Mikrobiologi Pangan
Pemeriksaan Mikroorganisme pada Minuman dan Makanan kaleng
OLEH:
Kelompok 2A
Anggota:
Artika EL Sonia (1400025)
Amanda Ilma Tania (1401708)
Ardiani Karuniadewi (1401685)
Shaila rismayaningrum (1400912)
I.
Teori
Pengalengan adalah cara pengolahan makanan untuk memperluas kehidupan
rak. Idenya adalah untuk membuat makanan yang tersedia dan bisa dimakan lama
setelah waktu pemrosesan. Meskipun makanan kalengan sering diasumsikan rendah
nilai gizi (akibat proses pemanasan), beberapa kaleng makanan yang bergizi
unggul-dalam beberapa cara-bentuk alami mereka. Secara umum, masyarakat luas
sudah mengetahui produk pengalengan itu seperti apa, namun hanya sedikit yang
mengetahui mengenai sejarah pengalengan. Oleh karena itu, dalam makalah ini
akan dibahas mengenai sejarah pengalengan dan pengalengan secara umum.
Dengan berkembangnya teknologi pangan mempengaruhi beragam kemasan
produk makanan. Kemasan produk pangan mempunyai arti penting dan luas untuk
sebuah produk pangan. Pengemasan suatu produk pangan sendiri dimaksudkan
untuk membatasi antara bahan pangan dengan keadaan normal sekelilingnya, untuk
menunda proses dalam jangka waktu yang diinginkan. Dengan demikian
pengemasan memberikan peranan yang utama dalam mempertahankan bahan
pangan dalam keadaan bersih dan higienis.
Salah satu pengemas yang semakin berkembang dan diminati produsen
produkproduk pangan maupun minuman adalah kemasan kaleng. Kemasan kaleng
mempunyai banyak kelebihan, seperti :
kaleng dapat mencegah bahan pangan yang ada di dalamnya bebas dari kontaminan
mikroba, serangga atau bahan asing lain karena dikemas secara hermetis.
kaleng dapat mencegah perubahan kadar air bahan pangan yang tidak diinginkan
kaleng dapat mencegah penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan dan partikelpartikel radioaktif yang terdapat di atmosfir pada bahan pangan.
kaleng dapat mencegah perubahan warna oleh karena reaksi fotokimia dari cahaya.
Proses
mengemas
didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetic
(kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah yang
dikemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba pathogen
(penyebab penyakit pada manusia khususnya) dan mikroba pembusuk (penyebab
kebusukan atau kerusakan bahan pangan). Dengan demikian sebenarnya pengalengan
memungkinkan terhindar dari kebusukan atau kerusakan, perubahan kadar air, kerusakan
akibat oksidasi atau ada perubahan citarasa. Prinsip utamanya yang dilakukan pada
makanan kaleng adalah selalu menggunakan perlakuan panas yang ditujukan untuk
membunuh mikroba yang kemungkinan ada.
Produk pangan menggunakan kemasan kaleng juga memiliki kelemahan kelemahan.
Kelemahan tersebut berkaitan dengan proses sterilisasi yang dilakukan pada umumnya.
Sterilisasi yang diterapkan biasanya merupakan sterilisasi komersial dengan sterilisasi
komersial maka masih ada spora bakteri patogen yang tertinggal Pada kondisi penyimpanan
normal spora tersebut akan tumbuh menjadi sel vegetatif yang dapat menyebabkan
kerusakan produk makanan kaleng.
Ada 3 hal penyebab kerusakan makanan oleh mikroba pada makanan kaleng, yakni :
1. Suhu yang tidak cukup dingin setelah proses seterilisasi atau disimpan pada
temperature tinggi sehingga memberikan kesempatan thermophilic spore forming
bacteria berkecambah dan tumbuh,
2. Suhu pemanasan tidak cukup tinggi sehingga memberikan kesempatan pada bakteri
yang tergolong mesophilic (yang hidup pada suhu 25 45C) bertahan dan
selanjutnya dapat tumbuh,
3. Adanya kebocoran kaleng yang memungkinkan mikroba yang ada lingkungan
masuk ke dalam kaleng (Ray, 2004). Jay (2000) menambahkan perlakuan sebelum
proses pengalengan atau praprocessing terhadap bahan pangan juga berpengaruh
terhadap keberadaan mikroba di dalam makanan kaleng. Selain itu tahapan proses
pengalengan yang tidak sempurna juga turut memicu adanya mikroba.
Ketiga penyebab tersebut sangat mungkin terjadi sekalipun di pabrik dengan peralatan
modern dan sistem kontrol yang ketat. Kebusukan atau kerusakan yang terjadi pada bahan
pangan atau produk pangan yang dikemas dengan kaleng apabila mengalami kelima hal di
atas akan sangat merugikan bahkan kematian konsumen karena dapat tercemar oleh bakteri
kontaminan atau keracunan dari bakteri yang mengeluarkan racun di dalam makanan
kaleng tersebut.
Tipe kerusakan yang ditimbulkan adalah:
Flat sour, tandanya kaleng tidak menggelembung atau rata tetapi produk menjadi asam
yang disebabkan oleh aktivitas Bacillus stearothermophillus yang bersifat anaerob
facultativ.).
Thermofilic Anaerobic (TA), tandanya kaleng menggelembung karena adanya gas dan
produk
menjadi
asam.
Pertumbuhan
dan
aktivitas
bakteri
Clostridium
II.
Tujuan
Mengetahui kerusakan mikrobiologis yang mungkin terjadi pada makanan
kaleng
III.
IV.
Prosedur Kerja
Hasil pengamatan
VI.
Sample
Jumlah Mikroorganisme/Suhu
Jumlah MO/
Jumlah MO/
50oC
8
30oC
60 koloni besar ,
Cocktail Nanas I
Cocktail Nanas II
22
15
27
koloni kecil
15 koloni besar ,
Artika EL Sonia
1400025
Kebusukan makanan kaleng dapat disebabkan oleh kapang, khamir dan bakteri.
Tanda-tanda kebusukan makanan kaleng oleh mikroorganisme dapat dilihat dari
penampakan abnormal dari kaleng (kembung, basah atau label yang luntur), penampakan
produk yang tidak normal serta bau yang menyimpang, produk hancur dan pucat; dan keruh
atau tanda-tanda abnormal lain pada produk cair. Dari ketiga jenis mikroba tersebut, bakteri
merupakan penyebab kerusakan yang utama. Kadalursa disebabkan karena bakteri yang
terdapat dalam makanan tersebut telah aktif kembali dan kaleng tempat penyimpanan
produk tersebut rusak dikarenakan benturan serta lapisan enamelnya yang sudah habis.
Mikoba
yang
terdapat
dalam
makanan
kaleng
tersebut
adalah Clostrudium
botulinum danbasilus. Agar produk pangan yang dikemas steril maka harus dilakukan
beberapa proses pemanasan seperti pasturisasi yaitu proses pemanasan.
Praktikum yang kami lakukan pada tanggal 23 Maret 2015 kemarin adalah
mengenai pemeriksaan mikroorganisme pada makanan dan minuman kaleng. Untuk
makanan kaleng sample yang kami gunakan adalah sarden dengan kondisi yang masih
bagus (tidak expired dan kemasan tidak rusak) serta kornet dengan kondisi kemasan yang
rusak. Untuk minuman sendiri kami menggunakan sample 3 kaleng cocktail nanas dan susu
kental manis yang sudah expired.
Untuk mengetahui kandungan mikroorganisme yang ada pada sample-sample
tersebut, kami melakukan pengenceran hingga 10-5, dengan media pertumbuhan
mikroorganismenya yaitu NA. Kami menginkubasi 2 petridisih yang berisi NA tersebut
pada suhu 50oC dan 30oC. Setelah 3 hari diinkubasi, hasilnya adalah yang pertama pada
suhu 50oC , sample sarden dengan kondisi bagus mengandung jumlah 8 koloni
mikroorganisme, cocktail nanas I mengandung 22 koloni mikroorganisme, cocktail nanas II
15 koloni, kornet kondisi rusak 7 koloni, cocktail nanas II 8 koloni dan susu kental manis
yang expired mengandung 27 koloni. Sementara pada suhu 30oC, bisa diperhitungkan
secara rata-rata bahwa semua sample kandungan mikroorganisme nya terdiri dari 2 jenis
koloni bakteri, yakni koloni besar dan koloni kecil. Koloni kecilnya semua sample TBUD.
Sementara koloni besar pada sarden dengan kondisi bagus adalah 60, cocktail Nanas I
terhitung TBUD, cocktail nanas II 29 koloni besar, kornet kondisi rusak 125 koloni besar,
cocktail nanas III 9 koloni besar , dan susu kental manis expired adalah 15 koloni besar.
Petridish yang diinkubasi pada suhu 30oC adalah untuk mengetahui kandungan
mikroorganis memesofilik. Pada umumnya semakin tinggi suhu pertumbuhan bakteri,
resistensi terhadap pemanasan semakin tinggi. Dengan demikian bakteri thermofil lebih
resisten terhadap pemanasan daripada bakteri mesofil. Mikroorganisme mesofilik suhu
optimum 30-37oC. Suhu ini merupakan suhu normal gudang. Clostridium botulinum
merupakan salah satu contoh mikroorganisme kelompok ini. Berarti, kandungan
mikroorganisme yang terkandung dalam sample-sample di suhu 30oC itu adalah bakteri
mesofilik. Faktor kualitas kemasan sample juga berpengaruh. Seperti misalnya kornet yang
rusak. Bisa saja kornet tersebut telah terkontaminasi banyak bakteri.
Begitupun susu kental manis yang expired. Sementara cocktail 3 jenis cocktail nanas
yang notabene mengandung banyak koloni mikroorganisme, bisa saja dari buah nanasnya
yang memungkinkan adanya kandungan bakteri. Apalagi ketika proses pemotongannya.
Cocktail buah nanas merupakan sample yang kami buat sendiri. Bisa saja ketika proses
pemotongan , buah nanas tersebut terkontaminasi oleh tangan si pemotong atau dari
pisaunya dan tidak mengalami proses sterilisasi yang benar. Kebanyakan mikroba perusak
pangan merupakan mikroba mesofil, yaitu tumbuh baik pada suhu ruangan atau suhu kamar.
Bakteri patogen umumnya mempunyai suhu optimum pertumbuhan sekitar 37 derajat C,
yang juga adalah suhu tubuh manusia. Oleh karena itu suhu tubuh manusia merupakan suhu
yang baik untuk pertumbuhan beberapa bakteri patogen.
Petridish yang diinkubasi pada suhu 50oC adalah untuk mengetahui kandungan
mikroorganis thermofilik. Dan nyatanya, mikroorganisme yang tumbuh pada suhu ini cukup
sedikit. Mikroorganisme nya itu hidup pada suhu ekstrem. Contoh bakteri termofilik adalah
Thermus aquaticus danThermococcus litoralis. Proses sterilisasi makanan kaleng umumnya
tidak membunuh bakteri thermofilik. Apabila proses pendinginan setelah proses sterilisasi
terlalu lambat atau produk disimpan pada suhu penyimpanan di atas normal dimana bakteri
thermofilik dapat tumbuh, maka makanan kaleng dapat rusak oleh bakteri thermofilik.
Kebanyakan bakteri adalah mati pada suhu 50oC. Dalam proses pengalengan, bakteriini
tidak menjadi target proses, karena suhu penyimpanan makanan kalengumumnya di bawah
suhu 30oC.
Ada 3 hal penyebab kerusakan makanan oleh mikroba pada makanan kaleng, yakni :
1) Suhu yang tidak cukup dingin setelah proses seterilisasi atau disimpan pada temperature
masukan media PCA 1/3 dari volume cawan. Cawan petri 1 akan
diinkubasi dalam suhu 50oC dan cawan petri 2 diinkubasi dalam suhu
30oC. Setelah itu biarkan hingga sedikit mengeras dan balikkan cawan
petri, hal ini dimaksudkan agar uap air yang terjadi selama proses
inkubasi, tidak jatuh ke dalam medium yang dapat mengganggu
petumbuhan mikroba.
kaleng
yang
telah
kadaluarsa
juga
terdapat
bakteri
dilakukan
pengenceran
dengan
NaCl,
media
Kerusakan makanan kaleng dapat disebabkan oleh mikroba pembusuk atau mikroba
patogen. Kerusakan makanan kaleng yang diawetkan dengan pemanasan dapat disebabkan
oleh adanya sisa mikroorganisme yang masih bertahan hidup setelah proses pemanasan,
atau karena masuknya mikroba dari luar melalui bagian kaleng yang bocor setelah proses
pemanasan. Penyebab yang pertama menunjukkan bahwa makanan kaleng tersebut tidak
cukup proses pemanasannya (under process). Jenis mikroba yang mengkontaminasi produk
yang mengalami under process lebih mudah ditentukan berdasarkan pada informasi kondisi
proses termal yang dilakukan dan jenis produk pangan yang diproses, karena mikroba
memiliki sifat ketahanan panas dan aktivitas biologis tertentu. Sedangkan kerusakan
makanan kaleng yang disebabkan oleh kebocoran kaleng sulit ditentukan disebabkan
mikroba yang mengkontaminasi dapat bervariasi.
Bakteri C. botulinum merupakan mikroorganisme yang sering menjadi target proses
termal, terutama untuk produk pangan kelompok berasam rendah. Bakteri ini sangat
berbahaya, karena dapat memproduksi toksin yang mematikan, yaitu botulin (menyebabkan
botulism) dan terdapat pada tanah atau air sehingga bahan pangan dengan mudah
terkontaminasi. Botulin merupakan toksin yang sangat kuat, satu gram dapat membunuh
300 ribu orang. Toksinnya termasuk neurotoksin, yaitu menyerang sistem syaraf dan dapat
menyebabkan kelumpuhan. Tanda-tanda keracunan botulin adalah tenggorokan menjadi
kaku, penglihatan ganda, otot kejang, serta dapat mengakibatkan kematian akibat penderita
tidak bisa bernapas.
Bakteri C. botulinum merupakan kelompok bakteri mesofilik yang sangat penting dalam
makanan kaleng. Hal ini karena kondisi makanan kaleng yang vakum sangat cocok bagi
pertumbuhan bakteri C. Botulinum, karena sifatnya yang anaerobik (hidup baik pada
kondisi tidak ada oksigen).
Pada hasil pengamatan kebanyakan makanan kaleng lebih banyak mikroorganisme
mesofilik dibandingkan dengan thermofilik. Pada susu expired, karena susu sudah expired
dapat membuat mikroorganisme dalam susu kembali aktif untuk berkembang. Pada
makanan kaleng yang rusak terdapat kontaminasi dari udara atau luar sehingga dapat
memperbanyak mikroorganisme dalam makanan. Pada cocktail nanas, kemungkinan
mikroorganisme didapat dikarenakan ketidak sterilan proses pengalengan. Sarden dengan
keadaan bagus memiliki mikroorganisme lebih sedikit dibanding kornet keadaan rusak
karena pada kornet keadaan rusak dapat menumbuhkan mikroorganisme aerob karena
masuknya udara dari luar yang bisa ikut mengkontaminasi bahan pangan.
Kesimpulan
1. Kebusukan makanan kaleng yang disebabkan oleh bakteri menghasilkan kondisi
kaleng yang abnormal.
2. Mikroorganisme yang berbahaya dalam makanan dapat menyebabkan perubahan sifatsifat makanan dan gejala penyakit pada manusia.
3.
koloni kecil. Pada sample cocktail nanas 1 pada suhu 50oc hasilnya adalah 22koloni
sedangkan pada suhu 30oc hasilnya TBUD. Untuk cocktail nanas II pada suhu 50oc hasilnya
adalah 15 koloni sedangkan pada suhu 30oC terdapat lebih banyak lagi yaitu 29 koloni
besar dan TBUD koloni kecil,kornet kondisi rusak pada suhu 50oC terdapat 7 koloni
sedangkan pada suhu 30oC terdapat 125 koloni besar dan TBUD koloni kecil. Untuk
cocktail nanas III terdapat 8 koloni pada suhu 50 oC sedangkan pada suhu 30oC terdapat 9
koloni besar dan TBUD koloni kecil. Sedangkan susu kental manis expired terdapat 27
koloni pada suhu 50oC dan 15 koloni besar TBUD koloni kecil pada suhu 30oC
Berdasarkan
hasil
pengamatan
kami
pada
suhu
30oC
terdapat
banyak
Kesimpulan :
Mikroorganisme pada suhu 30oC lebih banyak dibandingkan mikroorganisme pada suhu
50oC
Pada umumnya kerusakan mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan mentah, tetapi
juga pada bahan setengah setelah produk diolah maupun pada bahan hasil olahan.
Kerusakan ini sangat merugikan dan berbahaya bagi kesehatan karena racun yang
diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat. Bahan yang telah rusak
oleh mikroba juga dapat menjadi sumber kontaminasi yang berbahaya bagi bahan lain
yang masih sehat atau segar.
perlakuan sebelum proses pengalengan atau praprocessing terhadap bahan pangan juga
berpengaruh terhadap keberadaan mikroba di dalam makanan kaleng. Selain itu tahapan
proses pengalengan yang tidak sempurna juga turut memicu adanya mikroba.
Daftar Pustaka
http://firdausfahdi.blogspot.com/2012_08_01_archive.html
http://windawidyasari96.blogspot.com/2014/08/pembahasan-makanan-kaleng.html
https://www.academia.edu/8646952/TUGAS_MIKROBIOLOGI
Hariyadi, P. (Ed). (2000). Dasar-dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Pusat STudi
Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Wirakartakusumah,M.A., Hermanianto,D., dan Andarwulan,N. (1989). Prinsip Teknik
Pangan. PAU Pangan,
http://dicerahkan.blogspot.com/2011/02/bakteri-termofilik-si-penggemar-panas.html
Lampiran