Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI FARMASI
Analisis Kontaminasi Clostridium botulinum pada Sampel
Makanan Kaleng


C-4

1. Nia Ayu Tantha A. 1130159


2. Lydia Cindy T. 1130166
3. Olivia Yusanda R. 1130428
4. Dini Kartika Putri 1130510

Fakultas Farmasi Universitas Surabaya

2015


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Dasar Teori........................................................................................................1
BAB II METODE KERJA .......................................................................................6
2.1 Alat dan Bahan ..................................................................................................6
2.1 Alat dan Bahan ..................................................................................................6
2.2 Skema Kerja .....................................................................................................7
BAB III PEMBAHASAN .........................................................................................10
3.1 Pembahasan.....................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................14


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Dasar Teori


Menurut UU RI No.7 tahun 1996, yang dimaksud pangan adalah segala sesuatu
yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Mengingat definisi pangan mempunyai cakupan yang luas, maka upaya untuk
mencegah pangan dari kemungkinan tercemar baik dari cemaran biologis, kimia, dan
benda lain yang yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan
manusia (UU RI tahun 1996), merupakan suatu keharusan.

Penyakit akibat pangan (food borne diseases) yang terjadi segerasetelah


mengkonsumsi pangan, umumnya disebut dengan keracunan. Pangan dapat menjadi
beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang kemudian dapat
tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan, sehingga mampu memproduksi
toksin yang dapat membahayakan manusia. Selain itu, ada juga makanan yang secara
alami sudah bersifat racun seperti beberapa jamur/tumbuhan dan hewan. Umumnya
bakteri yang terkait dengan keracunan makanan diantaranya adalah Clostridium
botulinum. Intoksifikasi makanan yang disebabkan oleh bakteri Clostridium
botulinum disebut botulism. Bakteri Clostridium botulinum menghasilkan racun
yang mencegah transmisi impuls saraf ke otot . Mual, muntah dan kram perut adalah
gejala umum yang ditimbulkannya. Efek dimulai pada syaraf di kepala sehingga
menyebabkan penglihatan kabur/ganda dan kesulitan menelan, kemudian menyebar
ke punggung sehingga menyebabkan kelumpuhan otot lengan, otot pernapasan, dan
mungkin juga otot kaki. Gejala ini biasanya muncul 4-36 jam setelah menelan toksin,
tetapi bisa memakan waktu hingga delapan hari.


Pangan kalengan merupakan pangan yang dipanaskan untuk mematikan
mikroorganisme, tetapi efek perlakuan panas terhadap mikroorganisme tergantung
pada pH pangan. Pangan yang mempunyai pH 4,6 dan dipanaskan dapat mematikan
spora bakteri patogen. Namun spora beberapa bakteri yang mempunyai daya tahan
panas lebih tinggi dari Clostridium botulinum dapat bertahan hidup jika pemanasan
tidak tepat. Pangan kalengan disebut steril secara komersial karena bebas dari
organisme hidup. Spora yang bertahan hidup pada perlakuan panas tinggi dapat
bergerminasi pada suhu 43oC atau lebih tinggi. Walau pun pH rendah dapat
menghambat germinasi spora dan pertumbuhan C.botulinum, spora bakteri asidurik
termofilik dapat bergerminasi dan tumbuh ketika produk disimpan pada suhu yang
hangat.
Produksi hidrogen, CO2, pencoklatan enzimatis, korosi kaleng karena reaksi
kimia, serta liquifikasi, gelasi, dan perubahan warna, karena reaksi enzimatis
merupakan beberapa contoh kerusakan non mikroba pada pangan kalengan.
Terdapat 3 kerusakan pangan kalengan oleh mikroba yaitu:
1. Pendinginan yang tidak cukup baik setelah pemanasan atau penyimpana suhu
tinggi menyebabkan germinasi dan pertumbuhan spora bakteri termofilik.
2. Pemanasan tidak cukup baik sehingga mikroorganisme mesofilik, baik dalam
bentuk vegetatif maupun spora dapat bertahan hidup dan tumbuh.
3. Kebocoran kaleng pengemas yang menyebabkan mikroba kontaminan masuk
kedalam pangan setelah pemanasan dan melakukan pertumbuhan.
Bakteri termofilik pembentuk spora dapat menyebabkan 3 jenis kerusakan
pangan kalengan yang mempunyai pH tinggi, seperti jagung dan kacang yang
dikalengkan ketika kaleng disimpan pada suhu 43oC atau lebih tinggi, yaitu rasa
asam pada pangan kalengan akibat bakteri termofilik, dan kerusakan pangan
kalengan karena sulfida.


BAB II

METODE KERJA

2.1 Alat dan Bahan


1. Pembuka kemasan
2. Anaerobik Jars
3. Cawan Petri
4. Tabung reaksi
5. Mikroskop
6. Pipet
7. Pinset/penjepit
8. Inkubator terkalibrasi
9. Refrigerator
10. Mortar
11. Loop/ose
12. Gelas kultur
13. Lyophilized
2.2 Media dan Reagen
1. Cooked Meat Broth (Gunakansalahsatu liver atau heart medium)
Chopped Liver Broth
Cooked Meat medium
2. Trypticase Peptone Glucose Yeast Ekstrak (TPGY) Broth atau dengan
Trypsin (TPGYT)
3. Liver Veal Egg Yolk Agar atau Anaerobik Egg Yolk Agar
Liver Veal Egg Yolk Agar (LVEY)
Anaerobik Egg Agar
4. Gel Phosphate Buffer
5. Alkohol absolut steril
6. Pewarna Gram.


2.3 Skema Kerja
Uji pendahuluan

Kaleng dibersihkan dengan


alkohol-iodine

Pindahkan sampel secara


aseptik ke mortar steril

Sampel dalam mortar steril

Tambahkan Gel Phosphate Buffer Steril

Sampel + Gel Phosphate


Buffer Steril

Inokulasi ke dalam Enrichment broth


(Cooked Meat Medium)


Deteksi Clostridium botulinum
Uji Pengkayaan

Panaskan media selama Panaskan media selama


10-15 menit, dinginkan 10-15 menit, dinginkan
dengan cepat dengan cepat

1-2 g sampel padat atau 1-2 g sampel padat atau


1-2 ml sampel cair/15 1-2 ml sampel cair/15
ml ml

Masukkan pada media


Masukkan pada
enrichment (Cooked
media TPGY
Meat Medium)
Inkubasi pada suhu Inkubasi pada suhu
35C selama 5 hari 26C selama 5 hari

Uji dengan turbidimetri, adanya gas


dan bau busuk

Lakukan pewarnaan gram

Isolasi kultur murni


Panaskan 1-2 ml kultur pengkayaan
selama 10-15 menit

Ambil 1-2 ose kultur pengkayaan secara


aseptik

Goreskan ose ke dalam cawan petri berisi media Liver


Veal Egg Yolk atau Anaerobik Egg Yolk Agar

Inkubasi pada suhu 35C


selama 48 jam


Kultur

Ose steril

inokulasi setiap 10
koloni terseleksi

Masukkan ke dalam TPGY Masukkan ke dalam


Broth untuk Clostridium Cooked Meat Broth untuk
botulinum tipe E toxin tipe lain

Inkubasi pada suhu Inkubasi pada suhu


26C selama 5 hari 35C selama 5 hari

Uji penegasan

Ambil 1-2 ose kultur secara duplo

Goreskan ose ke dalam cawan petri berisi media


Egg Yolk Agar

Inkubasi secara anaerob Inkubasi secara aerob


pada suhu 35C

Simpan kultur murni didalam


kulkas, pada gelas
kultur/glass beads atau
lyophilized.


BAB III

PEMBAHASAN

Mengingat keragaman metabolisme dalam spesies, media selektif yang


digunakan terbatas dalam isolasi C. botulinum dan identifikasi didasarkan pada
kemampuan koloni yang khas untuk menghasilkan toksin dalam kultur.

C. botulinum merupakan sebagian kecil dari total mikroflora sehingga


diperlukan pengkayaan atau pra-inkubasi untuk meningkatkan perluasan isolasi.
Kadang kadang kultur pengkayaan dipanaskan sebelum inkubasi untuk
menghilangkan anaerob non-sporeforming. Pemanasan yang sering digunakan yaitu
pada suhu 80 C selama 10 menit, ini juga dapat menghilangkan rantai resisten panas
dari botulinum dan karena itu sedikit diabaikan.

Mulanya, makanan kaleng dibersihkan dengan alkohol-iodine, lalu diambil


sedikit sampel secara aseptik dan ditambahkan gel Phosphate Buffer steril pada
mortar steril dan diinokulasikan pada medium pengkayaan cooked meat broth .

Setelah itu dilakukan pengkayaan bakteri dengan ditanam pada 2 medium yang
berbeda yaitu cooked meat broth dan TPGY yang sudah dipanaskan selama 10-15
menit. Lalu di inkubasi selama 5 hari pada suhu 35C untuk media cooked meat
broth dan 26C untuk media TPGY. Setelah itu dilakukan uji turbidimetri, adanya
gas dan bau busuk.

Setelah pengkayaan dalam medium seperti cooked meat broth pada suhu 35 C
selama 5 hari, lalu kultur ditanam dengan metode streak plate pada media egg yolk
dan diinkubasi secara anaerob selama 2 hari pada suhu 35C. Egg yolk membantu
mendeteksi aktivitas lecitinase, lipase dan proteolitik. Lecitinase mendegradasi
adanya lecitin pada egg yolk yang menghasilkan endapan keruh, tidak larut ketika
terjadi pertumbuhan bakteri. Lipase memecah lemak bebas yang ada pada egg yolk
menyebabkan terbentuknya lapisan minyak pada air yang terdapat pada permukaan
koloni. Akan terbentuk koloni halus dengan karakteristik diameter 2-3 mm dengan


tepi yang tidak teratur dan menunjukkan aktifitas lipolitik pada kuning telur agar
yang ditransfer ke dalam medium cooked meat broth untuk memeriksa produksi
toksin. Pada media egg yolk koloni biasanya menunjukan permukaan yang berwarna-
warni saat diuji dengan lampu. Daerah ini biasa dikenal dengan lapisan bermutiara
yang meluas dan mengikuti bentuk garis dari koloni yang tidak beraturan tadi. Selain
daerah seperti mutiara, koloni tipe C, D, dan E biasanya dikelilingi daerah endapan
berwarna kuning selebar 2 mm 4 mm, sedangkan koloni tipe A dan B umumnya
menujukan daerah endapan yang lebih pendek. Tidak semua tipe koloni
menghasilkan toksin, beberapa keluarga genus jenis Clostridium botulinum
mempunyai sifat bentuk yang khas tetapi tidak menghasilkan toksin.

Sebuah teknik sederhana juga dapat dilakukan yaitu dengan memasukkan


antitoksin ke dalam media agar sehingga racun memproduksi koloni yang dikelilingi
oleh zona endapan toksin-antitoksin.


KESIMPULAN

1. Untuk menguji adanya kontaminasi Clostridium botulinum menggunakan :


a. Uji pewarnaan gram
b. Uji pewarnaan spora
c. Uji turbidimetri
d. Uji glukosa


DAFTAR PUSTAKA

Adams, M.R. 2006. Food Microbiology, Second edition. UK. Athenaeum Press. Page
207-208

McLandborough, Lynne Ann. 2005. Food Microbiology Laboratory. USA. CRC


Press. Page 127-131

Sopandi Tatang, Wardah 2014. Mikrobiologi Pangan Teori dan Praktik. Jogjakarta.
Penerbit Andi. Hal 372-373

www.fda.gov/Food/FoodScienceResearch/LaboratoryMethods/ucm070879.htm

Anda mungkin juga menyukai