Anda di halaman 1dari 20

Referat

Bahan Tambahan Pangan Terlarang

Oleh:
Aisy Samara Istiqomah
NIM.2130912320077

Pembimbing:
dr. Widya Nursantari, M.Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROGRAM PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
Agustus, 2023
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

BAB III KESIMPULAN 16

DAFTAR PUSTAKA 17
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Pangan merupakan kebutuhan yang paling dasar yang harus dimiliki oleh

setiap manusia. Oleh karena itu, terpenuhinya pangan merupakan suatu hak

manusia yang paling dasar dimana pemenuhannya merupakan tanggung jawab

pemerintah kepada rakyatnya. Salah satu hak lain konsumen adalah hak atas

keamanan pangan. Masalah keamanan pangan di Indonesia terutama disebabkan

oleh cemaran mikroba, cemaran kimiawi, penyalahgunaan bahan berbahaya dan

penggunaan bahan tambahan pangan berlebih.1

Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) atau food additives sudah

sangat meluas. Hampir semua industri pangan, baik industri besar maupun industri

rumah tangga, dipastikan menggunakan BTP. Penggunaan BTP memang

diperkenankan asalkan bahan tersebut benar-benar aman bagi kesehatan manusia

dan dalam dosis yang tepat. Penggunaan BTP dimaksudkan untuk

mempertahankan kesegaran atau agar produk tahan lama, serta untuk memperbaiki

rasa, aroma, penampilan fisik, dan warna. Namun, karena masih kurangnya

pengetahuan tentang bahaya penggunaan BTP, masih banyak produsen makanan

yang menggunakan BTP yang telah dilarang atauapun BTP yang diperbolehkan

namun secara berlebihan.2 Penggunaan bahan tambahan yang beracun atau BTP

yang melebihi batas akan membehayakan kesehatan masyarakat, dan berbahaya

bagi pertumbuhan generasi yang akan datang. Oleh karena itu produsen pangan

Universitas Lambung Mangkurat


perlu mengetahui peraturan-peratun yang telah dikeluarkan oleh pemerintah

mengenai penggunaan BTP.

Universitas Lambung Mangkurat


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI BAHAN PANGAN TAMBAHAN

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012

tentang pangan, pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari

sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan,

perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan

sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan

tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam

proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.3

Sedangkan keamanan pangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan didefinisikan

sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,

merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan

dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk

dikonsumsi. 4

Suatu pangan dikatakan aman apabila bebas dari bahaya yang mungkin

timbul karena adanya kandungan cemaran biologis, kimia dan fisik. Salah satu

aspek aman dari cemaran kimia adalah terbebas sari bahan tambahan pangan

yang berbahaya/dilarang ditambahkan pada pangan.5 Ancaman bahaya kimiawi

pada bahan panganbiasanya jarang diwaspadai karena dampaknya yang jarang

Universitas Lambung Mangkurat


langsung, walaupun ada beberapa yang memberikan dampak langsung seperti

iritasi pada tenggorokan ataupun gejala penyakit umum lainnya. Ancaman

bahaya kimiawi bisa berasal dari penggunaan bahan tambahan pangan berizin

yang melebihi takaran ataupun bahan kimia berbahaya yang dengan sengaja

ditambahankan ke dalam pangan.6

Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan, mendefinisikan bahwa

bahan tambahan pangan yang selanjutnya disebut BTP adalah bahan yang

ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan,

tetapi tidak diperuntukan untuk dikonsumsi secara langsung ataupun sebagai

bahan baku pangan. 7

BTP secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai

pangan dan biasanya bukan ingredien khas pangan, memiliki atau tidak memiliki

nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan dalam pangan untuk untuk

mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet,

penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.8

B. TUJUAN PENGGUNAAN BAHAN PANGAN TAMBAHAN

Produsen produk pangan menambahkan BTP dengan berbagai tujuan,

misalnya membantu proses pengolahan, memperpanjang masa simpan,

memperbaiki penampilan dan cita rasa, serta pengaturan keseimbangan gizi.9

Berikut beberapa tujuan khusus penggunaan BTP:

Universitas Lambung Mangkurat


1) Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak

pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu

pangan

2) Membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut

3) Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera

4) Meningkatkan kualitas pangan

5) Menghemat biaya.

C. PENGGOLONGAN BAHAN PANGAN TAMBAHAN

Penggolongan BTP yang diizinkan digunakan pada pangan menurut

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 adalah sebagai

berikut: 10

1. Pewarna

Pewarna yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada

pangan. Penambahan bahan pewarna pada pangan dilakukan untuk beberapa

tujuan yaitu memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna

pangan, menstabilkan warna, menutupi perubahan warna selama penyimpanan

maupun saat proses pengolahan. Peraturan mengenai bahan pewarna yang

dilarang digunakan dalam pangan, bahan pewarna yang diizinkan serta batas

penggunaan bahan telah diatur pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

772/Menkes/Per/IX/1988. Kendati demikian masih banyak produsen pangan

yang menggunakan bahan pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan,

misalnya pewarna tekstil atau cat. Rendahnya pengetahuan produsen pangan

Universitas Lambung Mangkurat


mengenai bahaya dari pewarna tersebut ditambah dengan beberapa keunggulan

pewarna tekstil/cat diantara lain mempunyai warna yang lebih cerah, lebih stabil

selama penyimpanan serta harganya yang lebih murah menyebabkan pewarna

tekstil atau cat masih banyak dipakai oleh para produsen pangan.

Beberapa pewarna terlarang dan berbahaya yang sering ditemukan

terutama pada pangan jajanan, adalah Metanil Yellow yang berwarna kuning, dan

Rhodamin B yang berwarna merah. Bahan pewarna kuning dan merah tersebut

sering digunakan dalam berbagai macam pangan seperti sirup dan kue-kue.

Penggunaan pewarna alami yang pada umumnya lebih aman sebagai

alternatif juga memiliki batasannya sesuai dengan peraturan yang telah

ditetapkan, diantara lain:

a. Karamel, yaitu pewarna alami berwarna coklat yang dapat digunakan

untuk mewarnai jem/jeli (200 mg/kg), acar ketimun dalam botol (300

mg/kg), dan yogurt beraroma (150 mg/kg).

b. Beta-karoten, yaitu pewarna alami berwarna merah-orange yang dapat

digunakan untuk mewarnai acar ketimun dalam botol (300 mg/kg), es

krim (100 mg/kg), keju (600 mg/kg), lemak dan minyak makan

(secukupnya).

c. Kurkumin, yaitu pewarna alami berwarna kuning-orange yang dapat

digunakan untuk mewarnai es krim dan sejenisnya (50 mg/kg), atau

lemak dan minyak makan (secukupnya).

2. Pemanis buatan

Universitas Lambung Mangkurat


Pemanis buatan yaitu BTP yang menyebabkan rasa manis pada pangan,

yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Pemanis buatan sering

ditambahkan kedalam pangan dan minuman sebagai pangganti gula karena

mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami (gula), yaitu rasanya

lebih manis, tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih

rendah sehingga cocok untuk penderita penyakit gula, dan harganya lebih murah.

Pemanis buatan yang paling umum digunakan di Indonesia adalah siklamat dan

sakarin yang mempunyai timgkat kemanisan masing-masing 30-80 dan 300 kali

gula alami. Batas maksimum penggunaan siklamat adalah 300 mg – 3g/kg bahan,

sedangkan batas maksimum penggunaan sakarin adalah 50 – 300 mg/kg bahan.

Keduanya hanya boleh digunakan untuk pangan rendah kalori, dan dibatasi

tingkat konsumsinya sebesar 0,5 mg/kg berat badan/hari. Selain itu juga ada

sorbitol dengan batas penggunaan 120 mg- 5 g/kg bahan.

3. Pengawet

Pengawet merupakan BTP yang dapat mencegah atau menghambat

fermentasi, pengasaman atau peruaian lain pada pangan yang disebabkan oleh

pertumbuhan mikroba. Pengawet yang banyak digunakan untuk mengawetkan

berbagai pangan adalah benzoat, propionate, nitrit, sorbat, dan sulfit. Batas

penggunaan benzoate yang diizinkan yaitu 1-600 gr/kg, propionate 2-3 gr/kg,

nitrit 50-125 mg/kg, sorbat 1 gr/kg, dan sulfit 50-500 mg/kg.

Beberapa bahan pengawet yang dilarang untuk digunakan dalam pangan

antara lain boraks dan formalin. Boraks bersifat sebagai antiseptik dan pembunuh

kuman sehingga banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu dan

Universitas Lambung Mangkurat


untuk bahan antiseptik pada kosmetik. Penggunaan boraks pada produksi pangan

seringkali tidak disengaja karena tanpa diketahui terkandung didalam bahan-

bahan tambahan seperti pijer atau bleng yang sering digunakan dalam pembuatan

baso, mie basah, lontong, dan ketupat. Formalin yang sebenarnya merupakan

bahan untuk mengawetkan mayat dan organ tubuh juga banyak disalahgunakan

untuk mengawetkan pangan seperti tahu dan mie basah padahal bahan ini

memiliki bahaya yang besar bagi kesehatan tubuh.

4. Antioksida

Antioksidan adalah BTP yang digunakan untuk mencegah terjadinya ketengikan

pada pangan akibat proses oksidasi lemak atau minyak yang terdapat didalam

pangan. Bahan-bahan yang sering ditambahkan antioksidan adalah lemak dan

minyak, mentega, margarin, daging olahan/awetan, ikan beku, ikan asin dan lain-

lain. Bahan antioksidan yang diizinkan digunakan dalam pangan antara lain

askorbat sejumlah 100 mg-1 g/kg, Butil hidroksianisol (BHA) sejumlah 100-200

mg/kg, Butil hidroksitoluen (BHT) sejumlah 200 mg-1 g/kg, Propil galat

sejumlah 100 mg/kg, dan tokoferol sejumlah 50-300 mg/kg.

5. Antikempal

Antikempal merupakan BTP yang dapat mencegah penggumpalan pada

bahan pangan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk sehingga

peranannya didalam pangan tidak secara langsung, tetapi terdapat didalam bahan-

bahan yang digunakan untuk membuat pangan seperti susu bubuk, tepung terigu,

gula pasir, dan sebagainya. Zat antikempal biasanya ditambahkan pada bahan-

bahan berbentuk tepung atau butiran yang bersifat higroskopik untuk

Universitas Lambung Mangkurat


mempertahankan sifat butirannya. Zat ini akan melapisi partikel-partikel bahan

dan menyerap air yang berlebihan atau membentuk campuran senyawa yang tak

dapat larut. Beberapa bahan anti kempal yang diizinkan untuk pangan beserta

Batasan penggunaanya antara lain alumunium silikat dan magnesium oksida

sejumlah 1 gr/kg bahan, kalsium alumunium silikat 10-20 gr/kg bahan, kalsium

silikat dan magnesium karbonat sejumlah 1-10 gr/kg bahan.

6. Penyedap rasa dan aroma

Penyedap yaitu BTP yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa

dan atau aroma. Salah satu penyedap yang dikenal luas di Indonesia adalah

vetsin. Penyedap rasa tersebut mengandung senyawa yang disebut monosodium

glutamat (MSG). Peranan asam glutamat sangat penting, diantaranya untuk

merangsang dan menghantar sinyal-sinyal antar sel otak. Dalam peraturan

Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/Per/IX/1988, penggunaan MSG dibatasi

secukupnya, yang berarti tidak boleh berlebihan.

7. Pengatur keasaman

Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendatar) yaitu BTP yang

dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman

pangan. Asam yang banyak digunakan pada bahan makanan adalah asam organik

seperti asam asetat, asam laktat, asam sitrat, asam fumarat, asam malat, asam

suksinat, dan asam tartrat. Sedangkan satu-satunya asam anorganik yang

digunakan sebagai pengasam makanan adalah asam fosfat. Asam anorganik lain

seperti HCL dan H2O4 mempunyai derajat disosiasi yang tinggi sehingga

berakibat kurang baik bagi mutu produk akhir. Beberapa pengatur pengasaman

Universitas Lambung Mangkurat


yang diizinkan digunakan dalam pangan dan batasannya antara lain asam laktat

sejumlah 2-15 g/kg, asam sitrat sejumlah 5-25 g/kg, kalium atau natrium

bikarbonat sejumlah 2-50 gr/kg, dan natrium sulfat dengan jumlah secukupnya.

8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses

pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu

pemanggangan.

9. Pengemulsi, pemantap dan pengental yaitu BTP yang dapat membantu

terbentuknya dan memantapkan sistem dipersi yang homogen pada pangan.

10. Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya

pangan.

11. Sekuestran, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam

pangan, sehingga memantapkan warna, aroma dan tekstrur.

Selain BTP yang tercantum dalam Peratuan Mentri tersebut, masih ada

beberapa BTP lainnya yang biasa digunakan dalam pangan, misalnya:

1. Enzim, yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba, yang dapat

menguraikan secara enzimatis, misalnya membuat pangan menjadi lebih empuk,

lebih larut danlain-lain.

2. Penambah gizi, yaitu bahan tambahan berupa asam amino, mineral atau

vitamin, baik tunggal maupun campuran, yang dapat meningkatkan nilai gizi

pangan.

3. Humektan, yaitu BTP yang dapat menyerap lembab (uap air) sehingga

mempertahankan kadar air pangan.

10

Universitas Lambung Mangkurat


D. BAHAN TAMBAHAN PANGAN YANG DILARANG

Seperti yang telah disebutkan di atas, BTP dapat berupa ekstrak bahan

alami atau hasil sintesis kimia. Bahan yang berasal dari alam umumnya tidak

berbahaya, sementara BTP artifisial atau sintetik mempunyai risiko terhadap

kesehatan jika disalahgunakan pemakaiannya. Produsen pangan skala rumah

tangga atau industri kecil biasanya memakai bahan tambahan yang dinyatakan

berbahaya bagi kesehatan karena alasan biaya. Tidak jarang, produk pangan

ditambahkan zat yang bukan untuk makanan tapi untuk industri lain, misalnya

untuk tekstil, dan cat. Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) menemukan

banyak produk-produk yang mengandung formalin. Formalin bersifat

desinfektan, pembunuh hama, dan sering dipakai untuk mengaetkan mayat.

Pewarna tekstil seperti Rhodamin B sering pula ditemukan pada kerupuk dan

terasi. Hal ini berbahaya dikarenakan mengkonsumsi makanan yang mengandung

formalin atau Rhodamin dapat menyebabkan kerusakan organ dalam tubuh dan

kanker.

Beberapa bahan tambahan pangan yang dilarang oleh BPOM, melalui

Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988 antara lain adalah: asam borat, asam

salisilat, dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati

yang dibrominasi, nitrofurazon, dan formalin. 10

1. Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan senyawa berbentuk kristal

putih, tidak berbau, dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Boraks umumnya

digunakan untuk mematri logam, pembuatan gelas dan enamel, sebagai pengawet

kayu, dan pembasmi kecoa. Boraks sering disalahgunakan untuk dicampurkan

11

Universitas Lambung Mangkurat


dalam pembuatan baso, tahu, ikan asin, mie dll. Boraks bersifat iritan dan toksik

bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan saraf pusat, ginjal dan hati.

Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks baik dengan dosis rendah

maupun tinggi membahayakan bagi kesehatan. Konsumsi boraks pada dosis

rendah tidak menimbulkan dampak secara langsung terhadap kesehatan namun

menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan dalam jangka panjang sebab boraks
11
akan terakumulasi di organ hati, otak dan testis. Sedangkan konsumsi boraks

dengan dosis tinggi akan memberikan dampak langsung terhadap tubuh dengan

gejala pusing, muntah, mencret dan kram perut. Bahkan boraks dapat

menyebabkan kematian apabila dikonsumsi dengan dosis 5 gr oleh anak kecil dan

dosis 10-20 gr oleh orang dewasa. 12

2. Asam salisilat sering disebut aspirin. Pada aspirin ini adalah analgetik dan anti-

inflamasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa aspirin dapat mengurangi jumlah

asam folat dalam darah, meskipun kepastian perubahan belum terbukti. Asam

salisilat (ortho-hydroxybenzoik acid) dapat mencegah terjadinya penjamuran

pada buah dan telah digunakan dalam pabrik cuka. Namun, penggunaan asam

salisilat sebagai pengawet makanan seperti yang diatur pemerintah Amerika pada

tahun 1904 disalahgunakan untuk pengawet makanan pada produsen-produsen

makanan yang nakal. Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet

makanan di Indonesia. Pasalnya, asam salisilat memiliki iritasi kuat ketika

terhirup atau tertelan. Bahkan ketika ditambah air, asam salisilat tetap

memberikan gangguan kesehatan pada tubuh karena dapat menyebabkan nyeri,

mual, dan muntah jika tertelan. Pada sebuah sebuah survei terhadap sup sayuran,

12

Universitas Lambung Mangkurat


disebutkan bahwa sup sayuran nonorganik mengandung asam salisilat hampir

enam kali lipat ketimbang sup sayuran organik. Kandungan asam salisilat dalam

tanaman secara alami berguna untuk tanaman bertahan dari serangan penyakit.

Namun bila kandungan asam salisilat melebihi dan berlebihan masuk ke dalam

tubuh, maka gangguan kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi pengerasan

dinding pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan.

3. Dietilpirokarbonat (DEP) termasuk di dalam bahan kimia karsinogenik

mengandung unsur kimia C6H10O5 adalah bahan kimia sintetis yg tdk ditemukan

dalam produk-produk alami dan digunakan sebagai pencegah peragian pada

minuman yang mengandung alkohol maupun minuman yang tidak beralkohol.

DEP sering digunakan untuk susu dan produk susu, bir, jus jeruk dan minuman

buah-buahan lain sehingga minuman ini dapat bertahan lama. DEP apabila masuk

ke dalam tubuh dan terakumulasi dalam jangka panjang, dapat memicu timbulnya

kanker.

4. Dulsin adalah pemanis sintetik yang memiliki ras manis kira-kira 250 kali dari

sukrosa atau gula tebu, yang tidak ditemukan pada produk-produk pemanis alami

lainnya. Dulsin pernah diusulkan untuk digunakan sebagai pemanis tiruan namun

ditarik total dari peredaran pada tahun 1954 setelah dilakukan pengetesan dulsin

pada hewan dan menampakkan sifat karsinogenik yang dapat memicu munculnya

kanker.

5. Formalin merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak

disalahgunakan untuk produk pangan. Formalin adalah larutan 37% formaldehida

dalam air, yang biasanya mengandung 10-15% metanol untuk mencegah

13

Universitas Lambung Mangkurat


polimerasi. Formalin dapat dipakai sebagai bahan anti septik, disenfektan, dan

bahan pengawet dalam biologi. Zat ini juga merupakan anggota paling sederhana

dan kelompok aldehid dengan rumus kimia HCHO. Zat ini termasuk bahan

beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Mengkonsumsi formalin dalam

dosis yang cukup tinggi dapat menyebabkan efek langsung pada kesehatan

terutama pada system pencernaan dan sistem syaraf dengan gejala kejang-kejang,

muntah dan diare dimana hal ini disebabkan sifat formalin yang sangat reaktif

terhadap lapisan lender pada saluran pernafasan dan pencernaan.13 Jika

kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir

semua zat yang terdapat dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan

menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh.

6. Kalium bromat (potassium bromat) digunakan untuk memperbaiki tepung

yang dapat mengeraskan kue. Kalium bromat digunakan para pembuat roti

maupun perusahaan pembuat roti untuk membantu proses pembuatan roti dalam

oven dan menciptakan tekstur bentuk yang lebih bagus pada proses penyelesaian

akhir produknya. Bila digunakan dalam jumlah kecil, zat ini akan hilang selama

pembakaran atau pemanasan. Bila terlau banyak digunakan, sisa kalium bromat

akan tetap banyak dalam roti. Kalium bromat dilarang pada beberapa negara

karena dianggap sebagai karsinogen, pemicu kanker. The Centre for Science in

Public Interest (CPSI), sebuah lembaga advokasi nutrisi dan kesehatan terkemuka

di Amerika Serikat, mengajukan permohonan kepada food and Drug

Administration (FDA) untuk melarang penggunaan kalium bromat. Di negara-

negara Eropa, Inggris, dan Kanada, kalium bromat telah dilarang sejak tahun

14

Universitas Lambung Mangkurat


1990-an. Kalium klorat (KClO3) salah satu fungsinya sebagai pemutih, sehingga

sering dimasukkan dalam obat kumur pemutih dan pasata gigi. Sejak tahun 1988,

Pemerintah Indonesia sudah melarang penggunaan kalium klorat sebagai bahan

tambahan makanan karena senyawa ini dapat merusak tubuh bahkan sampai

menyebabkan kematian. Jika terpapar senyawa ini dalam jangka waktu lama

dapat menyebabkan methemoglobinemia (kelainan dalam darah), kerusakan hati

dan ginjal, iritasi pada kulit, mata, dan saluran pernapasan. Bila dimakan

bersamaan dengan produk pangan, kalium klorat dapat menyebabkan iritasi pada

saluran pencernaan dan menimbulkan gejala mual, muntah, dan diare.

Brominated vegetable oil, Kloramfenikol, dan Nitrofurazon merupakan beberapa

bahan tambahan pangan lain yang juga dilarang penggunaannya

15

Universitas Lambung Mangkurat


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam

pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Penggunaan BTP harus

disesuaikan dengan jenis pangan yang akan diproduksi dan tidak boleh melebihi

ambang batas yang dianjurkan dikarenakan penggunaan BTP secara berlebihan

dapat menyebabkan dampak bagi kesehatan tubuh manusia. BTP terlarang yang

paling sering ditemukan terkandung pada pangan antara lain adalah formalin dan

boraks dari golongan pengawet, dan Rhodamin B dan Methanil yellow dari

golongan bahan pewarna. Diperlukan edukasi dan sosialisasi lebih lanjut, baik

untuk konsumen maupun produsen pangan mengenai keamanan pangan diantara

lain dapat berupa: jenis-jenis bahan tambahan pangan baik yang diperbolehkan

maupun yang berbahaya, bahan tambahan pangan dari sisi hukum, dan ciri-ciri

pangan yang mengandung bahan tambahan pangan berbahaya beserta dampak

bahayanya bagi kesehatan.

16

Universitas Lambung Mangkurat


DAFTAR PUSTAKA

1. Zazili A, Hartono. 2016. Model Pemberdayaan Konsumen terhadap

Ancaman Bahaya Produk Pangan Tercemar Bahan Berbahaya Beracun di

Provinsi Lampung. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum No. 3 Vol. 23: 391 -

414

2. Pontoh, KC. 2018. Perlindungan Hukum Terhadap Keamanan dan

Keselamatan Masyarakat Mengkonsumsi Pangan Tanpa Formalin yang

Beredar di Pasar Tradisional. Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2019

5. Sujarwo, Latif RVN, Priharwanti A. Kajian Kandungan Bahan Tambahan

Pangan Berbahaya 2018–2019 Se-Kota Pekalongan dan Implementasi

PERDA Kota Pekalongan NO. 07 Tahun 2013

6. Surono, I.S., A. Sudibyo, dan P. Waspodo. 2018. Pengantar Keamanan

Pangan untuk Industri. Yogyakarta. Penerbit Deepublish

7. Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor 11 Tahun 2019

8. Idealistuti, Suyatno, Yani AV, Fahmi IA, Hawa PS. Edukasi Mengenai

Bahan Tambahan Pangan Bagi Warga RT 29 Kelurahan 15 Ulu

Kecamatan Jakabaring Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan.

Altifani Journal: International Journal of Community Engagement, 2(2):

68-72

17

Universitas Lambung Mangkurat


9. Fadilah, R. 2017. Bahan Ajar Bahan Tambahan Pangan. Makasar:

Fakultas Teknik Universitas Negeri Makasar.

10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988

11. Amir, S., Sirajuddin, S., Zakaria. 2014. Analisis Kandungan Boraks Pada

Pangan Jajanan Anak di SDN Kompleks Lariangbangi Kota Makassar.

Skripsi. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Makassar: Universitas Hasanuddin.

12. Nurkholidah, M., Ilza & Jose, C. 2012. Analisis Kandungan Boraks pada

Jajanan Bakso Tusuk di Sekolah Dasar di Kecamatan Bangkinang,

Kabupaten Kampar. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol 6 (2): 134-145.

13. J, Wahyudi. 2017. Mengenali Bahan Tambahan Pangan Berbahaya:

Ulasan. Jurnal Litbang Vol. XIII, No. 1: 3-12

18

Universitas Lambung Mangkurat

Anda mungkin juga menyukai