Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI

UJI MIKROBIOLOGI MAKANAN KALENG

OLEH :
NURUL KHASANAH
1321800005
KELOMPOK 1

TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA
2020
UJI MIKROBIOLOGI MAKANAN KALENG

I. Tujuan

1.1 Mengetahui adanya mikroba pada sampel makanan kaleng Sopini Beef Sausages
dengan pengujian oleh media Litmus Milk.
1.2 Mengetahui adanya mikroba pada sampel makanan kaleng Sopini Beef Sausages
dengan pengujian oleh media Nutrien Broth.
1.3 Mengetahui adanya mikroba pada sampel makanan kaleng Sopini Beef sausages
dengan pengujian oleh media Thioglycollate dengan tambahan Nutrien Agar
dipermukaannya.
1.4 Mengetahui adanya mikroba pada sampel makanan kaleng Sopini Beef Sausages
dengan pengujian oleh media DTBPA (Dextrose Tryptone Brom Cresol Purple
Agar).
1.5 Mengetahui adanya mikroba pada sampel makanan kaleng Sopini Beef Sausages
dengan pengujian oleh media Sulfit Agar.

II. Dasar Teori


Makanan kaleng adalah makanan yang diawetkan dengan pemanasan di dalam
wadah yang tertutup secara hermetis. Pengepakan secara hermetis dapat mencegah
masuknya gas atau mikroorganisme ke dalam kaleng sehingga tidak terjadi
kontaminasi dari luar setelah kaleng ditutup dan tetap hermetis. Makanan kaleng
tersebut sudah diawetkan agar tahan lama. Stumbo mengatakan bahwa makanan yang
dikalengkan secara hermetis (penutupannya sangat rapat, tidak dapat ditembus oleh
udara, air, mikrobia, atau bahan asing lain) merupakan produk teknologi pengawetan
yang sudah lama dikenal.
Mutu makanan mengalami penurunan selama makanan diolah. Panas yang
digunakan selama proses dapat menyebabkan perubahan mutu, nutrisi produk,
perubahan warna dan protein, serta perubahan kadar proksimat dan mineral.
Penurunan mutu ini terus berlangsung selama penyimpanan karena reaksi-reaksi
kimia yang terjadi secara alami, sehingga mempengaruhi cita rasa, warna, tekstur, dan
nilai gizi dari makanan tersebut. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap mutu
pangan kalengan adalah suhu ruangan penyimpanan. Suhu yang terlalu tinggi dapat
meningkatkan kerusakan cita rasa, warna, dan tekstur. Suhu yang tinggi juga dapat
menyebabkan bakteri yang tidak hancur selama proses sterilisasi cenderung untuk
tumbuh dan berkembang biak. Oleh sebab itu, sebaiknya makanan kaleng disimpan
pada suhu ruangan 10-21°C untuk mencegah terjadinya kerusakan dan juga
pembusukan.
Perubahan utama mutu makanan kaleng terjadi karena adanya aktivitas dari
mikroorganisme yang bersifat termofil dan mesofil. Kerusakan makanan kaleng oleh
reaksi kimia diantaranya terjadi pembentukan gas dan asam. Kerusakan lainnya
karena adanya kontak makanan di dalam kaleng dengan logam pada kemasan akibat
terjadi pengelupasan lacquer diantaranya pemucatan warna makanan, penyimpanan
aroma dan rasa, serta penurunan nilai gizi dari makanan. Apabila penurunan mutu
makanan kaleng diketahui, maka dapat dikembangkan proses pengolahan dan kondisi
penyimpanan yang optimum. Pengujian terhadap makanan kaleng perlu dilakukan
untuk dapat menentukan apakah produk hasil pengalengan mempunyai mutu dan
umur simpan sesuai dengan yang ditetapkan. Pengujian tersebut dilakukan secara
fisik, kimiawi, dan mikrobiologis. Parameter yang yang harus diuji antara lain warna,
penampakan, dan bau. Adanya bau sebagai tanda dari terjadinya kebusukan dari
makanan kaleng.
Kerusakan mikrobiologi dapat mengakibatkan terjadinya penggembungan
kaleng karena terbentuknya gas oleh mikroba, terutama gas CO2 dan H2. Penampakan
kaleng yang kembung dapat dibedakan atas beberapa jenis sebagai berikut :
1. Flipper, yaitu kaleng terlihat normal, tetapi jika salah satu tutupnya ditekan
dengan jari, tutup yang lainnya akan menggembung
2. Springer, yaitu salah satu terlihat normal (tidak kembung), sedangkan tutup yang
lainnya kembung. Jika bagian yang kembung ditekan, bagian ini akan masuk
kedalam, sedangkan tutup yang lainnya akan menjadi kembung.
3. Soft swell (kembung lunak), yaitu kedua tutup kaleng kembung tetapi tidak keras,
dan masih dapat ditekan dengan ibu jari.
4. Hard swell (kembung keras), yaitu kedua tutup kaleng kembung dan keras
sehingga tidak dapat ditekan dengan ibu jari.
Pada makanan kaleng berasam tinggi dengan pH dibawah 4,0 kerusakan oleh
mikroba biasanya disebabkan oleh jenis – jenis mikroba yang tergolong mikrokoki,
bakteri berbentuk batang yang tidak berspora, kapang dan khamir. Karena mikroba –
mikroba tersebut biasanya tidak tahan panas, kontaminasi biasanya tidak disebabkan
oleh kebocoran kaleng.
III. Alat dan Bahan
Alat : 1. Bunsen
2. Pipet Ukur
3. Propipet
4. Alat Pembuka Kaleng
5. Cawan Petri Steril
6. Tabung Reaksi
7. Inkubator
8. Vortex

Bahan : 1. Makanan Kaleng Normal


2. Kapas
3. Media Litmus Milk
4. Media Thioglycollate
5. Media Nutrien Broth
6. Media DTBPA
7. Media Nutrien Agar Cair Steril
8. Media Sulfit Agar

IV. Cara Kerja

Diperiksa keadaan luar dari sampel makanan kaleng yang terlihat normal.

Dicuci bagian luar kaleng dengan air mengalir dan diberi sabun supaya bersih.

Dipegang bagian bawah kaleng dan dibagian atas yang akan dibuka nanti dilalukan diatas
api dengan cara diputar-putar sehingga panasnya rata. Tidak lupa sebelumnya dilap dengan
alkohol dan kapas pada permukaan kaleng supaya steril.

Dibuka bagian atas kaleng dengan alat pembuka kaleng, tutupnya diangkat dan diganti
dengan tutup dari cawan petri steril.

Disiapkan 2 tabung berisi media Litmus Milk, 2 tabung berisi media Thioglycolate, 2
tabung berisi media Nutrien Broth, 2 cawan steril dan DTBPA, serta Nutrien Agar cair
yang steril.
Dimasukkan ke dalam media yang telah disediakan, dan cawan petri steril masing-masing
diinokulasikan dengan 1 ml contoh dari sampel makanan kaleng yang normal. Khusus
untuk media Thioglycolate bagian atasnya diberi lapisan Nutrien Agar untuk menjamin
kondisi anaerobic. Dituang pula DTBPA pada cawan petri, digoyangkan dan dibiarkan
beku.

Diinkubasikan satu tabung atau cawan dari masing-masing medium pada suhu 30°C selama
2-3 hari untuk pemeriksaan mikroba mesofilik, dan satu tabung atau cawan lain dari
masing-masing medium pada suhu 55°C selama 2 hari untuk pemeriksaan mikroba
termofilik.

Diamati adanya pertumbuhan mikroba pada masing-masing

V. Data Pengamatan
1. Keterangan Label
Nama Produk Sopini Beef Sausages
Merk CIN
Tanggal Pembuatan -
Tanggal Kadaluarsa 28 April 2022
Nama Pabrik PT Surya Jaya Abadi Perkasa
Ukuran Kaleng 7 X 9 cm atau 692.37 cm

2. Media DTBPA
Kontrol Sampel Perubahan
No Suhu (unit koloni/ml) (unit koloni/ml)
1 30°C Kontaminasi 0 Tidak terdapat warna kuning

2 55°C Kontaminasi 0 Tidak terdapat warna kuning


3. Media Sulfit Agar
Kontrol Sampel Perubahan
No Suhu (unit koloni/ml) (unit koloni/ml)
Tidak terdapat koloni yang
1 30°C 0 0 berwana hitam
Tidak terdapat koloni yang
2 55°C 0 0 berwarna hitam

4. Media Litmus Milk


No Suhu Kontrol Sampel
1 30°C Tidak terdapat gumpalan Keruh, terdapat gumpalan
2 55°C Tidak terdapat gumpalan Keruh, terdapat gumpalan

5. Media Nutrien Broth


No Suhu Kontrol Sampel
1 30°C Tidak Keruh Keruh (+)
2 55°C Tidak keruh Keruh (+)

6. Media Thioglycolate
No Suhu Perubahan
1 30°C Tidak terbentuk gas (-)
2 55°C Tidak terbentuk gas (-)

VI. Pembahasan

Pada percobaan kali ini dilakukan praktikum dengan judul Uji Mikrobiologi makanan
kaleng. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui adanya mikroba pada sampel
makanan kaleng. Sampel yang digunakan merupakan produk makanan kaleng dari sopini
beef sausages merek cin. Pada percobaan kali ini dilakukan beberapa pengujian, yaitu
pengujian oleh media litmus milk, media nutrien broth, media thioglycollate, media DTBPA
dan dengan pengujian oleh media sulfit agar.
Makanan kaleng adalah makanan yang diawetkan dengan pemanasan di dalam wadah
yang tertutup secara hermetis. Pengepakan secara hermetis mencegah masuknya gas atau
mikroorganisme ke dalam kaleng sehingga mencegah kontaminasi dari luar setelah kaleng
ditutup tetap hermetis atau kaleng bocor. Dalam percobaan kali ini menggunakan makanan
dengan kaleng normal. Pemeriksaan makanan kaleng yang terlihat normal ditujukan untuk
menguji sterilitas makanan kaleng. Hasil uji dapat digunakan untuk mengetahui daya tahan
simpan makanan kaleng.
Pada percobaan uji mikrobiologi makanan kaleng menggunakan beberapa alat dan
bahan digunakan. Alat yang digunakan yaitu bunsen berfungsi untuk menciptakan kondisi
yang steril. Api yang menyala dapat membuat aliran udara karena oksigen dikonsumsi dari
bawah dan diharapkan kontaminan ikut terbakar dalam pola aliran udara tersebut. Kemudian
ada pipet ukur yang berfungsi untuk memindahkan larutan atau sampel dengan volume yang
diketahui. Tersedia berbagai macam ukuran kapasitas pipet ukur, di antaranya pipet
berukuran 1 ml, 5 ml, dan 10 ml. Alat Pembuka Kaleng berfungsi untuk mempermudah
membuka kaleng, cawan petri steril berfungsi untuk membiakkan (kultivasi) mikroba, tabung
reaksi digunakan untuk menumbuhkan mikroba. Tabung reaksi dapat diisi media padat
maupun cair, vortex digunakan untuk menghomogenkan suspensi dengan media atau
suspensi yang akan digunakan, Tutup tabung reaksi yang digunakan berupa kapas dan
terakhir ada inkubator yang berfungsi untuk menginkubasi atau memeram mikroba pada suhu
yang terkontrol.
Bahan yang digunakan yaitu makanan kaleng normal sopini beef sausages digunakan
sebagai sampel, Kapas digunakan sebagai penutup tabung reaksi, DTBPA atau Dextroxe
Tryptone Brom Cresol Purple Agar yang digunakan untuk memeriksa adanya bakteri
penyebab busuk asam tanpa gas (flat sour) akan tumbuh membentuk koloni yang dikelilingi
oleh areal berwarna kuning karena pembentukan asam, kemudian thioglycollate medium
digunakan untuk memeriksa adanya bakteri anarobik yang akan tumbuh didalam medium ini
ditandai dengan timbulnya kekeruhan tanpa atau dengan pembentuka gas, pembentukan gas
ditandai dengan terangkatnya lapisan PCA pada bagian agar, lalu sulfit Agar digunakan untuk
menguji adanya bakteri pembentuk karat didalam kaleng atau sampel, selanjutnya Nutrien
Broth digunakan untuk menguji adanya bakteri aerob didalam sampel atau untuk melihat
kekeruhannya, lalu Alkohol digunakan untuk mensterilkan tutup kaleng dan juga meja kerja,
serta aquadest digunakan sebagai larutan pengenceran.

Sebelum uji mikrobiologi dilakukan, diperiksa terlebih dahulu keadaan luar dari sampel
makanan kaleng yang diujikan dan keadaan kaleng, pemeriksaan ini dilakukan dengan cara
disiapkan alat dan bahannya lalu dilihat keadaan kaleng mulai dari merek, nama produk,
tanggal pembuatan dan kadaluarsa, nama pabrik , ukuran kaleng dan juga isi kaleng setelah
itu di bersihkan bagian atas kaleng menggunakan kapas dan alcohol agar meminimalisir
mikroba yang masuk kesampel, kemudian dibuka tutupnya dan di ganti dengan cawan petri
steril agar mengurangi kontak dengan udara dan mikroba. Berdasarkan pemeriksaan luar
kaleng, keadaan normal tidak ada yang penyok. Masa kadaluarsa dari makanan kaleng
sebagai sampel adalah 28 April 2022 dengan berat dari isi kaleng sebesar 325 gram.
Setelah dilakukan pengamatan awal maka dilakukan pengujian bakteri anaerob
dilakukan dengan cara yaitu kaleng yang sudah dibuka dipipet atau diambil 1 ml dimasukkan
kedalam tabung rekasi yang berisi thioglcolate lalu tabung diberi kontrol ( duplo ) dilakukan
duplo agar bisa dilakukan perbandingan dan dimasukkan media PCA kedalam masing-
masing tabung reaksi, dimasukkan media PCA agar melihat ada reaksi pembentukan gas atau
tidak didalam tabung dan dinkubasi dalam dua suhu yang berbeda yaitu 30 derajat C dan juga
55 derajat C untuk melihat aktivitas mikroba yang tumbuh dan juga jenis mikroba thermofilik
atau mesofilik.
Uji yang kedua adalah menguji adanya kandungan bakteri aerob dengan cara
menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan agar memperlancar praktikum. Media yang
digunakan adalah nutrient Broth dan tidak menggunakan PCA karena untuk melihat aktivitas
bakteri aerob yang akan menimbulkan kekeruham pada media. Kemudian dipipet 1ml sampel
kedalam 2 tabung yang berisi NB kemudian diinkubasi pada suhu 300C dan juga 550C untuk
melihat jenis bakterinya.
Kemudian Uji yang ketiga adalah Uji Bakteri Flat Sour (Asam) Tak Membentuk Gas
dilakukan dengan cara disiapkan sampel yang akan digunakan, Disiapkan 4 buah media
DTBPA, lalu dimasukkan 1 ml sampel kedalam cawan petri, Dimasukkan media DTBPA
kedalam cawan petri dan diinkubasi pada suhu 300C dan 550C, setelah diinkubasi kurang
lebih 1-2 hari dilakukan pengamatan dan dicatat hasilnya dobedakan suhunya untuk melihat
hasil akhirnya.
Pada pengujian dengan media DTBPA (Dextrose Tryptone Brom Cresol Purple Agar),
tidak terdapat koloni pada suhu 30°C maupun 55°C, tetapi pada kontrol dengan suhu 30°C
maupun 55°C terjadi perubahan yaitu kontaminasi. Hal ini bisa terjadi karena kurang
aseptisnya praktikan sehingga menyebabkan kontaminan. Pengujian dengan DTBPA
mengindikasikan adanya bakteri penyebab pembusukan oleh asam tanpa adanya gas (flat
sour) dimana terbentuk koloni dengan dikelilingi oleh area berwarna kuning sebagai tanda
dari telah terbentuknya asam pada area media.
Kemudian Uji Bakteri Pembentuk Karat dilakukan dengan cara disiapkan sampel yang
akan digunakan, lalu Disiapkan 4 buah cawan petri kemudian diberi label kontrol, serta
isiapkan 2 buah media Sulfit Agar kemudian dimasukkan 1 ml sampel kedalam cawan petri,
penggunaa sulfit untuk mengetahui adanya akteri pembuat karat atau tidak dengan dilihat
timbulnya bakteri atau mikroba yang membentuk warna hitam serta diinkbasi pada suhu 300C
dan 550C samapai 1 hingga 2 hari.
Dari data yang sudah diperoleh, pada pengujian bakteri pembuat karat dengan
menggunakan media sulfit agar yang digunakan untuk melihat bakteri pembentuk karat atau
tidak ditandai dengan warna hitamnya koloninya karena besi bereaksi dengan sulfit
menghasilkan warna hitam, pada prakrikum ini mendapatkan hasil yaitu negatif semua pada
suhu 55 dan 300C. Ini ada 2 kemungkinan yaitu tidak adanya bakteri penghasil karat dan
tidak adanya sel bakteri yang terpipet pada saat pengenceran tetapi jika ada perubahan warna
disebabkan oleh pecahnya senyawa protein (pada makanan dengan kadungan protein tinggi,
seperti kornet) dalam proses sterilisasi, kemudian bereaksi dengan logam kaleng dan
membentuk senyawa besi athoge.
Lalu pada pengujian mikroba dengan media Litmus Milk di suhu 55°C terdapat
gumpalan susu dan keruh seperti pada suhu 30°C. Media Litmus Milk mengindikasikan
adanya bakteri proteolitik yang dapat menyebabkan berbagai perubahan. Pada pengujian ini,
terjadi aktivitas proteolitik dengan pembentukan asam yang menyebabkan terjadinya
penggumpalan susu disertai warna media menjadi keruh.
Pada pengujian dengan media Nutrien Broth tidak didapat koloni pada suhu 55°C.
Sedangkan pada suhu 30°C terdapat koloni ditandai dengan warna media menjadi keruh.
Media Nutrient Broth menandakan adanya bakteri aerobik yang tumbuh dengan
menimbulkan kekeruhan pada medianya di suhu kamar.
Lalu pengujian mikroba aerob dilakukan menggunakan media nutrient Broth
merupakan medium yang memiliki kegunaan sebagai medium untuk menumbuhkan bakteri
dan juga melihat aktivitas jenis bakterinya. Pada uji ini mendapatkan hasil yaitu pada sampel
dengan suhu 300C hasilnya positif (+). Hal ini menandakan adanya bakteri aerobik yang
tumbuh dengan menimbulkan kekeruhan pada medianya di suhu kamar. Untuk sampel
dengan suhu 550C hasilnya positif (+) juga, yang ditandai dengan sampel berubah menjadi
keruh dan untuk kontrol hasil nya (-) yang ditandai dengan tidak berubah apa - apa. Dapat
dilihat berarti bakteri atau mikroba aerobnya bisa termasuk golongan thermofilik dan juga
mesofilik.
Pada pengujian mikroba anaerob menggunakan Medium Thioglicolate dan dituang
PCA untuk melihat adanya kandungan bakteri anaerob atau tidak yang ada didalam media
dan mendapatkan hasil yaitu pada suhu 300C dan 550C hasilnya negatif (-) atau tidak
terbentuk gas. Dari hasil tersebut maka menggandung bakteri aerob dikarenakan
terhambatnya pertumbuhnya disebabkan oleh adanya PCA yang menghambat laju sirkulasi
oksigennya.
Dalam praktikum ini menggunakan metode penuangan pour plate dikarenakan
sampelnya kaleng yang diketahui kedap udara sehingga bakteri jenis aerob tidak tumbuh, dan
kebanyakan bakteri pada makanan kaelng berupa baketeri anaerob maka dilakukan
metodenya pour plate. Dan dilakukan perbedaan suhu 30 dan 55 derajat C agar bisa dilakukan
perbandingan jenis bakteri yang tumbuh serta aktivitas mikrobanya dalam bereaksi dengan
medianya. Batas maksimum cemaran mikroba dalam bahan makanan asal hewan sesuai
Standar Nasional Indonesia diantaranya adalah angka lempeng total (ALT) 1 x 104 cfu/g,
Escherichia coli 1 x 101 cfu/g (Dewan Standarisasi Nasional, 1995)

VII. Kesimpulan
1. Terdapat mikroba pada sampel makanan kaleng Sopini Beef Sausages dengan pengujian
oleh media Litmus Milk ditandai dengan terjadinya aktivitas proteolitik dengan
pembentukan asam yang menyebabkan terjadinya penggumpalan susu disertai warna
media menjadi keruh.
2. Terdapat mikroba pada sampel makanan kaleng Sopini Beef Sausages dengan pengujian
oleh media Nutrien Broth ditandai dengan adanya bakteri aerobik yang tumbuh dengan
menimbulkan kekeruhan pada medianya pada suhu kamar dan juga pada suhu 550C.
3. Tidak terdapat mikroba pada sampel makanan kaleng Sopini Beef Sasages dengan
pengujian oleh media Thioglycollate.
4. Tidak terdapat mikroba pada sampel makanan kaleng Sopini Beef Sausages dengan
pengujian oleh media DTBPA (Dextrose Tryptone Brom Cresol Purple Agar), Tetapi
terjadi kontaminasi pada kontrol.
5. Tidak terdapat mikroba pada sampel makanan kaleng Sopini Beef Sasages dengan
pengujian oleh media Sulfit Agar.

VIII. Daftar Pustaka


Fahdi, Firdaus. 2012. Aspek mikrobiologi pada produk makanan kaleng. Diupload pada
http://firdausfahdi.blogspot.com/2012/08/firdaus-fahdi-bab-i.html. Diakses pada 11
Desember 2020.
Nurhasanah, Enok, dkk. 2014. Uji Mikrobiologi Pada Makanan Kaleng. Diupload pada
https ://www.academia.edu/9555948/LAPORAN_AMMP_KALENG. Diakses pada
11 Desember 2020.
Prawira,Didi Yudha,dkk. 2016. Analisis Mutu Mikrobiologi Makanan Kaleng. Diupluoad
pada https://www.academia.edu/30187939/AMMP_makanan_kaleng_docx. Diakses
pada 11 Desember 2020.

Anda mungkin juga menyukai