Anda di halaman 1dari 31

“BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP)”

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keamanan Pangan
Dosen Pengampu : Bibit Nasrokhatun Diniah, S.KM., M.Kes

Disusun Oleh :
Kelompok 6
Elina Haqie (CMR0180040)
Melia Puspita Sari (CMR0180081)
Muhammad Faisal (CMR0180049)
Ria Yuliana (CMR0180054)
Tika Luginawati (CMR0180096)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan
kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga kami diberi kesempatan yang luar biasa
ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah yang berjudul
“Bahan Tambahan Pangan (BTP)”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah
Keamanan Pangan. Oleh karena itu kami sampaikan terima kasih kepada Ibu Bibit
Nasrokhatun Diniah, S.KM., M.Kes selaku Dosen Mata Kuliah Keamanan Pangan
yang telah membimbing kami agar makalah ini tersusun dengan baik.
Kami berharap makalah ini dapat dimengerti oleh setiap pihak yang
membaca. Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah ini dapat ditemukan
banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
benar-benar menanti kritik dan saran demi perbaikan karya tulis selanjutnya.
Penyusun pun memohon maaf apabila dalam makalah ini terdapat perkataan yang
tidak berkenan di hati.

Kuningan, April 2021

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR ...................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................3
2.1 Definisi Bahan Tambahan Pangan (BTP).........................................3
2.2 Jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan (BTP).....................................3
2.3 Regulasi Bahan Tambahan Pangan (BTP)........................................7
2.4 Bahaya Bahan Tambahan Pangan (BTP)..........................................11
2.5 Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang Dilarang...........15
2.6 Kasus Terkait BTP yang Ada di Indonesia.......................................17
BAB III PENUTUP.........................................................................................22
3.1 Kesimpulan..........................................................................................22
3.2 Saran....................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................23
LAMPIRAN....................................................................................................25

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang
secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi
ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan,
antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat
dan pengental. (Hall, 1973)
Bahan Tambahan Pangan atau aditif makanan juga diartikan sebagai
bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan
untuk meningkatkan mutu. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat
dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu aditif sengaja dan aditif tidak sengaja.
Aditif sengaja adalah aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud
dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita
rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa,
dan lainnya. Sedangkan aditif yang tidak sengaja adalah aditif yang terdapat
dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses
pengolahan. Bila dilihat dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah
(misalnya lesitin); dan dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai
sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang sejenis, baik dari susunan kimia
maupun sifat metabolismenya (misal asam askorbat). (Hall, 1973)
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88
dijelaskan bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
pangan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas pangan, mempunyai
atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam
pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan
suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh
masyarakat, termasuk dalam pembuatan pangan jajanan. Masih banyak
produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau

1
berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam
pangan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Bahan Tambahan Pangan (BTP) ?
2. Apa saja jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan (BTP) ?
3. Bagaimana regulasi mengenai Bahan Tambahan Pangan (BTP) ?
4. Bagaimana bahaya dari Bahan Tambahan Pangan (BTP) ?
5. Apa saja penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dilarang ?
6. Apa saja kasus terkait Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang ada di
Indonesia ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami mengenai Bahan Tambahan Pangan
(BTP)
2. Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan
(BTP)
3. Untuk mengetahui dan memahami regulasi mengenai Bahan Tambahan
Pangan (BTP)
4. Untuk mengetahui dan memahami bahaya dari Bahan Tambahan Pangan
(BTP)
5. Untuk mengetahui dan memahami penggunaan Bahan Tambahan Pangan
(BTP) yang dilarang
6. Untuk mengetahui kasus terkait Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang ada
di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Bahan Tambahan Pangan (BTP)
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air,
baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk Bahan Tambahan Pangan,
Bahan Baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Bahan Tambahan Pangan yang selanjutnya disingkat BTP adalah bahan
yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk
Pangan. Bahan Tambahan Makanan (BTP) adalah bahan atau campuran
bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan,
tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk
pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal,
pemucat dan pengental. Bahan Tambahan Pangan atau aditif makanan juga
diartikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu
pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu produk makanan.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88
dijelaskan bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
pangan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas pangan, mempunyai
atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam
pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan
suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut.

2.2 Jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan (BTP)


Menurut Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 11
Tahun 2019 Tentang Bahan Tambahan Pangan, Penggolongan/Jenis-jenis
BTP yang digunakan pada pangan terdiri atas 27 golongan BTP.
Jenis BTP yang diizinkan dalam penggolongan :

3
1. Antibuih (Antifoaming Agent)
Antibuih (Antifoaming Agent) adalah BTP untuk mencegah atau
mengurangi pembentukan buih.
2. Antikempal (Anticaking Agent)
Antikempal (Anticaking agent) adalah BTP untuk mencegah
mengempalnya produk Pangan.
3. Antioksidan (Antioxidant)
Antioksidan (Antioxidant) adalah BTP untuk mencegah atau menghambat
kerusakan Pangan akibat oksidasi.
4. Bahan Pengkarbonasi (Carbonating Agent)
Bahan Pengkarbonasi (Carbonating agent) adalah BTP untuk membentuk
karbonasi di dalam Pangan.
5. Garam Pengemulsi (Emulsifying Salt)
Garam Pengemulsi (Emulsifying salt) adalah BTP untuk mendispersikan
protein dalam keju sehingga mencegah pemisahan lemak.
6. Gas Untuk Kemasan (Packaging Gas)
Gas untuk Kemasan (Packaging gas) adalah BTP berupa gas, yang
dimasukkan ke dalam kemasan Pangan sebelum, saat maupun setelah
kemasan diisi dengan Pangan untuk mempertahankan mutu Pangan dan
melindungi Pangan dari kerusakan.
7. Humektan (Humectant)
Humektan (Humectant) adalah BTP untuk mempertahankan kelembaban
Pangan.
8. Pelapis (Glazing Agent)
Pelapis (Glazing agent) adalah BTP untuk melapisi permukaan Pangan
sehingga memberikan efek perlindungan dan/atau penampakan
mengkilap.
9. Pemanis (Sweetener)
Pemanis (Sweetener) adalah BTP berupa Pemanis Alami dan Pemanis
Buatan yang memberikan rasa manis pada produk Pangan.
a. Pemanis Alami (Natural Sweetener)

4
Pemanis Alami (Natural sweetener) adalah Pemanis yang
dapatditemukan dalam bahan alam meskipun prosesnya secara sintetik
ataupun fermentasi.
b. Pemanis Buatan (Artificial Sweetener)
Pemanis Buatan (Artificial sweetener) adalah Pemanis yang diproses
secara kimiawi, dan senyawa tersebut tidak terdapat di alam.
10. Pembawa (Carrier)
Pembawa (Carrier) adalah BTP yang digunakan untuk memfasilitasi
penanganan, aplikasi atau penggunaan BTP lain atau Zat Gizi di dalam
Pangan dengan cara melarutkan, mengencerkan, mendispersikan atau
memodifikasi secara fisik BTP lain atau Zat Gizi tanpa mengubah
fungsinya dan tidak mempunyai efek teknologi pada Pangan.
11. Pembentuk Gel (Gelling Agent)
Pembentuk Gel (Gelling agent) adalah BTP untuk membentuk gel.
12. Pembuih (Foaming Agent)
Pembuih (Foaming agent) adalah BTP untuk membentuk atau memelihara
homogenitas dispersi fase gas dalam Pangan berbentuk cair atau padat.
13. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)
Pengatur Keasaman (Acidity regulator) adalah BTP untuk mengasamkan,
menetralkan dan/atau mempertahankan derajat keasaman Pangan.
14. Pengawet (Preservative)
Pengawet (Preservative) adalah BTP untuk mencegah atau menghambat
fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya terhadap
Pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
15. Pengembang (Raising Agent)
Pengembang (Raising agent) adalah BTP berupa senyawa tunggal atau
campuran untuk melepaskan gas sehingga meningkatkan volume adonan.
16. Pengemulsi (Emulsifier)
Pengemulsi (Emulsifier) adalah BTP untuk membantu terbentuknya
campuran yang homogen dari dua atau lebih fase yang tidak tercampur
seperti minyak dan air.

5
17. Pengental (Thickener)
Pengental (Thickener) adalah BTP untuk meningkatkan viskositas
Pangan.
18. Pengeras (Firming Agent)
Pengeras (Firming agent) adalah BTP untuk memperkeras atau
mempertahankan jaringan buah dan sayuran, atau berinteraksi dengan
bahan pembentuk gel untuk memperkuat gel.
19. Penguat rasa (Flavour enhancer)
Penguat rasa (Flavour enhancer) adalah BTP untuk memperkuat atau
memodifikasi rasa dan/atau aroma yang telah ada dalam bahan Pangan
tersebut tanpa memberikan rasa dan/atau aroma tertentu.
20. Peningkat volume (Bulking Agent)
Peningkat Volume (Bulking agent) adalah BTP untuk meningkatkan
volume Pangan.
21. Penstabil (Stabilizer)
Penstabil (Stabilizer) adalah BTP untuk menstabilkan sistem dispersi
yang homogen pada Pangan.
22. Peretensi Warna (Colour Retention Agent)
Peretensi Warna (Color retention agent) adalah BTP untuk
mempertahankan, menstabilkan, atau memperkuat intensitas warna
Pangan tanpa menimbulkan warna baru.
23. Perlakuan Tepung (Flour Treatment Agent)
Perlakuan Tepung (Flour treatment agent) adalah BTP yang ditambahkan
pada tepung untuk memperbaiki warna, mutu adonan dan atau
pemanggangan, termasuk bahan pengembang adonan, pemucat dan
pematang tepung.
24. Pewarna (Colour)
Pewarna (Colour) adalah BTP berupa Pewarna Alami dan Pewarna
Sintetis, yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada Pangan mampu
memberi atau memperbaiki warna.
a. Pewarna alami (Natural Colour)

6
Pewarna Alami (Natural food colour) adalah Pewarna yang dibuat
melalui proses ekstraksi, isolasi, atau derivatisasi (sintesis parsial) dari
tumbuhan, hewan, mineral atau sumber alami lain, termasuk Pewarna
identik alami.
b. Pewarna Sintetis (Synthetic Colour)
Pewarna Sintetis (Synthetic food colour) adalah Pewarna yang
diperoleh secara sintesis kimiawi.
25. Propelan (Propellant)
Propelan (Propellant) adalah BTP berupa gas untuk mendorong Pangan
keluar dari kemasan.
26. Sekuestran (Sequestrant)
Sekuestran(Sequestrant) adalah BTP yang dapat mengikat ion logam
polivalen untuk membentuk kompleks sehingga meningkatkan stabilitas
dan kualitas Pangan.

2.3 Regulasi Bahan Tambahan Pangan (BTP)


Beberapa peraturan pemerintah yang berhubungan dengan penggunaan
bahan tambahan pangan antara lain :
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 23/Menkes/SK/I/78 tentang
Pedoman Cara Produksi Yang Baik Untuk Pangan
Dalam peraturan ini disebutkan antara lain sebagai berikut :

a. BTP yang digunakan untuk memproduksi pangan tidak bolah


merugikan atau membahayakan kesehatan dan harus memenuhi
standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan.

b. BTP yang standar mutu atau persyaratannya belum ditetapkan oleh


Menteri hanya digunakan dengan izin khusus Menteri.

c. Terhadap BTP yang disebut dalam nomor 1 sebelum digunakan harus


dilakukan pemeriksaan secara organoleptik, fisika, kimia,
mikrobiologi, dan/atau biologi.

7
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 239/Menkes/Per/V/85 tentang Zat
Warna tertentu yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya
Dalam Peraturan Menteri ini dicantumkan pewarna yang dinyatakan
sebagai bahan berbahaya bagi kesehatan manusia, oleh karena itu dilarang
digunakan dalam pangan. Beberapa bahan pewarna dalam daftar tersebut
(yang diberi tanda bintang pada daftar dibawah ini) telah dilarang
penggunaannya sejak tahun 1979 melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 235/Menkes/Per/VI/79 tentang Zat Warna Yang Dilarang Digunakan
dalam Pangan. Pewarna yang dinyatakan berbahaya bagi kesehatan adalah
sebagai berikut :

1 Auiramine* 11. Fast Yellow AB 21. Orange GGN


2 Alkanet 12. Guinea Green B* 22. Orange RN
3 Butter Yellow* 13. Indanthrene Blue RS 23. Orchis and Orcein
4 Black 7984 14. Magenta* 24. Ponceau 3R*
5 Bum Umber 15. Metanil Yellow* 25. Ponceau SX*
6 Chrysoindine* 16. Oil Orange SS* 26. Ponceau 6R
7 Crysoine 17. Oil Orange XO* 27. Rhodamin B*
8 Citrus Red No. 2* 18. Oil Yellow AB* 28. Sudan I*
9 Chocolate Brown FB 19. Oil Yellow OB* 29. Scarlet GN
10 Fat Red E 20. Orange G 30. Violet 6B

3. Peraturan Menteri Kesehatan No. 772/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan


Tambahan Pangan

Pada prinsipnya Peraturan Menteri Kesehatan ini memuat beberapa hal


pokok yaitu :

a. Jenis dan jumlah meksimum berbagai macam BTP yang diizinkan


digunakan di dalam pangan serta jenis pangan yang dapat
ditambahkan BTP tersebut.
b. Jenis bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam pangan, yaitu :
- Asam borat dan senyawanya
- Asam salisilat dan garamnya

8
- Diatilpirokarbonat
- Dulsin
- Kalium klorat
- Kloramfenikol
- Minyak nabati yang dibrominasi
- Nitrofurazon
- Formalin (formaldehida)

c. Pangan yang mengandung BTP, pada labelnya harus dicantumkan


nama golongan BTP, dan pada label pangan yang mengandung BTP
golongan antioksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna dan
penguat rasa harus dicantumkan pula nama BTP dan nomor indeks
khusus untuk pewarna.
d. Pada wadah BTP harus dicantumkan label yang memenuhi ketentuan
Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang Label dan Periklanan
Pangan. Selain itu pada label BTP harus dicantumkan pula :
- Tulisan “Bahan Tambahan Pangan” atau “Food Additive”
- Nama BTP, khusus untuk pewarna dicantumkan pula nomor
indeksnya
- Nama golongan BTP
- Nomor pendaftaran produsen
- Nomor pendaftaran produk, untuk BTP yang harus
didaftarkan.
Pada label BTP dalam kemasan eceran harus dicantumkan pula
takaran penggunaannya.
Selain peraturan-peraturan tersebut diatas, di dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 772/Menkes/Per/IX/88 dicantumkan pula berbagai
larangan antara lain sebagai berikut :
a. Dilarang menggunakan BTP untuk tujuan-tujuan tertentu yaitu :
- Untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau
yang tidak memenuhi persyaratan.

9
- Untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan
cara produksi yang baik untuk pangan.
- Untuk menyembunyikan kerusakan pangan.

b. Dilarang memproduksi, mengimpor atau mengedarkan BTP yang


dilarang dan belum mendapat persetujuan dari Badan Pangawas Obat
dan Makanan.
c. Dilarang mengedarkan BTP yang diproduksi oleh produsen yang tidak
terdaftar.

d. Dilarang mengedarkan pangan dan BTP yang tidak memenuhi


persyaratan tentang label.
e. Dilarang menggunakan BTP melampaui batas maksimum penggunaan
yang ditetapkanuntuk masing-masing pangan yang bersangkutan.
4. Keputusan Direktur Jenderal Pengawas Obat dan Pangan No.
02240/B/SK/VII/91 tentang Pedoman Persyaratan Mutu Serta Label dan
Periklanan Pangan
Dalam peraturan ini disebutkan antara lain : untuk bahan BTP dapat
dicantumkan nama golongannya pada label (etiket), misalnya antioksidan,
antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih dan pematang
tepung, pengemulsi, pemantap dan pengental, pengawet, pengeras,
pewarna, penyedap rasa dan aroma, sekuestran; tetapi khusus untuk bahan
tambahan pangan yang tergolong antioksidan, pemanis buatan, pengawet,
pewarna dan penguat rasa harus dicantumkan pula nama jenis bahan
tambahan tersebut, dan nomor indeks khusus untuk pewarna. Penyedap
rasa yang alamiah, identik dan sintetik harus dibedakan.
5. Keputusan Direktur Jenderal Pengawas Obat dan Pangan No.
02592/B/SK/VIII/91 Tentang Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Peraturan ini antara lain berisi peraturan mengenai permohonan
persetujuan penggunaan bahan BTP dan penilaiannya.

6. Keputusan Direktur Jenderal Pengawas Obat dan Pangan No.


02593/B/SK/VIII/91 tentang Tata Cara Pendaftaran Produsen dan Produk

10
Bahan Tambahan Pangan

Peraturan ini antara lain berisi peraturan mengenai tata cara


permohonan pendaftaran produsen BTP, pendaftaran produk BTP dan
penilaian permohonan pendaftaran tersebut.
7. Peraturan Pemerintah Mengenai Produksi dan Peredaran BTP
Beberapa peraturan pemerintah mengenai produksi dan peredaran BTP
adalah sebagai berikut :
BTP yang tidak termasuk golongan yang tidak diizinkan hanya boleh
diproduksi, diimpor dan diedarkan setelah melalui proses penilaian oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan.
a. BTP yang diproduksi, diimpor dan diedarkan harus memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI.
b. Produsen yang memproduksi BTP harus didaftarkan pada Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
c. BTP yang diimpor hanya boleh diedarkan jika sertifikat analisis
disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
8. Peraturan Pemerintah Mengenai Label dan Etiket BTP
Yang dimaksud dengan label BTP adalah tanda berupa tulisan,
gambar atau bentuk penyertaan lain yang disertakan pada wadah atau
pembungkus BTP sebagai keterangan/penjelasan. Sedangkan pengertian
etiket adalah label yang dilekatkan, dicetak, diukir atau dicantumkan
dengan jalan lain pada wadah atau pembungkus.
Berikut ini dijelaskan mengenai persyaratan label untuk jenis BTP yang
berisiko tinggi dalam menimbulkan masalah keamanan pangan, yaitu
pewarna, pemanis buatan dan pengawet. (Hall, 1973)

2.4 Bahaya Bahan Tambahan Pangan (BTP)


Berikut ini beberapa bahaya dari penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
yaitu sebagai berikut :
1. Asam Borat (Boraks)

11
Penyalahgunaan boraks pada makanan biasanya diperuntukkan
sebagai pengeras, pengenyal, dan pengawet. Beberapa contoh makanan
yang mengandung boraks antara lain bakso, mi basah, kerupuk, dan
pangsit. Boraks beracun terhadap semua sel. Bila tertelan senyawa ini
dapat menyebabkan efek negatif pada susunan syaraf pusat, ginjal dan
hati. Ginjal merupakan organ yang paling besar mengalami kerusakan
dibandingkan dengan organ lain. Selain itu dapat menimbulakan gejala-
gejala yang tertunda meliputi badan terasa tidak nyaman (malaise), mual,
nyeri hebat pada perut bagian atas (epigastrik), pendarahan saluran
pencernaan (gastroenteritis) disertai muntah darah, diare, lemah,
mengantuk, demam, dan rasa sakit kepala. Pemakaian boraks dalam
jangka panjang akan menyebabkan kulit kering, bercak-bercak merah pada
kulit, dan gangguan saluran pencernaan. Boraks juga bersifat karsinogenik
(menyebabkan kanker), dapat mengganggu sistem reproduksi,
menyebabkan gangguan hormonal dan bila terakumulasi dapat
menyebabkan gangguan sistem kekebalan tubuh. (Direktorat Standardisasi
Pangan Olahan, 2016)
2. Formalin
Beberapa contoh produk pangan yang sering mengandung formalin
antara lain ikan segar, ayam potong, mi basah dan tahu. Dampak formalin
pada kesehatan manusia, dapat bersifat :
a. Akut : efek pada kesehatan manusia langsung terlihat seperti iritasi,
alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit
perut dan pusing.
b. Kronik : efek pada kesehatan manusia terlihat setelah terkena dalam
jangka waktu yang lama dan berulang seperti iritasi, mata berair,
gangguan pencernaan, hati, ginjal, pankreas, sistem saraf pusat,
menstruasi dan pada hewan percobaan dan manusia diduga bersifat
karsinogenik. (Direktorat Standardisasi Pangan Olahan, 2016)
3. Zat warna Rhodamin B

12
Rhodamin B bisa menumpuk di lemak sehingga lama-kelamaan
jumlahnya akan terus bertambah. Rhodamin B diserap lebih banyak pada
saluran pencernaan dan menunjukkan ikatan protein yang kuat. Kerusakan
pada hati tikus terjadi akibat makanan yang mengandung rhodamin B
dalam konsentrasi tinggi. Paparan rhodamin B dalam waktu yang lama
dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati. (Direktorat
Standardisasi Pangan Olahan, 2016)
4. Asam Benzoat
Pemberian dosis besar akan menimbulkan nyeri lambung, mual dan
muntah.
5. Asam Propionat
Tingkat toksisitas asam propionat adalah sebagai berikut :
b. Tokisitas akut, akan merusak kulit , mata dan mukosa, terjadi
nekrosis pada kulit kelinci pada paparan 10 mg /24 jam.
c. Toksisitas sub kronis, konsumsi 5% atau setara dengan 5000 mg/kg
berat badan selama 110 hari akan terjadi gangguan pada lambung
pada tikus. Paparan pada anjing dengan kadar 3000, 10000 dan
30000 ppm selama 90 hari akan terjadi peningkatan insiden
hypoplaciaepithel(terhambatnya perkembangan sel) dan
peningkatan jumlah nitrit pada urine.
d. Toksisitas kronis, pada studi terhadap 20 ekor tikus jantan dewasa
dengan paparan asam propionat yang berkadar 4 % selama 2 tahun
akan terjadi hypoplacia dan tukak pada lambung. (Ratnani, 2009)
6. Belerang dioksida
Efek merugikan berupa hambatan terhadap pernafasan yang akan
berakibat fatal apabila terjadi edema(kelebihan akumulasi cairan didalam
jaringan tubuh sehingga menyebabkan pembengkakan) paru, edema
glotis(celah pita suara ) danspasme (tegangan otot) laring(organ suaran).
(Direktorat Standardisasi Pangan Olahan, 2016)
7. Kalium Bromat

13
Penggunaannya dalam makanan dan minuman dapat membahayakan
kesehatan karena bersifat karsinogenik. (Direktorat Standardisasi Pangan
Olahan, 2016)
8. Auramine
Berdasarkan kajian epidemiologi pada manusia menunjukkan bahwa
zat warna auramine dapat meningkatkan resiko kanker kandung kemih dan
prostat. (Direktorat Standardisasi Pangan Olahan, 2016)
9. Zat Warna Butter Yellow
Bersifat karsinogenik pada tikus, menghasilkan tumor hati,
sedangkan pada anjing menyebabkan tumor kandung kemih. (Direktorat
Standardisasi Pangan Olahan, 2016)
10. Black 7984
Merupakan zat warna coklat sampai hitam, dapat menyebabkan
reaksi Alergi dan intoleransi terutama pada orang yang intoleran terhadap
aspirin selain itu dapat memperburuk gejala asma. (Direktorat
Standardisasi Pangan Olahan, 2016)
11. Zat Warna Citrus Red No 2
Mempunyai sifat karsinogenik pada mencit dan tikus. Setelah
pemberian secara oral, senyawa ini menghasilkan hiperplasia dan tumor
kandung kemih. Pemberian secara subkutan menghasilkan
adenokarsinomas (tumor jinak berasal dari kelenjar) dan lymphosarcomas
(tumor limfa) pada mencit betina. Kemungkinan sebagai penyebab kanker
pada manusia. (Direktorat Standardisasi Pangan Olahan, 2016)
12. Zat Warna CI Basic Red 9
Digunakan sebagai pewarna serat tekstil, persiapan pigmen Untuk
tinta cetak. Merupakan bahankarsinogenik karena teridentifikasi
menyebabkan kanker kandung kemih. (Direktorat Standardisasi Pangan
Olahan, 2016)
13. Zat Warna Metanil Yellow
Digunakan pada industri tekstil, cat, kertas dan kulit Binatang,
indikator reaksi netralisasi (asam-basa). Metanil yellow dapat

14
menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan
tekanan darah. Jangka panjang dapat menyebabkan kanker kandung
kemih. (Direktorat Standardisasi Pangan Olahan, 2016)
14. Zat Warna Orange G
Zat warna Orange G berbahaya bila tertelan, terhisap atau diabsorbsi
melalui kulit. Kemungkinan menyebabkan iritasi pada kulit, mata dan
saluran cerna. Bersifat tumorigen dan mutagen. (Direktorat Standardisasi
Pangan Olahan, 2016)
15. Magenta I, Magenta II, Magenta III, Ponceau 3R, Sudan I serta Benzyl
violet 6B
Merupakan zat warna yang memiliki sifat karsinogenik, penyebab kanker
pada manusia. (Direktorat Standardisasi Pangan Olahan, 2016)
16. Dietilpirokarbonat
Dapat digunakan sebagai pengawet namun dapat menyebabkan kanker.

2.5 Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang Dilarang


Pelarangan tersebut tentunya berkaitan dengan dampaknya yang
merugikan kesehatan manusia, di bawah ini adalah uraian singkat
mengenai beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam
makanan.
1. Asam Borat (boraks) merupakan senyawa berbentuk kristal berwarna putih
dan tidak berkilau serta stabil untuk suhu normal dan tekanan. Boraks
adalah senyawa kimia dan mempunyai nama natrium tertraborat. Dan akan
menjadi asam borat dan hidroksida jika larut dalam air. Boraks biasanya
dipakai untuk pembasa farmasi, pengawet makanan dan digunakan sebagai
bakterisida lemah serta astrigen sedang.
2. Dulsin adalah pemanis buatan dengan daya manis 250 kali dari daya manis
sukrosa. Hasil percobaan pada hewan menunjukkan bahwa dulsin dapat
menyebabkan kanker.
3. Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk.
Didalam formalin mengandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air,

15
biasanya ditambah methanol hingga 15 persen sebagai pengawet. Formalin
dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak
digunakan dalam industri.
4. Kalium Bromat penggunaannya dalam makanan dan minuman dapat
membahayakan kesehatan karena bersifat karsinogenik.
5. Auramine berdasarkan kajian epidemiologi pada manusia menunjukkan
bahwa zat warna auramine dapat meningkatkan resiko kanker kandung
kemih dan prostat.
6. Zat Warna Butter Yellow, bersifat karsinogenik pada tikus, menghasilkan
tumor hati, sedangkan pada anjing menyebabkan tumor kandung kemih.
7. Black 7984, merupakan zat warna coklat sampai hitam, dapat
menyebabkan reaksi alergi dan intoleransi terutama pada orang yang
intoleran terhadap aspirin selain itu dapat memperburuk gejala asma.
8. Zat Warna Chrysoidine, diduga bersifat karsinogen terhadap manusia dan
bersifat toksik terhadap saluran cerna dan hati.
9. Zat Warna Citrus Red No.2, mempunyai sifat karsinogenik pada mencit
dan tikus. Setelah pemberian secara oral, senyawa ini menghasilkan
hiperplasia dan tumor kandung kemih. Pemberian secara subkutan
menghasilkan adenokarsinomas (tumor jinak berasal dari kelenjar) dan
lymphosarcomas (tumor limfa) pada mencit betina. Kemungkinan sebagai
penyebab kanker pada manusia.
10. Zat Warna Chocolate Brown FB, tidak ditemukan adanya intoksikasi
(keracunan) dan pengaruh terhadap tingkat kematian, berat badan, berat
organ dan indikasi tumor pada pemberian dosis sampai 2000 mg setiap
hari pada tikus dan mencit. Namun ditemukan deposit pigmen pada
beberapa organ tubuh pada pemberian dosis diatas 3000 mg/kg berat
badan.
11. Zat Warna CI Basic Red No.9, digunakan sebagai pewarna serat tekstil,
persiapan pigmen untuk tinta cetak. Merupakan bahankarsinogenik karena
teridentifikasi menyebabkan kanker kandung kemih.

16
12. Zat Warna Metanil Yellow, biasa digunakan pada industri tekstil, cat,
kertas dan kulit binatang, indikator reaksi netralisasi (asam-basa). Metanil
yellow dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa
tidak enak dan tekanan darah. Jangka panjang dapat menyebabkan kanker
kandung kemih.
13. Zat Warna Oil Orange SS, berbahaya bila tertelan atau diabsorbsi kulit.
Bersifat karsinogen terhadap hewan. Diduga bersifat karsinogen pada
manusia.
14. Zat Warna Orange G, berbahaya bila tertelan, terhisap atau diabsorbsi
melalui kulit. Kemungkinan menyebabkan iritasi pada kulit, mata dan
saluran cerna. Bersifat tumorigen dan mutagen.
15. Zat Warna Ponceau SX dapat menyebabkan kerusakan pada sistem urin.
16. Zat Warna Rhodamin B, bersifat karsinogenik. Digunakan sebagai zat
warna untuk kertas, tekstil (sutra, wool, kapas), sabun, kayu, plastik dan
kulit, sebagai reagensia di laboratorium untuk pengujian antimoni, kobal,
niobium, emas, mangan, air raksa, tantalum dan tungsten, dan digunakan
untuk pewarna biologik.
17. Magenta I, Magenta II, Magenta III, Ponceau 3R, Sudan I Serta Benzyl
Violet 6B merupakan zat warna yang memiliki sifat karsinogenik,
penyebab kanker pada manusia.
2.6 Kasus Terkait BTP yang Ada di Indonesia
1. Kasus Yang Pertama : 20 Ribu Tahu Berformalin Di Palembang
Diamankan,Pemilik Usaha Ditangkap.
Tim Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Palembang
mengamankan 20 ribu buah tahu yang mengandung formalin.
Pengungkapan ini bermula dari sebuah truk yang diamankan di kawasan
Pasar 7 Ulu, Seberang Ulu I, Palembang.

Kepala BBPOM Palembang, Yosef Dwi Irwan, mengatakan setelah


melakukan tangkap tangan, pihaknya bertolak ke lokasi tempat
produksinya tahu tersebut di kawasan Padang Selasa, Ilir Barat I,

17
Palembang. Tim BBPOM Palembang bersama Polda
Sumsel mengamankan tahu berformalin tersebut pada subuh tadi sekitar
pukul 04.30 WIB.

"Usai melakukan inspeksi mendadak (sidak) di kawasan tersebut, kita


mengamankan pemilik produksi berinisial B dan 3 orang saksi untuk
dimintai keterangan lebih lebih lanjut. Sementara ini kita masih memeriksa
4 orang saksi, belum bisa menetapkan menjadi pelaku karena masih ada
prosesnya," ujar Yosef kepada wartawan, Senin (8/3/2021).

Dia menyebut pemilik pabrik berinisial B telah mengakui bahwa tahunya


dapat bertahan cukup lama yakni tiga hari. Padahal umumnya tahu hanya
dapat bertahan setengah hari.

"B sendiri mengakui tahu-tahu miliknya bisa bertahan hingga 3 hari,


sementara seperti diketahui umumnya tahu hanya bertahan setengah hari,"
terangnya.

Dia mengatakan pelaku produksi dapat dijerat UU Pangan dan terancam


minimal 5 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar. Begitu pula bagi
pedagang-pedagang yang nakal akan mendapatkan tindakan yang sangat
tegas hingga larangan berjualan kembali.

"Sesuai dengan instruksi pemerintah setempat, kita akan ada peringatan


mulai dari pemusnahan hingga larangan berjualan," jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Wali Kota Palembang, Fitrianti


Agustinda, mengungkapkan berharap penindakan ini dapat membuat jera
pelaku usaha yang nakal.

"Semoga ini menjadi efek jera bagi pelaku usaha yang masih curang.
Semoga tidak terulang kembali," ungkap Fitri.

18
2. Kasus Yang Kedua : BPOM Temukan 300 Kg Mi Mengandung Boraks Di
Aceh
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan sebanyak 300
kilogram (kg) lebih mi basah diduga mengandung formalin dan boraks. Mi
berformalin ini ditemukan pada sejumlah pedagang di Kompleks Pasar
Matang Geulumpang Dua Kecamatan Peusangan, Kabupaten
Bireuen, Aceh.

"Ada sekitar 300 kilogram mi basah yang kami amankan dari sejumlah
pedagang di Pasar Matang Geulumpang Dua Bireuen," kata Kepala
Bidang Perdagangan pada Dinas Perdagangan Perindustrian Koperasi dan
UKM Bireuen Aceh, Azhar, dilansir Antara, Rabu (31/3/2021).

Azhar mengatakan mi mengandung formalin itu ditemukan setelah tim


gabungan terdiri dari Badan Pengawasan Obat dan Makan (BPOM) Aceh,
Polda, Dinas Kesehatan Bireuen, Disperindagkop UKM dan Polres
Bireuen melakukan razia ke daerah ini. Petugas kemudian melakukan
pemeriksaan sampel di empat pengusaha mie basah di daerah ini.

Azhar menyebut lokasi temuan tersebut berada di Kompleks Pasar Ikan


dan Kompleks Terminal Matang Geulumpang Dua Kecamatan Peusangan
Kabupaten Bireuen.

Saat menemukan adanya dugaan pelanggaran oleh sejumlah pedagang


karena diduga menggunakan bahan kimia berbahaya seperti formalin
dan boraks, Azhar mengatakan pemerintah daerah telah mengambil
tindakan tegas berupa teguran kepada pedagang yang diduga
melanggar.

"Untuk sementara pedagang yang nakal ini kita beri sanksi teguran,
agar ke depan tidak lagi mengulangi perbuatan yang sama," kata
Azhar.

19
Azhar menegaskan jika ke depan para pedagang masih terdapat
melakukan pelanggaran yang sama, maka dipastikan para pedagang
yang melanggar akan dibawa ke ranah hukum.

3. Kasus Yang Ketiga : Uji Sampel Makanan Saat Ramadhan, Dinkes


Tulungagung Temukan Zat Berbahaya 
Dinkes Tulungagung melakukan uji sampel puluhan makanan yang
dijual para pedagang kali lima. Hasilnya, ditemukan empat jenis
makanan yang mengandung zat berbahaya.

Kasi Perbekalan dan Farmasi Dinas Kesehatan Tulungagung Masduki


mengatakan, uji sampel 31 jenis makanan itu diambil dari beberapa
pusat penjualan takjil buka puasa. Seperti di Kelurahan Jepun,
Kepatihan dan Gendingan.

"Ini merupakan sebagai pelaksanaan tugas pokok kami sesuai


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan PP 86 Tahun 2019
Tentang Keamanan Pangan. Dinas Kesehatan harus mengawal mutu
keamanan pangan," kata Masduki, Jumat (16/4/2021).

Seluruh sampel yang diambil, selanjutnya dilakukan pengujian cepat


oleh tim Dinkes Tulungagung. Hasilnya ditemukan empat makanan
yang positif mengandung zat berbahaya. Di antaranya dua jenis
kerupuk puli dan pasir, usus goreng dan olahan kulit sapi atau cecek.

"Kerupuk puli tadi positif mengandung boraks. Kerupuk goreng pasir


mengandung rodhamin B, usus dan cecek positif mengandung
formalin," ujarnya.

Bahan-bahan berbahaya tersebut seharusnya tidak boleh digunakan


sebagai bahan tambahan makanan. Sebab dapat membahayakan tubuh
dalam jangka panjang.

20
"Salah satu kerupuk ada izin PIRT tapi diproduksi di Blitar. Bahan
berbahaya seperti ini, meskipun sedikit tidak boleh digunakan untuk
makanan," ujarnya.

Masduki menambahkan, terkait temuan itu Dinkes Tulungagung akan


memberikan pembinaan terhadap para pedagang, maupun produsen
makanan yang kedapatan menggunakan bahan berbahaya.

"Di sisi lain kami harus mendorong usaha kecil untuk tumbuh
kembali. Tapi tidak boleh mengabaikan aspek kesehatan. Jadi ya lebih
ke pembinaan," jelasnya.

Uji sampel makanan pada Bulan Ramadhan dinilai penting. Sebab saat


ini daya beli masyarakat cukup tinggi. Selain itu jumlah pedagang
makanan mengalami peningkatan tajam.

"Ini bulan puasa, demand masyarakat tinggi terhadap makanan, maka


kami pastikan produk-produk itu aman dan layak dikonsumsi,"
pungkasnya.

BAB III

PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan

21
Bahan Tambahan Makanan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan
yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi
ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan,
antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat
dan pengental. Bahan Tambahan Pangan atau aditif makanan juga diartikan
sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan
makanan untuk meningkatkan mutu produk makanan.
Menurut Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 11
Tahun 2019 Tentang Bahan Tambahan Pangan, Penggolongan/Jenis-jenis
BTP yang digunakan pada pangan terdiri atas 27 golongan BTP. Adapun
beberapa peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan.
Bahaya bahan tambahan pangan, penggunaan bahan tambahan pangan
yang dilarang hingga 3 contoh kasus tentang bahan tambahan pangan yang
ada di Indonesia.

3.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca
agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini
sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping
itu kami juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehingga
kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 11


TAHUN 2019 TENTANG BAHAN TAMBAHAN PANGAN.
https://standarpangan.pom.go.id/dokumen/peraturan/2019/
PerBPOM_No_11_Tahun_2019_tentang_BTP.pdf (diakses pada tanggal 17
April 2021)

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :


722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN PANGAN.
https://www.regulasip.id/electronic-book/4969 (diakses pada tanggal 17
April 2021)

Langi, Tineke M. et al. 2019. Buku Ajar Mata Kuliah Bahan Tambahan Pangan.
https://inspire.unsrat.ac.id/uploads/daring/berkas/2019-11-
14berkas1967112419930320015.pdf (diakses pada tanggal 17 April 2021)

Direktorat Standardisasi Pangan Olahan (2016) Bahan Tambahan yang Dilarang


Digunakan dalam Produk Pangan. (diakses pada tanggal 17 April 2021)

Hall, R. L. (1973) ‘Food additives’, Nutrition Today, 8(4), pp. 20–28. doi:
10.1097/00017285-197307000-00006. (diakses pada tanggal 17 April 2021)

Ratnani, R. (2009) ‘Bahaya Bahan Tambahan Makanan Bagi Kesehatan’, Jurnal


Momentum UNWAHAS, 5(1), p. 115168. (diakses pada tanggal 17 April
2021)

https://standarpangan.pom.go.id/berita/bahan-tambahan-yang-dilarang-
digunakan-dalam-produk-pangan
https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5535461/uji-sampel-makanan-saat-
ramadhan-dinkes-tulungagung-temukan-zat-berbahaya?
_ga=2.33855720.833760393.1618757743-667891181.1618757729

23
https://news.detik.com/berita/d-5514628/bpom-temukan-300-kg-mi-mengandung-
formalin-dan-boraks-di-aceh?_ga=2.123947338.1506876700.1618745228-
378510177.1600935879
https://news.detik.com/berita/d-5485622/20-ribu-tahu-berformalin-di-palembang-
diamankan-pemilik-usaha-ditangkap?
_ga=2.203956560.1506876700.1618745228-378510177.1600935879

LAMPIRAN

24
Boraks

Formalin

25
Rhodamin B

Auramine

26
Kalium Bormat

Asam Benzoat

27
28

Anda mungkin juga menyukai