Oleh:
Nailul Ngizzah, S.KH 062023143007
Retno Palupi, S.KH 062023143011
Uli Rumondang Nehemia M, S.KH 062023143013
Aulia Juniar Wijanarko, S.KH 062023143018
R. Fyoren Narita Tumbol, S.KH 062023143046
Muhammad Ridwan, S.KH 062023143054
Muhammad Hafiz P, S.KH 062023143068
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
mengucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga laporan kelompok Praktik Kerja Lapangan
Dinas Divisi Kesehatan Masyarakat Veteriner dapat kami selesaikan untuk memenuhi tugas
Peternakan, drh. Sunarno Aristono., M.Si dan Sub Koordinator Kesehatan Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ibu Dian Anggraini, S.TP serta seluruh dokter hewan dan
staff di Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Kota Surabaya yang telah memberikan
banyak bimbingan dan pembelajaran bagi mahasiswa PPDH XXXVI Kelompok 3A untuk
mengembangkan potensi profesi kami nantinya melalui kegiatan PKL di Dinas Ketahanan
Laporan ini disusun secara sederhana dengan mengacu dari berbagai sumber referensi
yang telah kami dapatkan. Kami menyadari bahwa informasi yang disajikan dalam laporan ini
terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan serta kemampuan kami dalam
menyusun laporan.
Pola fikir yang kritis dan saran yang membangun sangat kami butuhkan baik
menyangkut isi maupun penulisan. Meskipun banyak kekurangan dalam laporan ini, terdapat
sepercik harapan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Untuk selebihnya kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata dan terima kasih atas perhatiannya.
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
1.2 Tujuan.......................................................................................................................... 3
1.3 Manfaat........................................................................................................................ 3
2.1.1 Pengantar.............................................................................................................. 4
2.1.2 Etiologi................................................................................................................. 5
2.1.3 Penularan.............................................................................................................. 6
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 16
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun
tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan
merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup
Ketahanan pangan bagi suatu negara merupakan hal yang sangat penting, terutama bagi
negara yang mempunyai penduduk sangat banyak seperti Indonesia, jumlah penduduk
Indonesia diperkirakan mencapai 220 juta jiwa pada tahun 2020 dan diproyeksikan akan
menjadi 270 juta jiwa pada tahun 2025. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan
bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif,
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan guna mencegah pangan
dari cemaran biologi, kimia dan benda lainnya yang dapat mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan manusia (Peraturan Pemerintah, 2004). Sumber pangan yang berasal
dari sumber nabati ataupun hewani perlu perlakuan khusus, terutama pangan hewani segar
seperti daging ayam, daging sapi, ikan dan lainya (Soeparno, 1994). Bahri (2008) menyatakan
bahwa bahan pangan asal ternak merupakan sumber gizi untuk pertumbuhan dan kehidupan
manusia, tetapi dapat berbahaya bagi kesehatan manusia apabila produk tersebut tidak layak
dikonsumsi.
1
Winarno (2004) menyatakan bahwa masalah keamanan pangan di Indonesia meliputi
antara lain pencemaran pangan oleh mikroba karena kurang pengetahuan tentang pentingnya
praktik sanitasi dan higiene, pencemaran oleh bahan kimia berbahaya seperti pestisida, residu
obat, logam berat dan lainnya, penggunaan bahan berbahaya yang dilarang digunakan untuk
pangan seperti formalin, boraks dan sebagainya. Penggunaan melebihi batas maksimum yang
diijikan dari bahan tambahan pangan yang sudah diatur penggunaannya oleh Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM). Sibarani (2011) menyatakan bahwa bahan pangan asal hewan
merupakan produk yang mudah rusak sehingga pengawasan sangat penting dilakukan untuk
menjaga keamanan dan mutu pangan. Untuk mendukung ketahanan pangan (food security)
secara berkesinambungan dan jaminan keamanan pangan (food safety) diperlukan suatu
pengawasan dalam bidang produksi, distribusi dan pemasaran produk pangan asal hewan
melalui kerjasama antara pemerintah, kesmavet (Veterinary Public Health) dalam hal ini
dokter hewan dan pihak-pihak terkait melalui suatu sistem kesehatan hewan nasional,
mengeliminasi, dan merespon segala permasalahan di bidang Kesmavet terkait penyakit hewan
yang bersifat zoonosis atau penyakit hewan yang berdampak terhadap ketahanan pangan
melalui pendekatan multi-sektor dengan fokus penyediaan pangan asal hewan yang aman,
sehat, utuh dan halal (ASUH), pengendalian kesehatan lingkungan produksi pangan asal hewan
sebagai upaya pengendalian penyakit zoonosa, cemaran mikroba, residu dan kontaminan
lainnya pada pangan asal hewan, peningkatan daya saing pangan asal hewan dan produk hewan
2
Praktik Kerja Lapangan (PKL) sebagai salah satu bentuk implementasi kurikulum
Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Praktek Kerja Lapangan akan meningkatkan kemampuan calon dokter hewan untuk
mengamati, mengkaji serta menilai berbagai permasalahan antara teori dengan kenyataan yang
terjadi di lapangan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat veteriner di wilayah kerja
1.2 Tujuan
Adapun tujuan pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) Pendidikan Profesi
Dokter Hewan (PPDH) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya sebagai
berikut:
yang telah diperoleh di bangku kuliah kepada masyarakat Kota Surabaya melalui Dinas
3. Mengetahui cara kerja di lapangan dan memberikan sosialisasi kepada peternak dalam
menangani dan menyikapi kasus atau penyakit pada hewan yang saat ini sedang terjadi
wabah
1.3 Manfaat
Manfaat kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) Pendidikan Profesi Dokter Hewan
(PPDH) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga adalah mempersiapkan para calon
dokter hewan berkualitas, terampil dan siap mengamalkan ilmu yang telah dipelajari dan
diperoleh kepada masyarakat luas khususnya di wilayah kedinasan dan kesehatan masyarakat
veteriner.
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1.1 Pengantar
Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau yang disebut dengan penyakit Foot and Mouth
Disease merupakan penyakit dengan tingkat penularan yang sangat tinggi (highly contangius)
sehingga ditakuti oleh dunia karena menimbulkan kerugian ekonomi dan sosial yang tinggi.
PMK disebabkan oleh agen infeksius virus bersifat akut yang menyerang hewan berkuku
genap/belah (cloven-hoofed). Tingkat morbiditas PMK sangat tinggi (100%) namun tingkat
mortalitasnya sangat rendah pada hewan dewasa (1-5%), akan tetapi mortalitasnya akan tinggi
apabila menyerang hewan muda karena akan menyebabkan myocarditis (PUSVETMA, 2020).
PMK pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1887 melalui impor sapi dari
Belanda yang kemudian menyebar ke Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Nusa
Tenggara. Berbagai upaya pemberantasan terus dilakukan seperti melakukan vaksinasi massal
PMK yang diproduksi oleh Pusat Veteriner Farma (PUSVETMA), mengontrol jalur
perpindahan hewan serta produk asal hewan, dan tidak terlepas atas partisipasi dan kesadaran
masyarakat. Wabah terakhir kali terjadi di pulau Jawa tahun 1983, dan Indonesia dinyatakan
bebas dari PMK pada tahun 1986 berdasarkan surat keputusan menteri pertanian No 260/1986.
Mendapatkan pengakuan internasional dari OIE tahun 1990 dengan resolusi No XI, dan status
bebas tersebut dapat dipertahankan dengan resolusi OIE secara berkala setiap tahun. Sehingga
status PMK di Indonesia dinyatakan sebagai penyakit eksotis yaitu penyakit yang tidak ada di
suatu negara, tetapi dapat ditemukan di negara lain. Berdasarkan surat Keputusan Menteri
terjadi wabah penyakit mulut dan kuku di Indonesia. Kemungkinan hal ini terjadi sangat besar
karena negara sekitar Indonesia terutama Asia Tenggara seperti Kamboja, Laos, Malaysia,
4
Myanmar, Philippines, Thailand, dan Vietnam masih dinyatakan tertular PMK (PUSVETMA,
2020).
2.1.2 Etiologi
Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit hewan menular yang disebabkan oleh
virus penyakit mulut dan kuku atau disebut juga dengan Foot and Mouth Disease Virus
(FMDV). Partikel virus PMK berukuran diameter 10-20 mm, memiliki kapsid iksohedral yang
disusun oleh protein, tidak beramplop, dengan genom berupa Ribonucleid Acid (RNA) untai
tunggal dengan sense-positif. Virus PMK termasuk ke dalam virus genus Aphthovirus dan
famili Picornaviridae. Virus PMK memiliki 7 tipe A, O, C, Asia 1, South African Teritorry
(SAT) 1, 2, dan 3. Serta setiap tipe virus ini masih terbagi lagi menjadi sub tipe dan galur
(strain) yang berbeda. Salah satu tipe yang paling sering menyerang adalah tipe O dengan sub
tipe Europe-South America (Euro-SA), Middle East–South Asia (ME-SA), Southeast Asia
(SEA), Cathay (CHY), West Africa (WA), East Africa 1 (EA-1), East Africa 2 (EA-2), East
Africa 3 (EA-3), Indonesia-1 (ISA1), dan Indonesia-2 (ISA-2) (Knowles et al, 2005). Jenis
virus PMK yang beredar diindonesia pada saat ini adalah kode O/ME-SE/Ind-2001/e dengan
5
2.1.3 Penularan
Penyakit mulut dan kuku menyerang hewan yang berkuku genap/belah (cloven-hoofed)
seperti sapi, kerbau, kambing, babi, dan domba, serta juga peka terhadap satwa liar berkuku
belah seperti rusa, antelop, babi hutan, gajah, jerapah, dan unta. Virus penyebab penyakit mulut
dan kuku dapat ditemukan disemua ekskresi (urine, feses, keringat, dan karbon dioksida dalam
pernapasan) maupun sekresi (kelenjar keringat, kelenjar susu, dan kelenjar saliva).
1. Secara langsung: antara hewan yang tertular dengan hewan yang rentan.
3. Udara (airborne): ditularkan melalui inhalasi dimana virus ini dapat diterbangkan
radius 10 Km.
Virus PMK merupakan virus yang dapat resisten terhadap bahan kimia dan fisik. Virus
ini dapat inaktif pada suhu 50ºC dan dapat juga inaktif pada daging yang dipanaskan pada suhu
70ºC selama 30 menit. Virus PMK inaktif secara cepat pada PH 9,0 dan rusak di dalam daging
dengan PH kurang dari 6. Virus ini dapat tahan di sumsum tulang, limfoglandula dan dapat
bertahan lama pada makanan yang terkontaminasi hingga satu bulan tergantung temperatur dan
PH. Virus PMK akan mati dengan desinfektan sodium hydroxide 2%, sodium carbonat 4%,
citrit acid 0,2%, acetic acid 2%, sodium hypochloride 3%, dan sodium chloride 1%. Namun
virus ini resisten terhadap iodophores, phenol, dan terkhusus bahan organik (PUSVETMA,
2020).
Menurut Arzt et al, (2010) pathogenesis penyakit mulut dan kuku dapat melalui
6
2. Establishment of viraemia: fase transisi.
Masa inkubasi virus penyebab penyakit mulut dan kuku adalah 2-14 hari hal ini
tergantung galur virus, jumlah virus, umur dan breed, serta host dan derajat kekebalan host.
Menurut Gelolodo 2017, gejala yang dapat ditimbulkan oleh PMK adalah sebagai berikut:
4. Hypersalivasi.
5. Pada bagian kulit kaki teracak (kuku) bengkak, lepuh, merah, dan panas sehingga
9. Abortus.
1. Vesicular stomatitis
4. Rinderpest
7. Bluetongue
9. Bovine mammillitis
Diagnosa PMK dapat dilakukan berdasarkan gejala klinis yang sesuai, lalu akan
dikonfirmasi dengan uji laboratoris. Isolasi virus dari hewan yang menampakkan gejala klinis
diambil dari cairan lepuh atau epitel pada lepuhan. Jika gejala klinis tidak jelas atau dalam
proses penyembuhan dapat diambil dari orofaring serta darah. Jika hewan mati dapat diambil
dari limfo glandula, thyroid, ginjal, limpa, dan jantung. Untuk identifikasi dapat dilakukan
dengan metode serologis ELISA atau molekular PCR yang menjadi rekomendasi OIE
(PUSVETMA, 2020).
Penyakit mulut dan kuku merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus sehingga
tidak ada obat yang dapat menjadi obat utama (kausatif) dalam pengobatan penyakit ini.
Namun gejala pada hewan yang terinfeksi dapat diringankan dengan obat simptomatif dan
8
supportif. Pencegahan dan pengendalian yang dapat dilakukan dalam antisipasi penularan
5. Melakukan vaksinasi
Guna mengantisipasi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak, Dokter Hewan
terhadap ternak di daerah Surabaya. Kegiatan monitoring ini dilakukan untuk mencegah dan
mengawasi penularan wabah Penyakit Mulut dan Kuku pada hewan berkuku belah di Surabaya.
Upaya pencegahan PMK dilakukan dengan meningkatkan kesehatan ternak yakni menjaga
kebersihan kendang dan rutin melakukan penyemprotan cairan disinfektan di sekitar kandang.
Apabila ternak tidak menunjukkan gejala mengarah ke PMK dan ternak tersebut sehat maka
9
2. 18 Mei 2022 A Monitoring dan Sosialisasi PMK pada - Drh Tika
Peternak di Benowo - Drh Palupi
B Monitoring dan Sosialisasi PMK pada - Pak Bahri
Peternak di Bangkingan - Mbak Maya
C Monitoring dan Sosialisasi PMK pada - Drh Gagat
Peternak di Karang Pilang
D Monitoring dan Sosialisasi PMK pada - Drh Novy
Peternak di Lakarsantri
3. 19 Mei 2022 A Monitoring dan Sosialisasi PMK pada - Drh Tika
Peternak di Benowo
B Monitoring dan Sosialisasi PMK pada - Drh Arfi
Peternak di Sambikerep - Drh Richa
- Drh Novi
- Pak Bahri
D Monitoring dan Sosialisasi PMK pada - Drh Maria
Peternak di Jambangan - Drh Palupi
4. 20 Mei 2022 A Monitoring dan Sosialisasi PMK pada - Drh Richa
Peternak di Lakarsantri - Pak Bahri
B Monitoring dan Sosialisasi PMK pada - Drh Fabyo
Peternak di Medokan Ayu, Rungkut
C Monitoring dan Sosialisasi PMK pada - Drh Tika
Peternak di Benowo - Drh. Dodik
D Monitoring dan Sosialisasi PMK pada - Drh Tika
Peternak di Benowo - Drh Dodik
5. 23 Mei 2022 A Survey Monitoring dan Sosialisasi - Drh. Rozali
PMK di Pasar Kupang, Dukuh - Mbak Maya
Kupang, Kupang Gunung, dan Pasar
Kembang
B Monitoring dan Sosialisasi PMK pada - Drh. Doni
Peternak di Lakarsantri
C Monitoring dan Sosialisasi PMK pada - Drh Santi
Peternak di Asem Rowo
D Monitoring dan Sosialisasi PMK pada - Drh Santi
Peternak di Tambak Asem Rowo
6. 24 Mei 2022 A - Monitoring dan Sosialisasi PMK di - Drh Donny
Gayungan - Bu Dian
- Survey dan Sosialiasi PMK di Pasar - Pak Oktav
B Monitoring dan Sosialisasi PMK di - Drh. Fabyo
Tambakrejo dan Gebang
C Monitoring dan Sosialisasi PMK di - Drh Santi
Kenjeran, Bulak dan Lakarsantri - Drh Arfi
D Monitoring dan Sosialisasi PMK di - Drh Palupi
Karang Pilang
10
7. 25 Mei 2022 B Sosialiasi Peternak di Kelurahan - Drh Aris
Lakarsantri - Drh Gagat
- Drh Rozali
Bu Dian
C Monitoring dan pengobatan ternak di - Drh. Arfi
Dukuh Pakis - Drh Riska
D Monitoring dan pengobatan ternak di - Drh Arfi
Dukuh Pakis - Drh Riska
Gambar 2.3. Kegiatan monitoring dan pengobatan Ternak (Dokumentasi Pribadi, 2022)
Dalam rangka mengantisipasi penyebaran wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
yang menyerang hewan berkuku belah di Kota Surabaya, Dinas Ketahanan Pangan dan
Pertanian (DKPP) Kota Surabaya mengadakan kegiatan sosialisasi kepada beberapa peternak
di Kecamatan Lakarsantri. Kegiatan sosialisasi ini berlangsung pada tanggal Kamis, 25 Mei
2022 di Kantor Kecamatan Lakarsantri. Dalam kegiatan ini Dokter Hewan menjelaskan mulai
dari etiologi sampai cara pencegahan Penyakit Mulut dan Kuku, diharapkan apabila peternak
yang mendapati ciri-ciri PMK dapat langsung menghubungi Dinas Peternakan setempat dan
tidak melakukan kegiatan pengeluaran ternak agar tidak menjadi carier (pembawa) Penyakit
11
Gambar 2.4. Kegiatan Sosialiasi Penyakit Mulut dan Kuku (Dokumentasi Pribadi, 2022)
Pasar merupakan salah tempat penjualan hasil ternak, seperti daging dan telur. Dalam
rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang Penyakit Mulut dan Kuku yang kembali
mewabah di Indonesia, maka sosialiasi mengenai Penyakit Mulut dan Kuku pun dirasa perlu
untuk dilakukan kepada para penjual daging ternak ruminansia. Para penjual hasil ternak
ruminansia umumnya menjual daging sapi dan jeroan, beberapa dari penjual juga menyediakan
Ada banyak pasar yang menjadi target untuk monitoring dan sosialiasasi mengenai
Penyakit Mulut dan Kuku, namun yang didatangi oleh Tim Program Profesi Dokter Hewan
(PPDH) gelombang XXXVI kelompok 3A hanya delapan pasar, yakni Pasar Kembang, Pasar
Kupang, Pasar Kupang Gunung, Pasar Dukuh Kupang, Pasar Gubeng Masjid, Pasar
Banjarsugihan, Pasar Lakarsantri, dan Pasar Balongsari. Penjual biasanya mendapatkan daging
dari Rumah Potong Hewan Pegirian, Rumah Potong Hewan Kedurus, dan Pasar Sepanjang.
Beberapa penjual yang sudah cukup besar menjual daging dalam jumlah yang cukup banyak,
jeroan, dan tulang, namun beberapa penjual hanya menjual daging sapi saja dalam jumlah yang
12
Gambar 2.4. Salah satu penjual daging dan jeroan yang ada di Pasar Kembang, Surabaya
(Dokumentasi Pribadi, 2022)
Gambar 2.5. Beberapa penjual masih tetap menyediakan jeroan dan kikil (Dokumentasi
Pribadi, 2022)
13
Gambar 2.6. Monitoring dan Sosialisasi Penyakit Mulut dan Kuku kepada penjual daging di
Banyak penjual yang sudah mendengar mengenai Penyakit Mulut dan Kuku yang
menyerang hewan ternak. Beberapa penjual seperti di Pasar Balongsari dan Pasar
omsetnya tetap stabil dikarenakan sudah memiliki pelanggan tetap. Semua kondisi daging di
tiap pasar dalam kondisi yang baik dan dalam proses pelayuan dengan cara digantung.
Dalam melakukan monitoring dan sosialisasi ke setiap pasar, tim gabungan dari
beberapa pemerintah daerah seperti Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, Dinas Kesehatan,
Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan, Bagian Pemerintahan dan
Kesejahteraan Rakyat, Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam, hingga Polres dan
Satpol PP beserta tim PPDH 3A yang ditugaskan bersama menjelaskan mengenai penanganan
daging yang akan dijual dan diberikan ke konsumen. Tim DKPP dan Tim PPDH 3A
14
mengedukasi para penjual daging mengenai hal penting apa saja yang harus diketahui
mengenai Penyakit Mulut dan Kuku, seperti Penyakit Mulut dan Kuku tidak menular ke
manusia sehingga konsumen tidak perlu khawatir dalam konsumsi daging ruminansia, lalu
mengenai penanganan yang harus dilakukan ketika mengambil daging dari Rumah Potong
Hewan dengan memastikan bahwa daging tersebut harus Aman, Sehat, Utuh dan Halal dengan
memeriksa surat kesehatan hewan yang harus dikeluarkan oleh dokter hewan di Rumah Potong
Hewan tersebut, penjual diharapkan memiliki dokumen ataupun salinannya sehingga dapat
dipastikan bahwa daging yang mereka jual berasal dari Rumah Potong Hewan Ruminansia
yang sudah terdaftar selain itu memastikan bahwa jeroan yang diambil dari Rumah Potong
Hewan sudah direbus selama minimal 30 menit terlebih dahulu agar membunuh virus yang
kemungkinan masih terdapat pada ternak tersebut. Pedagang juga diharapkan selalu
membersihkan tempat penjualannya sebelum maupun setelah penjualan agar tidak mencemari
lingkungan sekitar.
Tim DKPP meminta kontribusi aktif dari para pedagang daging untuk menyampaikan
kepada para konsumen bahwa tidak perlu khawatir dalam mengonsumsi daging ternak
ruminansia, terutama sapi karena Penyakit Mulut dan Kuku bukan zoonosis.
15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau yang disebut dengan penyakit Foot and Mouth
Disease merupakan penyakit dengan tingkat penularan yang sangat tinggi (highly contangius)
sehingga ditakuti oleh dunia karena menimbulkan kerugian ekonomi dan sosial yang tinggi.
Guna mengantisipasi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak dilakukan monitoring,
pengobatan serta sosialisasi terhadap ternak di daerah Surabaya. Kegiatan monitoring ini
dilakukan untuk mencegah dan mengawasi penularan wabah Penyakit Mulut dan Kuku pada
hewan berkuku belah di Surabaya. Sosialisasi untuk meningkatkan pengetahuan para peternak
dan penjual daging ternak ruminansia mengenai Penyakit Mulut dan Kuku.
16
DAFTAR PUSTAKA
Arzt, J., N. Juleff, Z. Zhang, and L.L. Rodriguez. 2010. REVIEW The Pathogenesis of Foot
and-Mouth Disease I: Viral Pathways in Cattle. Transboundary and Emerging Diseases.
1-14.
Gelolodo, M.A. 2017. The Role of Molecular Approach in Foot and Mouth Disease
Eradication Program. Jurnal Kajian Veteriner. 5(2): 21-42.
Knowles, N.K., A.R Samuel, P.R Davies, R.J Midgley, and J.F Valarcher. 2005. Pandemic
Strain of Foot-and-Mouth Disease Virus Serotype O. Emerging Infectious Diseases,
www.cdc.gov/eid. 11(12): 1887-1893.
Pusat Veteriner Farma. 2020. Pengemasan Sampel Suspek Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Surabaya. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian
Pertanian.
Pusat Veteriner Farma. 2020. Prosedur Standar Baku Surveilans Penyakit Mulut dan Kuku
(PMK). Surabaya. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian
Pertanian.
Science Photo Library, 2022. Foot and mouth disease virus, computer model. This virus causes
foot and mouth disease in cloven-hooved animals. Dikutip pada 22 Mei 2022
https://www.sciencephoto.com/media/468642/view/foot-and-mouth-disease-virus-
particle.
Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Suandi. 2012. Modal Sosial dan Pembangunan Ketahanan Pangan Berkelanjutan. Artikel
17
Winarno, F. G. dan Surono. 2004. GMP Cara Pengolahan Pangan yang Baik. M-Brio Press.
Bogor
18