Anda di halaman 1dari 8

Morfologi Clostridium

Clostridium adalah genus dari bakteri gram positif.. yang meliputi beberapa pathogen
manusia yang signifikan, terutama agen penyebab botulisme. Clostridium merupakan anaerob
obligat yang mampu menghasilkan endosphora. Sel-sel reproduksi normal dari clostridium
disebut bentuk vegetatif, berbentuk batang. Endosphora clostridium memiliki bowling pin atau
bentuk botol yang berbeda, yang membedakan dari endosphora lainnya, yang biasanya
berbentuk seperti bulat telur. Spesies clostridium menghuni tanah dan saluran usus hewan
termasuk manusia. Clostridium merupakan flora normal dari saluran reproduksi perempuan
sehat.

Clostridium sp. Adalah gram positif berbentuk batang anaerobic atau mikroaerofilik
yang menghasilkan endosphora. Kebanyak spesies menguraikan protein dan meragi
karbohidrat, banyak pula yang menghasilkan eksotoksin. Beberapa spesies bersifat patogenik
dan banyak yang terdapat sebagai saprofit di dalam tanah dan saluran pencernaan manusia dan
hewan. Contoh clostrodium sp. Yang bersifat pathogen diantaranya adalah clostridium
perfringens, clostridium defficile, clostridium botulinum, dan clostridium tetani. Clostridium
botulinum menghasilkan toksin biologis yang kuat yang dikenal dapat menginfeksi manusia.
Spora clostridia biasanya lebih besar daripada diameter batang tempat spora dibentuk. Berbagai
spesies, spora terletak sentral, subterminal atau terminal. Kebanyakan spesies clostridia dapat
bergerak dan mempunyai flagel peritrikus.

Clostridia hanya tumbuh pada keadaan anaerob yang dibuat dengan salah satu cara berikut
ini:

 Lempeng agar atau tabung biakan diletakkan dalam botol kedap udara, udara
dibuang dan diganti dengan nitrogen dan CO2 10% atau oksigen dibuang
dengan cara lain (gaspack)
 Kultur cair diletakkan dalam tabung panjang yang mengandung jaringan hewan
segar ( misalnya cincangan daging rebus) atau agar 0,1% dan suatu zat
pereduksi seperti tioglikat. Tabung ini dapat digunakan sebagai perbenihan
aerob dan pertumbuhan akan terjadi dari dasar ke atas sampai 15 mm dari
permukaan udara.

Beberapa organisme menghasilkan koloni yang besar dan meninggi dengan pinggir
utuh (misalnya clostridium perfringens). Lainnya menghasilkan koloni yang lebih kecil yang
meluas dalam jalinan filament halus (misalnya clostridium tetani). Kebanyakan spesies
menghasilkan daerah hemolisis pada agar darah. Clostrdium perfringens secara khas
menghasilkan banyak daerah hemolisis di sekitar koloni. Sifat basil anaerob yang terkenal
adalah ketidakmampuan oksigen segabai akseptor hydrogen akhir. Kuman ini tidak
mempunyai sitokrom dan sotoktrom oksidase dan tidak dapat memecahkan hydrogen
peroksidase. Karena itu bila terdapat oksigen. H2O2 cenderung tertimbun sampai mencapai
konsentrasi toksik. Bakteri anaerob hanya dapat melangsungkan metabolismenya pada
potensial reduksi oksidasi negatif yaitu lingkungan yang sangat kuat mereduksi.

Clostridia dapat meragikan berbai gula : banyak yang dapat mencernakan protein. Susu
diubah menjadi asam oleh beberapa clostridia, dicernakan oleh lainnya dan mengalami stormy
fermentation (yaitu bekuan yang dirusak oleh gas) oleh golongan ketiga (misalnya clostridium
perfringens). Clostridia mempunyai beberapa antigen yang sama tetapi masing-masing juga
mempunyai antigen spesifik yang dapat larut, yang dapat memungkinkan penggolongan
dengan cara tes presipitin.

Pembagian Jenis Clostridium ada 3, yakni :

1.1.Clostridium perfringens
a. Morfologi
Batang gemuk garam positif, berbentuk lurus, sisinya sejajar, ujung-ujungnya
membulat/bercabang & berukuran 4 – 6 µ x 1 µ, sendiri-sendiri / tersusun
bentuk rantai. Bersifat pleomorfik, sering tampak bentuk-bentuk involusi dan &
filament. Bersimpai dan tidak bergerak. Sporanya sentral / subterminal.
b. Sifat-sifat biakan :
Anaerob tumbuh cepat pada 37 oC.
c. Reaksi biokimia :
Meragikan glukosa, maltose, laktosa, dan sukrosa dengan membentuk asam dan
gas. Pada susu lakmus, timbul asam dan gas.
d. Daya tahan
Sporanya dimatikan dengan mematikan memasak di dalam otoklaf pada suhu
121 oC selama 18 menit. Tahan terhadap antiseptic & disinfektans
e. Struktur antigen
Clostridium perfringens dibagi menjadi 6 tipe (A, B, D, E,&F)
Toksinnya bersifat antigenic, membuat lebih dari 12 toksin yang berbeda-beda,
4 jenis toksin utamanya adalah alfa, beta, epsilon & fota.
f. Patogenesis
Hanya tipe A dan F yang pathogen untuk manusia. Tipe A menyebabkan
gangrene gas & keracunan makanan.
1) Gangrene gas :
perfringens tipe A merupakan penyebab utama gangrene gas. Kuman
masuk ke dalam luka bersama benda asing bersama tanah, debu.3 jenis
infeksi luka yang anaerob : Pencernaan luka biasa tanpa invasi ke dalam
jaringan di bawahnya sehingga penyembuhan luka terlambat,Selulitis
anaerob, dan miositis anearob
2) Keracunan makanan
Kuman-kuman tipe A membuat tosin alfa & beta, sporanya tahan terhadap
pemanasan, tidak hemolitik. Masa inkubasi berlangsung 10 – 12 jam,
timbul gejala rasa sakit pada perut, muntah.
3) Enteritis Necrotican
Enreritis yang hebat dan fatal akibat infeksi kuman tipe F
1.2. Clostridium titani
a. Morfologi
Kuman berbentuk panjang langsing agak membengkok, gram positif,
berukuran 4,8 x 0,5 µ, sendiri-sendiri/ tersusun bentuk rantai. Panjang kuman
bervariasi. Sporanya bulat terminal dan membengkak sehingga memberi kesan
seperti pemukul genderang, tidak berkapsul dan bergerak aktif.
b. Sifat biakan
Anaerob obligat yang hanya tumbuh tanpa adanya oksigen. Tidak mampu
mempergunakan oksigen sebagai akseptor hydrogen terakhir.
c. Reaksi biokimia
Tidak meragikan gula apapun dan sedikit proteolotik. Membentuk indol.
Pencairan gelatin berlangsung lambat. Terjadinya pelunakan gumpalan serum.
Tidak mengumpulkan susu.
d. Daya tahan
Spora Clostridium tetani tahan dididihkan selama 15 – 90 menit. Dapat
dimatikan dengan iodium dalam beberapa menit saja
e. Struktur antigen
Antigen flagel dapat memisahkan clostridium tetani dalam sepulu tipe tetapi
toksinnya yang dibuat secara farmakologis & antigenic semuanya identik.
Clostridium tetani mempunyai 3 jenis toksin :
1) Hemolisin (tetanolisin)
2) Neorotoksin (tetanospasmin)
3) Neorotoksin non spasmogenik & bekerja aktif pada saraf perifer.
f. Pathogenesis
Spora yang masuk ke dalam luka hanya akan berkembang biak jika suasanya
menunjang. Toksin yang dibuat diserap oleh ujung saraf motorik. Lalu
menjalar sepanjang sumbu panjang saraf tepi sampai ke susunan saraf pusat.
Ada beberapa jenis tetanus :
1) Tetanus neonatorum
2) Tetanus pasca keguguran dan masa nifas
3) “splanchnic tetanus”
4) “cephalic tetanus”
1.3. Clostridium botulinum
a. Morfologi
Bersifat gram positif, berukuran 5 µ x 1 µ, tidak bersimpai, bergerak dengan
flagel peririkh, membuat spora lonjong subterminal dan membengkak melebihi
besar badan kuman. Bersifat pleomorfik & terlihat sendiri-sendiri/ tersusun
dalam bentuk rantai.
b. Sifat – sifat biakan
Anaerob obligat dan terdiri dari 6 jenis (A – F). penggolongan berdasarkan
perbedaan imunologi dalam pembuatan toksik.
c. Daya tahan
Spora kuman ini sangat tebal, dapat bertahan beberapa jam pada suhu 100 oC,
pada suhu 120 oC tahan selama 20 menit.
d. Reaksi biokimia
Semua jenis kuman meragikan glukosa dan maltose sambil membentuk asam
dan gas. Ada dua jenis clostridium botulinum berdasarkan sifat-sifat
biokimiawi :
e. Struktus antigen
Ada 6 jenis berdasarkan pembentukan toksinnya. Setiap jenis toksinnya
berbeda. Kuman ini membuat eksotoksin kuat yang menimbulkan sifat
pathogenitas kuman.
f. Patogenesis
Bersifat non invasive & pategenitasnya berdasarkan pembuatan toksin yang
dibuat dalam makanan yang tercemar.

1.4 C. diffile

a) Pathogenesis
C. Difficile terbentuk ketika seseorang menelan spora secara kontak langsung dengan
orang lain atau lingkungan. Pada orang normal, C.difficile tidak menyebabkan infeksi
karena adanya antibodi., namun pada penderita gangguan kolon mukosa,spora ini akan
berkolonisasi pada usus dan selanjutnya bertumbuh, serta bakteri vegetative mulai
memproduksi toxin dalam jumlah yang besar berupa enterotoxin, Tcd A, dan sebuah
cytotoxin, TcdB yang dikode oleh TcdA dan TcdB secara berututan.
Kedua gen tersebut merupakan bagian dari operon Pathogenicity Locus (PaLoc), yang
juga mengandung tcdR, tcdE dan tcdC, di mana tcdC merupakan regulator negatif yang
diduga dari tcdA dan tcdB. TcdA bertindak terutama pada epitel usus, menyebabkan
sekresi cairan, peradangan, dan nekrosis jaringan, sedangkan TcdB dengan tropisme
selnya yang luas bertindak sebagai sitotoksin yang kuat. Beberapa strain C. difficile yang
dikenal sebagai NAP1 / BI / 027, mengandung faktor virulensi potensial tambahan (toksin
biner) yang diekspresikan dari CDTA (komponen enzimatik) dan CDTB (komponen
pengikat) operon. Sejauh mana toksin ini berkontribusi terhadap patogenisitas C. difficile
tidak diketahui; Namun, strain C. difficile di mana toksin biner pertama kali terdeteksi
menyebabkan kolitis pseudomembran yang parah. Gambar 1, menjelaskan patogenesis
CDI. Obat imunosupperesif. Penghambatan pompa proton. Mukosa kolon normal atau
terganggu. Sulit kolonisasi Diarhea Perkecambahan dan toksin Sekresi A&B Respons
inflamasi dan sekresi berbagai sitokin proinflamasi yang signifikan. Perekrutan neutrofil ke
tempat kerja toksin dan peradangan parah dengan keterlibatan lapisan dalam. Kolom
pudomembran Patogenesis CDI. Setelah mengikat pada reseptor yang tepat, toksin ini
diinternalisasi dan mengerahkan efek selulernya melalui aktivitas glukosiltransferase
dengan menargetkan dan mengganggu jalur pensinyalan intraseluler yang diatur oleh
Rho-family GTPase kecil. Perubahan fungsi seluler yang disebabkan oleh TcdA dan TcdB
mengganggu integritas mukosa kolon, mengaktifkan apoptosis sel epitel kolon dan
menginduksi sekresi berbagai sitokin proinflamasi . Banyak dari efek ini, mengarahkan
perekrutan neutrofil polimorfonuklear (PMN) ke lokasi aksi toksin. Infiltrasi PMN adalah
ciri khas bentuk parah CDI yang dikenal sebagai kolitis pseudomembran . Tidak ada
korelasi antara tingkat keparahan penyakit dan kadar racun tinja .
Uji lab

Uji laboratorium diagnostic pada bakteri Clostridium sp. dapat dilakukan identifikasi kuman,
identifikasi toksin, dan identifikasi spora. Pada identifikasi kuman dapat dilakukan kultur
toksigenik. Uji ini memerlukan media kultur sel maupun kultur anaerob. Pada identifikasi
toksin dapat dilakukan metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA), metode ini
lebih cepat dan tidak mengeluarkan biaya yang banyak hanya saja metode ini memiliki
kelemahan yaitu kurang peka. Selain itu uji cepat yang berasas Immunochromatographic Test
(ICT) dapat menjadi pilihan lain untuk uji identifikasi toksin. Selain kedua uji yang telah
disebutkan, dapat dilakukan pemeriksaan lain dengan menggunakan teknik Real Time
Polymerase Chain Reaction (Real Time PCR). Pemeriksaan ini memiliki kepekaan dan
kekhasan yang sangat tinggi dan hasil yang relative cepat.
Pada uji laboratorium diagnostic bakteri Clostridium sp. juga dapat dilakukan dengan
menggunakan Blood agar. Uji ini membutuhkan specimen berupa luka, nanah, dan jaringan
yang terinfeksi. Spesimen tersebut diinokulasikan ke dalam medium glukosa dan medium
tioglikolat serta ke dalam Blood aga ryang diinkubasi secara anaerob. Setelah mendapatkan
biakan murni dilakukan pemilihan koloni bakteri pada media biakan Blood agar, setelah itu
biakan diidentifikasi melalui reaksi biokimia (berbagai macam gukla dalam tioglikolat),
hemolilis serta morfologi koloni.
Dapus

Khan F.Y, & Elzouki A.N/ /Asian Pac J Trop Med. 2014.
Clostridium Difficile Infection: a Review Of The
Literature.
Yanti, Ika Yasma dan Dalima Ari Wahono Astrawinata. 2015. Deteksi Clostridium difficile
Toksigenik Menggunakan Uji Cepat Toksin dan Real Time Polymerase Chain Reaction.
Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory Vol.2 No.1 : 22-26

Anda mungkin juga menyukai