Anda di halaman 1dari 10

Nama : Trisna Putri

NIM : 2002501010060

LABORATORIUM PATOLOGI

“Septicaemia Epizootica (Haemorraghic Septicaemia)”

Penyakit Septicaemia Epizootica (SE)/ Haemorraghic Septicaemia (HS)


atau disebut juga penyakit ngorok adalah penyakit yang menyerang hewan sapi
atau kerbau, bersifat akut dengan mempunyai tingkat kematian yang tinggi.
Kerugian akibat penyakit ini cukup besar. Penyakit ini tergolong dalam penyakit
menular strategis yang koordinasi pengendaliannya dilakukan ditingkat pusat
(Priadi dan Natalia, 2000).

Sesuai dengan namanya, pada ternak dalam stadium terminal akan


menunjukkan gejala ngorok (mendengkur), disamping adanya kebengkakan
busung pada daerah-daerah submandibular dan leher bagian bawah. Penyakit ini
banyak ditemukan di wilayah asia dan afrika, namun wabah penyakit pernah
dilaporkan di Eropa dan Amerika Utara. Hemorraghic Septicaemia biasanya
terjadi sebagai pasteurelosis primer, tetapi infeksi laten seperti trypanosomosis
dilaporkan dapat memicu kejadian penyakit (Odugbo et al., 2005).

Etiologi

Haemorraghic Septicaemia disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida


yang merupakan bakteri gram negative berbentuk coccobacillus. Yang berperan
penting untuk infeksi Septicaemia Epizootica dalah Pasteurella multocida
serotypes B2 (Asian serotype) dan E2 (African serotype) (Chung et al., 2015).

Dengan pewarnaan Giemsa atau Methylene Blue, organisme penyebab


penyakit ini terlihat berukuran relative kecil, berbentuk kokoid dan bipolar. Tidak
membentuk spora, non motil dan berselubung (kapsul) yang lama kelamaan dapat
hilang karena penyimpanan yang terlalu lama.

Cara Penularan

Hewan sehat akan tertular oleh hewan sakit atau pembawa melalui kontak
atau melalui makanan, minuman dan peralatan yang tercemar. Ekskreta hewan
penderita (ludah, kencing dan feses) mengandung bakteri dan dapat menjadi
sumber penularan.

Sifat Penyakit

Pada SE dikenal tiga bentuk yaitu :

1. Bentuk Busung
Ditemukan busung pada bagian kepala, tenggorokan, leher bagian bawah,
gelambir dan kadang-kadang pada kaki depan. Derajat kematian bentuk ini
tinggi sampai mencapai 90% dan berlangsung cepat. Sebelum mati, terjadi
gangguan pernafasan ditandai dengan sesak nafas (dispnoe) dan suara ngorok
dan gigi gemeretak.
2. Bentuk Pektoral
Ditandai dengan bronchopneumonia dan dimulai dengan batuk kering dan
nyeri. Kemudia terdapat eksudat di hidung, pernafasan cepat dan basah.
Proses berlangsung lama antara 1-3 minggu. Penyakit kronis ditandai dengan
hewan menjadi kurus, batuk, nafas dan nafsu makan terganggu, terus
mengeluarkan air mata, suhu tidak berubah, terjadi diare yang bercampur
darah, kerusakan pada paru, brochi dan pleura.
3. Bentuk Intestinal
Bentuk intestinal merupakan gabungan dari bentuk busung dan bentuk
pectoral disertai dengan diare.
Gejala Klinis

Gejala klinis dari penyakit ini tidak banyak terlihat tetapi langsung
menimbulkan kematian yang mendadak. Hewan yang terserang biasanya
menderita demam tinggi, hilangnya nafsu makan, diare, dan feses berdarah.
Kebengkakan dan busung terlihat di kepala, bagian bawah dada dan kaki atau
pangkal ekor.

Lesi di kerongkongan mengakibatkan sesak nafas dan kesulitan menelan.


Hewan yang menderita penyakit ini sangat tertekan dan murung. Kelenjar limfe
membengkak, terjadi pendarahan dibawah kulit, usus, jantung serta terdapat
cairan kuning pekat di rongga dada. Kematian dapat terjadi antara 1-2 hari setelah
terjadinya gejala.

Ada 4 gejala klinis yang terlihat pada hewan sakit, hewan pertama-tama
menunjukkan peningkatan suhu sampai diatas 40°C, diikuti oleh edema pada
submandibular selanjutnya terjadi gannguan pernafasan dengan cairan hidung
yang banyak dan akhirnya berbaring dan mati. Kematian mendadak pada SE
adalah tanda yang biasa diamati oleh peternak (Chung et al., 2015).

Gambaran Makroskopis

Gambar 1. Edema daerah mandibular dan leher


Gambar 2. Tampat sedikit kongesti dengan ptechi di lobus apical dan perubahan
warna menjadi merah tua

Gambar 3. Terjadi pembengkakan dan pendarahan pada subkutan/selaput fascia


yang cukup parah.

Gambar 4. Terdapat banyak ptechie pada epicardium jantung sapi.


Gambar 5. Kongesti dan hemoragi disertai hepatitis fibrinous

Gambar 6. Kongesti dan Hemoragi pada trakea


Gambar 7.
c. adanya fibrin pada omentum
d. kongesti dan ptechi pada permukaan serosa saluran gastrointestinal
e. kongesti dan penebalan permukaan mukosa duodenum
f. Pendarahan pada mukosa colon

Gambaran Mikroskopis

Gambar 8 . Paru-paru
a. Adanya kongesti dan hemoragi
b. Septa intraalveolar menebal karena kongesti dan infiltrasi neutrophil
c. Adanya eksudat yang terdiri dai deskuamasi epitel, fibrin dan sedikit
neutrophil
Gambar 9. Jantung
a. Kongesti dan hemoragi pada pembuluh darah
b. Nekrosis dan degenerasi pada otot jantung

Gambar 10. Hati

a. Kongesti dan hemoragi pada ruang disse


b. Nekrosis dan degenerasi hepatosis
c. Adanya sel kupfer

Gambar 11. Kongesti dan hemoragi pada perichondrium


Gambar 12.
c. Focal Infiltrasi netrofil dan makrofag pada permukaan mukosa
abomasum
d. Kongesti pada pembuluh darah, infiltrasi diffuse sel radang, hemoragi
dan erosi mukosa rectal
e. Degenerasi hidropis pada eputel tubular dan atropi ginjal
f. RBC bebas pada lumen VU dan lapisan subepitel, kongesti.

Diagnosa Banding

Diagnosa banding dari penyakit SE adalah : shipping fever, antraks


rinderpest, blackleg, salmonellosis akut, mycoplasmosis dan gas gangrene.

Pengobatan dan Pengendalian


Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan antibiotik streptomisin
sebanyak 10 mg secara intramuscular atau kioromisitin, terramisin dan aureumisin
sebanyak 4 mg tiap kg berat badan.
Pengendalian hanya bisa dilakukan dengan pemberian vaksinasi. Hewan
yang menderita SE dapat dipotong dibawah pengawasan dokter hewan dan
dagingnya dapat dikonsumsi. Jaringan yang ada jejasnya terutama paru harus
dibuang dan dimusnahkan.

Referensi :

Chung, E.L.T, Abdullah, F.F.J., Ibrahim, H,H., Marza, A.AD., Saad, M.Z., Haron,
A.W., Lila, M. dan Norsidin, M.J. (2015). Clinico-pathology, hematology
and biochemistru responses in buffaloes towards pasteurella multocida type
B:2 immunogen lipopolysaccharide via oral and intravenous routes of
infection. Microbial Pathogenesis, doi;10.1016/j.micpath.2015.12.003.

Khan, A., Saleemi, M.K., Khan, M.Z., Gul, S.T., Irfan,M. dan Qamar, M.S.
(2011). Hemorrhagic septicemia in buffalo (bubalus bubalis) calves under
sub-tropical conditions in pakistasn. Pakistan Journal Zoologi, 43(2) : 295-
302.

Khin, M.N., Saad, M.Z. dan Noordin, M.M. (2010). Pathological changes in the
lungs of calves following intratracheal exposure to pasteurella multocida
B:2. Pertanika Journal Tropical Agriculture Science, 33(1) : 113-117.

Odugbo, M.O., Turaki, U.A., Itodo, A.E. Okwori, A.E.J. dan Yakubu, R.A.
(2005). Experimental hemorrhagic septicemia of calves wth pasteurella
multocida serotype E:2: Clinical, Pathologic and Microbiologic Studies.
Revue Elev Med Vet Prays Trop. 58(3) : 133-137.

Priadi, A. dan Natalia, L. (2000). Patogenesis septicaemia epizootica (SE) pada


sapi/ kerbau : gejala klinis, perubahan patologis, reisolasi, deteksi
pasteurella multocida dengan media culture dan polymerase chain reaction
(PCR). JITV, 5(1) : 65-71.

Pudjatmoko, Syibili, M., Nurtanto, S., Lubis, N., Syafrison, Yulianti, S., Kartika,
N.D., Yohana, C.K., Septianingsih, E., Nurhidayah, Efendu, D. dan Saudah,
S. (2014). Manual Penyakit Hewan Mamalia. Cetakan ke-2. Subdit
Pengamatan Penyakit Hewan, Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat
Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan, Kementrian Pertanian, Jakarta.

Radostids OM and DC Blood 1989. Veterinary Medicine A Text Book of the


Disease of Cattle, Sheep, Pigs, Goats and Horses. 7th Edition. Bailiere
Tindall. London England.

Anda mungkin juga menyukai