Nama:
Nurini Cahyaningtiyas
A1M013041
Atika Oktaria
A1M013043
Qothrotul Himmah
A1M013047
A1M013048
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Anggur (Vitis vinifera) merupakan tanaman buah yang banyak diolah
menjadi jus, selai, pasta buah, dan wine. Produk olahan anggur tersebut
dihasilkan produk samping yaitu biji dan kulit anggur (sekitar 40% dari bagian
anggur mengandung biji). Pada produksi white wine bagian anggur yang
digunakan hanya daging buah untuk diambil sari buahnya, sedangkan biji dan
kulit anggur tidak digunakan. Pada pembuatan red wine, biji diikutsertakan
dalam proses fermentasi (Eisenman, 1998).
Nakamura et al., (2002) mengemukakan bahwa menurut masyarakat
Jepang, biji anggur merupakan bahan pangan yang sehat, bukan lagi sebagai
bahan tambahan makanan. Di Indonesia, biji anggur merupakan produk
samping dari pembuatan wine dan belum dimanfaatkan sebagai antioksidan
alami.
Biji anggur merupakan bahan yang mudah rusak sehingga diperlukan
proses pengolahan yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpannya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan dehidrasi atau
pengurangan kadar air, proses ini bisa juga disebut dengan pengeringan.
Pengeringan pada biji anggur akan menghasilkan minyak yang berkualitas
tinggi. Titik asap minyak biji anggur yaitu 225 0 C sehingga bagus digunakan
untuk menggoreng dan aplikasi makanan suhu tinggi lainnya. Pengeringan biji
anggur diawali dengan proses pengumpulan bahan dari sisa pembuatan jus
anggur.
Oleh karena itu, makalah ini dibuat agar dapat memahami tentang
pengeringan pada biji anggur, dan agar pemanfaatan biji anggur dapat
diperluas agar gizi dari biji anggur tersebut dapat dimanfaatkan secara lebih
luas.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh suhu terhadap kandungan gizi pada biji anggur?
Tujuan
1. Untuk mengetahui proses pengeringan pada biji anggur.
2. Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kandungan gizi pada biji
anggur.
3. Untuk mengetahui pengaruh lamanya waktu pada proses pengeringan
terhadap kualitas minyak biji anggur yang dihasilkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.2
Biji Anggur
Biji anggur dapat digunakan sebagai antioksidan dikarenakan biji anggur kaya
akan komponen monomer fenolik seperti katekin, epikatekin, epikatekin-3-Ogallat, dan proantisianidin. Biji anggur terdiri atas 40% serat, 16% minyak, 11%
protein, dan 7% senyawa fenolik kompleks (Kim et al., 2006). Ekstrak biji anggur
dijual secara komersial dan terdaftar pada Everything Added to Food in the United
States (EAFUS) dan memiliki status Generally Recognized as Safe (GRAS) yang
disetujui oleh Food and Drug administration (FDA) (Perumalla & Hettiarachchy,
2011). Mekanisme antioksidan biji anggur dapat dilihat dari kemampuannya
menangkap radikal bebas, logam khelasi dan bersinergi dengan logam lain.
Aktivitas antioksidan biji anggur daapat ditetapkan dengan metode carotenelinolenate dan peroksidasi asam linoleat ataupun dengan metode DPPH
(Mielnik et al., 1991).
Pada umumnya biji anggur mengandung 74-78% oligometrik proantosianidin
dan kurang dari 6% berat kering ekstrak biji anggur mengandung flavonoid.
Proantosianidin biji anggur merupakan kelompok dari polifenolik bioflavonoid.
Warna kemerah-merahan dan rasa astringen biji anggur dapat mengindikasi bahwa
biji anggur kaya akan komponen polifenol terutama proantosianidin (Perumalla &
Hettiarchchy, 2011).
2.2
Proses Pengeringan
Hall (1957) menyatakan proses pengeringan adalah proses pengambilan atau
penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju
kerusakan biji-bijian akibat aktivitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah.
Pengeringan adalah metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian
aiar dari suatu bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar air
kesetimbangan dengan kondisi udara normal atau kadar air yang setara dengan
nilai aktivitas air (Aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis, dan
kimiawi. Sedangkan dehidrasi adalah proses pengeluaran atau penghilangan air
dari suatu bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar air yang sangat
rendah mendekati nol.
Ada 4 metode pengeringan yang sekarang dilakukan. Semua cara tersebut
telah disesuaikan dengan jenis komoditi dan kemampuan serta teknologi yang
ada.
1.
lama dan mutu yang sangat bergantung dengan cuaca tetapi biaya yang
dikeluarkan lebih sedikit. Hasil yang diperoleh seringkali mengalami kerusakan
oleh mikrobia dan lalat karena factor lama penjemuran
Ada 3 macam alat pengering dengan bertenagakan sinar matahari:
a. Tipe absorpsi dimana produk langsung dipanaskan dengan sinar
matahari.
b. Alat pengering tidak langsung atau tipe konveksi dimana produk kontak
dengan udara seperti pada alat dehidrasi konvensional.
c. Alat pengering dengan system kombinasi kedua tipe diatas.
2.
dibekukan terlebioh dulu dan air dikeluarkan dari bahan secara sublimasi dalam
kondisi tekanan vakum. Jadi langsung dari bentuk padat menjadi gas atau uap, dan
proses ini dilakukan dalam vakum (tekanan < 4 mmHg). Suhu yang digunakan
pada system ini adalah sekitar (-10oC), sehingga kemungkinan kerusakan kimiawi
maupun mikrobiologis dapat dihindari. Hal ini menyebabkan hasil mempunyai
citarasa tetap dan rehidrasi yang baik.
4.
air dari larutan encer kelarutan yang lebih pekat melalui lapisan semipermeabel.
Proses pemindahan berlangsung sampai terjadi keseimbangan antara larutan gula
dengan bahan yang dikeringkan. Dari beberapa cara diatas didasarkan atas biaya,
pengeringan matahari lebih menguntungkan, tetapi didasarkan atas waktu
pengeringan dan kualitas, dehidrasai lebih menguntungkan.
Selanjutnya
BAB III
PEMBAHASAN
Proses pengeringan adalah proses pengambilan atau penurunan kadar air
sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan biji-bijian
akibat aktivitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah. Pengeringan adalah
metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian aiar dari suatu bahan
dengan cara menguapkannya hingga kadar air kesetimbangan dengan kondisi
udara normal atau kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air (Aw) yang aman
dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis, dan kimiawi. Hall (1957)
Proses pengeringan dapat menyebabkan penurunan kadar gizi pada bahan
yang dikeringkan. Hal ini disebabkan oleh tingginya suhu yang digunakan untuk
proses pengeringan. Suhu tinggi diperlukan untuk membuat air yang ada dalam
bahan pangan dapat menguap. Hal ini sesuai dengan pendapat (John S. Robert
2007) bahwa tinggi suhu pengeringan dapat menyebabkan kerusakan kualitas
produk yang dihasilkan. Kandungan gizi pada bahan pangan yang mudah rusak
akibat panas adalah vitamin. Salah satu vitamin yang mudah rusak karena
pengaruh panas adalah vitamin C. Vitamin C tergolong larut dalam air dan mudah
mengalami oksidasi. Vitamin C terbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam Ldehidroaskorbat, keduanya mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam
askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversible menjadi asam Ldehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan mengalami perubahan lebih lanjut
menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi. Suhu
berpengaruh terhadap resistensi vitamin C, resistensi vitamin C berkurang dengan
bertambahnya suhu perlakuan. Proses pengeringan yang dilakukan pada
pembuatan minyak biji anggur menggunakan beberapa perlakuan suhu yaitu 40 0
C, 500 C, dan 600 C berada dikisaran akhir suhu rendah pengeringan yang biasa.
Komponen lain yang terdapat pada biji anggur adalah monomer fenolik seperti
katekin, epikatekin, epikatekin-3-O-gallat, dan proantisianidin. Biji anggur terdiri
atas 40% serat, 16% minyak, 11% protein, dan 7% senyawa fenolik kompleks
(Kim et al., 2006). Senyawa fenolik merupakan senyawa yang mudah menguap,
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa suhu dan waktu
DAFTAR PUSTAKA
Budiyati,C.Sri, Kristinah Haryanti.2004. Pengaruh Suhu Terhadap Kadar
Vitamin C Pada Pembuatan Tepung Tomat. Seminar Nasional Rekayasa
Kimia Dan Proses. Semarang
Desroiser, Norman. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press:
Jakarta
Mielnik, M. Edward.1991. Metalworking Science ang Engineering. McGrawHill Inc.
Susanto, Tri. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Bina Ilmu:
Surabaya.
Tim
penyusun.
2009.
Modul
Praktikum
Teknik
Pengawetan
dan
Perumalla, AVS and Hettiarachchy, NS. 2011. Green Tea and Grape Seed Extracts
Potential applications in food safety and quality. Food Research International 44
(2011) 827-839