Anda di halaman 1dari 10

SK Tentang Aktivitas Penangkapan Ikan Ilegal (illegal fishing) Oleh

Nelayan China di ZEEI Perairan Kepulauan Natuna

Disusun Oleh :
Aulia Putri Apsari
20210250002

PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2021
ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………1

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………...1

1.3 Maksud dan Tujuan …………………………………………………………………1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peraturan Perikanan…………………………………………………………………2

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Praktik Illegal Fishing Nelayan China………………………………………………3

3.2 Penggunaan Alat Tangkap Terlarang (Trawl)……………………………………….5

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………...7

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………...8


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Wilayah perairan Indonesia yang luas dengan sumber daya kelautan yang di dalamnya
terkandung, antara lain, sumber daya perikanan yang memiliki potensi besar sebagai sumber
pertumbuhan ekonomi. Melimpahnya sumber daya perikanan di perairan laut Indonesia ternyata telah
menarik perhatian pihak asing untuk juga dapat menikmatinya secara ilegal melalui kegiatan illegal
fishing. Penangkapan ikan secara ilegal tersebut telah merugikan negara secara finansial, karena telah
ikut menurunkan produktivitas dan hasil tangkapan secara signifikan samping telah mengancam sumber
daya perikanan laut Indonesia.

Tercatat sejak tahun 2009 hingga pertengahan tahun 2016 terdapat setidaknya sembilan kasus
praktik penangkapan ikan yang dilakukan tanpa izin oleh nelayan China di area ZEEI, sehingga
berdasarkan perspektif hukum perikanan dan UU tentang ZEEI Indonesia ditetapkan bahwa aktivitas
nelayan China tersebut dikategorikan sebagai Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUU
Fishing) atau yang dikenal dengan illegal fishing. Illegal fishing dikategorikan sebagai ancaman yang
bersifat non-tradisional, yaitu ancaman yang bukan berdimensi penyerangan militer, tetapi skalanya
adalah pelanggaran kedaulatan oleh non-state actor (Ikhtiari, 2011, p 14). Berdasarkan Pasal 56
UNCLOS, Indonesia memiliki hak berdaulat atas pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hayati
maupun non-hayati di ZEE Indonesia. Negara lain tidak dapat ikut menikmati sumber daya dimaksud
tanpa izin dari Pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia berwenang mengambil tindakan yang
diperlukan untuk menindak pelanggaran pemanfaatan sumber daya ikan di ZEE Indonesia tanpa izin,
termasuk penangkapan kapal dan penuntutan pidana. Pengambilan tindakan-tindakan tersebut bahkan
merupakan kewajiban utama (primary responsibility) Indonesia dalam rangka mencegah dan menindak
kegiatan IUU-Fishing di ZEE Indonesia

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah praktik illegal fishing yang dilakukan oleh nelayan China ?

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN

1. Untuk mengetahui praktik illegal fishing yang dilakukan oleh nelayan China.
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PERATURAN PERIKANAN

Salah satu wilayah Indonesia yang rawan akan kegiatan Illegal Fishing oleh nelayan-nelayan
asing adalah Laut Natuna Utara. Perairan Natuna merupakan salah satu bagian terluar dari wilayah
Indonesia. Terhitung sejak tahun 2009-2016 sudah ada Sembilan kasus praktik illegal fishing yang
dilakukan oleh nelayan China. Berdasarkan penelitian Mahabror & Hidayat (2018) Pada periode
pemantauan bulan Mei hingga Desember 2016, ditemukan 280 unit kapal asing berada dalam kawasan
perairan Natuna yang menyebabkan kerugian ekonomi sebesar 2,98 triliyun Rupiah.

Illegal fishing yang dilakukan oleh nelayan China termasuk ke dalam kejahatan lintas negara
atau “transnasional crime” yang dimana pelaku dari tindak kejahatan tersebut merupakan warga negara
asing. Dan salah satu definisi illegal fishing adalah Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU) yang
secara harfiah merupakan kegiatan perikanan yang dilarang dan tidak diatur dalam peraturan hukum
yang sah, serta kegiatan perikanan yang tidak terdaftar dan terlapor pada lembaga perikanan yang diakui
oleh pemerintah.

Menurut hukum nasional atau hukum di Indonesia, hukum yang menjadi dasar acuan pada kasus
illegal fishing yang dilakukan oleh nelayan china adalah UU RI No. 45 Tahun 2009 tentang perikanan
dan UU RI No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Dan secara garis besar bentuk
pelanggaran oleh nelayan China adalah illegal fishing, dan penggunaan alat tangkap terlarang (trawl) di
wilayah WPP 711.
3

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 PRAKTIK ILLEGAL FISHING NELAYAN CHINA

Illegal fishing diartikan sebagai kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh orang atau
kapal asing pada suatu perairan yurisdiksi suatu negara tanpa izin dari negara tersebut, atau bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bertentangan dengan peraturan nasional. Tindakan
penangkapan ikan illegal yang dilakukan oleh nelayan china bertentangan dengan UU RI No. 45
tentang perikanan yang berbunyi (1) Setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau
menggunakan alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak
keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia.

Yang dimana illegal fishing yang dilakukan oleh nelayan China termasuk kedalam kejahatan
lintas negara atau transnational crime. Transnasional crime sendiri dapat mengancam perekonomian
nasional suatu negara, mengancam kesejahteraan masyarakat hingga mengancam kerusakan lingkungan.
Dan hal ini mengacu pada dampak illegal fishing oleh nelayan China yang memiliki dampak bagi para
nelayan local yaitu, dapat menurunkan produktivitas dan hasil tangkapan nelayan local, merusak
ekosistem dan sumber daya hayati laut karena penggunaan alat tangkap dan bahan yang berbahaya dan
tidak ramah lingkungan.

Dan pada sector ekonomi, Kerugian ekonomi akibat illegal fishing bukan hanya berupa
kehilangan pendapatan negara yang mencapai Rp 30 triliun per tahun, tetapi juga hilangnya peluang 1
juta ton ikan setiap tahunnya yang harus ditangkap (dipanen) oleh nelayan Indonesia, malah dicuri oleh
nelayan asing. Kerugian ekonomi lainnya, adalah hilangnya nilai ekonomis dari ikan yang dicuri,
pungutan hasil perikanan (PHP) akan hilang. Selain itu Unit Pengelolaan Ikan (UPI) kekurangan
pasokan bahan baku, sehingga melemahkan upaya pemerintah untuk mendorong peningkatan daya saing
produk perikanan .

Permasalahan bagi pelaku Illegal Fishing yang melewati atau melintasi batas kedaulatan negara
maka akan dihukum sesuai aturan negara tersebut, serta diatur sesuai hukum Unclos pasal 49 tahun 1982
4

yang menjelaskan mengenai batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar oleh para nelayan asing , karena
tertulis jelas didalam pasal tersebut bahwa status hukum perairan kepulauan, ruang udara di atas perairan
kepulauan dan dasar laut serta tanah dibawahnya merupakan batas kedaulatan milik negara tersebut,
sehingga apabila para nelayan asing yang melewati kedaulatan negara tersebut dan melakukan aksi
pencurian ikan, maka hal itu bisa ditegaskan sebagai tindakan Illegal Fishing.

Solusi dan Kebijakan dalam upaya pemberantasan illegal fishing :

1) Relokasi Nelayan
Yaitu dengan meningkatkan jumlah nelayan local yang beroperasi hingga ke ZEEI
perairan Kepulauan Natuna, hal ini dapat menekan praktik illegal fishing karena kelompok
masyarakat berfungsi sebagai kelompok masyarakat pengawas. Dan hal ini harus diperkuat
melalui diplomasi bendera yang artinya seluruh kapal-kapal nelayan wajib memasang bendera
Indonesia sebagai symbol eksistensi negara.
2) Kebijakan Penenggelaman Kapal
Penenggelaman kapal merupakan bentuk tindakan khusus yang dapat dilakukan oleh
kapal pengawas perikanan Indonesia. Kewenangan ini tertuang dalam Pasal 69 ayat 4 UU Nomor
45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam
pasal tersebut, kapal pengawas perikanan dapat menghentikan, memeriksa, membawa, dan
menahan kapal yang diduga atau patut diduga melakukan pelanggaran di wilayah pengelolaan
perikanan Indonesia ke pelabuhan terdekat untuk pemrosesan lebih lanjut.
3) Penerapan Sanksi Denda dan Penjara
Dalam Pasal 93, Pasal 94 dan Pasal 94A UU Nomor 45 Tahun 2009 dan UU Nomor 31 Tahun
2004, setiap orang yang melakukan pengangkutan atau penangkapan ikan tanpa dilengkapi
dengan surat izin usaha perikanan (SIUP), surat izin penangkapan ikan (SIPI), dan surat izin
kapal pengangkut ikan (SIKPI), diancam lima sampai tujuh tahun penjara dan denda sebesar Rp
1,5 miliar hingga Rp 20 miliar. Adapun bagi nahkoda yang tidak memiliki surat ijin berlayar
namun mengendarai kapal pengangkutan dan penangkapan ikan, maka diancam pidana penjara
satu tahun dengan denda Rp 200 juta.
4) Meningkatkan kegiatan operasi pengawasan di ZEEI dengan mengoperasikan kapal
pengawas perikanan secara mandiri dan dengan kerjasama operasi (coordinated Patrol) dengan
negara yang berbatasan ZEEI.
5

5) Meningkatkan sistem monitoring, controlling and surveillance (MCS) yang di overlay


dengan data pemantauan lainnya yang compatible (seperti AIS), agar dapat mengidentifikasi
perkembangan kegiatan illegal fishing di ZEEI.

3.2 PENGGUNAAN ALAT TANGKAP TERLARANG (TRAWL)

Kapal Ikan Asing (KIA) mempunyai kapasitas 60 gros sampai lebih 100 gros dengan alat
tangkap perairan dalam berupa trawl. Trawl merusak sumber daya ikan yang ada karena ikan ditangkap
dalam jumlah besar dan ikan kecil ikut ditangkap. Keberadaan KIA sangat mengganggu wilayah
tangkap nelayan Natuna yang berupa spot spot tertentu yang dipenuhi oleh karang. Jika spot-spot ini
disapu KIA dengan trawlnya, maka daerah ini akan hancur dan tidak ada ikan lagi.

Alat tangkap pair trawl atau pukat hela dasar dua kapal atau pukat hela pertengahan dua kapal
sendiri dikategorikan sebagai alat tangkap yang merusak sumber daya ikan dan dilarang penggunaannya
di seluruh WPP NRI. Di perairan Natuna sendiri termasuk kedalam wilayah WPP NRI 711, yang
meliputi Kawasan Selat Karimata, Laut Natuna, Laut Cina Selatan. Yang dimana penggunaan alat
tangkap trawl dilarang, sesuai dengan PERMEN KP No.18 Tahun 2021 Pasal 25 ayat 3 yang berbunyi,
kapal berukuran diatas 30 gt dengan alat tangkap jala Tarik berkantong tidak diijinkan beroperasi di
WPP NRI 711 di atas 30 mil laut dari bibir pantai. Dan berpacu pada Kepmen KP Nomor 6 Tahun 2020
tentang alat Penangkapan Ikan di WPPNRI.

Penggunaan alat tangkap yang memiliki tingkat selektifitas rendah, tentu akan membuat dampak
yang besar yaitu menurunnya produktifitas hasil tangkapan nelayan, dan alat tangkap yang
menggunakan pemberat didasar laut ini tentu juga akan merusak terumbu karang (alat tangkap ikan yang
tidak ramah lingkungan), sebagai tempat berpijahnya ikan, dan akan berakibat makin sedikitnya
populasi ikan dalam suatu perairan tertentu, atau menangkap menggunakan alat tangkap ikan skala besar
(seperti trawl dan Pukat harimau) yang tidak sesuai dengan ketentuan dan keadaan laut Indonesia secara
semena-mena dan eksploitatif, sehingga menipisnya sumberdaya ikan, hal ini akan mengganggu
kelestarian sumber daya kelautan.

Larangan dan Sanksi terhadap nelayan asing yang menggunakan alat tangkap yang dilarang, yaitu :

1) Di Indonesia penggunaan alat penangkap ikan (API) yang mengganggu dan merusak
keberlanjutan sumber daya ikan (SDI) dilarang penggunaannya berdasarkan Pasal 9 ayat 1
6

Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2004 Tentang Perikanan. Sanksi yang dapat dikenakan yaitu pidana penjara paling 5 (lima) tahun
dan denda paling banyak Rp 2 miliar rupiah apabila mengacu Pasal 85 Undang-Undang yang
sama.
Pasal 9 (Larangan)
 Setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat
penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak
keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia. Ketentuan mengenai alat penangkapan dan/atau
alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya
ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 85 (Sanksi)
 “Setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau
menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang
mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di
wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”

SOLUSI bagi Indonesia dalam menghadapi nelayan asing yang memakai alat tangkap yang dilarang
adalah sama seperti solusi untuk menghadapi praktik illegal fishing yang dilakukan oleh KIA, yaitu:

A. Penerapan Kebijakan Penenggelaman Kapal.


B. Menerapkan sanksi denda dan penjara.
C. Meningkatkan Pengawasan di wilayah ZEEI.
7

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Sanksi pidana perikanan terhadap Kapal Ikan Asing (KIA) masih kurang memiliki dampak yang
signifikan terhadap penegakan hukum di wilayah ZEEI, hal ini terbukti bahwa penangkapan ikan secara
tidak sah yang dilakukan oleh Kapal Ikan Asing setiap tahunnya semakin meningkat. Kaitannya dengan
permasalahan tersebut, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan
Undang-undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan merupakan instrumen utama
dalam penegakan hukum dibidang perikanan dan UU RI No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia.

Indonesia sebagai salah satu negara pantai memiliki hak dan kewajiban terkait dengan pengelolaan
Perikanan di ZEEI. Tindakan atau perbuatan kapal ikan asing melakukan illegal fishing mengakibatkan
rusaknya lingkungan konservasi sumber daya ikan maupun lingkungan sumber daya ikan yang
berimplikasi menurunnya devisa negara maupun pendapatan nelayan lokal dalam berburu ikan, dan
merugikan kepentingan nasional.

Dengan diberlakukannya kebijakan pemerintah dalam rangka menindak tegas KIA, diharapkan dengan
kebijakan pemerintah yang dituangkan didalam undang-undang RI No 45 tahun 2009 tentang perubahan
Undang-Undang RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dapat memberikan efek jera bagi pelaku
tindak pidana penangkapan ikan illegal di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, sehingga kekayaan laut
yang ada di WPP-RI dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Pemerintah harus tegas dalam menindaklanjuti kasus illegal fishing di wilayah ZEEI, dan harus
menegakkan sanksi yang dapat membuat efek jera kepada pihak asing untuk menunjukkan ketegasan
Indonesia dalam memberantas kasus illegal fishing.
8

DAFTAR PUSTAKA

References
Dendy Mahabror, J. J. (2018). Analisis Kerugian Ekonomi Akibat Illegal Fishing di Zona
Ekonomi Eksklusif di Perairan Natuna. Jakarta: Pusat Riset Kelautan-BRSDM KP.
Muhamad, S. V. (n.d.). ILLEGAL FISHING DI PERAIRAN INDONESIA:PERMASALAHAN DAN
UPAYA PENANGANANNYA SECARA BILATERAL DI KAWASAN .
Pasili. (n.d.). Sanksi Pidana Terhadap KIA yang melakukan Illegal Fishing di ZEEI.
Surabaya: Pomal Lantamal V.
Riska, E. (n.d.). DIPLOMASI MARITIM INDONESIA TERHADAP AKTIVITAS PENANGKAPAN
IKAN ILLEGAL OLEH NELAYAN CHINA DI ZEEI PERAIRAN KEPULAUAN NATUNA.

Anda mungkin juga menyukai