Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH

“ MASALAH BTP YANG ADA DI INDONESIA BESERTA SOLUSINYA”

Dosen Pengampu : Ranti Dwiutami Puteri, S.T.P., M.T.P.

Oleh Kelompok 3 :
Vania Leonita Tarigan (20214131003)
Ismail Nurfazri (20214131005)
Puji Hastuti (20214131014)
Elsa Nurmayasari (20214131015)

PRODI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM AL-IHYA KUNINGAN
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji
syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menyelesaikan makalah yang berjudul “Masalah BTP yang ada di Indonesia beserta
solusinya” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok yang telah diberikan oleh
Dosen pengajar pada mata kuliah Bahan Pangan Tambahan. Kami harap, makalah ini dapat
membantu dalam penilaian tugas serta dapat membantu rekan-rekan semua dalam
menambahkan wawasan.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebasar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna baik dari penulisan kata, penyusunan materi dan sebagainya. Maka
dari itu, kritik dan saran dari rekan-rekan semua akan sangat membantu penulis untuk
menyempurnakan makalah selanjutnya.

Kuningan, 23 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I ................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................................................... 2
BAB II ............................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3
A. Pengertian BTP .......................................................................................................... 3
B. Permasalahan BTP di Indonesia ................................................................................. 4
C. Bahan Tambahan Pangan Berbahaya Pada Terasi....................................................... 5
D. Bahan Tambahan Pangan Berbahaya Pada Saos ......................................................... 8
E. BTP Berbahaya Pada Sosis....................................................................................... 10
BAB III............................................................................................................................ 12
PENUTUP ....................................................................................................................... 12
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 12
B. Saran........................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pangan yaitu segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan atau pembuatan
makanan atau minuman (Permenkes RI No. 2 tahun 2013).
Undang-Undang Republik Indonesia No 18 Tahun 2012 tentang Pangan
menyatakan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan
pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi setiap manusia yang dijamin di dalam
UUD RI Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia
yang berkualitas. Negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan
pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada
tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya,
kelembagaaan, dan budaya lokal.
Memilih makanan adalah suatu aktifitas rutin yang dilakukan oleh setiap orang
setiap hari. Namun, memilih makanan bukan merupakan suatu hal yang mudah. Potensi
kesehatan dan bahaya mungkin ditimbulkan oleh makanan dan tidak dapat dilihat secara
langsung dari penampakan atau kemasannya (Kristanto, 2010). Sudut perhatian akan
kemasasan pangan meliputi penyakit yang terkandung dalam makanan , kontaminasi
peptisida, kontaminasi lingkungan (logam berat) dan residu obat ternak dalam makanan,
termasuk bahan tambahan pangan. Keamanan pangan selalu menjadi pertimbangan utama
dalam perdagangan, baik perdagangan nasional maupun perdagangan internasional
(Winarno,2004).
Makanan penting di dalam kehidupan manusia, karena dari makanan manusia
mendapatkan berbagai zat yang diperlukan oleh tubuh untuk dapat bekerja dengan optimal.
Makanan yang dimakan tidak harus mempunyai bentuk yang menarik, namun memenuhi

1
nilai gizi dan aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme penyebab penyakit dan
bahan-bahan kimia yang membahayakan kesehatan tubuh. Untuk itu diperlukan adanya
pengamanan di bidang pangan agar masyarakat terhindar dari mengkonsumsi makanan
yang berbahaya bagi kesehatan.
Penggunaan bahan tambahan atau zat aditif pada makanan semakin meningkat,
terutama setelah adanya penemuan-penemuan termasuk keberhasilan dalam mensintesis
bahan kimia baru yang lebih praktis, lebih murah, dan lebih mudah diperoleh. Penambahan
bahan tambahan/zat aditif ke makanan merupakan hal yang dipandang perlu untuk
meningkatkan mutu suatu produk sehingga mampu bersaing di pasaran. Bahan tambahan
tersebut diantaranya pewarna, penyedap rasa dan aroma, antioksidan, pengawet, pemanis,
dan pengental (Winarno, 1994).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah di uraikan di atas, selanjutnya
perumusan pokok masalah yang perlu kami bahas adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan BTP?
2. Apa saja permasalahan BTP yang ada di Indonesia?
3. Kandungan BTP terlarang apa yang ada pada terasi?
4. Kandungan BTP terlarang apa saja yang ada pada saos bantal?
5. Kandungan BTP terlarang apa saja yang ada pada sosis?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pokok masalah yang akan kita bahas adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud BTP.
2. Untuk mengetahui permasalahan BTP yang ada di Indonesia.
3. Untuk mengetahui kandungan BTP terlarang yang ada pada terasi.
4. Untuk mengetahui kandungan BTP terlarang yang pada pada saos bantal.
5. Untuk mengetahui kandungan BTP terlarang yang ada pada sosis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian BTP
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan
untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Biasanya BTP digunakan untuk
memberikan cirri khas atau cita rasa pada suatu produk pangan.
Menurut BPOM (2003), bahan tambahan pangan juga biasa disebut sebagai zat
aditif makanan, food addative, bahan kimia makanan, atau bahan tambahan makanan. Di
dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan, bahwa
Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan
dan biasanya bukan merupakan ingridients, khas makanan, punya atau tidak punya nilai
gzi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan
atau pengangkutan makanan, untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu
komponen atau memengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Berikut adalah golongan BTP yang digunakan dalam pangan :
1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
Contohnya pewarna sintetik antara laim, amaranth, indigotine, dan nafthol yellow.
2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkann rasa manis pada makanan
yang idak atau hampir tidak memiliki nilai gizi. Contohnya Sakarin, Siklamat, dan
Aspartam.
3. Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat terjadinya fermentsi,
pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan
mikroba. Contohnya asam asetat, asam propionate dan asam benzoat.
4. Antioksidan, yaitu BTP yang dapat mengjambat atau mencegah proses oksidasi
lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan. Contohnya TBHQ (tertiary
buttylhydroquinon).
5. Antikempal, contohnya Kalsium karbonat, Trikalsium fosfat, Natrium karbonat

3
6. Pembuih, contohnya Selulosa mikrpkristalin, Etil metal selulosa.
7. Pengatur keasaman, contohnya Asam/Natrium/Kalium asetat.
8. Pengemulsi, contohnya Lesitin, Agar-agar, Karagen.
9. Pengeras, contohnya Kalsium laktat, Trikalsium sitrat, Kalium klorida
10. Sekuestan, contohnya Natrium/Kalium glukonat, Isopropil sitrat
11. Dll.
Bahan-bahan tersebut sengaja ditambahkan dalam makanan untuk memperbaiki
nilai gizinya, tidak mengurangi zat-zat esensial di dalam makanan, dapat mempertahankan
atau memperbaiki mutu makanan, dan menarik bagi konsumen. Di samping itu, dalam
pemakaian BTP kita harus memperkirakan jumlah yang digunakan untuk mengolah
makanan itu, intinya kita harus mengikuti ketepatan batas konsumsi yang aman per hari
nya.

B. Permasalahan BTP di Indonesia


Berdasarkan Permenkes No. 033 Tahun 2012, BTP dibedakan menjadi BTP yang
diizinkan dan BTP yang dilarang/berbahaya untuk digunakan. BTP yang diizinkan.
Penggunaanya harus diberikan dalam batasan dimana konsumen tidak menjadi keracunan
karena mengkonsumsi zat tersebut yang dikenal istilah ambang kegunaan. Sementara untuk
kategori BTP yang dilarang, penggunaan BTP sekecil apapun tetap tidak diperbolehkan.
Di Indonesia, kasus penggunaan BTP berbahaya sering sekali terjadi. Hal ini
disebabkan karena beberapa faktor, yaitu sebagai berikut :
 Ketidaktahuan dan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap BTP.
 Karena kondisi ekonomi yang memungkinkan penjual menggunakan BTP
berbahaya.
 Kurangnya sosialisasi dan pengawasan dari pemerintah sehingga
menyebabkan penjual menggunakan BTP berbahaya tersebut.
 Karena BTP tersebut lebih efisien dan mudah didapatkan.

4
Sebagai salah satu contoh yaitu penggunaan formalin pada produk pangan yang
paling sering digunakan sebagai pengawet. Dibandingkan dengan bahan pengawet lain,
formalin merupakan bahan pengawet yang memiliki harga relative murah daripada
pengawet lain seperti asam benzoatm natrium sorbet atau bahkan garam. Formalin juga
memiliki efek pengawetan lebih cepat dan kuat meskipun digunakan dalam jumlah yang
sedikit. Formalin lebih mudah digunakan karena berbentuk larutan sehingga hanya perlu
diencerkan dan langsung dipakai. Selain itu, formalin sangat mudah dibeli di took-toko
bahan kimia disebabkan lemahnya pengawasan.
Berikut adalah bahan yang dilarang digunakan sebagai Bahan Tambahan Pangan :

C. Bahan Tambahan Pangan Berbahaya Pada Terasi


Dapat diketahui terasi merupakan bahan olahan udang kecil yang diberi garam lalu
dijemur dan digiling hingga halus. Namun ternyata ada saja oknum nakal yang
menghalalkan segala cara agar terasinya laku. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) Menemukan kandungan zat pewarna sintetis pada 50 sampel terasi curah. Zat
pewarna yang terkandung di dalamnya adalah rhodamin B yang biasanya digunakan
sebagai zat pewarna kertas, tekstil atau tinta. Selain di temukan pada terasi, zat pewarna ini
juga biasanya di temukan pada kerupuk, minuman, dan jajanan yang berwarna merah.

5
Rhodamin B merupakan pewarna sintetis yang dilarang penggunaanya pada
makanan berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 239/MenKes/Per/V/85
mengenai zat pewarna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya.
Rhodamin B umumya ditemukan pada produk terasi tanpa merek yang dipasarkan
di pasar-pasar tradisional Kota Makassar. Sebagian besar pedagang tidak mengetahui
bahwa produk terasi yang dijual mengandung Rhodamin B. Pedagang beranggapan bahwa
warna pada terasi dihasilkan dari udang atau rebon yang digunakan.
Pada kenyataanya, Rhodamin B digunakan sebagai pewarna pada terasi dengan
alasan warna terasi yang dihasilkan lebih menarik dan karena harga Rhodamin B relatif
lebih murah di banding pewarna sinteris untuk pangan. Adanya penggunaan Rhodamin B
pada terasi antara lain di karenakan pengetahuan produsen mengenai bahaya produsen yang
masih belum memadai mengenai bahaya penggunaan pewarna sintetis tersebut pada
kesehatan dan juga karena masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat. Rhodamin B ini
dapat memicu kanker jika dikonsumsi tahunan, karena Rhodamin B tidak bisa larut dicerna
oleh tubuh. Meskipun kadar Rhodamin B dalam terasi sangat kecil, tetapi jika dikonsumsi
terus menerus maka akan terjadi penumpukan dalam tubuh manusia. (Astuti, dkk.2010).
Menurut WHO, Rhodamin B berhahaya bagi kesehatan manusia karena sifat kimia dan
kandungan logam beratnya. Rhodamin B mengandung senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin
merupakan senyawa halogen yang berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini
akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa lain dalam
tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh. Selain itu, rhodamin B juga memiliki
senyawa pengalkilasi (CH3-CH3) yang bersifat radikal sehingga dapat berikatan dengan
protein, lemak, dan DNA dalam tubuh (Anonim,2015)
Zat pewarna ini dapat menyebabkan kanker dan kerusakan hati. Kepala BPOM
Makasar mengatakan dampaknya tidak dirasakan secara langsung, namun akan
berpengaruh pada kesehatan jika jumlah zat yang berbahaya tersebut banyak terkandung
dalam tubuh.
Menelusuri mengenai pelaku yang memproduksi terasi oplosan BPOM kesulitan
menemukannya, karena sebagian masyarakat yang menjualnya mengatakan bahwa mereka

6
tidak tau asal terasi tersebut karena hanya merupakan titipan dari pengecer. BPOM juga
menguji terasi bermerek lalu membandingkan nya dengan terasi curah/oplosan ini, namun
ternyata pada terasi bermerek tersebut tidak ditemukan zat pewarna di dalamnya. Hingga
saat ini belum ada penyitaan terhadap terasi berbahaya karena BPOM tidak memiliki
kewenangan untuk melakukan penyitaan, karena itu PPOM telah menghubungi instansi
terkait.
Ciri terasi berbahaya

Terasi dengan pewarna ini sebernarnya mudah kita kenali bedanya. Diantaranya
adalah tekstur terasi tersebut kasar, pewarna merahnya tidak merata, berwarna merah
mencolok, dan keras,kalau warna aslinya berwarna coklat tua atau hitam.
Cara memilih terasi segar

Terasi yang baik kualitasya beraroma segar terutama terasi udang aroma udangnya
kuat, dari sudut penampilan warnanya terlihat alami, agak kusam dan tidak warna merah
cerah. Warna terasi yang terlalu cerah bisa merupakan tanda bahwa warnanya tidak alami.

Untuk menghindari mengkonsumsi terasi yang berbahaya ini, sebaiknya sebelum


membeli kita perhatikan terlebih dahulu kemasan nya, warna, aroma dan juga tekstur pada
terasi tersebut. Hal ini supaya kita bisa terhindar dari bahaya nya mengkonsumsi terasi

7
oplosan. Atau kita bisa membeli terasi yang sudah memiliki merk yang telah terjamin
kandungan nya.

D. Bahan Tambahan Pangan Berbahaya Pada Saos


Saos merupakan penyedap makanan yang sangat digemari oleh hampir seluruh
lapisan masyarakat. Saos tomat dan saus cabai banyak dikonsumsi sebagai bahan pelengkap
saat mengkonsumsi baso, mie pangsit atau mie ayam, pizza, burger, maupun sebagai bahan
tambahan pada nasi goreng dan masih banyak manfaat dari saos dan saus cabai (Mulyanti,
2004). Di Indonesia, penggunaan natrium benzoat dalam makanan diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 722/ Menkes/Per/IX/1988 dan SNI 01-354-1994 tentang bahan
tambahan makanan. Penggunaan natrium benzoat dalam aneka produk saus sudah
ditentukan batasannya oleh pemerintah, yaitu maksimal 1.000 mg/kg( Kumara, 1986)
Salah satu produk makanan yang sering disoroti oleh pihak adalah jenis produk
makanan hasil olahan, salah satunya adalah saus tomat dan saus cabai yang mengandung
bahan pengawet. Bahan pengawet pada sebagian besar produk saus lokal di sejumlah
daerah melebihi batas maksimum yang ditetapkan Departemen Kesehatan. Hal ini
terungkap dari hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ). Anggota
tim peneliti LKJ mengatakan bahwa kandungan pengawet yang terdapat pada saus adalah
natrium benzoat dan kalium sorbat. Salah satu tim peneliti yaitu Lies Pramana Sari
menyebutkan bahwa bahan pengawet pada sampel saus lokal yang diproduksi di Bali,
Makasar, Yogyakarta, Padang, Batam, dan Medan melebihi ambang batas maksimum yang
diizinkan. Di kota Medan jenis saus yang melebihi ambang batas yaitu Cap AVE
(1.311mg/kg) dan Cap Captain (1.231 mg/kg) (Anonim, 2010)
Natrium Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan dan
minuman. Penambahan bahan pengawet natrium benzoat pada bahan pangan tidak dilarang
Pemerintah. Namun, produsen hendaknya tidak menambahkan jenis bahan pengawet ini
sesuka hati, karena bahan pengawet ini akan merugikan kesehatan jika dipakai secara
berlebihan (Nurcahayani, 2005).

8
Tingginya kandungan natrium benzoat pada beberapa produk makanan olahan
seperti pada saus tomat dan saus cabai dapat menimbulkan gejala kejang-kejang,
hiperaktif, penurunan berat badan dan dapat menyebabkan kematian (Nurcahayani, 2005).
Pada penderita asma dan urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat dan jika
dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung (Cahyadi, 2008).

Solusi untuk menghindari dari saus yang berbahaya :


1. Membeli saus sambal ditempat yang dipercaya
2. Membawa saus sambal sendiri ke tempat kerja misalnya
3. Memilih cabai yang segar dari pada saus
4. Membuat sendiri saus sambal dirumah dengan bahan yang segar
5. Tidak memakai saus-sausan
6. Memilih tempat jajan yang terpercaya

9
E. BTP Berbahaya Pada Sosis
Merupakan salah satu produk olahan daging baik dagings api, ikan, maupun ayam
yang sangat digemari masyasarakat Indonesia sejak tahun 1980-an. Istilah sosis berasal
dari bahasa latin yaitu salsus, yang artinya garam. Hal ini merujuk pada artian potongan
atau hancuran daging yang diawetkan dengan penggaraman. Komponen utama pada sosis
terdiri dari daging, lemak dan air. Selain itu , pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan
seprti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat
protein, dan karbohidrat. Penambahan bahan penunjang seperti garam pada pembuatan
sosis bertujuan untuk meningkatkan citarasa, pengembangan protein daging, pelarut protein
daging, meningkatkan kapasitas peningkatan air (Water Holding Capacity = WHC ), serta
sebagai pengawet.
Penambahan garam posfat akan bersinergi dengan garam untuk meningkatkan
WHC pada sosis. Tanpa garam dan fosfat , sosis akan sulit untuk dibuat. Pada pembuatan
sosis, bahan pengawet yang sering digunakan pada proes pembuatan sosis dikenal sebagai
istilah sendawa yang terdiri dari nitrit dan nitrat , terutama dilakukan pada proescuring.
Selain sebagai pengawet, fungsi penambahan nitrit pada proses kuring daging adalah untuk
memperoleh warna merah yang stabil. Nitrat akan terurai menjadi nitrit oksida, yang
selanjutnya bakal bereaksi dengan myoglobin membentuk nitroso mioglobin.
Meskipun nitrit sebagai salah satu bahan tambahan pangan memberikan banyak
keuntungan, ternyata dari berbagai penelitian telah dibuktikan bahwa nitrit dapat
membentuk nitrosamine yang bersifat toksik dan karsinogenik. Yang dapat menyebabkan
kerusakan hati dan bersifat karsinogen kuat yang bisa memicu penyakit tumor pada
beberapa organ.
Selain itu sosis juga mengandung bahan pengawet lain, bahan pengawet inilah yang
menungkinkan daging sosis dapat bertahan berhari-hari, bahan-bahan berbahaya lain yang
terkandung dalam sosis adalah Mononatrium/Monosodium Glutamat (MSG). Zat inilah
yang membuat sosis terasa lezat meski tak menggunakan bumbu tambahan apapun saat
disajikan. Namun MSG ini sangat berbahaya dikonsumsi berlebih kareana dapat
menyebabkan penyakit jantung,stroke, Dsb.

10
Solusi untuk menghindari sosis yang berbahaya :
1. Memilih sosis dengan bahan baku yang jelas dan diitempat yang dipercaya
2. Jangan mudah terpengaruh oleh harga yang miring (murah)
3. Melihat dari warna sosis tersebut
4. Membuatnya sendiri dirumah dengan bahan yang segar
5. Tidak mengonsumsi sosis dengan jumlah
6. Yang berlebihan

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perlu diketahui bahwa setiap jenis makanan terdapat bahan tambahan yang sangat
beraneka ragam. Bahan tambahan yang digunakan dalam mengolah makanan ini tidak
selalu baik, karena masih ada sebagian masyarakat yang memakai bahan tambahan pangan
terlarang, hal ini terjadi karena ketidaktahuan dan kurangnya kesadaran masyarakat
terhadap penggunaan bahan tambahan pangan.
Selain itu, bahan tambahan pangan terlarang ini sebenarnya berbahaya bagi tubuh
jika dikonsumsi secara berlebihan yang bisa mengakibatkan penyakit berbahaya bahkan
bisa sampai menyebabkan kematian.
Salah satu contoh produk yang memiliki kandungan BTP berbahaya adalah terasi,
sosis, saos, permen, dan masih banyak lagi. Yang dimana dalam produk-produk tersebut
terdapat kandungan Rhodamin B yang biasanya digunakan sebagai pewarna tekstil, dengan
warna yang merah.

B. Saran
Untuk mengurangi penggunaan BTP berbahaya, perlu dilakukan pengawasan lebih
lanjut oleh dinas terkait. Supaya tidak ada lagi masyarakat yang menggunakan jenis-jenis
BTP berbahaya tersebut. Selain dilakukan nya pengawasan dari pihak terkait, memberikan
edukasi mengenai penggunaan BTP, serta memberikan tips untuk mengenali BTP mana
yang layak untuk digunakan.
Dari materi yang telah dipaparkan, kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan
dan kekurangan baik dari segi tulisan maupun isi materi nya. Maka dari itu, kritik dan saran
juga dibutuhkan guna sebagai pembelajaran untuk kami kedepannya agar bisa kembali
menyusun makalah yang baik dan benar.

12
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Supli. (2015). Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Bandung:


ALFABETA.
Wahyudi, Jatmiko. (2017). Mengenali Bahan Tambahan Pangan Berbahaya : Ulasan. Jurnal
Litbang Vol. XIII, No. 1 Juni 2017: 3-12.

13

Anda mungkin juga menyukai