Basil gram positif pembentuk spora mencakup spesies Bacillus dan Clostridium.
Kedua spesies ini ada dimana-mana, dan karena membentuk spora, dapat hidup di
obligat anaerob.
Diantara banyak spesies dari genus Bacillus dan Clostridium, kebanyakan tidak
menyebabkan penyakit, dan belum dikenal baik dalam ilmu mikrobiologi kedokteran.
Tetapi beberapa spesies menyebabkan penyakit yang penting pada manusia. Antraks,
penyakit prototipe dalam sejarah mikrobiologi, disebabkan oleh Bacillus antbracis. Antraks
masih merupakan penyakit yang penting pada hewan dan kadang-kadang pada manusia,
dan B. anthracis dapat menjadi senjata yang ampuh dalam perang biologi. Clostridia
SPESIES BACILLUS
Genus Bacillus termasuk batang besar, gram positif, aerob, yang membentuk rantai.
Kebanyakan anggota genus ini adalah organisme saprofit yang lazim terdapat dalam tanah,
penyakit pada orang dengan gangguan daya tahan tubuh (misalnya meningitis, endokarditis,
A. Ciri Khas Organisme: Sel-sel khas berukuran 1 x 3-4 \lm, mempunyai ujung yang
persegi dan tersusun dalam rantai panjang; spora bisa terletak di tengah, subterminal
B. Biakan: Koloni B, anthracis berbentuk bulat dan menyerupai "kaca yang diukir"
bila disinari cahaya. Hemolisis jarang dijumpai pada B. anthracis tetapi sering pada
basil saprofit. Gelatin dicerna, dan pertumbuhan pada biakan tusukan (stab) pada agar
lingkungan, tahan terhadap panas kering dan desinfektan kimia tertentu dalam waktu
yang cukup lama dan dapat bertahan selama bertahun-tahun pada tanah yang kering.
Produk hewan yang terkontaminasi dengan spora antraks (misalnya kulit, bulu,
Patogenesis
Antraks terutama merupakan penyakit pada herbivora - kambing, domba, lembu, kuda
dan Iain-lain; hewan lainnya (misalnya tikus) relatif resisten terhadap infeksi kuman ini.
Kadang-kadang manusia bisa terinfeksi jika kontak dengan hewan yang terinfeksi atau
produknya. Pada manusia, timbulnya infeksi biasanya disebabkan oleh masuknya spora
lewat kulit yang luka (antraks kulit) atau lebih jarang lewat membran mukosa (antraks
Spora tumbuh pada jaringan tempat masuk, dan pertumbuhan organisme vegetatif
Basil menyebar melalui saluran getah bening ke dalam aliran darah, dan bakteri
berkembang biak dalam darah dan jaringan segera sebelum dan setelah kematian hewan.
B. Anthracis yang tidak membentuk kapsul tidak virulen dan tidak menimbulkan
Toksin antraks tersusun atas tiga protein: protective antigen (PA), edema factor (EF)
Patologi
Pada hewan yang peka, organisme berkembang biak di tempat masuk. Simpai tetap
utuh dan organisme dikelilingi oleh sejumlah besar cairan seperti protein yang mengandung
sedikit lekosit; organisme kemudian dengan cepat menyebar dan mencapai aliran darah.
Pada hewan yang resisten, organisme berkembang biak selama beberapa jam, dimana
terjadi penumpukan lekosit dalam jumlah besar. Simpai lambat laun mengalami disintegrasi
Klostridia adalah batang anaerobik, besar, gram positif yang bergerak. Banyak yang
merusak protein atau membentuk toksin, dan beberapa melakukan keduanya. Tempat hidup
alamiahnya adalah tanah atau saluran usus hewan dan manusia, dimana mereka hidup
sebagai saprofit. Jenis yang patogen antara lain adalah organisme yang menyebabkan
A. Ciri Khas Organisme: Spora klostridia biasanya lebih besar daripada diameter batang
tempat spora dibentuk. Pada berbagai spesies, spora terletak sentral, subterminal atau
peritrikus.
B. Kultur: Klostridia hanya tumbuh pada keadaan anaerob yang dibuat dengan salah
1. Lempeng agar atau tabung biakan diletakkan dalam botol kedap udara; udara
dibuang dan diganti dengan nitrogen dan CO2 10% atau oksigen dapat dibuang
2. Kultur cair diletakkan dalam tabung panjang yang mengandung jaringan hewan
segar (misalnya cincangan daging rebus) atau agar-agar 0,1% dan suatu zat
pereduksi seperti tioglikolat. Tabung ini dapat digunakan sebagai pembenihan aerob
dan pertumbuhan akan terjadi dari dasar ke atas sampai 15 mm dari permukaan
udara.
C. Bentuk Koloni: Beberapa organisme menghasilkan koloni yang besar dan meninggi
yang lebih kecil yang meluas dalam jalinan filamen halus (misalnya C. tetani).
puannya menggunakan oksigen sebagai akseptor hidrogen akhir. Kuman ini tidak
mempunyai sitokrom dan sitokrom oksidase dan tidak dapat memecahkan hidrogen
peroksidase.
E. Sifat Antigenik: Klostridia mempunyai beberapa antigen yang sama tetapi masing-
masing juga mempunyai antigen spesifik yang dapat larut, yang memungkinkan
CLOSTRIDIUM BOTULINUM
Organisme ini ditemukan dalam tanah dan kadang-kadang dalam feses hewan.
Tipe C. botulinum dibedakan melalui tipe antigenik toksin yang dihasilkan. Spora
organisme ini sangat resisten terhadap panas, tahan pada suhu 100°C selama paling sedikit
3-5 jam. Daya tahan terhadap panas berkurang pada pH asam atau bila konsentrasi garam
tinggi.
Toksin
dalam lingkungan sekitarnya. Dikenal tujuh variasi antigenik toksin (A-G). Tipe A, B dan
dihubungkan dengan berbagai makanan, dan tipe E terutama pada hasil ikan. Tipe C
menyebabkan leher lemas pada unggas; tipe D, botulisme pada mamalia. Toksin adalah
protein dengan BM 150.000 yang terbagi atas protein dengan BM 100.000 dan 50.000 dan
dihubungkan oleh ikatan disulfida. Toksin botulinum diserap oleh usus dan diikat oleh
reseptor pada membran presinapsis dari motor neuron sistem saraf tepi dan saraf kranial.
Proteolisis —oleh rantai ringan toksin botulinum- pada protein target di neuron akan meng-
hambat pelepasan asetilkolin pada sinaps, mengakibatkan kurangnya kontraksi otot dan
adalah salah satu substansi yang paling toksik yang diketahui: dosis letal bagi manusia
berkisar antara 1-2 |lg. Toksin bisa dihancurkan dengan dipanaskan selama 20 menit pada
suhu 100°C.
Patogenesis
Walaupun C. botulinum tipe A dan B sangat terkait dengan luka yang terinfeksi dan
toksin. Penyebab yang paling sering adalah makanan kaleng yang bersifat basa, dikemas
kedap udara, diasap, diberi rempah-rempah yang dimakan tanpa dimasak lagi. Dalam
makanan ini spora C. botulinum tumbuh; dalam keadaan anaerob, bentuk vegetatif tumbuh
Gambaran Klinis
Gejala-gejala dimulai 18-24 jam setelah makan makanan yang beracun, dengan
paralysis) berjalan progresif dan kematian terjadi karena paralisis pernafasan atau
berhentinya jantung. Gejala gastrointestinal biasanya tidak menonjol. Tidak ada demam.
Penderita tetap sadar sepenuhnya sampai menjelang mati. Angka kematian tinggi.
Antitoksin yang paten terhadap tiga tipe toksin botulinum telah dibuat pada hewan.
Karena tipe penyebab pada kasus tertentu biasanya tidak diketahui, antitoksin trivalen
(A, B, E) harus diberikan secara intravena sedini mungkin dengan hati-hati. Bila perlu,
CLOSTRIDIUM TETANI
Clostridium tetani, yang menyebabkan tetanus, tersebar luas di seluruh dunia dalam
tanah dan tinja kuda dan hewan lain. Beberapa tipe C. tetani dapat dibedakan dengan
antigen flagel spesifik. Semuanya mempunyai antigen O (somatik), yang dapat terbungkus
dan semuanya menghasilkan neurotoksin dari tipe antigenik yang sama, tetanospas-min.
Toksin
Sel vegetatif dari C tetani menghasilkan toksin tetanospasmin (BM 150.000) yang
tersusun oleh protease bakterial dalam dua peptida (BM 50.000 dan 100.000) dihubung-kan
prasinaps pada motor neuron. Kemudian bergerak ke hulu melalui sistem transpor aksonal
retrograd menuju cell bodies neuron-neuron tersebut hingga medula spinalis dan batang
otak. Toksin berdifusi ke terminal dari sel inhibitor, termasuk interneuron glisinergik dan
neuron yang mensekresi asam aminobutirat dari batang otak. Toksin menurunkan
sinaptobrevin, yaitu suatu protein yang berperan dalam mengikat vesikel neurotransmiter
pada membran prasinaps. Pengeluaran glisin inhibitor dan asam aminobutirat gama diblok
dan motor neuron tidak dihambat. Hiperrefleksia, spasme otot dan paralisis spastik terjadi.
Toksin dalam jumlah yang sangat kecil bisa mematikan bagi manusia.
Patogenesis
C. tetani bukan merupakan organisme yang invasif. Infeksi tetap terlokalisasi pada
daerah jaringan yang rusak (luka, luka bakar, cedera, ujung umbilikus, jahitan bedah)
tempat spora masuk. Luas jaringan yang terinfeksi adalah kecil dan penyakit ini
Gambaran Klinis
Masa inkubasi dapat berkisar antara 4-5 hari sampai berminggu-minggu. Penyakit ini
ditandai dengan kontraksi tonik otot-otot bergaris (voluntary muscle). Kejang otot sering
terjadi, mula-mula pada daerah luka dan infeksi, kemudian otot-otot rahang (trismus,
rahang terkunci, lock jaw), yang berkontraksi sedemikian rupa sehingga mulut tidak dapat
dibuka. Lambat laun otot-otot bergaris lainnya terserang, mengakibatkan kejang tonik.
Setiap rangsangan dari luar dapat menimbulkan serangan tetani. Penderita sadar penuh, dan
mungkin merasa sangat nyeri. Kematian biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme
Basil gram positif yang tidak membentuk spora merupakan kumpulan macam-macam
bakteri. Beberapa anggota genus Corynebacterium dan kelompok serupa anaerobik yang
lain, spesies Propiobacterium, merupakan flora normal pada kulit dan selaput lendir
diphtheriae merupakan anggota kelompok ini yang paling penting, karena bisa
memproduksi eksotoksin yang sangat kuat yang bisa menyebabkan difteria pada manusia.
Taksonomi dari basil gram positif yang tidak membentuk spora mengalami perubahan
besar. Spesies dan bahkan jenis penggolongan yang lama diklasifikasi ulang, dan telah
ditemukan spesies dan genus lain. Spesies corynebacterium dan bakteri terkait cenderung
menggerombol atau berbentuk tidak teratur, meskipun tidak semua isolat memiliki bentuk
tidak teratur, kata Coryneform bacteria merupakan kata yang paling cocok untuk
menunjukkan hal tersebut. Basil gram positif yang tidak membentuk spora lainnya
memiliki bentuk yang teratur dan hanya sedikit mengandung guanosin seria sitosin.
Semua C. diphtheriae yang bersifat toksigenik mampu memproduksi toksin yang bisa
mengakibatkan penyakir. In vitro, produksi toksin ini sangat tergantung pada kadar besi.
Produksi toksin optimal pada kadar besi 0,14 mg per mililiter medium tetapi akan tertekan
pada kadar 0,5 mg/mL. Faktor lain yang mempengaruhi secara in vitro, adalah tekanan
osmotik, kadar asam amino, pH dan ketersediaan sumber Karbon dan Nitrogen. Faktor
62.000) yang bersifat lethal pada kadar 0,1 mg/kg. Jika ikatan disulfida rusak, molekul bisa
pecah menjadi dua fragmen. Fragmen B (berat molekul 38.000) tidak memiliki aktivitas
Patologi
epitelium serta respon inflamasi superfisial. Epitel yang nekrotik bercampur dengan fibrin
yang dikeluarkan, dan sel darah merah serta sel darah putih, sehingga terbentuk
"pseudomembran" yang berwarna keabuan, biasanya ditemukan di tonsil, faring atau laring.
menimbulkan perdarahan. Limfonodi regional pada leher membesar dan hal tersebut
menyebabkan edema seluruh leher. Basil difteri dalam membran terus memproduksi toksin
secara aktif. Toksin akan diabsorbsi dan menyebabkan kerusakan pada tempat yang jauh,
khususnya degenerasi parenkim, infiltrasi lemak dan nekrosis otot jantung, hati, ginjal dan
adrenal serta kadang-kadang menyebabkan perdarahan yang nyata. Toksin ini j-uga
menyebabkan kerusakan saraf, sehingga terjadi paralisis palatum molle, otot mata atau
ekstremitas.
Difteri pada luka atau kulit terjadi terutama di daerah tropis. Membran bisa terbentuk
pada luka infeksi yang gagal sembuh. Meskipun demikian, absorbsi toksin biasanya ringan
dan efek sistemik yang ditimbulkan tidak berarti. Sejumlah kecil toksin yang diabsorbsi
pada infeksi kulit memacu timbulnya antibodi antitoksin. Virulensi basil difteri ditentukan
penyebaran toksin yang diabsorbsi secara efektif. C. diphtheriae tidak harus bersifat
toksigenik untuk bisa menimbulkan infeksi lokal, di nasofaring atau kulit, tetapi galur non
toksigenik tidak menimbulkan efek toksik lokal atau sistemik. C. diphtheriae tidak secara
aktif menginvasi jaringan dalam dan praktis tidak pernah masuk dalam peredaran darah.
Gejala Klinis
Jika inflamasi karena infeksi difteri dimulai pada saluran napas, rasa nyeri di
tenggorokan dan demam mulai timbul. Rasa lemah dan dyspnea segera terjadi kemudian
diikuti obstruksi (penyumbatan) yang disebabkan adanya membran. Penyumbatan ini sering
menyebabkan mati lemas jika tidak segera dilakukan intubasi atau tracheostomi.
akan terjadi gangguan penglihatan, bicara, menelan atau gerakan pada lengan atau kaki.
Secara umum, tipe gravis cenderung menimbulkan penyakit yang lebih parah daripada
tipe mitts, tetapi penyakit yang saraa bisa disebabkan oleh semua tipe bakteri tersebut.
Uji ini dilakukan untuk mengkonfirmasi dugaan klinis dan gambaran epidemiologis.
Catatan: terapi yang spesifik tidak boleh ditunda iianya karena menunggu hasil
Apusan hidung, tenggorokan atau lesi yang dicurigai lainnya harus dilakukan sebelum
obat antimikroba diberikan. Apusan yang dipulas dengan pewarnaan alkaline methylene
blue atau gram menunjukkan gambaran batang dengan gambaran pita dengan susunan yang
khas.
hemolitikus), media miring Loeffler, dan lempeng tellurite (misalnya agar cystine-tellu-rite
atau agar tinsdale yang dimodifikasi) dan ketiganya diinkubasikan pada suhu 37°C. Jika
belum bisa ditanam segera, maka harus tetap dibasahi dengan serum kuda steril agar basil
tetap hidup. Dalam 12-18 jam, agar miring Loffler menghasilkan morfologi pertumbuhan
yang khas "diphtheriae like". Dalam 36-48 jam, koloni dalam media tellurite sudah pasti
adalah C. diphtheriae..
Semua bakteri yang mirip difteria, harus dilakukan uji virulensi sebelum diagnosis
difteria dipastikan. Beberapa tes benar-benar merupakan tes untuk uji toksigenisitas
organisme mirip difteria yang diisolasi. Untuk itu, bisa dilakukan salah satu dari tiga
1. Kultur dari agar miring Loeffler diemulsikan dalam air dan kemudian dua ekor babi
disuntik masing-masing dengan 4mL emulsi tersebut secara subkutan, salah satu babi
mengakibatkan penyakit yang secara klinis mirip dengan difteri, sedangkan C. pseudotu-
berculosis jarang menyebabkan penyakit pada manusia. Spesies lain kelompok nonlipofilik
tersebut merupakan bakteri coryneform yang paling umum diisolasi. Banyak isolat yang
infeksi superfisial di kulit aksila dan pubis tetapi ini mungkin merupakan proses
polimikroba. Terdapat sedikit kasus penyakit yang disebabkan oleh C. minutissimum yang
dicatat dengan baik, meskipun organisme ini sering diisolasi dari spesimen klinik. Secara
historis, C. xerosis dan C. striatum telah menyebabkan berbagai macam infeksi pada
manusia.
Kelompok ini meliputi banyak spesies termasuk Corynebacterium auris yang berperan
Corynebacteria Anaerob
onibacterium acne berperan dalam patogenesis jerawat dengan menghasilkan lipase yang
memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak ini dapat mengakibatkan
inflamasi jaringan dan mendukung terjadinya akne (jerawat). Oleh karena P. acne
merupakan bagian flora normal kulit, bakteri ini kadang-kadang nampak dalam biakan
darah dan harus dideferensiasi apakah sebagai kontaminan biakan atau penyebab penyakit
Actinomyces pyogenes, Actinomyces neuii dan spesies actinomyces yang lain kadang-
kadang berperan dalam infeksi klinis. Actinomyces viscosis tumbuh baik pada kondisi
aerob.