LAPORAN
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Mikrobiologi
yang dibimbing oleh Bapak Drs. Noviar Darkuni, M.Si dan
Bapak Agung Witjoro, S.Pd, M. Kes.
Oleh:
Kelompok 6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Salah satu jajanan yang sering dikonsumsi oleh anak-anak sekolah dasar
adalah pukis mini, yang merupakan salah satu bahan makanan yang disukai anak
sekolah dasar. Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga
merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme
dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti
perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain
itu pertumbuham mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan
perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut
tidak layak dikomsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan
pangan. Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk
pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit.
Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera, disentri, atau tbc,
mudah tersebar melalui bahan makanan (Siagian, 2002).
Adapun setiap bahan makanan memiliki tingkat kelayakan atau toleransi
sendiri-sendiri. Untuk bahan makanan yang berbahan dasar tepung, dalam
praktikum ini pukis mini, maka tabel batas maksimum cemaran mikroba menurut
BPOM RI adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Batas maksimum cemaran mikroba jenis makanan tepung menurut
BPOM RI.
Jenis makanan Jenis Cemaran Mikroba Batas Toleransi
Untuk mengisolasi bakteri dari tanah atau benda padat yang mudah
tersuspensi atau terlarut, atau zat cair, maka dilakukan serangkaian pengenceran
terhadap zat tersebut. Misalnya suatu sampel dari suatu suspense yang berupa
campuran diencerkan dalam suatu tabung tersendiri secara berkelanjutan dari
suatu tabung ke tabung lainnya (Dwidjoseputro, 1994). Pertumbuhan bakteri pada
medium agar pada umumnya berbentuk koloni berupa lendir dan mengkilap.
Pemurnian dengan inkubasi 300C selama 2 x 24 jam (Capuuuccino & Natalie,
1983).
Gambar 2.1 Teknik Dilusi. Sumber: Rachdie (2008).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.3.2 Variabel terikat : Jumlah koloni yang terdapat pada medium agar.
3.3.3 Variabel kontrol : Meliputi variabel yang diusahakan sama untuk tiap
perlakuan, meliputi suhu inkubasi, kandungan
medium dan lama inkubasi.
Laminar Air Flow (LAF), tabung reaksi, kapas, rak tabung reaksi,
mikropipet 10 ml steril, mikropipet 1 ml steril, pipet tetes, botol semprot untuk
alkohol 70%, Erlenmeyer, incubator, vortex, pistil dan motar, timbangan, kertas
label, colony counter.
Alkohol 70%, kue pukis mini, medium agar 6 buah, pepton 0,1%.
3.6.3 Pengenceran Larutan Pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6
Memasukkan 9 ml pepton ke dalam masing-masing tabung reaksi (4
tabung pengenceran) dan memberi label pada masing-masing tabung reaksi
pengenceran yaitu 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6. Untuk pembuatan larutan dengan
pengenceran 10-2 dengan cara memindahkan 1 ml larutan dari tabung pengenceran
pertama (10-1) atau larutan stok ke dalam tabung pengenceran kedua (10 -2),
kemudian menutup tabung reaksi dengan kapas. Untuk pembuatan larutan dengan
pengenceran 10-3 dengan memindahkan 1 ml larutan dari tabung pengenceran
kedua (10-2) ke dalam tabung reaksi ketiga (10-3), kemudian menutup tabung
reaksi dengan menggunakan kapas. Untuk pembuatan larutan 10-4 dengan
memindahkan 1 ml larutan dari tabung pengenceran ketiga (10-3) ke dalam tabung
reaksi keempat (10-4), kemudian menutup tabung reaksi dengan menggunakan
kapas. Untuk pembuatan larutan 10-5 memindahkan 1 ml larutan dari tabung
pengenceran keempat (10-4) ke dalam tabung reaksi kelima (10-5), kemudian
menutup tabung reaksi dengan menggunakan kapas. Pada pembuatan larutan
dengan pengenceran 10-6, dengan memindahkan 1 ml larutan dari tabung
pengenceran kelima (10-5) ke dalam tabung reaksi keenam (10-6), kemudian
menutup tabung reaksi dengan menggunakan kapas.
3.6.4 Perlakuan
Memasukkan masing-masing 1 ml dari tabung pengenceran kesatu (10 -1)
sampai keenam (10-6) ke dalam medium agar di cawan petri dengan menggunakan
mikropipet 1 ml. prosedur ini dilakukan di Laminar Air Flow (LAF) yang telah
disemprot alkohol. Kemudian memasukkan 5 cawan yang sudah diinokulasi ke
dalam inkubator selama 1x24 jam. Jumlah koloni yang dihitung ialah >30 dan
ALT
BAB V
DATA DAN ANALISA DATA
10-2 243
10-3 237
10-4 42
10-5 254
10-6 292
Pengamatan 1 x 24 Jam
Percobaan yang kami lakukan kali ini mengenai uji kelayakan makanan
dengan menghitung koloni bakteri. Hal pertama yang kami lakukan untuk
percobaan kali ini dengan membuat larutan stok dan pengencerannya untuk
mengetahui sejauh mana kelayakan makanan yang kami uji, bahan makanan yang
kami uji kali ini adalah pukis sebagai jajanan anak SD. Pembuatan larutan stok
kami lakukan dengan penambah larutan pepton 90 ml ditambah ke dalam bahan
yang kami uji yakni pukis sebanyak 10 ml hingga kami mendapatkan larutan stok
dengan konsentrasi 10-1. Selanjutnya kami melakukan pengenceran dengan
menambahkan 9 ml larutan pepton dengan 1 ml larutan stok pukis yang telah
diencerkan konsentrasi 10-1 hingga didapatkan pengenceran dengan konsentrasi
10-2. Pengenceran selanjutnya dengan menambahkan 9 ml larutan pepton dengan 1
ml larutan pukis dengan konsentrasi 10-2 hingga didapatkan pengencenceran
dengan konsentrasi 10-3. Dilakukan pengenceran lagi dengan menambahkan 9 ml
larutan pepton dengan 1 ml larutan pukis dengan konsentrasi 10-3 hingga
didapatkan pengenceran dengan konsentrasi 10-4. Dilakukan pengenceran lagi
dengan menambahkan 9 ml larutan pepton dengan 1 ml larutan pukis dengan
konsentrasi 10-4 hingga didapatkan pengenceran dengan konsentrasi 10-5
Pengenceran terakhir dilakukan dengan menambahkan 9 ml larutan pepton dengan
1 ml larutan pukis dengan konsentrasi 10-5 hingga didapatkan pengencenceran
dengan konsentrasi 10-6. Dengan demikian kita mendapatkan 6 konsentrasi larutan
pukis yang berbeda. Kemudian larutan pukis dengan konsentrasi berbeda tersebut
kita sprite ke dalam medium agar. Setelah 24 jam kemudian kami mengamati
pertumbuhan bakteri yang terdapat di dalam medium agar tersebut. Selanjutnya
didapatkan data sebagai berikut :
1. Pada pengenceran larutan pukis konsentrasi 10-1 didapatkan jumlah bakteri
sebanyak 259 koloni bakteri, yang berarti bahwa koloni bakteri yang terdapat
pada medium 1 dapat dihitung. Perhitungannya ALTnya sebagai berikut:
ALT
= 259 x 10 x
= 2,59 x 104
2. Pada pengenceran larutan pukis konsentrasi10-2 didapatkan jumlah bakteri
sebanyak 243 koloni bakteri, yang berarti bahwa koloni bakteri yang terdapat
pada medium 2 dapat dihitung.
ALT
= 243 x 10 x
= 2,43 x 105
3. Pada pengenceran larutan pukis konsentrasi10-3 didapatkan jumlah bakteri
sebanyak 237 koloni bakteri, yang berarti bahwa koloni bakteri yang terdapat
pada medium 3 dapat dihitung.
ALT
= 237 x 10 x
= 2,37 x 106
4. Pada pengenceran larutan pukis konsentrasi10-4 didapatkan jumlah bakteri
sebanyak 42 koloni bakteri, yang berarti bahwa koloni bakteri yang terdapat
pada medium 4 terlalu sedikit untuk dihitung.
5. Pada pengenceran larutan pukis konsentrasi10-5 didapatkan jumlah bakteri
sebanyak 254 koloni bakteri, yang berarti bahwa koloni bakteri yang terdapat
pada medium 5 dapat dihitung.
ALT
= 254 x 10 x
= 2,54 x 108
6. Pada pengenceran larutan pukis konsentrasi10-6 didapatkan jumlah bakteri
sebanyak 292 koloni bakteri, yang berarti bahwa koloni bakteri yang terdapat
pada medium 6 dapat dihitung.
ALT
= 292 x 10 x
= 2,92 x 109
Dari data yang kami dapatkan tersebut didapat kesimpulan bahwa ternyata
jumlah koloni bakteri paling banyak pada konsentrasi larutan pukis 10 -6 atau pada
medium 6 dengan perhitungan ALT 2,92 x 109.
BAB VI
PEMBAHASAN
Mikroba yang ada pada makanan dapat memberikan efek yang
menguntungkan dan efek yang merugikan. Kehadiran mikroba dalam bahan
makanan yang menguntungkan bagi manusia adalah dalam pembuatan makanan
fermentasi, pembuatan kecap, pembuatan anggur dan sebagainya. Kehadiran
mikroba dalam pembuatan bahan makanan seperti oncom, terasi, tempe dan
lainnya dapat meningkatkan nilai gizi dan akan lebih mudah untuk dicerna
(Tarigan, 1988). Mikroba dapat dikatakan merugikan bagi manusia apabila
kehadiran mikroba itu dapat mengakibatkan kerusakan pada makanan.Kerusakan
tersebut seperti yang dikatakan oleh Dwidjoseputro (1989), bahan makanan ini
mengalami penguraian sehingga dapat berkuranglah nilai gizi dan kelezatannya
bahkan dapat menyebabkan keracunan hingga dapat menyebabkan sakit sampai
matinya seseorang yang memakannya.
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) Republik Indonesia tentang jenis dan batas maksimum cemaran mikroba
dalam makanan nomor HK.00.06.1.52.4011 tanggal 28 Oktober 2009 yang
menyangkut tentang pangan olahan lainnya menyebutkan bahwa standar makanan
untuk jumlah bakteri koloni/gram sampel adalah 1x104 koloni/gram. Sedangkan
menurut peraturan BPOM RI (2010) yang dimaksud pangan tercemar adalah
pangan yang mengandung bahan beracun; berbahaya atau dapat merugikan atau
membahayakan kesehatan atau jiwa manusia; pangan yang mengandung cemaran
yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; pangan yang
mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi
pangan; pangan yang mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau
mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai
sehingga menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia dan pangan yang
sudah kadaluarsa. Cemaran biologis adalah cemaran dalam makanan yang berasal
dari bahan hayati, dapat berupa cemaran mikroba atau cemaran lainnya seperti
cemaran protozoa dan nematoda (Ardhi, Tanpa Tahun).
Pada praktikum kali ini yang kami uji kelayakan makanan adalah pukis
mini yang dijual di salah satu sekolah dasar di daerah Kota Malang tepatnya di
jalan Semarang. Melalui studi literatur, kami mengetahui bahwa komposisi kue
pukis yakni telur ayam, gula pasir, gram, tepung terigu, garam, baking powder,
vanili, santan kental matang, susu, mentega cair, keju parut (Zavadesignart, 2012).
Penjual pukis mini terletak di pinggir jalan yang setiap harinya dilewati banyak
kendaraan dan orang berjalan. Tempat bahan mentah yang telah diolah untuk
dimasak menjadi pukis mini terbuka dan cucuran bahannya sering dijilati anak-
anak SD yang hendak membeli pukis mini tersebut.
Agar dapat dilakukan evaluasi serta untuk mengetahui layak sehat (layak dan
tidaknya) suatu makanan dapat dikonsumsi diperlukan alat ukur dan indikator yang
valid. Diantara parameter yang digunakan adalah parameter kimia dan bakteriologis.
Menurut Bibiana (1994) dalam Khairil tanpa tahun, parameter bakteriologis dapat
dijelaskan melalui beberapa hal sebagai berikut. Angka bakteria dalah perhitungan
jumlah bakteri yang didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel bakteri hidup dalam
suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah diinkubasi dalam media biakan
dan lingkungan yang sesuai. Setelah masa inkubasi, jumlah koloni yang
tumbuh dihitung dan hasil perhitungannya merupakan perkiraan atau dugaan dari
jumlah suspensi tersebut.
Dari hasil analisis yang kami lakukan, jumlah koloni pada tiap
pengenceran kurang dari 300 koloni sehingga penghitungan nilai ALT bisa
dilakukan. Pada hasil pengamatan, pada pengenceran 10-1 memiliki nilai ALT
sebesar 2,59 x 104. Pengenceran selanjutnya, 10-2 mengandung nilai ALT sebesar
2,43 x 105 kemudian pada pengenceran 10-3 nilai ALT yang didapat adalah 2,37 x
106, nilai ALT pada pengenceran 10-4 didapati 4,2 x 106, kemudian pengenceran
selanjutnya yaitu 10-5 memiliki nilai ALT 2,54 x 108, serta pada pengenceran 10-6
memiliki nilai ALT sebesar 2,92 x 109.
Dari Zavadesignart (2012) kami mengetahui bahan pokok kue pukis
adalah tepung terigu. Dimana tepung terigu kami anggap sebagai tepung siap
pakai untuk kue, dan pada BPOM digolongkan ke dalam jenis makanan dengan
bahan pokok atau produk dari serealia. Berdasarkan standar BPOM mengenai
penetapan batas maksimum cemaran mikroba dalam makanan untuk kategori jenis
makanan dari tepung siap pakai untuk kue memiliki standar ALT 1 x 106 koloni/g.
Makanan yang memiliki nilai standar ALT kurang dari 1 x 106 koloni/g merupakan
makanan dalam kategori layak konsumsi, namun pada makanan yang kami uji
yakni pukis mini terdapat jumlah ALT yang melebihi nilai standar pada tingkat
pengenceran di atas pengenceran 10-3 hingga 10-6, secara berurutan nilai ALT dari
pengenceran10-3 hingga 10-6 yaitu 2,37 x 106; 4,2 x 106; 2,54 x 108; dan 2,92 x 109.
Makanan tersebut memiliki nilai lempeng total yang melebihi batas ambang
cemaran mikroba yang boleh masuk dalam makanan.
Seperti yang dijabarkan oleh Dwidjoseputro (1989), bakteri yang tumbuh
di dalam makanan mengubah makanan tersebut menjadi zat-zat organik yang
berkurang energinya. Disini bakteri akan memperoleh energi yang dibutuhkannya.
Namun terdapat beberapa spesies yang hasil metabolismenya merupakan
eksotoksin yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Beberapa spesies bakteri
saproba dan patogen dapat tumbuh dengan baik jika makanan yang dihinggapinya
memilki pH, kelembapan dan temperatur yang menguntungkan bagi kelangsungan
hidupnya (Suarsini, 2010).
Berdasarkan analisis yang dijabarkan, diketahui bahwa data yang kami
dapatkan acak. Seharusnya, semakin banyak tingkat pengenceran, maka jumlah
koloni bakteri yang diperoleh semakin banyak karena antara bakteri satu dengan
bakteri lainya semakin memisah apabila larutan diencerkan terus menerus (Anita,
2008). Hasil pengamatan tidak sesuai dengan pernyataan karena pada saat
penghitungan jumlah koloni dengan menggunakan colony couter banyak koloni
bakteri yang bergabung sehingga sulit untuk menentukan satu koloni, selain itu
juga dipengaruhi oleh tingkat difusi bahan yang kami uji karena metode inokulasi
yang kami pakai adalah dengan cara menspread bahan uji dengan cara
menggoyang-goyangkan medium agar yang telah dispread oleh bahan uji, maka
belum tentu bahan yang kami spread bisa menyebar pada permukaan medium
dengan baik.
Melalui metode perhitungan cawan ini dapat diketahui jumlah mikroba
yang terdapat pada sampel dari setiap pengenceran (Hadioetomo, 1993). Setiap
kali pengenceran dilakukan, perbandingan jumlah bakteri dengan larutan yang ada
akan mengalami kesenjangan yang nyata sehingga bakteri akan berjumlah lebih
sedikit dan semakin sedikit seiring tingkat pengencerannya. Pada pengenceran
lebih lanjut, jumlah bakteri yang lebih sedikit pada medium menyebabkan
beberapa bakteri lainnya tidak terikut/ terinjeksi dengan pipet mikro. Pada
pengenceran tinggi ketika diinokulasikanpada medium tidak ada koloni yang
terbentuk (Kusnadi, 2003).
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
7.1.1 Hasil perhitungan jumlah koloni bakteri pada masing-masing pengenceran
yaitu, pengenceran 10-1 = 259 koloni, , pengenceran 10-2 = 243 koloni, ,
pengenceran 10-3 = 237 koloni, pengenceran 10-4 = 42 koloni,
pengenceran 10-5 = 254 koloni, pengenceran 10-6 = 292 koloni
7.1.2 Dari hasil perhitungan ALT bahan makanan yang telah diuji dan
dicocokkan dengan tabel dari BPOM mengenai Penetapan Batas
Maksimum Cemaran Mikroba dalam Makanan untuk kategori jenis
makanan dari tepung siap pakai untuk kue dapat disimpulkan bahwa Kue
Pukis Mini Sampel tidak layak untuk dimakan karena mengandung
mikroba lebih banyak dari batas yang telah ditentukan.
7.2 Saran
7.2.1 Perlu lebih banyak mengadakan pengujian bahan makanan yang biasanya
dikonsumsi oleh anak-anak sekolah.
7.2.2 Sebaiknya anak-anak sekolah melakukan seleksi terhadap jajanan yang
dikonsumsinya.
7.2.3 Perlu adanya perhatian dari orang tua mengenai jajanan yang dikonsumsi
oleh anaknya ketika di sekolah.
DAFTAR RUJUKAN
Cahyadi. 2009. Gizi Buruk dan Kemiskinan. Harian Pikiran Rakyat, hlm. 24.
Capuuuccino, J.G. & S. Natalie. 1983. Microbiology a Laboratory Manual. New
York: Addison-Wesley Publishing Company.
Dwidjoseputro. 1989. Dasar-DasarMikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.