Oleh
Dewi Sartika
F361160121
2016
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan keragaman umbiumbian. Ada lebih dari 30 jenis umbi-umbian yang biasa ditanam dan
dikonsumsi rakyat Indonesia, di antaranya adalah umbi ganyong. Tanaman ganyong
secara internasional disebut edible canna atau Quennsland arrowroot, artinya
tumbuhan canna yang dapat dimakan atau tumbuhan yang mempunyai akar
rimpang (umbi) berbentuk seperti busur panah dari Quennsland (Rahmat Rukmana,
2000).
Ganyong (Canna edulis Kerr) merupakan tanaman herbal yang berasal
dari Amerika Selatan yang termasuk dalam tanaman dwi tahunan (2 musim)
atau sampai beberapa tahun, hanya saja dari satu tahun ke tahun berikutnya
mengalami masa istirahat yang ditandai dengan mengeringnya daun-daun lalu
tanamannya hilang sama sekali dari permukaan tanah. Pada musim hujan tunas
akan keluar dari mata-mata umbi atau rhizomanya.
Tanaman ganyong merupakan tanaman umbi-umbian yang sudah
dibudidayakan di pedesaan sejak dahulu dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber
karbohidrat alternatif. Tanaman ini tumbuh tersebar di beberapa wilayah di
Indonesia dan dikenal dengan nama lokal, misalnya buah tasbih, ubi pikul,
senitra, ganyal atau ganyol (Rahmat Rukmana, 2000). Tanaman ini dibudidayakan
secara teratur di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pembudidayaan tidak teratur
meliputi daerah D.I.Yogyakarta, Jambi, Lampung dan Jawa Barat, sedangkan di
Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah dan Maluku, tanaman ini belum dibudidayakan dan masih
merupakan tumbuhan liar di pekarangan dan di pinggir-pinggir hutan.
Umbi ganyong merupakan hasil utama dari tanaman ganyong. Pemanfaatan
ganyong sebagian besar diolah secara tradisional dengan teknik olah digoreng,
direbus, atau dibakar. Produk olahan umbi ganyong yang lain adalah keripik ganyong,
tepung ganyong, dan pati ganyong (Rahmat Rukmana, 2000). Tepung dan pati
ganyong dapat digunakan sebagai bahan baku industri pangan, misalnya mie,
roti, cake, cookies, dan makanan tradisional seperti cendol, jenang atau ongolongol. Bahkan saat ini sudah diteliti produksi etanol dari tepung ganyong (Purwantari
dkk, 2004). Di Vietnam pati ganyong dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan mie (transparent starch noodles atau cellophane noodles) (Hermann,
1996) atau mirip dengan soun di Indonesia.
B. Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan Penulisan Ini adalah untuk mengenalkan lebih dalam tentang
profil komoditi umbi ganyong, pohon industry umbi gayong, rendemen, faktor kritis,
tipe roses yang disarankan, serta informasi dasar kelayakan finansial (IRR, BEP)
II. Pembahasan
II.1 Profil Komoditi
Ganyong (Canna edulis Kerr.) adalah tanaman yang termasuk
kedalam tanaman jenis umbi -umbian. Bagian tanaman ganyong yang sering
dimanfaatkan adalah bagian umbinya, sehingga tanaman ini dimasukkan
kedalam jenis umbi-umbian.
Tanaman ganyong telah dikenal oleh seluruh masyarakat di daerah
asal Amerika Selatan sekitar tahun 2500 sebelum masehi. Saat ini tanaman
ganyong sudah menyebar di seluruh belahan dunia yang memiliki iklim
tropis dan hangat seperti daerah Asia Tenggara (Flach dan Rumawas, 1996).
Di Indonesia ganyong sudah dikenal oleh masyarakat dan telah tersebar di
seluruh wilayah Indonesia terutama Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali
(Damayanti, 2002).
Tanaman ini dikenal dengan nama bunga tasbeh, ubi pikul (Sumatera)
dan ganyong di Indonesia, sedangkan di Malaysia lebih dikenal dengan nama
pisang sebiak (Flach dan Rumawas,1996). Thailand menyebut tanaman ini
dengan nama phutharaksa
dan phuttason sedangkan secara
internasional dikenal dengan canna.
Menurut Lingga (1986), Tanaman yang mudah tumbuh di berbagai
tempat berdaerah tropis ini termasuk dalam :
Divisi
: Spermatophyte
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Canaceae
Gennus
: Canna
Spesies
: Canna edulis Kerr.
Menurut Sastrapradja et al. (1977) dalam Damayanti (2002), ganyong
mempunyai batang yang berwarna ungu, tingginya mencapai 0.9 m atau dapat
mencapai 3.0 m. Daunnya besar dan lebar, pada umumnya daun dapat tumbuh
hingga panjangnya 30 cm dan lebar 12.5 cm, tebal dan bertulang daun tebal
ditengahnya, pada salah satu jenis ganyong pada bagian bawah dan tepi
daunnya berwarna keunguan. Warna daun beragam dari hijau
muda
sampai hijau tua. Daun muda berwarna lebih muda dan menggulung. Gambar
tanaman Ganyong dapat dilihat pada Gambar 1.
terkadang bergaris ungu atau semua bagian berwarna ungu. Begitu pula dengan
bagian pelepah daunnya, ada yang berwarna ungu dan hijau.
Morfologi Bunga Tanaman Ganyong
Warna bunga dari tanaman ganyong yaitu jingga dengan bagian pangkal
berwarna kekuningan. Tanaman ganyong memiliki bunga yang terdiri atas 3 helai
kelopak. Bunga yang dimiliki oleh tanaman ganyong menyerupai bunga tasbih,
perbedaannya terletak hanya pada ukurannya saja. Perbungaan tanaman ganyong
terletak pada bagian ujung ranting, tandan, dan umumnya sederhana namun
kadang terdapat cabang. Selain itu bunga yang mucul dapat berpasangan maupun
tunggal dan tidak teratur. Bunga tanaman ganyong merupakan bunga biseksual,
terdiri dari kelopak bunga yang berbentuk bulat telur, mahkota berbentuk pita
dengan bunga berwarna merah pucat hingga kuning.
Morfologi Umbi Tanaman Ganyong
Umbi yang dimiliki oleh tanaman ganyong memiliki bentuk yang besar dengan
diameter berkisar antara 5 hingga 8,75 cm dan dengan panjang berkisar antara 10
hingga 15 cm bahkan panjangnya dapat mencapai hingga 60 cm. Bagian tengah
dari umbi tanaman ganyong ini tebal dan dikelilingi berkas sisi dengan warna
ungu ataupun coklat.
Morfologi Buah Tanaman Ganyong
Tanaman yang termasuk ke dalam suku canaceae ini memiliki buah yang
berbentuk buah kotak dengan memiliki 3 ruang yang masing-masing ruang
terdiri dari 5 butir biji yang memiliki ukuran kecil dan dengan buah berwarna
hitam. Akan tetapi dalam pertumbuhannya, buah dari tanaman ganyong ini kerap
kali tidak tumbuh dengan sempurna, tertutup papilla dan dengan panjang berkisar
kurang lebih 3 cm.
B. Umbi Ganyong
Umbi ganyong adalah rhizome yang merupakan batang yang tinggal di
dalam tanah, sehingga umbi ganyong merupakan umbi batang (Lingga dkk
1989). Panjang rumpun umbi dapat mencapai 60 cm (Kay 1973). Tanaman
Ganyong berumbi besar dengan diameter antara 5 8,75 cm dan panjangnya 10
15 cm, bahkan bisa mencapai 60 cm. Umbi ini biasanya bagian tengahnya tebal
dengan kedua ujung dan pangkalnya menyempit. Bagian luar umbi dikelilingi
berkas -berkas sisik dengan akar serabut tebal yang panjang dan ukurannya
tidak seragam. Warna sisik umbi ada yang ungu ada juga yang coklat
(Azahari, 2008) dengan daging umbi berwarna putih dan jika dilukai akan
tampak berlendir (Damayanti, 2002). Menurut pengamatan yang dilakukan
Damayanti (2002) umbi ganyong memiliki bagian kulit luar yang keras dan
bagian daging yang berserat dengan bentuk seperti lengkuas.
Bagian luar umbi ganyong ditutupi oleh kelopak-kelopak tipis pada tiap-t
iap ruasnya. Bentuk yang seperti lengkuas itu, menunjukkan bahwa umbi
ganyong berbuku-buku. Setiap umbi terdiri dari 3 sampai 7 ruas umbi (buku-
buku) dan tiap ruas ditutupi oleh 1 sampai 3 helai kelopak t ipis yang
berwarna coklat tua. Di bawah kelopak-kelopak tersebut ialah bagian kulit umbi
yang berwarna lebih terang dari kelopaknya yaitu coklat muda (Damayanti,
2002). Pada tanaman yang tua, umbi ganyong memiliki beberapa segment. Setiap
segment bervariasi dalam umur dan ukurannya. Setiap segment memiliki
beberapa buku-buku. Penyebaran granula pati berbeda pada setiap segment
walaupun dalam satu umbi yang sama. Terdapat pula perbedaan komposisi kimia
dan sifat fisikokimia pada segment yang berbeda disebabkan oleh tahapan
pertumbuhan yang berbeda pada
tiap segment yang dibagi menjadi
empat tahapan segment yaitu induk (mother), premature, mature, dan immature.
Gambar umbi ganyong yang memiliki beberapa ruas (segment) dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
Pakan Ternak
Mie
Makanan Bayi
Ganyong
Tepung Ganyong
Cookies/Cake
Agar-agar
Minuman sereal
Pati Ganyong
Edible film
gethuk
biskuit
Sirup glukosa
Bioetanol
Penjelasan:
a. Tepung Ganyong
Tepung ganyong merupakan salah satu diversifikasi produk umbi ganyong.
Perbedaan antara pati dan tepung ganyong terletak pada proses pembuatannya.
Pati ganyong berasal dari pemarutan, pembuatan bubur, dan penyaringan bubur
ganyong sehingga diperoleh endapan pati yang dikeringkan, sedangkan tepung
ganyong berasal dari pengirisan umbi ganyong yang selanjutnya dikeringkan.
Perbedaan proses pembuatan tersebut dapat mempengaruhi rendemen yang
dihasilkan. Rendemen pati ganyong berkisar 10%, sedangkan rendemen tepung
ganyong berkisar 20%.
Proses pembuatan tepung ganyong adalah sebagai berikut :
1. Pemilihan umbi, Umbi ganyong dipilih yang segar, maksimal disimpan dua hari
setelah panen.
2. Pembersihan. Umbi ganyong dibersihkan dari kotoran (tanah) dan kulit atau
sisik-sisiknya.
3. Pencucian dan Perendaman. Umbi ganyong dicuci dalam air mengalir hingga
bersih, kemudian segera direndam dalam larutan Na-bisulfit 200-500 ppm (0,20,5 mg/liter air) selama 30 menit agar tidak terjadi pencoklatan (browning).
4. Penyawutan. Umbi ganyong dirajang tipis-tipis dengan alat pengiris atau
penyawut ubi kayu.
5. Pengeringan. Sawut ganyong dikeringkan dengan cara dijemur atau
menggunakan alat pengering buatan hingga berkadar air 10 - 12 %.
Pengeringan tepung ganyong dengan pengering cabinet dilakukan dengan
cara meletakkan irisan umbi ganyong pada loyang pengering. Selanjutnya
dikeringkan pada suhu 50-60C selama 4-5 jam.
6. Penepungan. Sawut kering ditumbuk hingga lembut, kemudian diayak dengan
ayakan 100 mesh. Tampung tepung ganyong dalam wadah.
7. Pengemasan. Tepung ganyong yang sudah kering dan diayak kemudian
ditimbang dan dikemas menggunakan kemasan primer kantong plastik PP
0,8 dengan plastic sealer dan dimasukkan ke dalam kotak kemasan sekunder.
Labeling pada kemasan sekunder berisi nama produk, merk produk, berat
bersih, izin Depkes, alamat produksi, dan komposisi gizi.
8. Penyimpanan. Tepung ganyong disimpan dalam wadah yang bersih dan di
tempat yang kering.
b. Pati Ganyong
Pengolahan ganyong menjadi pati dilakukan sesuai dengan tahapan penelitian
Utomo dan Antarlina (1997) yang telah dimodifikasi dengan tahapan proses
produksi di desa Tawangsari dengan tahapan secara lengkap adalah sebagai
berikut :
1. Tahap penyortiran dan Pencucian
Sortasi dilakukan untuk memilih umbi yang utuh, masih segar, tidak busuk.
Pencucian dilakukan untuk membersihkan sisa kotoran (tanah) yang masih
2.
3.
4.
5.
6.
3. Mie Ganyong
1. Panaskan 5 s/d 6 liter air hingga hampir mendidih.
Masukkan 1 kg pati ganyong ke dalam air panas tersebut sambil terus diaduk
supaya jangan menggumpal. Jika terlalu kental, dapat ditambahkan air panas
hingga menjadi bubur encer.
2. Tambahkan 75 gram minyak goreng (agar mie ganyong tidak lengket).
3. Didihkan selama 10 s/d 15 menit agar tanak.
4. Angkat, lalu lapiskan tipis-tipis pada daun pisang yang sudah disiapkan.
Jemur di bawah sinar matahari hingga 5 s/d 6 jam.
5. Jika sudah nampak kering, pisahkan lapisan mie ganyong dari daun pisang.
Diamkan lembaran mie ganyong tersebut selama 10 hingga 15 jam.
6. Iris lembaran mie ganyong tersebut hingga membentuk mie. Jemur di bawah
sinar matahari hingga kering. Ikat dengan tali, atau langsung dapat dikemas
4. Bioetanol Ganyong
Proses pembuatan bioetanol melalui beberapa tahap yaitu isolasi pati,
hidrolisis asam, fermentasi atau perubahan glukosa menjadi etanol atau
bioetanol, dan destilasi bioetanol (Musanif, 2008).
Isolasi pati ganyong
Sebanyak 3 g pati ganyong dilarutkan dengan etanol 95% pada suhu 40oC,
kemudian disaring dengan kertas saring dan dioven pada suhu 80oC. Sampel
yang telah dioven ditimbang sebanyak 0,1 g dan dilarutkan dalam 5 mL
DMSO (dimetil sulfoksida). Sampel diletakkan di atas penangas air mendidih
(suhu 80oC) selama 20 menit sambil sesekali divortex, didinginkan dalam
ruangan dan disentrifus selama 20 menit, kemudian diambil supernatannya.
Endapan yang tersisa ditambah lagi dengan 5 mL DMSO dan disentrifus
kembali (proses diulang hingga tiga kali). Supernatan yang diperoleh di
kumpulkan dalam gelas ukur 50 mL, diencerkan 10 kali kemudian divortex
dan diuji kadar gula totalnya dengan metode Anthrone (AOAC, 1984).
Hidrolisis asam
Pati umbi ganyong dihidrolisis dengan HNO3, HCl dan H2SO4 masing-masing
pada konsentrasi 3%, 4%, 5%, 6%, dan 7%. Hasil hidrolisis (gula pereduksi)
dianalisis dengan metode Nelson Somogyi. Pada 45 buah erlenmeyer masingmasing berisi 7 g pati ganyong yang telah dilarutkan dalam 100 mL aquades,
masing-masing ditambah dengan HNO3, HCl dan H2SO4 pada konsentrasi 3%,
4%, 5%, 6%, dan 7% (v/v) hingga mencapai pH 1-2 (Tjokroadikoesoemo,
1986), kemudian disterilisasi dengan autoklaf selama 1 jam pada suhu 120oC.
Setelah didinginkan dan netralisasi dengan Na2CO3 10%, dilakukan
pengukuran gula pereduksi. Setelah didapat sampel dengan nilai gula reduksi
tertinggi, selanjutnya dianalisis kandungan gula total dan DE (dextrose
eqivalent) dengan metode gula total Antrhone.
Fermentasi glukosa menjadi bioetanol
Kadar gula pereduksi tertinggi yang dihasilkan dari proses hidrolisis dipilih
untuk selanjutnya difermentasi dengan S. cerevisiae. Selama proses fermentasi
dilakukan kontrol pH setiap 12 jam (tetap pada pH 1-2). Untuk mengetahui
pengaruh gula pereduksi terhadap kadar etanol yang dihasilkan dibuat media
fermentasi dengan kadar glukosa 14%. Sisa gula pereduksi, kadar etanol, dan
pH dianalisis setiap 12 jam sekali. Khamir Saccharomyces cerevisiae
ditumbuhkan pada agar miring PDA dan diinkubasi selama 1 hari. Sebanyak 3
ose isolat khamir berumur 1 hari ditanam dalam 30 mL media PDB, kemudian
diinkubasikan pada suhu kamar dan diagitasi pada 120 rpm. Untuk
mengetahui kurva pertumbuhan khamir setiap 4 jam sekali jumlah sel khamir
dihitung menggunakan spektrofotometer. Perhitungan jumlah koloni khamir
dilakukan menggunakan metode plate count. Sebanyak 10% (v/v, mL) isolat
khamir S. cerevisiae dalam PDB dimasukkan ke dalam media fermentasi
(menggunakan Erlenmeyer), lalu ditambahkan 1% (v/v) pepton, dan 4% (v/v)
amonium sulfat sebagai nutrisi. Media fermentasi pada percobaan ini dibagi
menjadi 3 perlakuan: (A) Media fermentasi dengan kadar gula pereduksi hasil
hidrolisis terbaik; (B) Media fermentasi dengan kadar gula pereduksi hasil
hidrolisis terbaik dengan pengontrolan pH setiap 12 jam sekali; (C) Media
fermentasi dengan kadar gula 14% (b/v) sebagai pembanding. Selanjutnya
Erlemeyer ditutup rapat dan diinkubasi pada suhu kamar selama 48 jam,
kemudian dilakukan pengukuran pH, gula reduksi sesudah fermentasi, dan
analisis etanol setiap 12 jam (Putri, dkk., 2008)
Destilasi Bioetanol
Bioetanol hasil proses fermentasi dipisahkan dengan cara disaring, kemudian
filtrat didestilasi sehingga dapat dihasilkan bioetanol yang bebas dari
kontaminan atau pengotor yang terbentuk selama proses fermentasi. Bioetanol
yang dihasilkan dari destilasi pertama biasanya memiliki kadar sebesar 95%.
Bioetanol dengan konsentrasi 95% belum dapat dijadikan sebagai bahan
bakar. Menurut Nurdyastuti (2008), bioetanol yang digunakan sebagai
campuran bahan bakar untuk kendaraan harus benar-benar kering dan
anhydrous supaya tidak korosif, sehingga bioetanol harus mempunyai grade
sebesar 99,5 100% volume. Oleh karena itu, bioetanol hasil destilasi harus
ditambahkan suatu bahan yang dapat menyerap atau menarik kandungan air
yang masih terdapat dalam bioetanol, bahan yang sering digunakan
diantaranya yaitu, CaCO3, dan zeolit atau dilakukan destilasi vakum, sehingga
dapat dihasilkan bioetanol yang lebih murni yang dapat dijadikan sebagai
bahan bakar.
Satuan
ha
Jumlah (Rp)
5.450
40.340
45.790
3
4
5
Biaya Variabel
Pupuk kandang
Bibit
Upah Tenaga Kerja
Total Biaya Variabel
Total Biaya
Penerimaan
Pendapatan
R/C Ratio
4.496,4
547,6
Kg
Kg
11090
Kg
731.363,6
273.818,2
2.008.636
3.013.818
3.059.614
5.454.455
2.485.840,90
2,43
Jumlah
4500
30.000
20 HOK
0,15
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Baku)
Koefisien Tenaga Kerja
(HOK/Kg Bahan Baku)
Harga Produk (Rp/Kg)
Upah rata-rata Tenaga
kerja (Rp/Jam)
Pendapatan
Harga Bahan Baku
Sumbangan Input Lain
(Rp/Kg)
Nilai Output
a. Nilai Tambah
(Rp/kg)
b. Rasio Nilai Tambah
%)
a. Imbalan Tenaga
Kerja (Rp/Kg)
b. Bagian Tenaga
Kerja (%)
a. Keuntungan
(Rp/Kg)
b. Tingkat keuntungan
E = c/b
0,000667
F
G
20 HOK/30.000
Kg
Rp. 6.000/Kg
Rp 20.000/Hari
H
I
Rp. 500/Kg
0
Rp. 500/Kg
0
J=dxf
K = j-h-i
Rp. 900
Rp. 400
I% =k/j x
100 %
M= ex g
(400/900) x 100% 44 %
0,00067 x 20.000
Rp. 13,4
N%=m/k x
100%
O = K-M
13.4/400 X 100%
3,35 %
400 13,4
Rp. 386,6/kg
P%=o/j x
100%
(386,6/900) x
100%
43 %
Rp. 6.000/kg
Rp.
20.000/Hari
2014
65178
2015
71429
5. Analisis Finansial Usaha Pengolahan Umbi Ganyong
Usaha pengolahan tepung ganyong yang dilakukan oleh anggota kelompok tani
Harapan mulya memberikan toral keuntungan selama 8 tahun sebesar Rp169.669.000
dengan rata-rata keuntungan Rp 24.238.429 per tahun dan kembali modal pada tahun
ke 3. Nilai Net B/C sebesar 2,85 mengandung arti manfaat yang diperoleh dari usaha
ini 2,85 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan. Dengan asumsi discount factor 14 %
per tahun berdasarkan suku bunga kredit yang belaku pada Bank Rakyat Indonesia
(BRI) , diperoleh nilai Internal rate of return (IRR) adalah 55,60 %. Artinya usaha
pengolahan ganyongn masih bisa mengembalikan modal dengan bunga pinjaman
55,60 %.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Umbi ganyong merupakan hasil utama dari tanaman ganyong. Pemanfaatan
ganyong sebagian besar diolah secara tradisional dengan teknik olah digoreng,
direbus, atau dibakar. Produk olahan umbi ganyong yang lain adalah keripik ganyong,
tepung ganyong, dan pati ganyong . Tepung dan pati ganyong dapat digunakan
sebagai bahan baku industri pangan, misalnya mie, roti, cake, cookies, dan
makanan tradisional seperti cendol, jenang atau ongol-ongol. Bahkan saat ini
sudah diteliti produksi etanol dari tepung ganyong. Di Vietnam pati ganyong
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan mie atau mirip dengan soun di
Indonesia.
Kelayakakan usahatani ganyong berdasarkan analisis R-C rasio diperoleh
rata-rata 2,43. Pada proses pengolahan umbi ganyong menjadi tepung ganyong
didapatkan : nilai tambah Rp. 400/kg, rasio nilai tambah 44%, imbalan tenaga kerja
Rp. 13,4/kg, bagian tenaga kerja 3,35% dan tingkat keuntungan 43% dan keuntungan
Rp 386,6 /kg. Usaha pengolahan umbi ganyong menjadi tepung ganyong bedasarkan
analisis finansial diperoleh Net Benefit Cost Ratio(Net B/C) 2,85. Gross Benefit Cost
Ratio (Gross B/C) 1,19 dan Internal Rate Of Return (IRR) 55,6 persen. Dengan
demikian agribisnis ganyong layak untuk diusahakan. Peramalan permintaan kurva
berbentuk garis lurus meningkat selama 5 periode (tahun 2011-2015) dengan rata
rata peningkatan sebesar 11,73% per tahun.
B. Saran
Mengingat manfaat dan sifat fisikokimia yang dimiliki ganyong, maka umbi
ganyong memilki peluang untuk diolah menjadi berbagai macam produk olahan dan
turunannya, oleh karena itu diharapkan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi mengarah pada pengembangan produk pangan lokal erbasis umbi ganyong
untuk menciptakan inovasi produk olahan yang lebih beragam.
DAFTAR PUSTAKA
Azahari, Delima Hasri, 2008. Pengembangan Industri Biofuel (Tantangan Baru
Sektor Pertanian). Sebuah makalah yang dipresentasikan pada Seminar Pusat,
Bogor.
Basrawi, M.H. 2008. Nilai Strategis Pangan Lokal. Harian Joglosemar tgl 4 Maret
2008.
Direktorat Gizi Depkes. 1989. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta : Bharata
Flach, M dan F. Rumawas. 1996. PROSEA {9): Plants Yielding Non-Seed
Carbohydrat. Prose a Foundation. Bogor
Hermann, M. 1996. Starch Noodles from Edible Canna. Dalam J. Janick (ed.),
Progress in new crops. ASHS Press, Arlington, VA.
Hidayat Nur, 2008. Pati Ganyong Potensi Lokal yang Belum Termanfaatkan.
http://www.kulinologi.biz/preview.php?view&id=264
Kay, D.E., 1973. Root Crops. The Tropical Product Institute. England
Lingga, P., B. Sarwono, F.Rahardi, C.Raharja, J.J. Anfiastini, Rini W., dan W.H.
Apriadji.1996. Bertanam umbi-umbian. Penebar Swadaya. Jakarta.
Novian, Damayanti. 2002. Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung Dan Pati Ganyong
Varietas lokal. IPB-Press. Bogor.
Plantus.
2007.
Tanaman
Ganyong
Bisa
Jadi
Substitusi
Tepung
Terigu.http://anekaplanta.wordpress.com/2007/12/21/tanaman-ganyong-bisajadi-substitusi-tepung-terigu/ [16 April 2009].
Rahmat Rukmana, 2000. Ganyong Budidaya dan Pascapanen. Yogyakarta : Kanisius.
Sastrapradja, S., N.W. Soeijipto, S. Danimihardja dan R. Soejono. 1977. Ubiubian. Lembaga Biologi Nasional. Bogor .
Sutrisno, Doni. E. Djuwendah. 2011. Prospek Agribisnis Ganyong Sebagai Bahan
Pangan. Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran