Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP)”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Kimia Lingkungan”
Dosen Pengampu : Rizky Trisnawati Arwien,S.Pd.,M.Pd
Disusun oleh :
JUWITA SARI (4521105002)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN SASTRA
UNIVERSITAS BOSOWA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat rahmat hidayah-Nya lah
penulis bisa mnyelesaikan makalah yang berjudul “Bahan Tambahan Pangan (BTP)”.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Lingkungan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini, saya cukup banyak menemui kesulitan dan hambatan. Tetapi
dengan dukungan berbagai pihak, serta motivasi dari teman-teman akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan. Saya menyadari didalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan
dan kekurangan, oleh karena itu saya selaku penulis mohon maaf atas semua kekurangan
dari isi makalah ini.

Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca. Semoga ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Makassar, 18 Mei 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………….….…………..i

DAFTAR ISI ………………………………………………………….………….ii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………….…………….1

A. Latar Belakang …………………………………………..….………….1

B. Rumusan Masalah ……………………………………….….………….2

C. Tujuaan Penulisan……………………………………….….…………..2

BAB II PEMBAHASAN……… …………….…………………………………..3

A. Pengertian Bahan Tambahan Pangan……….…………………………..3

B. Jenis – jenis Bahan Tambahan Pangan……….…………………………4

C. Dampak Bahan Tambahan Pangan ……………………………………..5

D. Bahan kimia Obat….………………………….…………………………6

E. Bahan kimia Pembasmi Hama……………….…………….……………7

BAB III PENUTUP ………………………………………………….…………..9

A. Kesimpulan ………………………………………………....…………9
B. Saran………………………………………………....…………………9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pangan pada hakikatnya merupakan kebutuhan dasar yang penting untuk
kehidupan manusia dan yang paling hakiki untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Pada umumnya dalam mengolah pangan diberikan beberapa perlakuan
dalam berbagai cara antara lain dengan penambahan bahan tambahan dengan tujuan
untuk memperpanjang umur simpan, memperbaiki tekstur, kelezatan, atau
kenampakan. Mengingat pentingnya keamanan pangan maka telah diwujudkan oleh
pemerintah dengan di keluarkannya Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan serta Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan.
Teknologi pengolahan pangan di Indonesia sekarang berkembang cukup pesat,
diiringi dengan penggunaan bahan tambahan pangan yang juga makin meningkat.
Berkembangnya produk pangan awet saat ini, hanya mungkin terjadi karena semakin
tingginya kebutuhan masyarakat terhadap berbagai jenis makanan yang praktis dan
awet. Kesalahan teknologi dan penggunaan bahan tambahan yang diterapkan, baik
sengaja maupun tidak disengaja dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan atau
keamanan konsumen.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa Pengertian bahan tambahan pangan?
2. Apa manfaat bahan tambahan pangan?
3. Apa saja jenis-jenis bahan tambahan pangan?
4. Bagaimana dampak bahan tambahan pangan?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan Makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui apakah pengertian Bahan tambahan pangan.
2. Mengetahui apa saja manfaat bahan tambahan pangan.
3. Mengetahui apa saja jenis jenis bahan tambahan pangan.
4. Mengetahui apa dampak bahan tambahan pangan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bahan Tambahan Pangan


Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan
yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan,
antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat,
dan pengental. Bahan tambahan pangan atau aditif makanan juga diartikan
sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan
makanan untuk meningkatkan mutu. Pada umumnya bahan tambahan pangan
dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu aditif sengaja dan aditif tidak
sengaja.
Aditif sengaja adalah aditif yang diberikan dengan sengaja dengan
maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai
gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk
dan rupa, dan lainnya. Sedangkan aditif yang tidak sengaja adalah aditif yang
terdapat dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses
pengolahan. Bila dilihat dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah
(misalnya lesitin); dan dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai
sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang sejenis, baik dari susunan kimia
maupun sifat metabolismenya (misal asam askorbat).
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88
dijelaskan bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
pangan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas pangan, mempunyai
atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam
pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan
suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh
masyarakat, termasuk dalam pembuatan pangan jajanan. Masih banyak
produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau
berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam
pangan. Penyimpanan atau pelanggaran mengenai penggunaan BTP yang
sering dilakukan oleh produsen pangan yaitu:
1. Menggunakan bahan tambahan yang dilarang penggunaannya untuk
pangan.
2. Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan.
Penggunaan bahan tambahan yang beracun atau BTP yang melebihi
batas akan membahayakan kesehatan masyarakat dan berbahaya bagi
pertumbuhan generasi yang akan datang. Oleh karena itu produsen pangan
perlu mengetahui sifat-sifat dan keamanan penggunaan BTP serta mengetahui
peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah mengenai
penggunaan BTP. Secara khusus penggunaan BTP di dalam pangan adalah
untuk:
1. Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak
pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan
mutu pangan.
2. Membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak dimulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah
selera.
4. Meningkatkan kualitas pangan.
5. Menghemat biaya.

B. Manfaat Bahan Tambahan Pangan


Seperti tujuan dibuatnya BTP, pada dasarnya untuk bisa memberikan
kontribusi positif pada perkembangan industri pangan. Karena sejalan dengan
perkembangan ilmu dan teknologi di dunia pangan, penggunaan BTP bisa
menjadi salah satu pilihan bagi industri pangan dalam pengembangan
produknya.
Penggunaan BTP di dalam produksi pangan antara lain ditujukan untuk
:
1. mengawetkan makanan,
2. membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di
mulut,
3. memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga
menambah selera,
4. meningkatkan kualitas pangan dan
5. menghemat biaya.

C. Jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan


Bahan tambahan makanan/pangan (BTM/BTP) adalah bahan yang di
gunakan untuk memperbaiki dan menambah kegunaan makanan, bahan
tambahan di kelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu:
1. Antioksidan
Digunakan untuk memperpanjang daya simpan dan meningkatkan
stabilisasi makanan yang banyak mengandung lemak dan minyak dan
dapat pula digunakan untuk sari buah dalam kaleng sehingga terhindar dari
proses ketengikan yang menyebabkan perubahan warna, rusaknya vitamin,
bahkan penurunan nilai gizi. Contoh dari antioksidan adalah BHA, BHT,
THBP, TBHQ, NDGA, garam EDTA, (tokoferol, propilgallat, lesitin, dan
asam askorbat termasuk anti oksidan alami).
2. Anti Kempal
Digunakan untuk tujuan mencegah penggempalan atau
penggumpalan makanan terutama yang berbentuk serbuk, tepung, atau
butiran (seperti susu bubuk, krim bubuk, garam meja, dan kaldu bubuk).
Umumnya bahan makanan seperti itu mempunyai sifat mudah menyerap
air (hidroskopik). Bahan anti kempal tidak bersifat toksin dan ikut terserap
oleh metabolisme tubuh, namun dosisnya yang digunakan harus sesuai
dengan peraturan. Jenis bahan ini adalah aluminium silikat, kalsium silikat,
magnesium karbonat, magnesium silikat dan alumino silikat.
3. Pengatur Keasaman (Asidulan)
Umumnya digunakan/berfungsi untuk mengasamkan, menetralkan,
dan mempertahankan derajat keasaman bahan makanan yang diolah serta
sebagai penegas rasa, warna, dan pengawet. Pada produk olahan buah dan
sayuran penambahan zat ini berakibat pada penurunan pH juga
mengurangi risiko tumbuhnya mikroba. Produk pangan olahan yang sering
memanfaatkan asidulan antara lain sari buah, acar ketimun, jem, jeli, dan
ikan kalengan). Asam organik yang sering ditambahkan pada bahan
makanan yakni asam asetat, asam laktat, asam sitrat, asam fumarat, asam
malat, asam suksinat, dan asam tatrat, sedangkan asam anorganinya adalah
asam fosfat.

4. Pemanis Buatan
Merupakan bahan tambahan pangan yang berfungsi untuk memberi
rasa manis dan membantu mempertajam terhadap rasa manis tersebut,
biasanya memiliki nilai kalori yang lebih rendah dari gula biasa dan
hampir tidak mempunyai nilai gizi. Pada umumnya pemanis ini
dicampurkan pada berbagai produk olahan seperti kue, minuman ringan,
sari buah, dan sirop. Pemanis ideal harus memiliki karakteristik sebagai
berikut: tingkat kemanisan minimal sama dengan sukrosa; tidak berwarna;
larut dalam air; komposisinya stabil, tidak beracun dan tidak
membahayakan kesehatan pemakai; memiliki sifat-sifat dan fungsi lain
untuk makanan dan minuman misalnya sebagai penghalus tekstur kue
serta; secara ekonomi layak.
Di dalam industri pangan, dipakai dua jenis bahan pemanis yaitu
sebagai berikut: bahan pemanis nutritif merupakan gula atau senyawa
organik karbohidrat yang mengandung nutrisi menghasilkan sejumlah
kalori. Pemanis nutritif ini terdiri dari pemanis nutritif alami yang berasal
dari tanaman dan hewan seperti gula tebu, gula bit, fruktosa (gula buah),
glukosa, sorbitol, maltosa dan laktosa; serta pemanis nutritif sintesa yang
berasal dari senyawa sintesis misalnya aspartam, di mana aspartam ini
memiliki tingkat kemanisan 200 kali kemanisan sukrosa (gula pasir).
Pemanis jenis ini terdiri dari asam-asam amino dan amat sensitif terhadap
pemanasan tinggi (menyebabkan hilangnya rasa manis yang terkandung
dalam senyawa aspartam).
Pemanis banyak digunakan untuk pemanis produk minuman ringan
(soft drink), khususnya untuk program diet dan aman untuk penderita
diabetes. Bahan pemanis non-nutritif adalah pemanis yang hanya sedikit
mengandung kalori atau tidak sama sekali. Pemanis ini ada yang berasal
dari tanaman, protein dan dari sintesis beberapa reaksi kimia seperti
siklamat dan sakarin. Sakarin memiliki tingkat kemanisan 200-700 kali
tingkat kemanisan gula pasir dan memiliki ‘after taste’ dimana tertinggal
rasa pahit setelah rasa manis berlalu, sedangkan tingkat kemanisan
siklamat hanya sekitar 30-80 kali gula pasir dan tidak memiliki ‘after
taste’.

5. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental


Pengemulsi ini berfungsi sebagai pencegah terpisahnya antara dua
cairan yang berbeda (seperti minyak dan air atau cuka dengan bumbu
salada). Daya kerjanya terutama dipengaruhi oleh bentuk molekulnya yang
mampu terikat oleh dua jenis cairan serta dapat membantu terbentuknya
atau memantapkan sistem dispensi yang homogen pada makanan. Bahan
yang berfungsi sebagai pengemulsi antara lain kuning telur, putih telur
(albumin), gelatin, lesitin, pektin, kasein, tepung paprika (mustard) dan
pasta kanji.
Di antara produk olahan pangan yang memanfaatkan pengemulsian
adalah mayonnaise, frenc dressing (salah satu salad dressing), krim keju,
susu, mentega, margarin, dan shortening. Beberapa penyetabil/pemantap
ada pula yang berfungsi emulsifers diantaranya gum arab bisanya
dimanfaatkan sebagai emulsi cita rasa minuman ringan dan gum tragakan
amat cocok digunakan untuk menghasilkan emulsi cita rasa bacery. Untuk
proses pengentalan bahan pangan cair dapat digunakan hidrokoloid, gumi
dan bahan polimer sintetis. Bahan Pengental ini seperti karagenan, agar,
pectin, gum arab, CMC.
6. Pengawet
Merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam makanan guna
mencegah atau menghambat tumbuhnya jamur, bakteri, atau jasad renik.
Dengan begitu proses fermentasi (pembusukan), pengasaman atau
penguraian akibat aktivitas jasad renik dapat dicegah sehingga daya
simpannya relatif lebih panjang. Beberapa bahan pengawet di antaranya:
 Senyawa organik seperti asam sorbat, asam propionat, asam asetat,
dan epoksida dan senyawa anorganik seperti garam nitrat dan nitrit;
 Zat oksidatif yang dapat menimbulkan reaksi oksidasi seperti
peroksida dan ozon;
 Antibiotik merupakan zat yang dihasilkan dari suatu mikroba,
terutama jamur yang berfungsi sebagai pembasmi mikroba tetapi
sejak tahun 1966 dilarang digunakan karena dapat menimbulkan
kekebalan dengan efek lain berupa reaksi alergi dan keracunan
pada pengguna;
 Fungisidal dipakai untuk membasmi pertumbuhan jamur pada
produk makanan seperti pimaricin;
 Ikatan halogen yang terdapat pada klorin yang berfungsi untuk
membunuh dan mencegah pertumbuhan bakteri, alga, dan
protozoa, zat ini digunakan sebagai pembersih, pelindung dan
sanitasi peralatan dalam industri makanan tidak langsung dipakai
pada makanan karena umumnya bersifat racun;
 Ikatan amonium bersifat basa dan cara kerjanya sama dengan
ikatan halogen. Berbagai jenis pengawet ini telah banyak dikenal
oleh masyarakat, di mana aktivitas bahan pengawet tidak sama, ada
yang efektif untuk mencegah pertumbuhan bakteri, khamir,
ataupun kapang, maka dalam pemakaiannya harus selektif sehingga
tidak menimbulkan efek samping bagi pengguna makanan.
7. Pewarna
Merupakan BTM yang digunakan untuk mempertajam atau
menyeragamkan warna yang memudar akibat pengolahan (menjadi pucat,
atau mengalami pencokelatan), sehingga dapat meningkatkan daya tarik
dari produk makanan tersebut. Pewarna makanan ini secara rinci terbagi 3
golongan yaitu:
 Pewarna alami merupakan warna yang diperoleh dari bahan-bahan
alami, baik nabati, hewani maupun mineral seperti daun suji
(warna hijau), kunyit (warna kuning) daun Jati (warna merah) dan
gula merah (warna coklat);
 Pewarna identik alami merupakan pigmen yang dibuat secara
sintetis di mana struktur kimianya identik dengan pewarna alami
seperti karotenoid murni (santoxantin/merah, apokaroten/merah-
oranye, beta-karotin/oranye sampai kuning, pewarna ini hanya
boleh digunakan dalam konsentrasi tertentu kecuali beta karotin;
 Pewarna sintetis biasa digunakan untuk produk pangan berskala
besar yang terbagi dua yaitu pewarna sintetis FD & C Dyes
digunakan untuk minuman ringan, minuman berkarbonat, kue,
produk susu, pembungkus sosis dan FD & C Lakes seperti biru
berlian, coklat HT, hijau CFC digunakan untuk makanan yang
banyak mengandung lemak atau produk-produk berkadar air
rendah misalnya tablet, adonan cake, donat, kembang gula dan
permen karet.
8. Penyedap Rasa, Aroma, Penguat Rasa,
Merupakan BTM yang dapat memberikan, menambah atau
mempertegas rasa dan aroma. Penggunaan penegas rasa atau sering disebut
penyedap rasa yang berfungsi untuk menambah rasa nikmat pada masakan
yang diolah juga sebagai penekan rasa yang tidak diinginkan pada suatu
bahan makanan. Zat penyedap ini dapat berasal dari senyawa alami seperti
bawang bombai, bawang putih, ekstrak tanaman atau sari buah, minyak
esensial dan oleorisin. Sedangkan senyawa sintetis berasal dari hasil
sintetis zat-zat kimia seperti Vetsin/MSG (mono sodium glotamat).
Adapun contoh bahan untuk pemberi aroma tergolong pemberi
aroma alami adalah jeruk, berbagai macam rempah, minyak asiri dan
oleoresin dari tumbuh-tumbuhan dan rempah-rempah, sedangkan
tergolong tiruan atau identik alami yang dibuat secara sintetis dan
bahannya merupakan campuran bahan kimia adalah amil asetat (aroma
pisang), amil kaproat (aroma apel), etil butirat (aroma nanas), vanilin
(aroma vanili) dan metil anthranilat (aroma buah anggur).

D. Dampak Bahan Tambahan Pangan


Saat ini disayangkan, banyak produsen yang masih keliru dalam
penggunaan BTP, bisa karena alasan ketidaktahuan, tetapi banyak pula karena
unsur kesengajaan, dengan alasan lebih mudah, lebih murah, dan lainnya.
Pembelajaran tentang BTP secara benar sangat diperlukan, baik untuk
produsen maupun konsumen. BTP bukan sesuatu yang menakutkan, jika setiap
produsen mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM). Konsumen pun tidak perlu semakin resah dengan
banyaknya pemberitaan yang tidak benar tentang BTP.
BTP dapat menimbulkan risiko yang tidak baik bagi kesehatan
masyarakat jika produsen:
1) menggunakan BTP yang tidak diizinkan, yang dilarang atau BTP
yang bukan untuk pangan (non food grade) dan
2) menggunakan BTP dengan dosis/takaran yang tidak tepat,
misalnya melebihi dari batas maksimum yang ditetapkan oleh
instansi berwenang, dalam hal ini BPOM.

Penekanan yang tegas kepada produsen sangat diperlukan, bahwa


setiap produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai
informasi yang benar, jelas dan jujur. Sehingga konsumen tidak sampai
memiliki gambaran yang keliru atas produk yang mereka konsumsi.
Informasi yang benar dan jujur harus dicantumkan secara jelas dalam
setiap kemasannya, sehingga konsumen dapat menentukan pilihan
makanan yang tepat sebelum membeli dan/atau mengonsumsinya.
Keterlibatan media, selain keterlibatan produsen dan konsumen, tentu
sangat diperlukan. Media harus mampu menyajikan pemberitaan yang
seimbang, sehingga konsumen mendapat kejelasan dan produsen pun tidak
dirugikan. Pada akhirnya, keterlibatan konsumen, produsen, media dan
lainnya, tidak akan berarti tanpa keterlibatan dan kebijakan dari
pemerintah.
Pemerintah yang berada di antara kepentingan konsumen dan
produsen, harus bisa melindungi hak konsumen dan juga memberikan
jaminan keamanan bagi produsen yang baik produsen yang tidak
melanggar aturan yang sudah ditetapkan. Sebaliknya pemerintah harus
bisa pula melakukan tindakan yang tegas kepada produsen yang
melanggar, sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Selain produsen
dalam negeri, aturan tegas penggunaan BTP juga harus diterapkan pada
importir, memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk
diperdagangkan di Indonesia. Karena tentu aturan BTP untuk setiap negara
beragam, seperti saat kita akan ekspor, maka kita pun harus mengikuti
aturan BTP di negara yang menjadi tujuan. Jalinan kerja sama yang baik,
antara semua pihak, diharapkan dapat mendorong industri pangan di
Indonesia untuk semakin berkembang menghasilkan produk yang
berkualitas baik, konsumen terlindungi dan makin loyal pada produk
negerinya, serta tentunya pendapatan pemerintah pun bisa meningkat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
BTP adalah campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari
bahan baku pangan, tetapi lebih kepada sesuatu yang ditambahkan ke dalam pangan
untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet,
penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.
Pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan
bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan
biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak
mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk
maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

B. Saran
Kepada para pengguna BTP, ketika menggunakan BTP hendaknya
memperhatikan dosis yang dianjurkan oleh undang-undang supaya tidak terjadi hal-
hal yang bersifat fatal baik itu bagi produsennya sendiri maupun bagi konsumen.
Untuk para konsumen agar lebih berhati-hati lagi dan lebih selektif dalam memilih
makanan supaya terhindar dari bahayanya BTP yang berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA

EN Tri A. 2019. Bahan Tambahan Pangan. Universitas Katolik Soegijapranata.


http://repository.unika.ac.id/20464/2/15.I1.0112%20ELISABETH%20NADYA%20TRI
%20ASTUTI%20%283.23%29..pdf%20BAB%20I.pdf

A Ardiansyah. 2016. Ardiansyah, Ardiansyah (2016) KENALI DENGAN BAIK MANFAAT


BAHAN TAMBAHAN PANGAN. In: Pangan Indonesia yang diimpikan.
Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia. ISBN 978-602-6250-14-8
https://repository.bakrie.ac.id/776/

Anda mungkin juga menyukai