Anda di halaman 1dari 13

Makalah Hukun Laut Tentang Ilegal Fishing

Nama : Reza Aditiya Alfani

NIM : 10163466

Kelas :B

Semester : Delapan ( 8 )

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 BANYUWANGI


TAHUN 2020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak pantai
mengingat status Indonesia sebagai negara kepulauan. Hal ini mengakibatkan
Indonesia mengalami masalah illegal fishing. Selain itu Indonesia juga dikenal
sebagai negara dengan potensi sumber daya hayati yang besar. Sumber perikanan
laut Indonesia diperkirakan mencapai 6.167.940 ton per tahunnya. Namun, akibat
letak posisi silang Indonesia yang terletak di antara dua benua (Asia dan
Australia) dan dua Samudera (Pasifik dan Hindia) menyebabkan wilayah
Indonesia rawan terjadinya illegal fishing. Adapun daerah yang menjadi titik
rawan tersebut terletak di Laut Arafuru, Laut Natuna, sebelah Utara Sulawesi
Utara (Samudra Pasifik), Selat Makassar, dan Barat Sumatera (Samudera Hindia).
Kasus illegal fishing di Indonesia sendiri sepertinya kurang mendapat
perhatian dari pemerintah Indonesia sendiri. Padahal kejahatan illegal fishing di
ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia mengakibatkan kerugian yang tidak
sedikit bagi pemerintah Indonesia. Selain itu sumber perikanan di Indonesia masih
merupakan sumber kekayaan yang memberikan kemungkinan yang sangat besar
untuk dapat dikembangkan bagi kemakmuran bangsa Indonesia, baik untuk
memenuhi kebutuhan protein rakyatnya, maupun untuk keperluan ekspor guna
mendapatkan dana bagi usaha-usaha pembangunan bangsanya. Hal ini jelas
menunjukan betapa pentingnya sumber kekayaan hayati dalam hal ini perikanan
bagi Indonesia.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya illegal fishing di ZEE (Zona
Ekonomi Eksklusif) Indonesia. Salah satunya yaitu celah hukum yang terdapat
dalam ketentuan Pasal 29 Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Dalam ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan disebutkan bahwa orang atau badan hukum asing itu dapat masuk ke
wilayah ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia untuk melakukan usaha
penangkapan ikan berdasarkan persetujuan internasional atau ketentuan hukum
internasional.
Illegal fishing merupakan masalah klasik yang sering dihadapi oleh negara
yang memiliki banyak pantai karena masalah tersebut sudah ada sejak dulu. Untuk
saat ini masalah illegal fishing sudah mulai diberantas, oleh menteri Susi
Pujiastuti.
Kasus illegal fishing sampai sekarang belum terselesaikan sepenuhnya
karena belum maksimalnya upaya yang dilakukan oleh Indonesia dalam
menangani masalah illegal fishing di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia.
Pengawasan di seluruh perairan Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia masih kekurangan dalam hal kapal pengawas dan juga jumlah hari
operasi, serta terbatasnya jumlah hari operasi itu maka peran pemerintah daerah
dan seluruh masyarakat terutama nelayan dalam pemberantasan illegal fishing
menjadi penting. Berdasarkan dengan fenomena tersebut maka penulis bermaksud
menyusun makalah dengan judul “Upaya Negara Indonesia dalam Menangani
Masalah Illegal Fishing di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia.”
Penegakan hukum dan peningkatan keamanan di laut Indonesia (Perairan)
Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) yang luasnya 6 juta km2 tersebut (3
kali dari luas darat) masih memerlukan perhatian yang besar, termasuk penegakan
hukum dan pengamanan di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Peningkatan
kemampuan penegakan hukum dan pengamanan ini mencakup suatu kerja sama
yang erat antara kegiatan-kegiatan di darat, laut, dan udara. Usaha-usaha
meningkatkan monitoring, kontrol, surveillance, serta kegiatan-kegiatan
penyelidikan dan proses pengadilan harus ditata dengan sebaik-baiknya.

1. Upaya penegakan memerangi pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif


Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, selama ini
Kementerian Kelautan dan Perikanan, instansi penegak hukum, dan
Pemerintah Daerah berjalan sendiri-sendiri. Tidak ada gerakan serentak dan
serius untuk memeranginya. Bahkan ada instansi tertentu yang ikut bertugas
sebagai pengawas dan penyidik terhadap pencurian ikan sengaja membiarkan
praktek ini karena menikmati setoran dari pelaku pencurian ikan.

2.   Upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian ikan di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia sangat
terkait dengan peraturan hukum dan institusi penegak hukum, kalau yang pertama
menyangkut peraturan perundang-undangannya, sedangkan yang kedua
menyangkut institusi penggeraknya, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan,
TNI-AL, Kepolisian RI, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Penegak
hukum merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan hukum, sedangkan
pembangunan hukum itu sendiri adalah komponen integral dari pembangunan
nasional.
` Salah satu penyebab utama pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia ialah lemahnya
pengawasan akibat rendahnya integritas moral serta kurangnya sarana dan
prasarana yang memadai. Keadaan yang kurang menggembirakan ini
menyebabkan suburnya pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, namun kelemahan sistem
tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Ia adalah produk dari integritas moral, karena
yang dapat berfikir perlunya diperbaiki sistem ialah yang bermoral. Orang yang
tidak bermoral atau bermoral rendah meskipun tidak mungkin terdorong untuk
memperbaiki sistem karena kelemahan sistem itu sendiri diperlukannya untuk
melakukan penyelewengan. Pola perbuatan ini sudah menjadi salah satu gejala
umum yang sulit diberantas, karena terbatasnya akses ke laut untuk melihat
perilaku aparat pengawas perikanan. Tingkat Pelanggaran Peraturan Perundang-
undangan Perikanan di WPP-RI.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Undang-undang Illegal Fishing
Ø  Pasal 26 ayat (1): Setiap orang yang melakukan usaha perikanan di
bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan dan pemasaran
ikan diwilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib memiliki SIUP.
Ø  Pasal 26 ayat (2): Kewajiban memiliki SIUP sebagaimana dimaksud ayat (1),
tidakberlaku bagi nelayan kecil dan/atau pembudidaya ikan kecil.
Ø  Pasal 27ayat (1): Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan
kappalpenangkap ikan berbendera Indonesia yang dipergunakan untu
kmelakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik
Indonesia dan/atau lautlepas wajib memiliki SIPI.
Ø  Pasal 27ayat (2): Setiap orang yang memiliki dan/atau pengoperasikan
kapal penangkap ikan berbendera asing yang dipergunakan untuk melakukan
penangkapanikan di wilayah pengelolaan perikananRepublik Indonesia wajib
memiliki SIPI.
Ø  Pasal 27ayat (3): SIPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh
Menteri.
Ø  Pasal 27ayat (4): Kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang
melakukan penangkapan ikan di wilayah yurisdiksi negara lain harus terlebih
dahulu mendapatkan persetujuan dari Pemerintah.
Ø  Pasal 93 ayat (1) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan
kapal penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan penangkapan ikandi
wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dan/atau di laut lepas, yang
tidak memilikiSIPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak
Rp.2.000.000.000,00 (dua miliarrupiah).
Ø  Pasal 104 ayat (2) Benda dan/atau alat yang dipergunakan dalam dan/atau
yangdihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuknegara

2.2 Tindak Pidana


Keberadaan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan
sangat jelas bahwa illegal fishing diganjar pidana penjara dan denda sepadan
pelanggaran yang dilakukan, serta Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 ini
merupakan langkah positif dan merupakan landasan/aturan bagi Penegak Hukum
dan Hakim Perikanan dalam memutuskan persoalan hukum yang terkait dengan
Illegal Fishing, yang dampaknya sangat merugikan negara bahkan telah disinyalir
dapat merusak perekonomian bangsa.
Seperti yang tercantum dalam Konvensi Hukum Laut PBB (United
Nations Convention On The Law Of The Sea) Tahun 1982 yang mana merupakan
perjanjian hukum laut yang dihasilkan dari konferensi PBB yang berlangsung dari
tahun 1973 sampai dengan tahun 1982. UNCLOS sendiri sebelumnya sudah
dilaksanakan sejak tahun 1958 yang kemudian dirasa perlu adanya
penyempurnaan hingga akhirnya dilaksanakanlah UNCLOS 1982 yang sudah
diakui oleh lebih dari 150 negara termasuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tindak pidana pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia oleh nelayan asing menurut
audit BPK mencapai 30 trilyun rupiah pertahun. Menarik pula, pelaku tindak
pidana pencurian ikan yang dilakukan nelayan asing di perairan Zona Ekonomi
Eksklusif tidak boleh dijatuhi pidana penjara selama belum ada perjanjian antara
Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah Negara yang bersangkutan.
2.3 Komitmen Pemerintah
Seiring tekad untuk mengembalikan kejayaan Indonesia, Pemerintah Joko
Widodo pun berkomitmen untuk terus melakukan pembenahan atas berbagai
persoalan tersebut. Melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), misalnya
dalam beberapa bulan terakhir mengeluarkan berbagai aturan agarpraktik illegal
fishing tidak terjadi lagi di kelautan Indonesia.
Seperti disampaikan Mentri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti,
illegal fishingbisa enjadi kejahatan yang luar biasa. Bukan hanya koporasi, tetapi
juga kejahatan kemanusiaan.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Faktor Penyebab Illegal Fishing
Faktor -faktor yang menyebabkan terjadinya Illegal fishing di perairan
Indonesia tidak terlepas dari lingkungan strategis global terutama kondisi
perikanan di negara lain yang memiliki perbatasan laut, dan sistem pengelolaan
perikanan di Indonesia itu sendiri. Secara garis besar faktor penyebab tersebut
dapat dikategorikan menjadi 7 (tujuh) faktor, sebagaimana diuraikan di bawah ini.

1. Kebutuhan ikan dunia (demand) meningkat, disisi lain pasokan ikan dunia
menurun, terjadi overdemand terutama jenis ikan dari laut seperti Tuna. Hal ini
mendorong armada perikanan dunia berburu ikan di manapun dengan cara legal
atau illegal.

2. Disparitas (perbedaan) harga ikan segar utuh (whole fish) di negara lain
dibandingkan di Indonesia cukup tinggi sehingga membuat masih adanya surplus
pendapatan.

3. Fishing ground di negara-negara lain sudah mulai habis, sementara di Indonesia


masih menjanjikan, padahal mereka harus mempertahankan pasokan ikan untuk
konsumsi mereka dan harus mempertahankan produksi pengolahan di negara
tersebut tetap bertahan.

4. Laut Indonesia sangat luas dan terbuka, di sisi lain kemampuan pengawasan
khususnya armada pengawasan nasional (kapal pengawas) masih sangat terbatas
dibandingkan kebutuhan untuk mengawasai daerah rawan. Luasnya wilayah laut
yang menjadi yurisdiksi Indonesia dan kenyataan masih sangat terbukanya ZEE
Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas (High Seas) telah menjadi magnet
penarik masuknya kapal-kapal ikan asing maupun lokal untuk melakukan illegal
fishing.

5. Sistem pengelolaan perikanan dalam bentuk sistem perizinan saat ini bersifat
terbuka (open acces), pembatasannya hanya terbatas pada alat tangkap (input
restriction). Hal ini kurang cocok jika dihadapkan pada kondisi faktual geografi
Indonesia, khususnya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas.
6. Masih terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan serta SDM pengawasan
khususnya dari sisi kuantitas. Sebagai gambaran, sampai dengan tahun 2008, baru
terdapat 578 Penyidik Perikanan (PPNS Perikanan) dan 340 ABK (Anak Buah
Kapal) Kapal Pengawas Perikanan. Jumlah tersebut, tentunya sangat belum
sebanding dengan cakupan luas wilayah laut yang harus diawasi. Hal ini, lebih
diperparah dengan keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan.

7. Persepsi dan langkah kerjasama aparat penegak hukum masih dalam


penanganan perkara tindak pidana perikanan masih belum solid, terutama dalam
hal pemahaman tindakan hukum, dan komitmen operasi kapal pengawas di ZEE.

3.2 Dampak Illegal Fishing

Kegiatan Illegal Fishing di WPP-RI telah mengakibatkan kerugian yang


besar bagi Indonesia. Overfising, overcapacity, ancaman terhadap kelestarian
sumberdaya ikan, iklim usaha perikanan yang tidak kondusif, melemahnya daya
saing perusahaan dan termarjinalkannya nelayan merupakan dampak nyata dari
kegiatan IUU fishing. Kerugian lain yang tidak dapat di nilai secara materil
namun sangat terkait dengan harga diri bangsa, adalah rusaknya citra Indonesia
pada kancah International karena dianggap tidak mampu untuk mengelola
perikanannya dengan baik.

3.3 Dampak Negatifnya Terhadap Aspek Sosial dan Ekonomi Negara

·        Sosial
Bagi Indonesia Illegal Fishing menjadi perhatian utama, karena hal ini
terjadi setiap hari di perairan Indonesia. Dikawasan Asia Tenggara, sektor
perikanan menjadi salah satu sumber utama bagi ketahanan pangan di kawasan.
Motif ekonomi sering menjadikan alasan bagi eksplorasi besar-besaran terhadap
sumber daya perikanan, yang pada gilirannya, menjadikan sebagai penyebab
utama bagi berkurangnya secara drastis terhadap persediaan ikan di Asia
Tenggara. Persoalan ini akan berpengaruh buruk terhadap kelangsungan hidup
lebih dari 100 juta jiwa. Hal ini juga telah menyebabkan sengketa diantara para
nelayan lokal dengan para pemilik kapal pukat dan juga diantara para nelayan
tradisional antar negara. Berkurangnya persediaan ikan diperairan Indonesia
sebagai akibat illegal fishing yang dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal
pukat, juga telah memaksa para nelayan tradisional Indonesia terlibat dalam
kegiatan illegal fishing diperairan Australia, yang menyebabkan timbulnya
permasalahan diantara kedua negara. Dampak secara langsung tidak hanya
dirasakan oleh para nelayan, tetapi juga para karyawan pabrik, terutama pabrik-
pabrik pengolahan ikan. Di Tual dan Bejina misalnya, sejak beroperasinya kapal-
kapal penangkap ikan asing tersebut, maka seluruh perusahaan industri
pengolahan ikan tidak beroperasi lagi, dan akibat lebih lanjut sudah dapat ditebak
apa yang terjadi, yaitu PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)para karyawan pabrik
pengolahan ikan. Karena tidak ada lagi bahan baku tangkapanikan yang diolah
oleh perusahaan. Ini terjadi karena semua tangkapan ikan oleh kapalasing tersebut
telah ditransfer ke kapal yang lebih besar di tengah laut istilahnya 'trans-shipment'
dan hal ini jelas-jelas telah melanggar peraturan Menteri Kelautan danPerikanan
No. 16 Tahun 2006 yang mewajibkan seluruh hasil tangkapan ikanditurunkan dan
diolah di darat.
·        Ekonomi
Illegal Fishing ini telah secara nyata merugikan ekonomi Indonesia.
Negara ini telah kehilangan sumber devisa negara yang semestinya bisa
menghidupi kesejahteraan masyarakatnya, namun nyatanya justru dinikmati oleh
segelintir orang atau kelompok tertentu baik dari dalam maupun luar negeri.
Faktor- kekayaan sumber daya alam Indonesia telah membuat cukong-cukong
asing yang bekerjasama dengan oknum lokal, menggaruk hasil kekayaan alam
kita. Tidak tanggung-tanggung, kerugian Negara yang diakibatkan kejahatan
bidang perikanan ini mencapai angka yang luarbiasa. Menurut Dirjen Pengawasan
dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (DKP) Ardisu
Zainuddin, pada tahun 2005 jumlah pelanggaran yangditangani DKP 174 kasus,
tahun 2006 naik menjadi 216 kasus, sementara hingga September 2007 sudah ada
160kapal ikan liar yang diproses secara hukum. Dari barang bukti kasus-kasus
illegal fishing yang didapat jajaran DKP, rata-rata potensi kerugian negara
mencapai antara Rp1-Rp4 miliar per kapal. Jika sampai September 2007 ada 160
kapal yang ditangkap, berarti minimal kerugiannegara akibat penangkapan ikan
liar tahun 2007 saja berkisar antara Rp160 miliar sampai Rp640 miliar. Meski
belum ada data resmi mengenai kerugian negara akibat penangkapan ikan ilegal
itu, tetapi dari riset DKP pada 2003, totalnya bisa mencapaiUS$1,9 miliar (sekitar
Rp18 triliun)

3.4 Pengertian Zona Ekonomi Eksklusif


Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) adalah zona yang luasnya 200 mil dari garis dasar
pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas
kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya,
kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel
dan pipa. Atau dengan kata lain zona ekonomi eksklusif adalah suatu daerah di
luar dan berdampingan dengan laut territorial.
Kegiatan Illegal Fishing di WPP-RI telah mengakibatkan kerugian yang
besar bagi Indonesia. Overfising, overcapacity, ancaman terhadap kelestarian
sumberdaya ikan, iklim usaha perikanan yang tidak kondusif, melemahnya daya
saing perusahaan dan termarjinalkannya nelayan merupakan dampak nyata dari
kegiatan IUU fishing. Kerugian lain yang tidak dapat di nilai secara materil
namun sangat terkait dengan harga diri bangsa, adalah rusaknya citra Indonesia
pada kancah International karena dianggap tidak mampu untuk mengelola
perikanannya dengan baik.
Untuk dapat mengetahui, kerugian materil yang diakibatkan oleh Illegal
fishing perlu ditetapkan angka asumsi dasar antara lain: diperkirakan jumlah kapal
asing dan eks asing yang melakukan IUU fishing sekitar 1000 kapal, ikan yang
dicuri dari kegiatan IUU fishing dan dibuang (discarded) sebesar 25% dari stok
(estimasi FAO, 2001). Dengan asumsi tersebut, jika MSY(maximum sustainable
yield = tangkapan lestari maksimum) ikan = 6,4 juta ton/th, maka yang hilang di
curi dan dibuang sekitar 1,6 juta ton/th. Jika harga jual ikan di luar negeri rata-rata
2 USD/Kg, maka kerugian per tahun bisa mencapai Rp 30 trilyun.

Kerugian Ekonomi Akibat Illegal Fishing

Pukat
Pukat Pukat
Ikan Pukat Cincin Rawai
Rincian Ikan
Udang Pelagis Tuna
Slt.
L. Arafura Besar
Malaka

Ukuran Kapal (GT) 202 240 138 134 178

Kekuatan Mesin (HP) 540 960 279 336 750

Produksi (Ton/Kpl/thn) 847 864 152 269 107

Rugi pungutan Perikanan 193 232 170 267 78


(Rp juta/Kpl/Thn)

Rugi subsidi BBM 112 221 64 77 173


(Rp.Juta/Kpl/Thn)

Rugi Produksi Ikan (Rp. 3.559 1.733 3.160 1.101 801


Juta/Kpl/Thn)

Total Kerugian 3.864 2.187 3.395 1.446 1.052


(Rp.Juta/Kpl/Thn)

Sumber: Dr. Purwanto, 2004

Dari tabel tersebut terlihat jelas bahwa kerugian negara secara ekonomi
akibat pencurian ikan oleh kapal ikan setiap tahunnya sekitar Rp. 1,052
miliar/kapal. Sehingga secara sederhana kerugian negara akibat illegal fishing
dapat diprediksi melalui perkalian jumlah kapal ikan yang melakukan illegal
fishing dengan jumlah kerugian tersebut.

BAB IV
KESIMPULAN dan SARAN
4.1 KESIMPULAN
Undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan tidak mengatur pembagian
kewenangan secarategas dan tidak pula mengatur mekanisme kerja yang pasti,
sehingga ketiga instansi tersebut menyatakan instansinya sama-sama berwenang
dalam penegakan hukumperikanan serta tanpa adanya keterpaduan sistem dalam
pelaksanaannya. Konflik kewenangan seperti ini tidaklah menguntungkan dan
mencerminkan penegakan hukum terhadap tindak pidana perikanan dipandang
lemah dan tidak optimal,sehingga berdampak kepada kegiatan penangkapan ikan
secara tidak sah masih menunjukkan frekuensi yang cukup tinggi dan tetap terus
berlangsung. Untuk itu segera dicarikan solusinya, guna tercipta suatu kondisi
yang tertib, aman serta adanya kepastian hukum. Hal tersebut berpengaruh positif
bagi para pelaku usaha dibidang perikanan yang pada akhirnya mampu
meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat.

4.2 SARAN
Perlunya dilakukan peningkatan kemampuan maupun kompetensi
sumberdaya manusia khususnya ditingkat penuntutan dan pengadilan sehingga
dalam proses penyelesaian atau penegakan hukum terhadap tindak pidana Ilegal
Fishing dapat dilakukan secara profesional dan tepat sasaran sehingga diharapkan
tujuan dari sistem peradilan pidana terpadu didalam menanggulangi kejahatan
dibidang perikanan dapat tercapai.
Perlunya dibentuk Forum Koordinasi Aparat Penegak Hukum Dibidang
Perikanan sehingga dalam penanganan kasus tindak pidana Illegal Fishing dapat
dilaksanakan secara bersama – sama lintas sektor sehingga apa yang menjadi
faktor penghambat dalam upaya penegakan hukum dibidang perikanan dapat
diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.


http://mukhtar-api.blogspot.co.id/2011/05/illegal-fishing-di-indonesia.html

http://amrmulsin.blogspot.co.id/2014/05/makalah-illegal-fishing.html

http://www.pusakaindonesia.org/ilegal-fishing-bentuk-pelanggaran-kedaulatan/

http://mukhtar-api.blogspot.co.id/2011/05/illegal-fishing-di-indonesia.html

http://www.academia.edu/9986261/DAMPAK_ILLEGAL_FISHING_TERHAD
AP_SOSIAL_DAN_EKONOMI_NEGARA

Anda mungkin juga menyukai