Disusun Oleh:
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
tentang Keamanan Pangan.
Dalam penulisan makalah ini, telah banyak mendapat bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan makalah ini. Untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Irma Prasetyowati S.K.M.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Jember
2. Dr. Farida Wahyu Ningtyas, M.Kes sebagai dosen pengampu Mata Kuliah
Ekologi Pangan dan Gizi
3. Semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam menyusun makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
2.16 Kerusakan Makanan .................................................................................. 34
2.17 Dampak Keamanan Pangan Terhadap Gizi ............................................... 36
2.18 Upaya Pengawasan dan Pengendalian Keamanan Pangan ........................ 36
2.19 Peranan Pemerintah ................................................................................... 39
BAB 3. PENUTUP ............................................................................................... 40
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 40
3.2 Saran ............................................................................................................ 40
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Analisa Mikroba Pada Kelompok Makanan Jajanan ....................... 15
Tabel 2.2 Bahan Tambahan Makanan .............................................................. 17
Tabel 2.3 Kontaminasi Bahan Kimia ............................................................... 19
Tabel 2.4 Kontaminasi Logam ......................................................................... 21
Tabel 2.5 Jenis Mikroba ................................................................................... 23
iv
BAB 1. PENDAHULUAN
perlu dilakukan agar lingkungan keluarga bebas dari ancaman keracunan penyakit
dan penderitaan yang disebabkan oleh makanan (Winarno, 1993: 366).
Anwar (2004) menyatakan bahwa pangan yang tidak aman dapat
menyebabkan penyakit yang disebut foodborne disease dan penyakit ini masih
sering terjadi di Indonesia. Hal ini juga disebabkan oleh masyarakat Indonesia
sebagian besar memiliki pendapatan dan tingkat pendidikan yang rendah, maka
kemampuan dan kesadaran mereka sebagai konsumen masih sangat terbatas.
Rendahnya pendapatan menyebabkan mereka kurang mampu membeli makanan
bermutu. Selain itu pendidikan yang masih rendah menyebabkan kurangnya
pengetahuan akan bahaya dan penagruh negatif dari konsumsi makanan yang
tidak baik (Winarno, 1993: 365).
Upaya untuk mewujudkan keadaan tersebut tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan yang
menggariskan hal-hal yang diperlukan untuk mewujudkan pangan yang aman,
bermutu, dan bergizi. Pada peraturan tersebut juga ditetapkan bahwa tanggung
jawab dan hak setiap pihak yang berperan sebagai pilar pembangunan keamanan
pangan adalah pemerintah, pelaku usaha pangan, dan masyarakat konsumen.
Namun adanya PP Nomor 28/ 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan belum cukup untuk mewujudkan pangan yang aman, bermutu, dan bergizi
karena luas dan kompleknya permasalahan yang di hadapi di lapangan. Terdapat
beberapa faktor yang diidentifikasi mempengaruhi keamanan pangan di Indonesia
yaitu: sistem pangan, sosial budaya, mata rantai teknologi makanan, faktor
lingkungan, aspek nutrisi dan epidemiologi.
1.3 Tujuan
a. Mengetahui pengertian keamanan pangan
b. Mengetahui peraturan di bidang pangan
c. Mengetahui pengawasan mutu pangan
d. Mengetahui masalah pangan di Indonesia
e. Mengetahui penyebab ketidakamanan pangan
f. Mengetahui tantangan dalam keamanan pangan
g. Mengetahui keamanan makanan dalam kehidupan sehari-hari
h. Mengetahui bahan pangan yang perlu mendapat perhatian
i. Mengetahui penyebab kontaminasi
j. Mengetahui penyakit yang ditimbulkan dari makanan
k. Mengetahui penyebab keracunan makanan
l. Mengetahui tindakan mencegah keracunan bahan makanan
m. Mengetahui pangan yang dilarang diedarkan
n. Mengetahui bahan makanan tambahan
o. Mengetahui bahan tambahan makanan yang lain
8
4) Registrasi
5) Standarisasi (Winarno, 2004: 22).
BPOM mengembangkan Sistem Keamanan Pangan Terpadu
(SKPT) di Indonesia yang diperlukan untuk menjamin agar pangan layak
untuk dikonsumsi dan terbebas dari bahaya biologis, kimia dan fisik.
Keamanan pangan secara menyeluruh dari sejak bahan pangan
dibudidayakan hingga dikonsumsi dapat diwujudkan dengan pendekatan
melalui keterpaduan antar sektor (Tejasari, 2005: 230).
BPOM menggalang kerjasama dengan lembaga terkait guna
mewujudkan sistem keamanan pangan terpadu melalui jejaring Keamanan
Pangan Nasional (JPKN). Dengan cara bekerja sebagai mitra sejajar di
dalam sistem keamanan terpadu, dengan cara saling membagi informasi,
mendiskusikan, memutuskan cara terbaik dan meningkatkan kinerja
masing-masing lembaga untuk meningkatkan mutu dan keamanan pangan
nasional secara efisien dan efektif (Tejasari, 2005: 230).
Jejaring Keamanan Pangan Nasional (JPKN) terdiri dari 3 jejaring
yaitu pengawasan pangan, intelijen pangan dan promosi keamanan pangan.
JKPN dibentuk sebagai bagian dari kegiatan rutin berbagai lembaga
sehari-hari. Jika masing-masing menemukan masalah keamanan pangan,
maka pihak tersebut menginformasikan dan mendiskusikan dengan kolega
yang lain dan secara bersama-sama mencari jalan keluar (Tejasari, 2005:
231).
Jejaring Pengawasan Pangan (JPP) merupakan lembaga yang
menguasai persoalan teknis dan berwenang dalam meningkatkan
efektivitas kerja sistem administrasi keamanan pangan, inspektor
keamanan pangan dan analisis, misalnya kajian leislasi keamanan pangan,
mengkoordinasikan upaya pengembangan profesi untuk pengawasan
pangan serta mengembangkan metode analisis untuk mendukung legislasi
pangan (Tejasari, 2005: 231).
Jejaring Intelijen Pangan (JIP) mengkoordinasikan informasi
tentang kegiatan-kegiatan disetiap lembaga terkait untuk memberikan
11
nasional yang mengatur agar ada suatu kesatuan dalam standarisasi dan
menghindarkan terjadinya duplikasi dan tumpang tindih (Winarno, 2004:
24).
2) Kontaminasi mikroba
Dari hasil penelitian terhadap makanan jajanan terhadap
kontaminasi mikroba telah dilakukan di daerah Bogor oleh
Pusbangtepa-IPB dengan FAO 1984 dan TNO-Netherlands Belanda
tahun 1985 yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1 Analisa Mikroba Pada Kelompok Makanan Jajanan
Jenis Analisa Makanan Utama Snacks Minuman
Kuantitatif:
1. Total mikroba aerobic X X X
2. Kapang dan kamir X
3. MPN dan coliform X X
Kualitatif:
1. Salmonella-Shigella X X
2. Vibrio cholerae X X
3. Vibrio parahaemolyticus X
4. Staphylococcus aureus X
5. Anaerobic growth X
Sumber: Winarno, 2004. Keamanan Pangan Jilid 1.
c. Makanan katering
Bukan menjadi pemandangan yang asing lagi, bahwa di berbagai
kantor, pertemuan resmi maupun pesta disajikan hidangan makanan secara
catering. Karena banyak menyangkut masyarakat banyak, maka perlu
peningkatan mutu makanan dari segi gizi dan penampilan serta kelezaran.
Tetapi yang lebih penting yaitu mencegah terjadinya keracunan, gangguan
kesehatan dan kontaminasi (Winarno, 2004: 57).
2.9 Kontaminasi
Keterangan:
B = Berat badan (kg)
K = Konsumsi makanan (g)
Misalnya untuk BTP yang mempunyai ADI = 2 mg/kg, konsumsi
makanan harian yang mengandung bahan tersebut = 1 kg (1000 g), bobot
badan 60 kg, maka:
2 / 60
BTP = x 1000 g/kg
1000
kematian terjadi apabila dosisnya 10-20 gr atau lebih (Winarno, 2004: 18-
19).
c. Nitrit dalam makanan
Di Indonesia penggunaan BTM diawai oleh BPOM berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/PER/IX/88. Di dalam
peraturan tersebut tercantum batas maksimum penggunaan senyawa
(natrium nitrat) untuk daging olahan atau daging awetan yaitu sebanyak 500
mg/kg dan bila dicampur nitrit batas maksimum hanya 125 mg/kg
(Winarno, 2004: 26).
d. Penggunaan MSG
Di Indonesia konsumsi rata-rata Indonesia adalah 0,12
kg/orang/tahun dan untuk anak-anak sekolah sekitar 0,06 kg/kapita/tahun.
Penggunaan MSG ini masih mengalami banyak kontroversi karena adanya
keraguan dalam konsumsi MSG. Akan tetapi, beberapa penelitian
menyatakan bahwa MSG aman, namun beberapa negara dalam peraturannya
masih mewajibkan pencantuman adanya MSG dalam label sebagai flavor
enhancher (Winarno, 2004: 31).
Tabel 2.3 Kontaminasi Bahan Kimia
pendengaran, tidak stabil emosinya, koma dan kematian. Batas maksimum yang
di sarankan untuk konsumsi merkuri adalah 0,3 mg/orang/minggu atau 0,005
mg/kg/bb (Winarno, 2002: 239).
9) Oksalat
Tanaman tertentu seperti bayam dan talas mengandung asam
oksalat yang cukup tinggi. Oksalata dapat mengikat kalsium dan
membentuk senyawa kompleks yang tidak larut. Konsumsi pangan
yang mengandung oksalat dapat mengurangi metabolism kalsium.
Akan tetapi, resiko terjadinya defisiensi kalsium akibat mengkonsumsi
bahan pangan tersebut sangat rendah karena tubuh kita sangat efisien
dalam nenggunakan senyawa kalsium.
batang tenggorok) dan di berikan pernafasan buatan. Cara kerja toksin ini
ialah menghambat pembebasan asektilkolin oleh serabut saraf peripheral.
Tindakan pencegahan terhadap penyakit botulismus, dilakukan
dengan cara-cara pengawasan kualitas yang ketat oleh industri pengolahan
pangan. Adanya tindakan ini telah banyak mengurangui terjadinya
penyakit botulismus karena makanan kalengan dalam perdagangan.
Bahaya terbesar dari orang-orang yang melakukan pengalengan dirumah
yang tidak menggunakan metode-metode yang semestinya untuk
mesterilkan wadah serta makanannya. Pencegahan yang baik adalah
dengan memasak cukup lama semua makanan yang diawetkan sebelum
dihidangkan (Supardi,1999: 267).
d. Pencegahan keracunan makanan oleh Prefingens
Clostridium perfringens umum terdapat dialam, misalnya dalam
daging mentah dan tinja hewan. Bahkan, seringkali pada permukaan tubuh
orang-orang yang sehat. bakteri ini juga merupakan penyebab utama
peracunan makanan. Penyakit ini diakibatkan karena makan makanan yang
tercemar C. perffringens dan dibiarkan pada temperature dan kondisi
anaerob yang menunjang perkecambahan spora dan pertumbuhan sel
vegetatif.
Gejala utama yang timbul adalah sakit perut atau diare. Keadaan
sakit berlangsungdalam waktu yang singkat dan sembuh kembali dalam
waktu kurang dari 24 jam.Pengobatan hanya menghilangkan gejala, karena
tidak ada pengobatan khusus.
Usaha pencegahan keracunan oleh perfringens yang terbaik adalah
menghindarkan penyimpanan makanan yang sudah matang pada suhu
kamar untuk jangka waktu yang lama (Supardi,1999: 269).
e. Pencegahan keracunan Makanan oleh Stapilokokus
Keracunan makanan yang umum, terjadi karena termakannya
toksin yang dihasilkan oleh galur-galur toksigenik. Staphylococcus aureus
yang tumbuh pada makanan tercemar. S.auteus yang menyebabkan
28
d. Pangan yang mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau
mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari
bangkai sehingga menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia dan
e. Pangan yang sudah kadaluwarsa.
2.14.1 Pemanis
a. Pemanis buatan dalam kehidupan sehari-hari
Seiring dengan kesibukan masyarakat kota, saat ini banyak sekali
dari kita yang memilih membeli makanan diluar atau dengan kata lain,
jajan. Namun demikian, perlu kita sadari bahwa seringkali makanan hasil
buatan industri rumah tangga mengandung bahan tambahan makanan yang
berbahaya, salah satunya adalah pemanis buatan yang dilarang atau
pemanis buatan yang diizinkan, tetapi dalam jumlah yang berlebihan.
Dalam kehidupan sehari hari, pemanis buatan sakarin dan siklamat
maupun campuran keduanya sering ditambahkan dalam berbagai jenis
jajanan anak-anak yang banyak dijajankan pedagang keliling seperti snack,
cendol, limun, makanan tradisional dan sirup, meskipun berbagai jenis
masakan olahan industri rumah tangga lainnya juga tidak terbebas dari
Bahan Tambahan Makanan (Yuliarti, 2007: 19).
b. Pemanis makanan yang diizinkan
1) Pemanis alami
Beberapa jenis pemanis alami maupun pemanis buatan dapat
digunakan untuk makanan. Pemanis alami sering digunakan untuk
makanan, terutama adalah tebu dan bit. Kedua jenis pemanis ini sering
disebut gula alam atau sukrosa. Selain itu ada berbagai pemanis lain
yang dapat digunakan untuk makanan, diantaranya laktosa, maltosa,
galaktosa, glukosa, fruktosa, sorbitol, manitol, gliserol, dan glisina.
2) Pemanis sintetis
Pemanis buatan (sintesis) merupakan bahan tambahan yang dapat
memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai
30
2.14.2 Pengawet
a. Asam sorbat dan garamnya
Digunakan sebagai pengawet dalam berbagai jenis makanan. Asam sorbat
menghambat pertumbuhan jamur. Asupan harian yang diterima asam
sorbat adalah 25 mg/kg bb (Rohman, 2011: 182).
b. Asam benzoat
Asam benzoat menghambat pertumbuhan yeast dan jamur. Asupan harian
yang diterima asam benzoat adalah 5 mg/kg bb (Rohman, 2011: 193).
31
c. Sulfit
d. Nitrit/Nitrat
Garam nitrit umumnya digunakan untuk memperoleh warna yang
baik dan mencegah pertumbuhan mikroba. Penggunaan natrium nitrit
dalam ikan dan daging dapat menimbulkan efek yang membahayakan
kesehatan (Rohman, 2011: 205).
5) Susu
Kerusakan susu ditandai dengann terciumnya baud an rasa asam
karena aktivitas bakteri pembentuk asam laktat, terbentuknya lender,
tengik, dan berbau busuk.
6) Udang merah
Udang telah kehilangan kesegarannya dan menjadi rusak apabila
pada daerah ekor berwarna merah muda, muncul bau asing menyerupai
ammonia.
(Purnawijayanti, 2001: 65).
3.1 Kesimpulan
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia
Menteri telah mengeluarkan peraturan dibidang pangan, diantaranya yaitu:
a. Food Labelling dan Advertensi 79/Menkes/PER/III/1978
b. Additive Makanan 225/Menkes/PER/VI/1979, Permenkes RI No. 722
tahun 1988, Permenkes RI no. 1168 tahun 1999 dan Permenkes RI No. 33
tahun 2012
c. Kewajiban Pendaftaran Makanan 330/Menkes/PER/VII/1976
d. Label dan Iklan Pangan PP No. 69 tahun 1999
Dalam keamanan pangan dibidang kesehatan telah diawasi oleh BPOM.
Dimana BPOM menggalang kerjasama dengan lembaga terkait guna mewujudkan
sistem keamanan pangan terpadu melalui jejaring Keamanan Pangan Nasional
(JPKN). Dengan cara bekerja sebagai mitra sejajar di dalam sistem keamanan
terpadu, dengan cara saling membagi informasi, mendiskusikan, memutuskan cara
terbaik dan meningkatkan kinerja masing-masing lembaga untuk meningkatkan
mutu dan keamanan pangan nasional secara efisien dan efektif .
3.2 Saran
a. Pengawasan terhadap makanan lebih diperketat lagi
b. Perlu dilakukan survey langsung setiap bulan ke tempat-tempat produksi,
toko-toko, pasar,dll untuk mengecek keamanan produk makanan
c. Perusahaan yang telah memiliki izin terhadap prroduksi makanan perlu
dilakukan pemantauan agar tidak terjadi kecurangan dalam proses
pembuatan makanan
DAFTAR PUSTAKA