rumus kimia C18H14N3O3SNa. Dapat menyebabkan mual,
muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. Pada
jangka panjang dapat menyebabkan kanker kandung kemih.
e. Asam Salisilat dan Garamnya (Salicylic Acid and Its Salt)
Asam salisilat atau yang sering dikenal sebagai aspirin merupakan obat
analgetik dan anti inflamasi yang biasa disalahgunakan sebagai bahan tambahan
pangan untuk mencegah buah berjamur pada pembuatan cuka dan digunakan sebagai
bahan pengawet. Asam salisilat dilarang penggunaannya sebagai bahan tambahan
pangan karena jika terhirup ataupun tertelan dapat mengakibatkan iritasi, mual dan
muntah dan jika terakumulasi dapat jumlah yang banyak dapat menyebabkan
pengerasan dinding pembuluh darah dan kanker pada saluran cerna.
f. Dietilpirokarbonat (DEPC)
Dietilpirokarbonat (DEPC) merupakan salah satu bahan tambahan pangan
terlarang yang biasa digunakan untuk mengawetkan pangan namun dapat memicu
terjadinya kanker karena bersifat karsinogenik akibat unsur kimia C6H10O5 yang
dikandungnya. DEPC biasa digunakan dalam produk bir, jus, dan susu.
g. Dulsin
Dulsin merupakan salah satu bahan tambahan pangan terlarang yang biasa
digunakan untuk memberikan rasa manis pada pangan karena memiliki daya manis
yang tinggi yaitu 250 x daya ,anis sukrosa. Namun hasil penelitian menunjukkan
bahwa dulsin memiliki sifat karsinogenik dan menyebabkan terjadinya kanker pada
hewan coba, sehingga penggunaannya pada pangan dilarang.

Meskipun bahan kimia tersebut telah dilarang penggunaannya untuk pangan, namun
potensi penggunaan yang salah (misuse) hingga saat ini bukan tidak mungkin.Terdapat
berbagai faktor yang mendorong banyak pihak untuk melakukan praktek penggunaan yang
salah bahan kimia terlarang untuk pangan. Pertama, bahan kimia tersebut mudah diperoleh di
pasaran. Kedua, harganya relatif murah. Ketiga, pangan yang mengandung bahan tersebut
menampakkan tampilan fisik yang memikat. Keempat, tidak menimbulkan efek negatif
seketika. Kelima, informasi bahan berbahaya tersebut relatif terbatas, dan pola
penggunaannya telah dipraktekkan secara turun-temurun. Oleh karena itulah kita sebagai
konsumen hendaknya perlu berhati-hati dalam memilih produk pangan antara lain dengan
mengenal ciri-ciri produk pangan yang mengandung bahan terlarang. Misalnya, tahu yang
mengandung formalin mempunyai bentuk fisik yang terlampau keras, kenyal namun tidak
padat, bau agak menyengat (bau formalin), tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (25o
C) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10o C).

Tentu upaya lain dapat ditempuh dalam hal sulit untuk menentukan ciri-ciri fisik
produk pangan yang mengandung bahan kimia yang terlarang. Misalnya, membeli dari toko/
pasar swalayan yang bereputasi baik atau mengecek apakah produk dimaksud telah terdaftar.
Disamping itu, masyarakat dapat mencari informasi tentang bahan berbahaya dari berbagai
sumber yang tersedia antara lain: melalui media elektronik (TV, radio, internet), media cetak (
koran, leaflet, booklet, poster) atau komunikasi langsung melalui penyuluhan, seminar dan
lain sebagainya. Dengan demikian, secara perlahan diharapkan terjadi perubahan perilaku dari
mereka yang tidak tahu menjadi tahu dan dapat menggugah kesadaran mereka sehingga mau
dan mampu untuk melakukan pengamanan paling tidak untuk lingkungan keluarganya sendiri.
Pada gilirannya akan terbentuk suatu budaya yang menonjolkan perilaku kehidupan yang
aman (safety culture) di tengah masyarakat.

E. Keunggulan dan Kerugian pada Bahan Tambahan Pangan (BTP)


Keunggulan Bahan Tambahan Pangan
a. Aditif Meningkatkan Nilai Gizi Makanan
Ada berbagai jenis bahan tambahan makanan yang membantu dalam peningkatan
atau pemeliharaan nilai gizi makanan. Aditif makanan dapat diklasifikasikan secara
luas sebagai gizi atau non-gizi. Aditif nutrisi meningkatkan nilai gizi, atau nilai
makanan untuk pertumbuhan, atau untuk mempertahankan kehidupan, atau untuk
meningkatkan kesehatan dan kekuatan manusia dan hewan, dan juga meningkatkan
kegunaannya dalam produksi makanan dan bahan pakan.
b. Membuat Makanan Lebih Lama
Bahan tambahan makanan pada dasarnya adalah persyaratan untuk menjaga makanan
tetap aman dan sehat untuk dikonsumsi dalam waktu lama dan memastikan rasanya
segar dan lezat. Makanan tidak lain adalah kebutuhan yang paling mendasar bagi
setiap makhluk hidup. Memiliki makanan aman yang tidak ternoda dan tidak gagal
memenuhi tujuannya adalah sesuatu yang kita semua harapkan.
c. Meningkatkan Rasa dan Aroma Makanan
Bahan tambahan makanan terutama digunakan untuk meningkatkan rasa dan aroma
makanan, mengawetkannya, memperpanjang umur simpannya, dan menambah warna
pada makanan tersebut. Aditif ini buatan atau alami dan pada dasarnya ditambahkan
ke makanan untuk memperbaiki atau meningkatkan rasa, tekstur, atau, terkadang,
penampilannya. Apalagi, ada zat aditif tertentu yang baik untuk kesehatan Anda.
Aditif ini tidak memiliki efek berbahaya. Namun ada juga zat aditif yang tidak baik
untuk kesehatan. BTP mungkin memiliki efek buruk atau merugikan tubuh
konsumen. Perlu dicatat bahwa sebagian besar bahan tambahan makanan
diklasifikasikan menurut kegunaannya dan disimpan dalam kategori yang berbeda.
d. Aditif Makanan Dapat Membantu Menurunkan Berat Badan
Aditif makanan juga dikenal sebagai penguat makanan. Aditif makanan digunakan
untuk meningkatkan atau memodifikasi rasa atau tekstur makanan. Beberapa bahan
tambahan makanan juga membantu menurunkan berat badan. Sejumlah ahli diet
menyetujuinya dan meresepkannya untuk pasien mereka yang mencoba menurunkan
berat badan dan juga tetap bugar pada saat yang bersamaan. Aditif ini membantu
membakar lemak ekstra dalam tubuh tidak seperti yang lain. Aditif makanan yang
membantu menurunkan berat badan tidak memiliki kalori ekstra dan diklaim
bertindak sebagai pemblokir lemak.

Kerugian Bahan Tambahan Pangan


a. Aditif Makanan Dapat Menyebabkan Hiperaktif pada Anak-Anak
Orang tua sudah lama menduga bahwa bahan tambahan makanan seperti pewarna
makanan buatan dapat menyebabkan hiperaktif pada anak mereka. Mereka telah
mengadvokasi larangan penggunaan bahan tambahan makanan ini sejak
diperkenalkan pada tahun 1970-an. Namun, suara mereka sebagian besar telah
ditenggelamkan oleh industri makanan, yang mengatakan kepada mereka bahwa tidak
ada bukti yang mendukung klaim mereka. Selain itu, sebuah studi terbaru yang
dilakukan oleh Pusat Sains untuk Kepentingan Umum mengangkat masalah ini
kembali dengan melaporkan bahwa pewarna makanan buatan dapat menyebabkan
hiperaktif pada anak-anak yang sensitif.
b. Dapat Menyebabkan Reaksi Alergi
Banyak makanan olahan mengandung bahan tambahan makanan, penambah rasa,
atau penambah pertumbuhan untuk meningkatkan rasa atau mengawetkan makanan
untuk waktu yang lebih lama . Bahan tambahan makanan diperlukan untuk sebagian
besar proses produksi makanan untuk menjaga keamanan, kualitas, dan meningkatkan
cita rasa makanan. Perlu dipastikan bahwa kita memiliki pasokan pangan dan
ketersediaan pangan yang stabil atau tidak terputus di dunia. Aditif ini, seperti
pemanis, perasa, pewarna, pengawet, dll., Membuat makanan kita kaya dan enak
sampai batas tertentu. Namun, mereka juga memiliki beberapa efek buruk pada
kesehatan, terutama beberapa reaksi alergi. Harus disebutkan bahwa beberapa orang
sangat alergi terhadap beberapa bahan tambahan makanan yang cukup populer.
c. Aditif Dapat Berkontribusi pada Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi, saat ini merupakan kondisi yang sangat umum.
Pada hipertensi, tekanan darah di arteri menjadi lebih tinggi dari biasanya. Biasanya
tidak memiliki gejala, tetapi dapat menyebabkan sejumlah masalah kesehatan yang
serius, seperti serangan jantung dan stroke. Ini terjadi ketika tubuh Anda
membutuhkan jantung untuk bekerja lebih keras dari biasanya untuk mengedarkan
darah. Harus diperhatikan bahwa beberapa orang lebih rentan terhadap hipertensi
daripada yang lain. Selain itu, jika Anda berisiko tinggi terkena hipertensi, ada
baiknya menjauhi bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan masalah
tekanan darah tinggi. Telah diamati oleh para ahli bahwa ada beberapa bahan
tambahan makanan yang dapat menyebabkan masalah tekanan darah tinggi.
d. Bahan Tambahan Makanan Bisa Membuat Anda Kegemukan
Aditif makanan telah lama menjadi sumber pertengkaran. Meskipun aditif makanan
mungkin diperlukan untuk membuat produk terasa atau terlihat benar, beberapa bahan
tambahan makanan mungkin memiliki kalori lebih tinggi dari yang diharapkan dan
dapat menyebabkan masalah seperti obesitas. Perlu diketahui ada bahan tambahan
makanan tertentu yang dapat meningkatkan kandungan kalori secara signifikan dan
dapat menyebabkan penambahan berat badan .
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penggunaan BTP yang tepat sesuai takaran batas aman akan memberikan manfaat
teknologi terhadap mutu pangan. Namun, penggunaan BTP yang tidak tepat atau melebihi
takaran yang aman dapat membahayakan kesehatan. Bahan tambahan makanan yang
digunakan dapat berupa bahan alami maupun sintetik bahan kimia yang diizinkan karena
tidak berbahaya atau aman bagi kesehatan sesuai Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996
tentang Pangan. BTP memiliki beberapa tujuan dan dibenarkan pemakaiannya sesuai dengan
krteria yang telah ditetapkan. Hanya jenis-jenis tertentu yang diizinkan penggunaannya. BTP
yang dilarang pemakaiannya memiliki potensi risiko yang ditimbulkan dari masing-masing
jenis bahan. Meskipun bahan kimia tersebut telah dilarang penggunaannya untuk pangan,
namun potensi penggunaan yang salah (misuse) hingga saat ini bukan tidak mungkin.Terdapat
berbagai faktor yang mendorong banyak pihak untuk melakukan praktek penggunaan yang
salah bahan kimia terlarang untuk pangan.

B. Saran
Diharapkan masyarakat menjadi lebih berhati-hati dan mencari tahu lebih dalam
tentang pemakaian Bahan Tambahan Pangan. Diharapkan pula terjadi perubahan perilaku dari
masyarakat yang tidak tahu menjadi tahu dan dapat menggugah kesadaran sehingga mau dan
mampu untuk melakukan pengamanan paling tidak untuk lingkungan keluarganya sendiri.
Pada gilirannya akan terbentuk suatu budaya yang menonjolkan perilaku kehidupan yang
aman (safety culture) di tengah masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

BPOM. 8 Agustus 2006. Bahan Berbahaya Yang Dilarang Untuk Pangan. diakses: 9 April
2023.https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/139/BAHAN-BERBAHAYA-YANG-#:~:text=Ber
dasarkan%20Peraturan%20Menteri%20Kesehatan%20Republik,kloramfenikol%2C%20minyak%20n
abati%20yang%20dibrominasi%2C
BPOM. 12 Juli 2016. Bahan Tambahan Yang Dilarang Digunakan Dalam Produk Pangan.
diakses: 9 April 2023
https://standarpangan.pom.go.id/berita/bahan-tambahan-yang-dilarang-digunakan-dalam-produk-pang
an
Indrani, Faeri P.W (2010). PEMERIKSAAN KANDUNGAN NITRIT PADA PRODUK
DAGING SAPI OLAHAN YANG DIJUAL DI SWALAYAN KOTA MEDAN TAHUN 2010.
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
Muhlishoh, A. (2023). BAB 2 BAHAN TAMBAHAN PANGAN TERLARANG. Keamanan
Dan Ketahanan Pangan, 19.
Wahyudi, J. (2017). Mengenali bahan tambahan pangan berbahaya: Ulasan. Jurnal Litbang:
Media Informasi Penelitian, Pengembangan Dan IPTEK, 13(1), 3-12.
Indrani, Faeri P.W (2010). PEMERIKSAAN KANDUNGAN NITRIT PADA PRODUK
DAGING SAPI OLAHAN YANG DIJUAL DI SWALAYAN KOTA MEDAN TAHUN 2010.
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
Khairi, A. N., Juwitaningtyas, T. and Narwanti, I. N. (2020) ‘Analisis penggunaan
bahan tambahan pangan (BTP) ibu rumah tangga di yogyakarta dalam aspek perilaku,
sikap, dan pengetahuan’, Journal of Halal Science and Research, 1(1), pp. 21–29. doi:
10.12928/jhsr.v1i1.2091.
Novy Eurika, A. I. H. (2020) ‘Edukasi Dampak Penggunaan Bahan Tambahan
Pangan Berbahaya untuk Kesehatan Pada Kelompok Pengajian ‘Aisyiyah Desa Kertosari
Jember’, Pengolahan Limbah Asap Hasil Pembakaran Arang Batok Kelapa Menjadi Liquid
Smoke Untuk Bahan Pengawet Alami Ikan Asap Di Kota Probolinggo, 4(2011), pp. 24–33.
Wahyudi, J. (2017) ‘Mengenali Bahan Tambahan Pangan Berbahaya : Ulasan’,
Jurnal Litbang: Media Informasi Penelitian, Pengembangan dan IPTEK, 13(1), pp. 3–12.
doi: 10.33658/jl.v13i1.88.

Anda mungkin juga menyukai