Anda di halaman 1dari 9

DEKOMPOSISI MAKANAN (IKAN KALENG, IKAN SEGAR DAN

IKAN ASIN) OLEH MIKROORGANISME


Tugas Mata Kuliah Toksikologi dan Higiene

Disusun Oleh :
AULIA PUTRI APSARI 20210250002

PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2023
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………….....1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………....1
1.3 Maksud dan Tujuan ………………………………………………………………...…..1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kemunduran Mutu Ikan Kaleng……………………………………………………….2
2.2 Kemunduran Mutu Ikan Segar…………………………………………………………3
2.3 Kemunduran Mutu Ikan Asin …………………………………………………………4

BAB 3 KESIMPULAN
A. Kesimpulan …………………………………………………………………………….6

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………..7


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ikan merupakan organisme yang dapat digunakan dalam berbagai macam olahan. Tidak
hanya olahan matang seperti ikan kaleng tetapi juga olahan mentah seperti ikan segar dan ikan
asin. Akan tetapi bahan baku hasil perikanan termasuk dalam kelompok bahan pangan yang
sangat mudah rusak (highly perishable) karena memiliki kadar air yang tinggi dan kandungan
nutrisi yang dapat menjadi substrat yang baik bagi pertumbuhan mikroba pembusuk, sehingga
perlu penanganan yang baik sejak proses penangkapan hingga pengolahan baik di industry
maupun di tingkat rumah tangga. Selain aspek mikrobiologis dalam ikan, keberadaan enzim yang
bersumber dari tubuh ikan juga sangat berperan dalam proses kemunduran mutu ikan.
Prinsip pengolahan ikan pada dasarnya bertujuan melindungi ikan dari pembusukan dan
kerusakan. Selain itu juga untuk memperpanjang daya awet dan mendiversifikasikan produk
olahan hasil perikanan. Pengalengan merupakan salah satu bentuk pengolahan dan pengawetan
ikan secara modern yang dikemas dan kemudian disterilkan. Bahan pangan dikemas secara
hermatik dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas atau alumunium. Pengemasan secara hermatik
dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air,
kerusakan oksidasi maupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2008). Ikan kaleng merupakan salah
satu jenis makanan yang cukup digemari karena praktis dan dapat disimpan dalam jangka waktu
lama. Namun, komposisi kaleng yang terbuat dari logam berpotensi mencemari makanan
sehingga berpotensi terdapat logam berat dan mikroba dalam produk ikan kaleng tersebut.
Ikan asin atau ikan kering merupakan hasil proses penggaraman dan pengeringan. Ikan ini
mempunyai kadar air rendah karena penyerapan oleh garam dan penguapan oleh panas. Pada pembuatan
ikan asin, ikan diawetkan dengan kombinasi penggaraman dan pengeringan. Pada konsentrasi
tingi, garam dapat mencegah kerusakan ikan oleh enzim-enzim dalam daging ikan dan
pembusukan oleh mikroorganisme. Garam mempunyai tekanan osmotik yang tinggi, sehingga
akan menarik air dari daging ikan dan cairan dari sel mikroba. Akibatnya mikroba akan
mengalami plasmolisis dan mati. Penambahan garam menyebabkan protein ikan terdenaturasi
sehingga daging ikan mengkerut dan air akan terperas keluar.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimanakah kemunduran mutu pada ikan kaleng, ikan segar dan ikan asin yang disebabkan
oleh mikroorganisme ?

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN


1. Untuk mengetahui kemunduran mutu pada ikan kaleng, ikan segar dan ikan asin yang
disebabkan oleh mikroorganisme.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KEMUNDURAN MUTU IKAN KALENG


Pada jurnal yang berjudul “IDENTIFIKASI BAKTERI CLOSTRIDIUM BOTULINUM
PADA SARDEN KEMASAN KALENG BERBAGAI MERK YANG DIJUAL DI SWALAYAN X”
menyatakan bahwa bahaya utama pada makanan kaleng adalah tumbuhnya bakteri Clostridium
botulinum yang dapat menyebabkan keracunan makanan atau botulisme. Hal ini disebabkan
kurang selektifnya konsumen dalam memilih produk makanan kaleng seperti tidak
memperhatikan batas kadaluarsa, kondisi kaleng yang penyok, serta berkarat. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui bakteri Clostridium botulinum yang terdapat pada sarden kemasan
kaleng berbagai merk dan untuk mengetahui persentase sarden kemasan kaleng berbagai merk
yang terdapat bakteri Clostridium botulinum.
Metode Penelitian yang digunakan peneliti menggunakan metode deskriptif dengan
berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya. Dan untuk
mendapatkan hasil persentase sampel ikan kaleng sarden yang mengandung bakteri Clostridium
Botulinum digunakanlah metode One-Sampel Kolmogrov-Smirnov. Untuk mengetahui adanya
bakteri Clostridium botulinum pada sampel digunakan metode TPC “Total Plate Count”,
Sebelum penelitian dilakukan, peneliti mempersiapkan alat-alat (tabung teaksi, Erlenmeyer,pipet
ukur, dan sebagainya) dan bahan-bahan (media Thyoglicholate,Agar Darah, Aquadest).
Setelah dilakukan penelitian didapatkan hasil terdapat bakteri Clostridium botulinum pada
sarden kemasan kaleng yang dijual di swalayan x, didapatkan Bakteri Clostridium botulinum
lebih banyak ditemukan pada kemasan sarden yang mengalami karatan karena sambungan
kaleng yang semakin lama berkarat maka akan mengikis bagian kaleng dan bakteri akan mudah
masuk dan mencemari sarden kemasan kaleng. Selain itu beberapa sarden kemasan kaleng yang
penyok juga terdapat bakteri Clostridium botulinum karena kemungkinan ada udara yang masuk
ke dalam sarden kemasan kaleng. Bakteri Clostridium botulinum juga ditempukan pada kondisi
kaleng yang hanya mengalami sedikit penyok akan tetapi pada sampel ini bakteri Clostridium
botulinum banyak ditemukan hal ini disebabkan karena proses sterilisasinya kurang sempurna.
Dan Berdasarkan analisis data menggunakan program komputer dengan mengunakan metode
One-Sampel Kolmogrov-Smirnov diperoleh nilai signifikasi (asym.sig(2-tailed) adalah 0,000,
dengan margin error 0,05 maka nilai sig 0,000 < 0,05. Dan dapat disimpulkan H1 diterima dan
H0 ditolak, yang berarti terdapat bakteri Clostridium botulinum pada Sarden kemasan kaleng
berbagai merk yang dijual di swalayan x.
Dapat disimpulkan bahwa dari 30 sarden kemasan kaleng yang dijual di swalayan x
terdapat 18 sarden kemasan kaleng atau 60% sampel positif terdapat bekteri Clostridium
botulinum dan 12 sarden kemasan kaleng atau 40% sampel negatif tidak terdapat bakteri
Clostridium botulinum. Penyebab adanya kontaminasi bakteri Clostridium botulinum pada
sarden kemasan kaleng tersebut dapat disebabkan. karena makanan diperoleh dari sumber yang
tidak bersih, alat yang digunakan pada proses pengalengan tercemar, serta proses pengawetan
yang kurang sempurna. Pada proses pengiriman produk terjadi keteledoran saat pemasokannya
seperti produk kaleng dalam kondisi penyok, dan juga kurangnya perhatian pihak swalayan
terhadap produk yang sebaiknya sudah tidak di pasarkan tetapi masih saja dijual dalam kondisi
berkarat.
Hal seperti harus menjadi perhatian bagi para produsen, distributor hingga konsumen,
agar lebih teliti dan berhati-hati saat melakukan produksi, terutama kepada para konsumen agar
lebih cermat dalam memilih sebuah bahan pangan, agar tidak terjadi infeksi bakteri Clostridium
botulinum yang dapat berakibat fatal. Infeksi ini tidak hanya menyerang saluran pencernaan saja,
pada kasus yang fatal dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan tot pada tubuh, kegagalan
pernafasan hingga menyebabkan kematian .

2.2 KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR


Pada jurnal yang berjudul “DETEKSI CEMARAN BAKTERI Salmonella spp. PADA
IKAN BANDENG SEGAR (Chanos chanos) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN GADUKAN
LUMPUR KABUPATEN GRESIK” menerangkan bahwa Salmonella spp. merupakan bakteri penyebab
Salmonelosis dan merupakan bakteri yang mampu menyebabkan penyakit bawaan pada makanan ke
manusia. Keberadaan bakteri Salmonella spp. pada ikan bandeng segar dapat mempengaruhi aspek
kualitas, kemunduran mutu pada produk perikanan, dan keamanan pangan. Pengujian mikrobiologi
merupakan salah satu indikator yang penting dalam memeriksa adanya pencemaran dalam makanan.
Faktor utama penyebab adanya pencemaran dapat berupa adanya kontaminasi bakteri patogen dalam
bahan pangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi cemaran Salmonella spp. pada ikan
bandeng segar (Chanos chanos) yang dijual di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Kabupaten Gresik
menggunakan indikator uji Angka Lempeng Total (ALT) dan kultur media Salmonella Shigella Agar
(SSA).

Metode penelitian yang digunakan yaitu sampel ikan bandeng segar diuji dengan teknik
mikrobiologi melalui isolasi kultur bakteri meliputi kultur universal (pra- enrichment)
menggunakan Nutrient Agar, selanjutnya diperkaya (enrichment) menggunakan Nutrient Broth.
Koloni bakteri yang tumbuh pada nutrient broth kemudian diinokulasi di media selektif
Salmonella Shigella Agar. Koloni Salmonella spp. yang tumbuh di media Salmonella Shigella
Agar selanjutnya diencerkan menggunakan metode Angka Lempeng Total (ALT).
Hasil yang didapatkan setelah melakukan penelitian diketahui bahwa ke-8 sampel
semuanya terkontaminasi Salmonella spp. Kontaminasi Salmonella spp. tertinggi pada pengujian
ALT sebesar 6×105 CFU/g dan terendah sebesar 3×104. Isolasi pada media SSA menunjukkan
hasil yang positif dengan ditandai adanya koloni berwarna transparan dan terdapat bintik hitam
di inti, sehingga dari penelitian tersebut menandakan bahwa ikan bandeng yang dijual di TPI
Gadukan Lumpur, Kabupaten Gresik belum memenuhi standar kesehatan dan keamanan pangan.
Terjadinya cemaran pada ikan bandeng yang di jual di TPI Gadukan Lumpur, Gresik
disebabkan oleh kurangnya kesadaran sanitasi dan higienitas dari para penjual dan pembeli.
Tempat berjualan yang dimiliki para penjual yang ada di TPI Gadukan Lumpur tidak sesuai
dengan standar yang dikeluarkan oleh Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor 10 Tahun
2021, bahwa fasilitas yang ideal dan harus dimiliki TPI: 1) terlindung dan mempunyai dinding
yang mudah untuk dibersihkan; 2) mempunyai lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan
dan disanitasi; 3) dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan mempunyai sistem
pembuangan limbah cair yang higienis, dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci
tangan dan toilet dalam jumlah yang mencukupi. Oleh karena itu denga tidak memperhatikan
standar sanitasi dan higienitas yang sudah dipersyaratkan hal ini akan menyebabkan terjadinya
kontaminasi pada ikan yang diperjualbelikan.
Saat infeksi tersebut sudah menyebar kepada para konsumen tentu saja akan menyebabkan
infeksi. Infeksi yang disebabkan oleh penularan Salmonella spp. Disebut dengan Salmonellosis,
infeksi ini menyebabkan peradangan pada system gastrointestinal yang dimana para penedrita
akan mengalami diare, mual, muntah hingga darah pada tinja.

2.3 KEMUNDURAN MUTU IKAN ASIN


Pada junal yang berjudul “DETEKSI KAPANG PADA IKAN TENGGIRI (Scomberomorus
commerson) ASIN KERING ASAL PULAU BANDA” menyatakan bahwa Kerusakan pada produk
olahan pangan dapat disebabkan oleh kerusakan fisik, mekanis, kimia dan mikrobiologis.
Kerusakan secara mikrobiologis merupakan bentuk kerusakan yang sangat merugikan terhadap
hasil perikanan serta dapat menimbulkan penyakit bagi manusia karena dapat memproduksi
racun dan salah satu penyebab adalah kapang. Penelitian ini bertujuan mendeteksi kapang pada
ikan tenggiri (Scomberomorus commerson) asin asal Pulau Banda.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, mengamati ikan tenggiri
asin kering hasil pengolah tradisional selama penyimpanan 0 minggu, 2 minggu, 4 minggu, 6
minggu, dan 8 minggu. Parameter uji terdiri dari: Total Plate Count (TPC) dan analisis kapang.
Hasil penelitian yang didapatkan menyatakan bahwa ikan tenggiri (S. commerson) asin
kering asal Pulau Banda masih memenuhi syarat untuk parameter kadar air dan TPC (Total Plate
Count) sedangkan kadar garam tidak memenuhi syarat sesuai dengan SNI. Hasil analisis kapang
yang diperoleh ikan tenggiri asin kering menunjukan bahwa pada minggu ke-0 sampai minggu
ke-8 pertumbuhan kapang mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya waktu
penyimpanan. Nilai kapang tertinggi terdapat pada penyimpanan minggu ke-8 yaitu 1,5 x 103
CFU/g atau 3,18 log x CFU/g.
Berdasarkan hasil analisis, penyebab pertumbuhan kapang pada ikan tenggiri asin kering
selama penyimpanan karena pada pengolahan yang dilakukan tidak memperhatikan sanitasi dan
hygiene mulai dari bahan baku, cara penanganan, alat pengolahan lingkungan sekitar tempat
pengolahan ikan asin tersebut. Hal ini yang dapat memudahkan mikroorganisme untuk tumbuh
dan berkembang dengan baik. Pertumbuhan kapang selama penyimpanan 0 minggu sampai 8
minggu juga diduga terjadi karena perubahan kadar air sehingga mempengaruhi pertumbuhan
kapang. Kadar air dalam bahan pangan mempunyai peranan penting dalam menentukan
keawetan bahan pangan. Hal ini disebabkan karena kadar air mempunyai pengaruh yang erat
dengan laju pertumbuhan mikroorganisme dan laju reaksi kimia/biokimia yang dapat
menyebabkan kerusakan bahan pangan. Karena itu, upaya untuk mengurangi kadar air dengan
cara mengikat air oleh penambahan garam yang diharapkan akan menghambat berbagai reaksi
kimia yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga akan memperpanjang
daya awet produk pangan.
Terjadinya pencemaran mikroorganisme dalam bahan pangan tentu tidak terlepas dari
sanitasi dan higienitas. Inilah yang menadi faktor utama terjadinya pencemaran, terkadang
kurangnya kesadaran oleh para produsen dalam memproduksi bahan pangan menjadi faktor
terbesar tumbuhnya mikroba. Dalam menyikapi hal seperti ini diperlukan adanya kesadaran dari
para produsen hingga para distributor untuk menjaga kualitas bahan pangan yag diperjualkan
tetap dalam keadaan higienis hingga sampai ketangan konsumen.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan diatas didapatkan bahwa faktor utama yang menjadi penyebab
pencemaran mikroba pada bahan pangan adalah kurangnya kesadaran dalam sanitasi dan
higienitas yang dilakukan oleh para produsen hingga distributor, terlihat pada analisis yang
dilakukan pada sampel ikan kaleng, ikan segar dan ikan asin kering yang menunjukkan semua
sampel yang diuji mengandung mikroba yang menyebabkan kemunduran mutu pada produk
yang diperjualbelikan. Terlebih lagi ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak
(perishable food) karena daging ikan memiliki kadar air yang tinggi dimana hal ini menjadi
tempat yang baik bagi berkembang biaknya mikroba. Proses penanganan ikan setelah ditangkap
hingga diolah bahkan saat pendistribusian untuk diperjualbelikan sangat memerlukan sanitasi
dan higienitas yang tinggi dan terjaga, tidak hanya ikan itu sendiri yang harus bersih atau tidak
tercemar mikroba, tetapi segala alat, bahan yang digunakan saat produksi juga harus steril dari
mikroba.
DAFTAR PUSTAKA

Putra, L. V. (2022). Deteksi Cemaran Bakteri Salmonella spp. Pada Ikan Bandeng Segar (Chanos
chanos) Di Tempat Pelelangan Ikan Gadukan Lumpur Kabupaten Gresik . Jurnal Ilmiah
Biologi .
Sormin, M. L. (n.d.). Deteksi Kapang Pada Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Asin
Kering Asal Pulau Banda. E-ISSN.
Supenah, P. (2019). Identifikasi Bakteri Clostridium Botulinum pada Sarden Kemasan Kaleng
Berbagai Merk Yang Dijual di Swalayan X. Jurnal Ilmiah Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai