Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MATA KULIAH

ANALISIS SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN


Tugas Product Knowledge
GANYONG (Canna edulis Kerr)

Oleh
Dewi Sartika
F361160121

2016
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan keragaman umbiumbian. Ada lebih dari 30 jenis umbi-umbian yang biasa ditanam dan
dikonsumsi rakyat Indonesia, di antaranya adalah umbi ganyong. Tanaman ganyong
secara internasional disebut edible canna atau Quennsland arrowroot, artinya
tumbuhan canna yang dapat dimakan atau tumbuhan yang mempunyai akar
rimpang (umbi) berbentuk seperti busur panah dari Quennsland (Rahmat Rukmana,
2000).
Ganyong (Canna edulis Kerr) merupakan tanaman herbal yang berasal
dari Amerika Selatan yang termasuk dalam tanaman dwi tahunan (2 musim)
atau sampai beberapa tahun, hanya saja dari satu tahun ke tahun berikutnya
mengalami masa istirahat yang ditandai dengan mengeringnya daun-daun lalu
tanamannya hilang sama sekali dari permukaan tanah. Pada musim hujan tunas
akan keluar dari mata-mata umbi atau rhizomanya.
Tanaman ganyong merupakan tanaman umbi-umbian yang sudah
dibudidayakan di pedesaan sejak dahulu dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber
karbohidrat alternatif. Tanaman ini tumbuh tersebar di beberapa wilayah di
Indonesia dan dikenal dengan nama lokal, misalnya buah tasbih, ubi pikul,
senitra, ganyal atau ganyol (Rahmat Rukmana, 2000). Tanaman ini dibudidayakan
secara teratur di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pembudidayaan tidak teratur
meliputi daerah D.I.Yogyakarta, Jambi, Lampung dan Jawa Barat, sedangkan di
Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah dan Maluku, tanaman ini belum dibudidayakan dan masih
merupakan tumbuhan liar di pekarangan dan di pinggir-pinggir hutan.
Umbi ganyong merupakan hasil utama dari tanaman ganyong. Pemanfaatan
ganyong sebagian besar diolah secara tradisional dengan teknik olah digoreng,
direbus, atau dibakar. Produk olahan umbi ganyong yang lain adalah keripik ganyong,
tepung ganyong, dan pati ganyong (Rahmat Rukmana, 2000). Tepung dan pati
ganyong dapat digunakan sebagai bahan baku industri pangan, misalnya mie,
roti, cake, cookies, dan makanan tradisional seperti cendol, jenang atau ongolongol. Bahkan saat ini sudah diteliti produksi etanol dari tepung ganyong (Purwantari
dkk, 2004). Di Vietnam pati ganyong dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan mie (transparent starch noodles atau cellophane noodles) (Hermann,
1996) atau mirip dengan soun di Indonesia.
B. Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan Penulisan Ini adalah untuk mengenalkan lebih dalam tentang
profil komoditi umbi ganyong, pohon industry umbi gayong, rendemen, faktor kritis,
tipe roses yang disarankan, serta informasi dasar kelayakan finansial (IRR, BEP)

II. Pembahasan
II.1 Profil Komoditi
Ganyong (Canna edulis Kerr.) adalah tanaman yang termasuk
kedalam tanaman jenis umbi -umbian. Bagian tanaman ganyong yang sering
dimanfaatkan adalah bagian umbinya, sehingga tanaman ini dimasukkan
kedalam jenis umbi-umbian.
Tanaman ganyong telah dikenal oleh seluruh masyarakat di daerah
asal Amerika Selatan sekitar tahun 2500 sebelum masehi. Saat ini tanaman
ganyong sudah menyebar di seluruh belahan dunia yang memiliki iklim
tropis dan hangat seperti daerah Asia Tenggara (Flach dan Rumawas, 1996).
Di Indonesia ganyong sudah dikenal oleh masyarakat dan telah tersebar di
seluruh wilayah Indonesia terutama Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali
(Damayanti, 2002).
Tanaman ini dikenal dengan nama bunga tasbeh, ubi pikul (Sumatera)
dan ganyong di Indonesia, sedangkan di Malaysia lebih dikenal dengan nama
pisang sebiak (Flach dan Rumawas,1996). Thailand menyebut tanaman ini
dengan nama phutharaksa
dan phuttason sedangkan secara
internasional dikenal dengan canna.
Menurut Lingga (1986), Tanaman yang mudah tumbuh di berbagai
tempat berdaerah tropis ini termasuk dalam :
Divisi
: Spermatophyte
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Canaceae
Gennus
: Canna
Spesies
: Canna edulis Kerr.
Menurut Sastrapradja et al. (1977) dalam Damayanti (2002), ganyong
mempunyai batang yang berwarna ungu, tingginya mencapai 0.9 m atau dapat
mencapai 3.0 m. Daunnya besar dan lebar, pada umumnya daun dapat tumbuh
hingga panjangnya 30 cm dan lebar 12.5 cm, tebal dan bertulang daun tebal
ditengahnya, pada salah satu jenis ganyong pada bagian bawah dan tepi
daunnya berwarna keunguan. Warna daun beragam dari hijau
muda
sampai hijau tua. Daun muda berwarna lebih muda dan menggulung. Gambar
tanaman Ganyong dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bentuk daun dan tanaman Ganyong (Wikipedia, 2014)


Tanaman Ganyong di Indonesia dikenal ada dua jenis
yaitu jenis
ganyong merah dan ganyong putih. Menurut Damayanti (2002) tanaman
ganyong merah dicirikan dengan
adanya warna ungu pada tepian daun,
tulang daun, dan batang serta sisiknya berwarna ungu, sedangkan tanaman
umbi ganyong putih dicirikan dengan daun dan batangnya yang berwarna hijau
muda hingga hijau tua serta sisik umbinya kecoklatan. Perbedaan lainnya juga
terletak pada ukuran batang. Ukuran batang ganyong merah lebih besar dan
tinggi sedangkan ganyong putih lebih kecil dan pendek. Tanaman umbi
ganyong merah tidak tahan terhadap kekeringan, sulit menghasilkan biji, dan
biasanya umbinya dikonsumsi dengan cara langsung dimakan. Tanaman umbi
ganyong putih lebih tahan terhadap kekeringan, selalu menghasilkan biji,
dan umbinya biasa diproses untuk diambil patinya (Lingga et al., 1996).
Morfologi Tanaman Ganyong
Morfologi Batang Tanaman Ganyong
Tanaman ganyong merupakan tanaman herba yang berbentuk seperti rumpun.
Semua bagian vegetatifnya mulai dari batang dan daun terdapat lapisan lilin.
Selama tanaman ganyong ini tumbuh, tanaman ini tetap berwarna hijau. Batang
dari tanaman ganyong memiliki ketinggian 0,9 hingga 1,8 meter. Panjang dari
batang ganyong ini diukur dari ujung tanaman hingga bagian rhizome yaitu
bagian umbi dari tanaman ganyong. Batang ganyong yang terdapat di tanah
sebenarnya merupakan batang semu yang terdiri dari sekumpulan pelepah daun.
Morfologi Daun Tanaman Ganyong
Tanaman dengan nama ilmiah canna edulis ini memiliki daun yang berbentuk
elips memanjang dan lebar. Ujung daun dan pangkal daun sedikit meruncing.
Daun tanaman ganyong memiliki panjang berkisar antara 15 hingga 60 cm
dengan lebar 7 hingga 20 cm. Pada bagian tengah daun tanaman ganyong,
terdapat tulang daun dengan ukuran yang tebal. Daun dari tanaman ganyong
memiliki warna yang berbeda-beda, yaitu hijau muda hingga hijau tua dan

terkadang bergaris ungu atau semua bagian berwarna ungu. Begitu pula dengan
bagian pelepah daunnya, ada yang berwarna ungu dan hijau.
Morfologi Bunga Tanaman Ganyong
Warna bunga dari tanaman ganyong yaitu jingga dengan bagian pangkal
berwarna kekuningan. Tanaman ganyong memiliki bunga yang terdiri atas 3 helai
kelopak. Bunga yang dimiliki oleh tanaman ganyong menyerupai bunga tasbih,
perbedaannya terletak hanya pada ukurannya saja. Perbungaan tanaman ganyong
terletak pada bagian ujung ranting, tandan, dan umumnya sederhana namun
kadang terdapat cabang. Selain itu bunga yang mucul dapat berpasangan maupun
tunggal dan tidak teratur. Bunga tanaman ganyong merupakan bunga biseksual,
terdiri dari kelopak bunga yang berbentuk bulat telur, mahkota berbentuk pita
dengan bunga berwarna merah pucat hingga kuning.
Morfologi Umbi Tanaman Ganyong
Umbi yang dimiliki oleh tanaman ganyong memiliki bentuk yang besar dengan
diameter berkisar antara 5 hingga 8,75 cm dan dengan panjang berkisar antara 10
hingga 15 cm bahkan panjangnya dapat mencapai hingga 60 cm. Bagian tengah
dari umbi tanaman ganyong ini tebal dan dikelilingi berkas sisi dengan warna
ungu ataupun coklat.
Morfologi Buah Tanaman Ganyong
Tanaman yang termasuk ke dalam suku canaceae ini memiliki buah yang
berbentuk buah kotak dengan memiliki 3 ruang yang masing-masing ruang
terdiri dari 5 butir biji yang memiliki ukuran kecil dan dengan buah berwarna
hitam. Akan tetapi dalam pertumbuhannya, buah dari tanaman ganyong ini kerap
kali tidak tumbuh dengan sempurna, tertutup papilla dan dengan panjang berkisar
kurang lebih 3 cm.
B. Umbi Ganyong
Umbi ganyong adalah rhizome yang merupakan batang yang tinggal di
dalam tanah, sehingga umbi ganyong merupakan umbi batang (Lingga dkk
1989). Panjang rumpun umbi dapat mencapai 60 cm (Kay 1973). Tanaman
Ganyong berumbi besar dengan diameter antara 5 8,75 cm dan panjangnya 10
15 cm, bahkan bisa mencapai 60 cm. Umbi ini biasanya bagian tengahnya tebal
dengan kedua ujung dan pangkalnya menyempit. Bagian luar umbi dikelilingi
berkas -berkas sisik dengan akar serabut tebal yang panjang dan ukurannya
tidak seragam. Warna sisik umbi ada yang ungu ada juga yang coklat
(Azahari, 2008) dengan daging umbi berwarna putih dan jika dilukai akan
tampak berlendir (Damayanti, 2002). Menurut pengamatan yang dilakukan
Damayanti (2002) umbi ganyong memiliki bagian kulit luar yang keras dan
bagian daging yang berserat dengan bentuk seperti lengkuas.
Bagian luar umbi ganyong ditutupi oleh kelopak-kelopak tipis pada tiap-t
iap ruasnya. Bentuk yang seperti lengkuas itu, menunjukkan bahwa umbi
ganyong berbuku-buku. Setiap umbi terdiri dari 3 sampai 7 ruas umbi (buku-

buku) dan tiap ruas ditutupi oleh 1 sampai 3 helai kelopak t ipis yang
berwarna coklat tua. Di bawah kelopak-kelopak tersebut ialah bagian kulit umbi
yang berwarna lebih terang dari kelopaknya yaitu coklat muda (Damayanti,
2002). Pada tanaman yang tua, umbi ganyong memiliki beberapa segment. Setiap
segment bervariasi dalam umur dan ukurannya. Setiap segment memiliki
beberapa buku-buku. Penyebaran granula pati berbeda pada setiap segment
walaupun dalam satu umbi yang sama. Terdapat pula perbedaan komposisi kimia
dan sifat fisikokimia pada segment yang berbeda disebabkan oleh tahapan
pertumbuhan yang berbeda pada
tiap segment yang dibagi menjadi
empat tahapan segment yaitu induk (mother), premature, mature, dan immature.
Gambar umbi ganyong yang memiliki beberapa ruas (segment) dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.

Gambar 2. Bentuk Fisik Umbi Ganyong Merah dan Putih


C. Komposisi Kimia Ganyong
Komposisi kimia umbi ganyong tergantung pada varietasnya. Kadar pati
pada umbi ganyong sebesar 90% sedangkan kadar gulanya 10% sehingga umbi
ganyong rasanya tidak terlalu manis (Flach dan Rumawas, 1996). Kandungan
karbohidrat umbi ganyong cukup tinggi, setara dengan umbi-umbi yang lain
sehingga cocok dijadikan sebagai sumber energi (Damayanti, 2002).
Kadar karbohidrat umbi ganyong berkisar antara 22,6-24,6%, namun lebih
rendah dibandingkan ubi kayu (Flach dan Rumawas,1996). Kandungan zat gizi
pada ganyong dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Pati ganyong dapat
dimanfaatkan sebagai bahan komplementer terhadap ubi kayu dan dijadikan
sebagai bahan baku pembuatan sohun di Vietnam (Hermann, 1996). Pati
ganyong juga dapat dijadikan sebagai subsitusi tepung terigu dan tepung beras.

Tabel 1. Kandungan zat gizi umbi ganyong mentah (100 g)


Kandungan
Jumlah
Kalori (kal)
95,00
Air (g)
75,00
Karbohidrat (g)
22,60
Protein (g)
1,00
Lemak (g)
0,10
Kalsium (mg)
21,00
Fosfor (mg)
70,00
Besi (mg)
20,00
Vitamin A (mg)
0,00
Vitamin B1(mg)
0,10
Vitamin C (mg)
0,00
Sumber: Depkes RI (1979)
D. Tepung Ganyong
Tepung ganyong merupakan salah satu diversifikasi produk umbi
ganyong. Perbedaan antara pati dan tepung ganyong terletak pada proses
pembuatannya. Pati ganyong berasal dari pemarutan, pembuatan bubur, dan
penyaringan bubur ganyong sehingga diperoleh endapan pati yang
dikeringkan, sedangkan tepung ganyong berasal dari pengirisan umbi ganyong
yang selanjutnya dikeringkan. Perbedaan proses pembuatan tersebut dapat
mempengaruhi rendemen yang dihasilkan. Rendemen pati ganyong berkisar 10%,
sedangkan rendemen tepung ganyong berkisar 20%.
Tepung ganyong mempunyai kandungan gizi seperti pada Tabel 2,
nampak bahwa tepung ganyong yang dihasilkan sudah memenuhi persyaratan
SNI yang mengacu pada syarat mutu tepung garut SNI 1-6057-1999 (BSN,
1999). Bila dibandingkan dengan pati ganyong, kandungan gizi tepung
ganyong lebih tinggi antara lain kadar abu, protein, dan serat kasar, sedangkan
kadar air, karbohidrat dan residu sulfit lebih rendah. Kadar abu menunjukkan
bahwa tepung ganyong lebih banyak mengandung mineral, khususnya
kalsium dan zat besi dibandingkan dengan pati ganyong. Kadar serat kasar
tepung ganyong lebih tinggi 3 kali lipat daripada pati ganyong sehingga tepung
ganyong berpotensi sebagai sumber serat. Kadar residu sulfit tepung ganyong
mendekati setengah kadar residu sulfit pati ganyong karena Na-metabisulfit
lebih mudah diserap dan berikatan dengan ukuran partikel umbi ganyong
yang lebih kecil seperti bubur ganyong daripada irisan ganyong sehingga
tepung ganyong jauh lebih aman.

Tabel 2. Komposisi Kimia Tepung Ganyong


Kandungan gizi
Tepung ganyong
Kalori (kal)
Protein (g
0,70
Lemak (g)
0,20
Karbohidrat (g)
85,20
Kalsium (mg)
8,00
Fosfor (mg)
22,00
Zat besi (mg)
1,50
Vitamin B1 (mg)
0,40
Vitamin C (mg)
0,00
Air (g)
14,0
Bagian dapat dimakan (Bdd %)
100,00
Serat (g)
2,20
Sumber :. Direktorat Gizi Depkes RI (1989)
E. Produk Olahan Tepung Ganyong
Ganyong dapat dijadikan bahan alternatif pengganti tepung terigu karena
kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi, meskipun tidak sebanyak ubi kayu.
selama ini ganyong hanya dikonsumsi dengan cara direbus tanpa ada pengolahan
lebih lanjut. Ganyong (Canna edulis Kerr) adalah sejenis tumbuhan umbi-umbian
yang cukup populer namun kelestariannya semakin terancam karena tidak banyak
orang yang menanam dan mengonsumsinya. Ganyong dapat dimakan dengan
mengolahnya terlebih dulu menjadi tepung atau pati. Proses pengolahan ini akan
menghasilkan bahan yang siap untuk diolah lebih lanjut. Tepung gayong dapat
dijadikan sebagai bahan campuran dalam pembuatan berbagai makanan. Tepung
ganyong sangat mudah dicerna sehingga bisa dimanfaatkan sebagai makanan bayi
dan orang sakit, bahan kue, atau makanan pokok. Hasil uji coba tepung ganyong
dijadikan bahan baku kue kering, roti, kerupuk, mi dan makanan lainnya telah
berhasil dilakukan. Terutama, tepung ganyong tidak merubah rasa makanan.
Tepung ini diharapkan bisa menjadi bahan pangan alternatif pengganti tepung
terigu (Plantus, 2007).
Penggunaan pati dan tepung ganyong sebagai bahan baku cookies
untuk menggantikan tepung terigu memberikan karakteristik cookies yang
sangat mirip dengan cookies dari tepung terigu. Kelebihan cookies dari pati dan
tepung ganyong dibandingkan cookies dari tepung terigu adalah kandungan serat
dan mineral khususnya kalsium dan zat besi yang lebih tinggi sehingga sangat
tepat dikonsumsi bagi anak-anak, usia lanjut, wanita hamil dan menyusui serta
penderita anemia. Tepung ganyong sangat mudah dicerna sehingga bias dipakai
untuk makanan bayi, dimanfaatkan untuk bahan kue ataupun makanan pokok.

Tepung pati ganyong memiliki karakteristik yang cukup baik untuk


dikembangkan dalam industri bakery.
Tepung ganyong selama ini oleh petani dijual langsung ke tengkulak
karena ketidaktahuan mereka mengenai pemanfatannya. Tengkulak umumnya
menyetor tepung ganyong ke produsen soun karena sifat gelatinisasinya yang
bagus.
Penelitian-penelitian tentang pemanfaatan tepung ganyong menjadi
produk roti belum banyak dilakukan sehingga tidak diketahui aplikasinya. Namun
demikian, beberapa uji coba sudah membuktikan bahwa untuk produksi cookies,
tepung ganyong dapat diandalkan sebagai pengganti tepung terigu, hingga 100%.
Pada pembuatan cookies, jumlah pati ganyong yang diperlukan bahkan hanya 1/3
dari jumlah terigu yang biasa dipakai. Pembuatan dapat dilakukan dengan 100%
pati ganyong, misalnya pada kue ganyong pandan dan kue ulat sutera. Sedangkan
dalam pembuatan biskuit dapat dilakukan dengan mencampur 50% tepung atau
pati ganyong dan 50% tepung terigu. Pada pembuatan kue sus, tepung atau pati
ganyong dapat digunakan untuk membuat kulitnya dengan jumlah separuh dari
tepung terigu (Hidayat, 2008).

II.2 Pohon Industri Ganyong


Daun dan Batang

Pakan Ternak

Mie
Makanan Bayi
Ganyong

Tepung Ganyong

Cookies/Cake
Agar-agar
Minuman sereal

Pati Ganyong
Edible film
gethuk
biskuit
Sirup glukosa
Bioetanol

Penjelasan:
a. Tepung Ganyong
Tepung ganyong merupakan salah satu diversifikasi produk umbi ganyong.
Perbedaan antara pati dan tepung ganyong terletak pada proses pembuatannya.
Pati ganyong berasal dari pemarutan, pembuatan bubur, dan penyaringan bubur
ganyong sehingga diperoleh endapan pati yang dikeringkan, sedangkan tepung
ganyong berasal dari pengirisan umbi ganyong yang selanjutnya dikeringkan.
Perbedaan proses pembuatan tersebut dapat mempengaruhi rendemen yang
dihasilkan. Rendemen pati ganyong berkisar 10%, sedangkan rendemen tepung
ganyong berkisar 20%.
Proses pembuatan tepung ganyong adalah sebagai berikut :
1. Pemilihan umbi, Umbi ganyong dipilih yang segar, maksimal disimpan dua hari
setelah panen.
2. Pembersihan. Umbi ganyong dibersihkan dari kotoran (tanah) dan kulit atau
sisik-sisiknya.
3. Pencucian dan Perendaman. Umbi ganyong dicuci dalam air mengalir hingga
bersih, kemudian segera direndam dalam larutan Na-bisulfit 200-500 ppm (0,20,5 mg/liter air) selama 30 menit agar tidak terjadi pencoklatan (browning).
4. Penyawutan. Umbi ganyong dirajang tipis-tipis dengan alat pengiris atau
penyawut ubi kayu.
5. Pengeringan. Sawut ganyong dikeringkan dengan cara dijemur atau
menggunakan alat pengering buatan hingga berkadar air 10 - 12 %.
Pengeringan tepung ganyong dengan pengering cabinet dilakukan dengan
cara meletakkan irisan umbi ganyong pada loyang pengering. Selanjutnya
dikeringkan pada suhu 50-60C selama 4-5 jam.
6. Penepungan. Sawut kering ditumbuk hingga lembut, kemudian diayak dengan
ayakan 100 mesh. Tampung tepung ganyong dalam wadah.
7. Pengemasan. Tepung ganyong yang sudah kering dan diayak kemudian
ditimbang dan dikemas menggunakan kemasan primer kantong plastik PP
0,8 dengan plastic sealer dan dimasukkan ke dalam kotak kemasan sekunder.
Labeling pada kemasan sekunder berisi nama produk, merk produk, berat
bersih, izin Depkes, alamat produksi, dan komposisi gizi.
8. Penyimpanan. Tepung ganyong disimpan dalam wadah yang bersih dan di
tempat yang kering.
b. Pati Ganyong
Pengolahan ganyong menjadi pati dilakukan sesuai dengan tahapan penelitian
Utomo dan Antarlina (1997) yang telah dimodifikasi dengan tahapan proses
produksi di desa Tawangsari dengan tahapan secara lengkap adalah sebagai
berikut :
1. Tahap penyortiran dan Pencucian
Sortasi dilakukan untuk memilih umbi yang utuh, masih segar, tidak busuk.
Pencucian dilakukan untuk membersihkan sisa kotoran (tanah) yang masih

2.

3.

4.

5.

6.

tertinggal dan membuang akar-akar yang terdapat pada permukaan kulit


ganyong.
2. Penimbangan
Ganyong yang telah dibersihkan kemudian ditimbang untuk mengetahui berat
yang diinginkan (timbangan telah dikirim ke UKM). Ganyong yang akan
diolah sebanyak 50 kg.
Pemarutan
Pemarutan bertujuan untuk memperkecil ukuran sehingga mempermudah
proses pemisahan. Pemarutan dilakukan tanpa proses pengupasan kulit umbi.
Pada tahap pemarutan ini bahan yang tertinggal pada mesin diasumsikan
sebesar 0,1 %.
Ekstraksi dan Penyaringan
Proses ekstraksi dilakukan dengan penambahan air dengan perbandingan
umbi:air adalah 1:3, sehingga bubur ganyong yang dihasilkan 199,95 kg..
Pemisahan dilakukan dengan penyaringan menggunakan kain saring sampai
diperoleh ampas dan cairan (suspensi pati). Ampas yang diperoleh dari proses
penyaringan diekstraksi kembali dengan penambahan air (ampas:air=1:2),
kemudian disaring kembali untuk mendapatkan susu pati.
Pengendapan dan pembuangan air
Cairan berupa susu pati yang diperoleh dari penyaringan 1 dan 2 dicampur
dan diendapkan selama 1 jam, kemudian air hasil pengendapan dibuang
sehingga diperoleh pati basah. Pati basah yang dihasilkan kemudian dicuci
kembali dengan menambahkan air, di aduk dan didiamkan selama 1 jam.
Pencucian ini dilakukan sebanyak 3 kali. Pencucian ini dilakukan agar pati
yang dihasilkan putih bersih.
Pengeringan
Pati basah hasil pencucian dikeringkan pada suhu 600 C selama 5 jam
menggunakan mesin pengering untuk mengurangi kadar air bahan sehingga
diperoleh produk yang kering. Pada tahap pengeringan ini dilakukan
pemindahan posisi produk yang dikeringkan pada 2,5 jam pertama.
Tujuannya agar produk kering secara merata.
Penggilingan
Penggilingan dilakukan dengan menggunakan mesin penepungan dengan
ukuran mesh 80-100, sehingga tidak perlu adanya proses pengayakan. Proses
penggilingan bertujuan untuk mendapatkan butiran pati yang seragam.

3. Mie Ganyong
1. Panaskan 5 s/d 6 liter air hingga hampir mendidih.
Masukkan 1 kg pati ganyong ke dalam air panas tersebut sambil terus diaduk
supaya jangan menggumpal. Jika terlalu kental, dapat ditambahkan air panas
hingga menjadi bubur encer.
2. Tambahkan 75 gram minyak goreng (agar mie ganyong tidak lengket).
3. Didihkan selama 10 s/d 15 menit agar tanak.

4. Angkat, lalu lapiskan tipis-tipis pada daun pisang yang sudah disiapkan.
Jemur di bawah sinar matahari hingga 5 s/d 6 jam.
5. Jika sudah nampak kering, pisahkan lapisan mie ganyong dari daun pisang.
Diamkan lembaran mie ganyong tersebut selama 10 hingga 15 jam.
6. Iris lembaran mie ganyong tersebut hingga membentuk mie. Jemur di bawah
sinar matahari hingga kering. Ikat dengan tali, atau langsung dapat dikemas
4. Bioetanol Ganyong
Proses pembuatan bioetanol melalui beberapa tahap yaitu isolasi pati,
hidrolisis asam, fermentasi atau perubahan glukosa menjadi etanol atau
bioetanol, dan destilasi bioetanol (Musanif, 2008).
Isolasi pati ganyong
Sebanyak 3 g pati ganyong dilarutkan dengan etanol 95% pada suhu 40oC,
kemudian disaring dengan kertas saring dan dioven pada suhu 80oC. Sampel
yang telah dioven ditimbang sebanyak 0,1 g dan dilarutkan dalam 5 mL
DMSO (dimetil sulfoksida). Sampel diletakkan di atas penangas air mendidih
(suhu 80oC) selama 20 menit sambil sesekali divortex, didinginkan dalam
ruangan dan disentrifus selama 20 menit, kemudian diambil supernatannya.
Endapan yang tersisa ditambah lagi dengan 5 mL DMSO dan disentrifus
kembali (proses diulang hingga tiga kali). Supernatan yang diperoleh di
kumpulkan dalam gelas ukur 50 mL, diencerkan 10 kali kemudian divortex
dan diuji kadar gula totalnya dengan metode Anthrone (AOAC, 1984).
Hidrolisis asam
Pati umbi ganyong dihidrolisis dengan HNO3, HCl dan H2SO4 masing-masing
pada konsentrasi 3%, 4%, 5%, 6%, dan 7%. Hasil hidrolisis (gula pereduksi)
dianalisis dengan metode Nelson Somogyi. Pada 45 buah erlenmeyer masingmasing berisi 7 g pati ganyong yang telah dilarutkan dalam 100 mL aquades,
masing-masing ditambah dengan HNO3, HCl dan H2SO4 pada konsentrasi 3%,
4%, 5%, 6%, dan 7% (v/v) hingga mencapai pH 1-2 (Tjokroadikoesoemo,
1986), kemudian disterilisasi dengan autoklaf selama 1 jam pada suhu 120oC.
Setelah didinginkan dan netralisasi dengan Na2CO3 10%, dilakukan
pengukuran gula pereduksi. Setelah didapat sampel dengan nilai gula reduksi
tertinggi, selanjutnya dianalisis kandungan gula total dan DE (dextrose
eqivalent) dengan metode gula total Antrhone.
Fermentasi glukosa menjadi bioetanol
Kadar gula pereduksi tertinggi yang dihasilkan dari proses hidrolisis dipilih
untuk selanjutnya difermentasi dengan S. cerevisiae. Selama proses fermentasi
dilakukan kontrol pH setiap 12 jam (tetap pada pH 1-2). Untuk mengetahui
pengaruh gula pereduksi terhadap kadar etanol yang dihasilkan dibuat media
fermentasi dengan kadar glukosa 14%. Sisa gula pereduksi, kadar etanol, dan
pH dianalisis setiap 12 jam sekali. Khamir Saccharomyces cerevisiae
ditumbuhkan pada agar miring PDA dan diinkubasi selama 1 hari. Sebanyak 3
ose isolat khamir berumur 1 hari ditanam dalam 30 mL media PDB, kemudian
diinkubasikan pada suhu kamar dan diagitasi pada 120 rpm. Untuk

mengetahui kurva pertumbuhan khamir setiap 4 jam sekali jumlah sel khamir
dihitung menggunakan spektrofotometer. Perhitungan jumlah koloni khamir
dilakukan menggunakan metode plate count. Sebanyak 10% (v/v, mL) isolat
khamir S. cerevisiae dalam PDB dimasukkan ke dalam media fermentasi
(menggunakan Erlenmeyer), lalu ditambahkan 1% (v/v) pepton, dan 4% (v/v)
amonium sulfat sebagai nutrisi. Media fermentasi pada percobaan ini dibagi
menjadi 3 perlakuan: (A) Media fermentasi dengan kadar gula pereduksi hasil
hidrolisis terbaik; (B) Media fermentasi dengan kadar gula pereduksi hasil
hidrolisis terbaik dengan pengontrolan pH setiap 12 jam sekali; (C) Media
fermentasi dengan kadar gula 14% (b/v) sebagai pembanding. Selanjutnya
Erlemeyer ditutup rapat dan diinkubasi pada suhu kamar selama 48 jam,
kemudian dilakukan pengukuran pH, gula reduksi sesudah fermentasi, dan
analisis etanol setiap 12 jam (Putri, dkk., 2008)
Destilasi Bioetanol
Bioetanol hasil proses fermentasi dipisahkan dengan cara disaring, kemudian
filtrat didestilasi sehingga dapat dihasilkan bioetanol yang bebas dari
kontaminan atau pengotor yang terbentuk selama proses fermentasi. Bioetanol
yang dihasilkan dari destilasi pertama biasanya memiliki kadar sebesar 95%.
Bioetanol dengan konsentrasi 95% belum dapat dijadikan sebagai bahan
bakar. Menurut Nurdyastuti (2008), bioetanol yang digunakan sebagai
campuran bahan bakar untuk kendaraan harus benar-benar kering dan
anhydrous supaya tidak korosif, sehingga bioetanol harus mempunyai grade
sebesar 99,5 100% volume. Oleh karena itu, bioetanol hasil destilasi harus
ditambahkan suatu bahan yang dapat menyerap atau menarik kandungan air
yang masih terdapat dalam bioetanol, bahan yang sering digunakan
diantaranya yaitu, CaCO3, dan zeolit atau dilakukan destilasi vakum, sehingga
dapat dihasilkan bioetanol yang lebih murni yang dapat dijadikan sebagai
bahan bakar.

II.3 Analisis Kelayakan Usaha Ganyong


1. Analisis Usahatani Ganyong Petani Responden
Biaya usahatani adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam rangka pengelolaan
usahataninya. Biaya usahatani ini dapat berupa biaya tetap dan biaya variabel. Biaya
tetap merupakan biaya yang penggunaannya tidak mempengaruhi besarnya produksi
atau pendapatan yang akan diterima (Rojak, A 2006). Adapun yang termasuk biaya
tetap pada usahatani ganyong ada lah pajak lahan dan penyusutan alat.
Tabel 3. Analisis Usahatani Ganyong
No Uraian
Nilai
1
Biaya Tetap
Pajak Tanah
0,68
Penyusutan Alat
Total Biaya Tetap

Satuan
ha

Jumlah (Rp)
5.450
40.340
45.790

3
4
5

Biaya Variabel
Pupuk kandang
Bibit
Upah Tenaga Kerja
Total Biaya Variabel
Total Biaya
Penerimaan
Pendapatan
R/C Ratio

4.496,4
547,6

Kg
Kg

11090

Kg

731.363,6
273.818,2
2.008.636
3.013.818
3.059.614
5.454.455
2.485.840,90
2,43

2. Analisis Biaya Proses Pengolahan Umbi Ganyong Menjadi Tepung


Dengan mengasumsikan bahan baku umbi ganyong sebanyak 30 ton dengan
rendemen pati ganyong 15 % dari 30 ton umbi ganyong dengan kapasitas mesin
pengolah 200-250 kg/jam dapat dihasilkan tepung sebanyak 4,5 ton, waktu prosesing
10-15 hari.
Tabel 4. Analisis Biaya Proses Pengolahan Tepung Ganyong
No Uraian
Volume
Satuan
Harga
Jumlah (Rp)
1
Bahan baku
30.000
Kg
500
15.000.000
2
Bahan Bakar
80
Liter
6.500
520.000
3
Karung Tepung
100
Unit
1.000
100.000
4
Tenaga Kerja
Laki-laki
20
HOK
20.000
400.000
Perempuan
15
HOK
15.000
225.000
5
Biaya Total
16.245.000
6
Penerimaan
4.500
Kg
6.000
27.000.000
7
Pendapatan
10.755.000
3. Analisis Nilai Tambah Ganyong Menjadi Tepung Ganyong
Data yang digunakan dalam analisis nilai tambah adalah total tepung ganyong
yang dihasilkan, total bahan baku yang digunakan, jumlah dan upah tenaga kerja dan
harga jual produk di pasaran. Data yang didapat akan diolah dan dianalisis pada tabel
berikut
Tabel 5. Nilai Tambah Ganyong Menjadi TepungGanyong
No Variable
Nilai
Output dan Input Harga
1
Output/produk total
A
4500
(kg/proses produksi)
2
Input Bahan Baku
B
30.000
(kg/proses produksi)
3
Input Tenaga Kerja
C
20 HOK
4
Faktor Knversi (Kg
D = a/b
4500 kg/ 30.000
Output/Kg Bahan
kg

Jumlah
4500
30.000
20 HOK
0,15

5
6
7

8
9
10
11

12

13

Baku)
Koefisien Tenaga Kerja
(HOK/Kg Bahan Baku)
Harga Produk (Rp/Kg)
Upah rata-rata Tenaga
kerja (Rp/Jam)
Pendapatan
Harga Bahan Baku
Sumbangan Input Lain
(Rp/Kg)
Nilai Output
a. Nilai Tambah
(Rp/kg)
b. Rasio Nilai Tambah
%)
a. Imbalan Tenaga
Kerja (Rp/Kg)
b. Bagian Tenaga
Kerja (%)
a. Keuntungan
(Rp/Kg)
b. Tingkat keuntungan

E = c/b

0,000667

F
G

20 HOK/30.000
Kg
Rp. 6.000/Kg
Rp 20.000/Hari

H
I

Rp. 500/Kg
0

Rp. 500/Kg
0

J=dxf
K = j-h-i

0,15 x Rp. 6.000


900- 500 0

Rp. 900
Rp. 400

I% =k/j x
100 %
M= ex g

(400/900) x 100% 44 %
0,00067 x 20.000

Rp. 13,4

N%=m/k x
100%
O = K-M

13.4/400 X 100%

3,35 %

400 13,4

Rp. 386,6/kg

P%=o/j x
100%

(386,6/900) x
100%

43 %

Rp. 6.000/kg
Rp.
20.000/Hari

4. Analisis Trend Permintaan Tepung Ganyong


Tepung ganyong dari Gapoktan Harapan Mulya dijual ke beberapa tempat
seperti PT Gizindo, industri kecil, pasar tradisional di Ciamis dan industri makanan
ringan di daerah Bogor. Permintaan tepung ganyong cenderung meningkat dari tahun
ke tahunndengan rata -rata peningkatan 67 % per tahun. Berdasarkan metode trend
linear diperoleh peramalan p ermintaan dengan persamaan Y = 2148,57 + 6250 X.
Data permintaan tepung ganyong selama 10 tahun disajikan pada Tabel berikut :
Tabel 6. Permintaan Tepung Ganyong dari Gapok-tan
Harapan Mulya tahun 2005-2015
Tahun
Jumlah (kg)
2005
7500
2006
15.500
2007
21.500
2008
30.000
2009
36.000
2010
37.000
2011
46428
2012
52679
2013
58928

2014
65178
2015
71429
5. Analisis Finansial Usaha Pengolahan Umbi Ganyong
Usaha pengolahan tepung ganyong yang dilakukan oleh anggota kelompok tani
Harapan mulya memberikan toral keuntungan selama 8 tahun sebesar Rp169.669.000
dengan rata-rata keuntungan Rp 24.238.429 per tahun dan kembali modal pada tahun
ke 3. Nilai Net B/C sebesar 2,85 mengandung arti manfaat yang diperoleh dari usaha
ini 2,85 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan. Dengan asumsi discount factor 14 %
per tahun berdasarkan suku bunga kredit yang belaku pada Bank Rakyat Indonesia
(BRI) , diperoleh nilai Internal rate of return (IRR) adalah 55,60 %. Artinya usaha
pengolahan ganyongn masih bisa mengembalikan modal dengan bunga pinjaman
55,60 %.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Umbi ganyong merupakan hasil utama dari tanaman ganyong. Pemanfaatan
ganyong sebagian besar diolah secara tradisional dengan teknik olah digoreng,
direbus, atau dibakar. Produk olahan umbi ganyong yang lain adalah keripik ganyong,
tepung ganyong, dan pati ganyong . Tepung dan pati ganyong dapat digunakan
sebagai bahan baku industri pangan, misalnya mie, roti, cake, cookies, dan
makanan tradisional seperti cendol, jenang atau ongol-ongol. Bahkan saat ini
sudah diteliti produksi etanol dari tepung ganyong. Di Vietnam pati ganyong
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan mie atau mirip dengan soun di
Indonesia.
Kelayakakan usahatani ganyong berdasarkan analisis R-C rasio diperoleh
rata-rata 2,43. Pada proses pengolahan umbi ganyong menjadi tepung ganyong
didapatkan : nilai tambah Rp. 400/kg, rasio nilai tambah 44%, imbalan tenaga kerja
Rp. 13,4/kg, bagian tenaga kerja 3,35% dan tingkat keuntungan 43% dan keuntungan
Rp 386,6 /kg. Usaha pengolahan umbi ganyong menjadi tepung ganyong bedasarkan
analisis finansial diperoleh Net Benefit Cost Ratio(Net B/C) 2,85. Gross Benefit Cost
Ratio (Gross B/C) 1,19 dan Internal Rate Of Return (IRR) 55,6 persen. Dengan
demikian agribisnis ganyong layak untuk diusahakan. Peramalan permintaan kurva
berbentuk garis lurus meningkat selama 5 periode (tahun 2011-2015) dengan rata
rata peningkatan sebesar 11,73% per tahun.
B. Saran

Mengingat manfaat dan sifat fisikokimia yang dimiliki ganyong, maka umbi
ganyong memilki peluang untuk diolah menjadi berbagai macam produk olahan dan
turunannya, oleh karena itu diharapkan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi mengarah pada pengembangan produk pangan lokal erbasis umbi ganyong
untuk menciptakan inovasi produk olahan yang lebih beragam.

DAFTAR PUSTAKA
Azahari, Delima Hasri, 2008. Pengembangan Industri Biofuel (Tantangan Baru
Sektor Pertanian). Sebuah makalah yang dipresentasikan pada Seminar Pusat,
Bogor.
Basrawi, M.H. 2008. Nilai Strategis Pangan Lokal. Harian Joglosemar tgl 4 Maret
2008.
Direktorat Gizi Depkes. 1989. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta : Bharata
Flach, M dan F. Rumawas. 1996. PROSEA {9): Plants Yielding Non-Seed
Carbohydrat. Prose a Foundation. Bogor
Hermann, M. 1996. Starch Noodles from Edible Canna. Dalam J. Janick (ed.),
Progress in new crops. ASHS Press, Arlington, VA.
Hidayat Nur, 2008. Pati Ganyong Potensi Lokal yang Belum Termanfaatkan.
http://www.kulinologi.biz/preview.php?view&id=264
Kay, D.E., 1973. Root Crops. The Tropical Product Institute. England
Lingga, P., B. Sarwono, F.Rahardi, C.Raharja, J.J. Anfiastini, Rini W., dan W.H.
Apriadji.1996. Bertanam umbi-umbian. Penebar Swadaya. Jakarta.
Novian, Damayanti. 2002. Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung Dan Pati Ganyong
Varietas lokal. IPB-Press. Bogor.
Plantus.
2007.
Tanaman
Ganyong
Bisa
Jadi
Substitusi
Tepung
Terigu.http://anekaplanta.wordpress.com/2007/12/21/tanaman-ganyong-bisajadi-substitusi-tepung-terigu/ [16 April 2009].
Rahmat Rukmana, 2000. Ganyong Budidaya dan Pascapanen. Yogyakarta : Kanisius.
Sastrapradja, S., N.W. Soeijipto, S. Danimihardja dan R. Soejono. 1977. Ubiubian. Lembaga Biologi Nasional. Bogor .
Sutrisno, Doni. E. Djuwendah. 2011. Prospek Agribisnis Ganyong Sebagai Bahan
Pangan. Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran

Anda mungkin juga menyukai