Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN KOASISTENSI PATOLOGI KLINIK

“ HEMATOLOGI DAN URINALISIS “

OLEH

ELISABETH YULIANA DE ROSYAN BERIBE

1409010032

PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2018
A. GAMBARAN UMUM
1. Nama pemilik : Diana Ratuanak
2. Alamat pemilik : Matani
3. Jenis hewan : Anjing
4. Nama hewan : Bobe
5. Signalemen : Lokal, ♂, 2 bulan, coklat hitam
6. Anamnesa : Anjing belum pernah divaksin dan belum pernah diberi obat
cacing, mengalami kerontokan rambut, populasi 2 ekor, pakan homemade
dengan mencempurkan nasi dan minyak kelapa sawit, sudah pernah diberi
ivermectin
7. Pemeriksaan klinis :
 Suhu : 38,8 ºC (37,5-38,8 ºC; Sumber : Birchard and Sherding, 2006)
 Pulsus : 88x/menit (80-120x/menit; Birchard dan Sherding, 2006)
 Respirasi : 44x/menit (10-30x/menit; Sumber : Birchard and Sherding,
2006)
 Mata, telinga, mulut : mata tidak berair, tidak ada lesi pada mulut, telinga
tidak ada infestasi parasit
 Kulit dan rambut : kulit berketombe, ada infestasi parasit, ada lesi di
bagian abdominal, rambut kusam dan alopesia, turgor <2detik
 Selaput lendir : mukosa mulut dan mata merah muda, cermin hidung
lembab, CRT <2 detik
 Anggota gerak : koordinasi baik

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik di atas diketahui bahwa terjadi peningkatan


pada respirasi, sedangkan suhu tubuh dan pulsus masih dalam rentangan normal.
Hal ini memungkin peningkatan frequensi respirasi terjadi karena hewan dalam
keadaan stres ataupun gelisah dan bisa juga disebabkan oleh infestasi parasit
pada hewan tersebut.
B. HEMATOLOGI
1. Hasil Pemeriksaan Hematologi
Tabel 1. Hasil pemeriksaan hematologi

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Keterangan


RBC 7.91 106/µL 5.5-8.5 Normal
WBC 23.7 103/µL 6.0-17.0 High
Hemoglobin (Hb) 12 g/dL 12.0-18.0 Normal
Hematokrit (PCV) 27 % 37.5-55.0 Low
MCV 34.17 fL 60.0-77.0 Low
MCH 15.17 pg 19.5-26 Low
MCHC 44.4 g/dL 32.0-36.0 High

Interpretasi Hasil

a. Eritrosit
Berdasarkan pemeriksaan dan perhitungan jumlah eritrosit secara
manual didapatkan hasil 7.91 x 106/ mm3. Jika dibandingkan dengan
nilai normal eritrosit menurut Williams dan Wilkins (2000) yaitu 5.5-
8.5 x 106/ mm3, maka jumlah eritrosit pasien masih dalam rentangan
normal.
b. Hemoglobin (Hb)
Nilai hemoglobin berdasarkan perhitungan yaitu 12 g/dL. Hal ini
menunjukkan bahwa kadar hemoglobin dalam darah masih dalam batas
normal yaitu 12-18 g/dL (Williams dan Wilkins, 2000).
c. PCV
Berdasarkan perhitungan PCV secara manual diperoleh nilai PCV
yaitu 27%. Nilai PCV tersebut lebih rendah dari kisaran normal yaitu
37-55% (Williams dan Wilkins, 2000). PCV merupakan presentase
volume eritrosit dalam darah.
d. Indeks Eritrosit
Berdasarkan hasil perhitungan nilai MCV yang diperoleh adalah
34.13 fl. Nilai MCV mengalami penurunan dari kisaran normal
menurut Williams dan Wilkins (2000) yaitu 60-77 fl. Penurunan nilai
MCV mengakibatkan hewan mengalami anemia mikrositik, dimana
anemia ini dapat ditemukan pada kondisi defisiensi zat besi (Fe). Jika
dilihat dari anamnesa, hewan diberi makan nasi yang dicampur dengan
minyak kelapa sawit dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya
defisiensi zat besi (Fe). Zat besi (Fe) memiliki peranan penting dalam
proses pembentukan sel darah merah, dimana zat besi merupakan salah
satu unsur pembentuk hemoglobin. Hal ini dapat dikaitkan dengan nilai
hemoglobin yang normal tetapi berada pada batas bawah kisaran
normal.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai MCH mengalami penurunan dari
kisaran normal menurut Williams dan Wilkins (2000) yaitu 15.17 pg
(19.5-26 pg). Menurut Harvey (2012), nilai MCH berkorelasi dengan
nilai MCV, sehingga keduanya mengalami penurunan dalam keadaan
mikrositik. Mikrositik merupakan eritrosit yang memiliki ukuran yang
lebih kecil dari ukuran normalnya yang diproduksi dalam jumlah
banyak, biasanya dalam keadaan defisiensi zat besi (Fe).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai MCHC yaitu 44.4 g/dL,
dimana nilai MCHC mengalami peningkatan dari kisaran normal yaitu
32-36 g/dL (Williams dan Wilkins, 2000). Hal ini menunjukkan bahwa
hewan mengalami anemia hiperkromik, dimana warna eritrosit lebih
merah dari biasanya. Berdasarkan indeks erotrosit, hewan diduga
mengalami anemia mikrositik hiperkormik yang dapat disebabkan oleh
defisiensi zat besi (Fe) dan defisiensi zat tembaga (Cu).
2. Morfologi Abnormal Eritrosit
Pada saat pengamatan preparat apus darah ditemukan beberapa morfologi
abnormal eritrosit.

Gambar 1. Target cell ( ), stomatocyte ( ), ovalocyte ( ),


tear drop cell ( ) dan mikrocyte ( )
Gambar 2. Rouleaux ( ) dan hipocromya ( )

Sel target merupakan eritrosit dengan daerah sentral hemoglobin membentuk target.
Sel target biasanya adalah artefak pengeringan. Sel target dapat dilihat dalam kondisi
anemia regeneratif, penyakit hati, hipotiroidisme dan defisiensi zat besi. Stomatocyte
merupakan eritrosit yang memiliki bentuk seperti mulut pada bagian tengahnya.
Ovalocyte merupakan abnormalitas eritrosit yang berbentuk oval. Biasanya ovalocyte
ditemuka pada kondisi defisiensi zat besi.Tear drop cell merupakan abnormalitas
eritrosit yang berbentuk seperti buah pir atau tetesan air mata. Microcyte merupakan
abnormalitas ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normalnya. Microcyte
mengindikasikan terjadinya anemia yang disertai dengan penurunan nilai
MCV.Rouleaux merupakan abnormalitas eritrosit yang berjejer atau bertumpuk
berbentuk seperti rantai. Kondisi yang menyebabkan terbentuknya rouleaux antara
lain infeksi dan inflamasi. Hipokromia merupakan sel darah merah dengan bagian
sentral yang lebih pucat, dikarenakan penurunan kadar Hb akibat defisiensi zat besi.
3. Differensial Leukosit
Tabel 2. Hasil perhitungan differensial leukosit

Pemeriksaa Hasil Satuan Normal Keterangan


n
Neutrofil 64 % 60-77
15168 Absolut 3000-11500 High
Band 11 % 0-3
2670 Absolut 0-510 High
Eosinofil 4 % 2-10
948 Absolut 1000-1250 Low
Limfosit 20 % 12-30
4740 Absolut 1000-4800 Normal
Monisit 0 % 3-10 Tidak ditemukan pada
preparat apus
0 Absolut 180-1350
Basofil 0 % 0-1 Tidak ditemukan pada
preparat apus
0 Absolut 0-100

Interpretasi Leukosit

Berdasarkan hasil perhitungan leukosit menggunakan metode manual diperoleh


jumlah leukosit yaitu 23.7 x 103/mm3. Hal ini menunjukkan bahwa nilai leukosit lebih
tinggi dari kisaran normal menurut Williams dan Wilkins (2000), yaitu 6.0-17.0 x
103/mm3. Kondisi ini sering disebut dengan leukositosis.
 Neutrofilia
Merupakan keadaan dimana nilai neutrofil lebih tinggi dari normal. Hal ini
biasanya dipicu oleh adanya inflamasi. Inflamasi berkembang dan
menyebabkan permintaan neutrofil di jaringan semakin meningkat
sehingga mengakibatkan dilepaskannya neutrofil band atau neutrofil
immature (left shift).
 Eosinopenia
Merupakan keadaan dimana nilai eosinofil lebih rendah dari normal. Hal
ini biasanya diindikasikan dengan keadaan hewan yang stress. Biasanya
penurunan jumlah eosinophil diikuti dengan leukositosis. Dalam kasus ini
hewan mengalami leukositosis. Leukositosis biasanya diindikasikan saat
hewan dalam keadaan infeksi, dimana reaksi infeksi akan menyebabkan
leukosit diproduksi lebih banyak untuk melawan infeksi.

C. URINALISIS
1. Data pasien
 Jenis hewan : Anjing
 Nama hewan : Barian
 Signalemen : beagle, ♂, 2 tahun, coklat hitam dengan corak puutih
 Anamnesa : hewan aktif, dikandangkan, hewan makan dan minum 3x
sehari
2. Makroskopis Urin
Tabel 3. Pemeriksaan makroskopis urin

Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan


Volume 25 mL 14-50 mL/kg -
Warna Kuning Kuning terang Berubah
kecoklatan
Konsistensi Encer Encer Normal
Kekeruhan Keruh Jernih Berubah
Bau Khas urin Khas urin Normal

Berdasarkan hasil pemeriksaan makroskopis urin, ditemukan bahwa warna urin dan
kekeruhan urin mengalami perubahan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa hewan
mengalami dehidrasi.
3. Sedimentasi Urin
Pada saat dilakukan pengamatan preparat sedimen urin ditemukan beberapa
sedimen pada urin. Berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan struvit pada
sedimen urin. Struvit biasanya normal ditemukan dalam urin anjing dan
kucing domestic. Namun jika jumlah struvit meningkat biasanya
berhubungan dengan jumlah konsumsi air dari hewan yang bersangkutan.
Pada saat pengamatan juga ditemukan calcium oxalate monohidrat dimana
calcium oxalate monohidrat biasanya muncul dlaam keadaan kristaluria akibat
hewan kekurangan konsumsi air atau mengalami dehidrasi.

Gambar 3. Sedimen urin : struvit ( ) dan calcium oxalate


monohidrate ( )
4. Kimia Urin
Tabel 4. Hasil pemeriksaan kimia urin dengan combur strip test

Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan


Glukosa 5-100 Negative High
Bilirubin Small Negative-weak High
positif
Keton 0.5-5 Negative High
Spesifik gravity 1.005 1.001-1.065 Normal
Darah Negative Negative Normal
pH 6.5 5.5-7.0 Normal
Protein 0.3-30 Negative High
Urobilinogen Negative Negative-weak Normal
positif
Nitrit Negative Negative Normal
Leukosit Negative Negative Normal

Berdasarkan hasil pemeriksaan kimia urin ditemukan beberapa keadaan yang


mengalami perubahan pada urin. Glukosa, bilirubin, keton dan protein mengalami
peningkatan. Peningkatan glukosa dalam urin sering disebut glukosuria. Glukouria
sering diindikasikan pada saat hewan mengalami diabetes melitus maupun saat hewan
berada dalam kondisi stress akibat hiperglikemia. Bilirubinuria sering diindikasikan
saat hewan mengalami kerusakan hepar. Bilirubin merupakan hasil perombakan sel
darah merah. Bilirubin masuk ke ginjal melalui minor pathway, dan difiltrasi di
ginjal. Jika terjadi kerusakan ginjal yang menyebabkan terjadinya gangguan filtrasi
ginjal, maka bilirubin tidak terfiltrasi dengan baik dan mengakibatkan terjadinya
bilirubinuria. Ketonuria sering terjadi seiring dengan terjadinya glukosuria pada
hewan yang bertahan dari kondisi diabetes ketoasidosis. Keton dalam urin bisa
diakibatkan terjadi penurunan oksidasi karbohidrat dan diikuti oleh oksidasi lemak,
yang biasanya ditemukan pada saat hewan berpuasa, hingga kebutuhan energi lemak
terpaksa dimobilisasi. Proteinuria sering diindikasikan saat hewan mengalami
gangguan pada ginjal dengan kerusakan glomerulus. Berdasarkan hal diatas, dugaan
sementara hewan mengalami gangguan ginjal dengan kerusakan glomerulus. Akibat
dari kerusakan glomerulus mengakibatkan gangguan filtrasi, sehingga filtrasi tidak
berlangsung dengan baik.

D. Referensi
Cowell, R. I. 2004, Veterinary Clinical Pathology Secrets. St. Louis Misoury,
USA, Elsevier, Mosby
Esfandianri, A., Widhyari, S. D., Sahjuti, D., Maylina, L. Mihardi, A.P., dkk.,
2016, Panduan Pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik. Bogor
Jain, N. C., 1993, Essential of Veterinary Haematology. Philadelphia : Lea &
Febriger, USA
Rizzi, T. E., Valenciano, A., Bowles, M., Cowell, R., Tyller, R., Denicola, D. B.,
2017, Atlas of Canine and Feline Urinalysis. Wiley Black, USA
Rosenfeld, A. J. and Dial, S. M., 2010, Clinical Pathology for Veterinary Team.
Wiley Black, USA
Salasia, S. I. dan Hariono, B., 2010, Patologi Klinik Veteriner. Yogyakarta :
Samudra Biru

Anda mungkin juga menyukai