Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak pantai

mengingat status Indonesia sebagai negara kepulauan. Hal ini mengakibatkan

Indonesia mengalami masalah illegal fishing. Selain itu Indonesia juga dikenal

sebagai negara dengan potensi sumber daya hayati yang besar. Sumber perikanan laut

Indonesia diperkirakan mencapai 6.167.940 ton per tahunnya. Namun, akibat letak

posisi silang Indonesia yang terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua

Samudera (Pasifik dan Hindia) menyebabkan wilayah Indonesia rawan

terjadinya illegal fishing. Adapun daerah yang menjadi titik rawan tersebut terletak di

Laut Arafuru, Laut Natuna, sebelah Utara Sulawesi Utara (Samudra Pasifik), Selat

Makassar, dan Barat Sumatera (Samudera Hindia).

Kasus illegal fishing di Indonesia sendiri sepertinya kurang mendapat perhatian dari

pemerintah Indonesia sendiri. Padahal kejahatan illegal fishing di ZEE (Zona

Ekonomi Eksklusif)Indonesia mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit bagi

pemerintah Indonesia. Selain itu sumber perikanan di Indonesia masih merupakan

sumber kekayaan yang memberikan kemungkinan yang sangat besar untuk dapat

dikembangkan bagi kemakmuran bangsa Indonesia, baik untuk memenuhi kebutuhan

protein rakyatnya, maupun untuk keperluan ekspor guna mendapatkan dana bagi
usaha-usaha pembangunan bangsanya. Hal ini jelas menunjukan betapa pentingnya

sumber kekayaan hayati dalam hal ini perikanan bagi Indonesia.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya illegal fishing di ZEE (Zona Ekonomi

Eksklusif) Indonesia. Salah satunya yaitu celah hukum yang terdapat dalam ketentuan

Pasal 29 Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam ketentuan

Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan disebutkan

bahwa orang atau badan hukum asing itu dapat masuk ke wilayah ZEE (Zona

Ekonomi Eksklusif) Indonesia untuk melakukan usaha penangkapan ikan berdasarkan

persetujuan internasional atau ketentuan hukum internasional.

Illegal fishing merupakan masalah klasik yang sering dihadapi oleh negara yang

memiliki banyak pantai karena masalah tersebut sudah ada sejak dulu. Untuk saat ini

masalah illegal fishing sudah mulai diberantas, oleh menteri Susi Pujiastuti.

Kasus illegal fishing sampai sekarang belum terselesaikan sepenuhnya karena belum

maksimalnya upaya yang dilakukan oleh Indonesia dalam menangani masalah illegal

fishing di ZEE(Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia. Pengawasan di seluruh perairan

Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia masih kekurangan dalam hal

kapal pengawas dan juga jumlah hari operasi, serta terbatasnya jumlah hari operasi itu

maka peran pemerintah daerah dan seluruh masyarakat terutama nelayan dalam

pemberantasan illegal fishing menjadi penting. Berdasarkan dengan fenomena

tersebut maka penulis bermaksud menyusun makalah dengan judul “Upaya Negara

Indonesia dalam Menangani Masalah Illegal Fishing di ZEE (Zona Ekonomi

Eksklusif) Indonesia.”

Penegakan hukum dan peningkatan keamanan di laut Indonesia (Perairan) Indonesia

dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) yang luasnya 6 juta km2 tersebut (3 kali dari luas

darat) masih memerlukan perhatian yang besar, termasuk penegakan hukum dan
pengamanan di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Peningkatan kemampuan

penegakan hukum dan pengamanan ini mencakup suatu kerja sama yang erat antara

kegiatan-kegiatan di darat, laut, dan udara. Usaha-usaha meningkatkan monitoring,

kontrol, surveillance, serta kegiatan-kegiatan penyelidikan dan proses pengadilan

harus ditata dengan sebaik-baiknya.

1. Upaya penegakan memerangi pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, selama ini

Kementerian Kelautan dan Perikanan, instansi penegak hukum, dan

Pemerintah Daerah berjalan sendiri-sendiri. Tidak ada gerakan serentak dan

serius untuk memeranginya. Bahkan ada instansi tertentu yang ikut bertugas

sebagai pengawas dan penyidik terhadap pencurian ikan sengaja membiarkan

praktek ini karena menikmati setoran dari pelaku pencurian ikan.

2. Upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian ikan di Zona

Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik

Indonesia sangat terkait dengan peraturan hukum dan institusi penegak

hukum, kalau yang pertama menyangkut peraturan perundang-undangannya,

sedangkan yang kedua menyangkut institusi penggeraknya, seperti

Kementerian Kelautan dan Perikanan, TNI-AL, Kepolisian RI, Pengadilan dan

Lembaga Pemasyarakatan. Penegak hukum merupakan bagian tak terpisahkan

dari pembangunan hukum, sedangkan pembangunan hukum itu sendiri adalah

komponen integral dari pembangunan nasional.

Salah satu penyebab utama pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia ialah lemahnya pengawasan

akibat rendahnya integritas moral serta kurangnya sarana dan prasarana yang

memadai. Keadaan yang kurang menggembirakan ini menyebabkan suburnya


pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan

Perikanan Republik Indonesia, namun kelemahan sistem tersebut tidak dapat

berdiri sendiri. Ia adalah produk dari integritas moral, karena yang dapat berfikir

perlunya diperbaiki sistem ialah yang bermoral. Orang yang tidak bermoral atau

bermoral rendah meskipun tidak mungkin terdorong untuk memperbaiki sistem

karena kelemahan sistem itu sendiri diperlukannya untuk melakukan

penyelewengan. Pola perbuatan ini sudah menjadi salah satu gejala umum yang

sulit diberantas, karena terbatasnya akses ke laut untuk melihat perilaku aparat

pengawas perikanan. Tingkat Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan

Perikanan di WPP-RI

Maluku merupakan provinsi di indonesia yang sebagian besar wilayahnya terdiri

atas lautan, yang berarti sumber daya laut di maluku sangatlah besar. Berdasarkan

sumber dari wikipedia Sumber daya perairan di maluku seluas 658.294,69 km2.

Hal ini menjadikan Maluku sebagai sasaran empuk para pelaku pelaku pencurian

ikan ilegal ( ilegal fishing ) hal ini juga dimudahkan dengan tidak ketatnya

pemerintah dalam penegakan hukum yang mengakibatkan para pelaku ilegal

fishing mendapatkan kelonggaran dalam hukum sehingga efek jera yang

ditimbulkan tidak terlalu mempengaruhi..


B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dirumuskan masalah sebagai berikut

1. BAGAIMANA CARA PENANGGULANGAN ILEGAL FISHING DI LAUT

MALUKU

2. PENERAPAN HUKUM PIDANA DI ILEGAL FISHING

C. TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui cara yang tepat untuk menanggulangi ilegal fishing di Maluku

2. Untuk mengetahui penerapan hukuman pidana di ilegal fishing.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Illegal Fishing

Penangkapan ikan ilegal atau sering disebut dengan illegal fishing adalah

penangkapan ikan yang dilakukan dengan melanggar hukum yang telah ditetapkan di

perairan suatu negara. Definisi penangkapan ikan ilegal biasanya beriringan dengan

penangkapan ikan yang tidak diregulasi dan yang tidak dilaporkan, sehingga

menyulitkan otoritas setempat untuk memantau sumber daya yang telah dieksploitasi.

Berdasarkan Food and Agriculture Organization (selanjutnya disebut sebagai FAO)

penangkapan ilegal telah menyebabkan total kerugian hingga 75-125 miliar USdolar

di seluruh dunia, dengan 16-26 persennya merupakan kerugian yang dialami

Indonesia. Menurut pengamat, penangkapan ikan ilegal maupun yang tidak

dilaporkan terjadi di berbagai sentra penangkapan ikan dunia dan dapat mencapai 30

persen dari total tangkapan. Tangkapan oleh nelayan tradisional umumnya tidak perlu

dilaporkan karena jumlahnya relatif kecil. Sedangkan penangkapan oleh kapal

penangkap ikan berukuran besar wajib mendaftarkan diri dan melaporkan total

tangkapannya di pelabuhan setempat. Dalam peraturan perundang-undangan tentang

kelautanterutama menyangkut bidang perikanan, kategori tindak pidana dibedakan

menjadi ''kejahatan'' dan "pelanggaran". Namun jika kita meninjau dalam tindak

kejahatan maupun pelanggaran tidak diketemukan istilah illegal fishing. Istilah ini

terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan

Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan (selanjutnya disebut


sebagai UU Perikanan), nemun dalam Undang-Undang ini masih belum memberikan

definisi ataupun penjelasan lebih lanjut tentang apa itu illegal fishing.1

Istilah illegal fishing populer dipakai oleh aparat penegak hukum dan instansi terkait

untuk menyebutnya tindak pidana di bidang perikanan, seperti dalam acara "Laporan

Singkat Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Kepolisian Republik Indonesia

(Bidang Hukum, Perundang-Undangan, HAM dan Keamanan)". Pada sala satu pokok

bahasannya menyebutkan bahwa Komisi III DPR RI meminta penjelasan Kapolri

tentang kebijakan atau langkah-langkah yang telah dilakukan untuk memberantas

perjudian, premanisme, narkotika, illegal logging, illegal fishing, dan illegal minning

serta memproses secara hukum aparat polri yang terlibat (tindak lanjut kesimpulan

Rapat Kerja tanggal 10Desember 2008). Dari sini dapat diketahuiistilah illegal fishing

juga digunakan dalam acara resmi oleh lembaga negara.2

Illegal fishing berasal dari kata illegal yang berarti tidak sah atau tidak resmi3. Fishing

merupakan kata benda yang berarti perikanan dari kata fish dalam bahasa Inggris yang

berarti ikan mengambil, merogoh mengail, ataupun memancing.4 Pengawas sumber

daya kelautan dan perikanan kementerian kelautan dan perikanan, memberi batasan

pada istilah illegal fishing, yaitu pengertian illegal, unreported, dan

unregulatedfishing yang secara harfiah dapat diartikan sebagai kegiatan perikanan

yang tidak sah, kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang ada, atau

aktivitasnya tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan

yang tersedia.

1
Wikipedia "Penangkapan Ikan Ilegal"https://id.wikipedia.org/wiki/Penangkapan_ikan_ilegaldiunduh
22 April 2016.
2
Nunung Mahmudah, "Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Di Wilayah Perairan
Indonesia",( Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hlm
3PiusA. Partanto dan M. Dahlan AL Barry, Kamus Ilmiah Populer , (Surabaya: Arkola , 1994), hlm.
243.
B. Perkembangan Illegal Fishing.

Tindakan illegal fishing terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Illegal fishing

merupakan kejahatan perikanan yang sudah terorganisasi secara matang, mulai di

tingkat nasional sampai internasional. Sesuai dengan perkembangan zaman, tindakan

illegal fishing telah berubah cara beroperasinya bila dibandingkan dengan cara

beroperasi pada pertengahan tahun 1990-an. Tindakan illegalfishing telah menjadi

kejahatan yang terorganisasi yang bentunya sangat canggih, dengan ciri-ciri antara

lain pengontrolan pergerakan kapal yang modern dan peralatan yang modern,

termasuk tangki untuk mengisi bahan bakar di tengah laut. Tindakan illegal fishing

belum menjadi isu transnasional yang diformulasikan oleh Perserikatan Bangsa-

bangsa (selanjutnya disebut sebagai PBB). Namun secara de facto, isu ini telah

menjadi perhatian organisasi-organisasi dunia dan regional sebagai salah satu

kejahatan terorganisasi yang merugikan negara dan mengancam keberlangsungan

sumber daya perikanan. Oleh karena itu diperlukan suatu pengaturan khusus dalam

rangka menanggulangi tindakan ilegal ini. Salah satu organisasi internasional yang

mengatur isu ini adalah Food and Agriculture Organization (selanjutnya disebut

sebagai FAO).10

FAO telah menempatkan dan memformulasikan tindakan illegal fishing ke dalam

ketentuan-ketentuan Code of Conduct for Responsible Fisheries (selanjutnya disebut

sebagai Code of Conduct). Ketentuan tersebut memperhatikan aspek keberlangsungan

ekosistem dan sumber daya perikanan yang terkandung didalamnya. Selain itu

terdapat juga aspek ekonomi yang menjadi perhatian dalam tindakan illegal

fishing.Menurut Nikijuluw tindakan illegal fishing memiliki pengaruh cost-

benefitparalysis (kelumpuhan ekonomi akibat tindakan kriminal) yang dianggap


besar.11 Hal ini sangat sulit untuk diketahui besaran kerugian ekonomi yang

disebabkannya secara akurat.

C. Ruang lingkup illegal fishing

Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan tidak

bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggungjawab.

Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek dalam pemanfaatan sumber daya

perikanan yang merupakan kegiatan pelanggaran hukum. Tindakan Illegal Fishing

umumnya bersifat merugikan bagi sumber daya perairan yang ada. Tindakan ini

semata-mata hanya akan memberikan dampak yang kurang baik bagi ekosistem

perairan, akan tetapi memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan yang

melakukan Illegal fishing. Kegiatan yang umumnya dilakukan nelayan dalam

melakukan penangkapan, dan termasuk ke dalam tindakan Illegal Fishing adalah

penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti penangkapan dengan

pemboman, penangkapan dengan racun, serta penggunaan alat tangkap trawl pada

daerah karang.12

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah merupakan Negara Kepulauan, yang

sebagian besar wilayahnya terdiri dariwilayah perairan (laut) yang sangat luas, potensi

perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan yang dimiliki

merupakan potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk masa depan bangsa,

sebagai tulang punggung pembangunan nasional. Diantara sekian banyak masalah

ekonomi ilegal, praktik pencurian ikan atau IUU (Illegal, Unregulated and
Unreported fishing practices) oleh nelayan-nelayan menggunakan armada kapal ikan

asing adalah yang paling banyak merugikan negara.13

Untuk menuntaskan sengketa ini perlu mengedepankan penyelesaian secara damai

untuk menciptakan perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan Pasal 33

ayat (1) Piagam PBB, yaitu negosiasi, penyelidikan, dengan peraturan, konsiliasi,

arbitrase, penyelesaian menurut hukum, melalui badan-badan atau perjanjian

setempat, atau dengan cara damai lain yang dipilihnya sendiri. Untuk kasus

pelanggaran perikanan nelayan Indonesia, Jawahir Thontowi menyarankan alternatif

penyelesaiannya melalui non-peradilan yang dalam hal ini adalah komisi arbitrase

yang diharapkan mampu mengambil tanggung jawab bersama, sehingga baik secara

moral maupun secara hukum internasional, kedua negara harus berusaha untuk

menegakkan ketertiban dunia.14

Dalam mengawasi koordinat kapal nelayan agar tidak terjadinya pencurian ikan, KKP

memantau pergerakan kapal-kapalpenangkap ikan di wilayah perairan laut Indonesia

melalui teknologi Vassel Monitoring System (VMS). Sistem VMS merupakan salah

satu bentuk sistem pengawasan di bidang penangkapan ikan dengan menggunakan

peralatan pemantauan kapal berbasis satelit. Tujuannya untuk memastikan kepatuhan

kapal perikanan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.15

D. Bentuk tindakan pidana illegal fishing di wilayah Indonesia

Beberapa modus atau jenis kegiatan illegal yang sering di lakukan oleh kapal ikan

Indonesia, antara lain: penangkapan ikan tanpa adanya Surat Izin Usaha Perikanan

(selanjutnya disebut sebagai SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (selanjutnya

disebut sebagai SIPI) maupun Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (selanjutnya
disebut sebagai SIKP). Kegiatan ini memiliki izin tetapi melanggar ketentuan

sebagaimana ditetapkan (pelanggaran daerah penangkapan ikan, pelanggaran alat

tangkap, pelanggaran ketaatan berpangkalan), pemalsuan atau manipulasi dokumen

(dokumen pengadaan, registerasi, dan perizinan kapal), transshipment di laut, tidak

mengaktifkan transmitter (khusus bagi kapal uang diwajibkan memasang

transmitter), serta penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) dengan

menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat, cara, dan/atau

bagunan yang membahayakan pelestarian sumber daya ikan. padapengertian illegal

fishing tersebut, secara umum dapat diidentifikasi menjadi 4 (empat) golongan yang

merupakan kegiatan illegal fishing yang umum terjadi di Indonesia, yaitu :

a. penangkapan ikan tanpa izin;

b. penangkapan ikan dengan menggunakan izin palsu;

c. penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang;

d. penangkapan ikan dengan jenis (species) yang tidak sesuai dengan izin

Kegiatan unreported fishing, yaitu kegiatan penangkapan ikan yang:

a. Tidak pernah dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar kepada instansi

yang berwenang dan tidak sesuai dengan peratur peraturan perundang-

undangan nasional;

b. dilakukan di area yang menjadi kompetensi organisasi pengelollaan perikanan

regional, namun tidak pernah dilaporkan atau diklaporkan secara tidak benar

dan tidak sesuai dengan prosedur pelaporan dari organisasi tersebut.


Kegiatan unreported fishing yang umum terjadi di Indonesia, adalah sebagai berikut:

a. penangkapan ikan yang tidak melaporkan hasil tangkap yang

sesungguhnya atau pemalsuan data tangkapan;

b. penangkapan ikan yang langsung dibawa ke negara lain (transhipment

di tengah laut)

Kegiatan Unregulated fishing, yaitu kegiatan penangkapan ikan.18

a. Pada suatu area atau stok ikan yang belum diterapkan ketentuan pelestarian

dan pengelolaan, dalam hal ini kegiatan penangkapan tersebut dilaksanakan

dengan cara yang tidak sesuai dengan tanggung jawab negara untuk

pelestarian dan pengelolaan sumber daya ikan sesuai hukum internasional;

b. Pada area yang menjadi kewenangan organisasi pengelolaan perikanan

regional yang di lakukan oleh kapal tanpa kewarganegaraan atau yang

mengibarkan bendera suatu negara yang tidak menjadi anggota organisasi

tersebut, hal ini dilakukan dengan cara yang tidak sesuai atau bertentangan

dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan dari organisasi tersebut.

E. Korporasi Sebagai Pelaku Tindak Pidana Illegal Fishing

Pada saat ini, korporasi merupakan bentuk organisasi bisnis yang paling penting.

Korporasi berkembang menjadi institusi, tidak saja dalam dunia bisnis yang mencari

keuntungan, melainkan juga sebagai bentu organisasi publik dan swasta yang

tujuannya tidakmencari keuntungan. Korporasi telah tumbuh menjadi konsep yang

canggih dalam bekerja sama dan pengumpulan modal. Berbeda dengan aktivitas
ekonomi masyarakat primitif yang hanya dilakukan secara individual atau paling jauh

antar kelompok keluarga, korporasi dihimpun dengan mengikutsertakan pihak-pihak

luar, bahkan melaupaui batas-batas negara.19

Seiring peran korporasi yang semakin besar dalam dunia ekonomi, dampak negatif

yang ditimbulkan dari kegiatan korporasi juga semakin besar. Dengan demikian

negara-negara maju terutama yang perekonomiannya baik, mulai mencari cara untuk

bisa meminimalisasi atau mencegah dampak negatifnya, salah satu cara dengan

menggunakan insturmen hukum pidana (bagian dari hukum publik). Di Indonesia,

korporasi sudah dicantumkan sebagai salah satu subyek pelaku pidana di berbagai

perundang-undangan tindak pidana khusus, termasuk dalam Undang-Undang

Perikanan.20

Berbagai bentuk kejahatan illegal fishing yang diidentifikasi dalam UU Perikanan,

dicantumkan beberapa pelaku terhadap tindak kejahatan maupun pelanggaran

tersebut. Para pelakuannya antara lain:

a. setiap orang;

b. nakhoda atau pemimpin kapal perikanan;

c. ahli penangkapan ikan;

d. anak buah kapal;

e. pemilik kapal perikanan;

f. pemilik perusahaan perikanan;

g. penanggung jawab perusahaan perikanan;

h. operator kapal perikanan

i. pemilik perusahaan pembudidayaan ikan;

j. kuasa pemilik perusahaan pembudidayaan ikan;


k. penanggung jawab pembudidayaan ikan di wilayah pengelolaan perikanan

Republik Indonesia.

Istilah "setiap orang" dalam Undang-Undang ini diartikan sebagai perseroangan atau

korporasi. Istilah "korporasi" sendiri diartikan sebagai kumpulan orang dan/atau

kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan

hukum. jadi korporasi diakui sebagai salah satu subjek tindak pidana illegal fishing.22

Pada dasarnya dalam ketentuan umum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (selanjutnya disebut sebagai KUHAP) yang digunakan sampai saat ini,

Indonesia masih menganut bahwa suatu delik hanya dapat dilakukan oleh manusia.

Adapun menurut pemikiran Von Savigny yang terkenal dengan teori fiksi, bahwa

badan hukum tidak diakui dalam hukum pidana, sebab pemerintah belanda pada saat

itu tidak bersedia mengadopsi ajaran hukum perdata ke dalam hukum pidana.

F. Kerugian Akibat Illegal Fishing

Kerugian yang ditimbulkan oleh illegal fishing tidak hanyak sekedar dihitung

berdasarkan nilai ikan yang dicuri, tetapi memiliki dampak yang cukup besar antara

lain sebagai berikut:

a. Subsidi BBM dinikmati oleh kapal-kapal yang tidak berhak

b. Pengurangan penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

c. Peluang kerja nelayan Indonesia berkurang, karena kapal-kapal illegal adalah

kapal-kapal asing yang menggunakan ABK asing.

d. Hasil tangkapan umumnya dibawa langsung ke luar negeri,sehingga

mengakibatkan: Hilangnya sebagian devisa negara; dan Berkurangnya peluang

nilai tambah dari industri pengelolahan.


e. Ancaman terhadap kelestarian sumber daya ikan karena hasil tangkapan tidak

terdeteksi,baik jenis, ukuran maupun jumlah.

f. Merusak citra Indonesia pada kancah internasional karena illegal fishing yang

dilakukan oleh kapal asing berbendera Indonesia maupun kapal milik warga

negara Indonesia. Hal ini juga dapat berdampak ancaman embargo terhadap

hasil perikanan Indonesia yang dipasarkan di luar negeri.


BAB III

ISI

PENGERTIAN ILEGAL FISHING

 Menurut Undang-Undang

Dalam ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang

Perikanan disebutkan bahwa orang atau badan hukum asing itu dapat masuk ke

wilayah ZEE Indonesia untuk melakukan usaha penangkapan ikan berdasarkan

persetujuan internasional atau ketentuan hukum internasional.

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan sebagaimana dalam pasal

8 yakni: “Setiap orang dilarang melakukan penangkapan ikan dan/atau

pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan

peledak, alat dan/atau cara, dan/atau banguanan yang dapat merugikan dan/atau

membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan atau/lingkungannya di wilayah

pengelolaan perikanan Republik Indonesia”

 Menurut Literatur

Sedangkan menurut Qodir dan Udiyo Basuki ( 2014), Illegal fishing secara sederhana

berarti bahwa penangkpaan ikan dilakukan dengan melanggar aturan-aturan yang

telah ada, atau kegiatan penangkapan ikan dapat dikatakan illegal jika terdapat aturan-

aturan tetapi ternyata dalam pelaksanaannya aturan-aturan tersebut tidak efektif

ditegakkan di lapangan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan ilegal fishing

merupakan kegiatan yang menyalahi aturan baik UUD maupun hukum adat.
A. CARA PENANGGULANGAN ILEGAL FISHING DI LAUT MALUKU

Ilegal fishing sudah menjadi isu lama yang terus diperbincangkan di wilayah

Maluku. Dengan wilayah perairan yang sangat luas ditambah dengan pengawasan

yang tidak terlalu ketat mengakibatkan para pelaku ilegal fishing menjadi leluasa

masuk dan beroperasi di wilayah perairan maluku. Berdasarkan sumber dari portal

berita online RMOL.CO menteri kelautan dan perikanan Indonesia Susi Pudjuastuti

mengatakan bahwa “Illegal Fishing Marak Di Maluku Karena Banyak Oknum Yang

Bermain, Mafia merekrut dan bekerja sama dengan oknum -oknum aparat

dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Angkatan Laut, semua

pasti ada. Menurutnya, dulu illegal fishing berpuluh tahun di Indonesia

bisa jalan karena ada oknum-oknum. Bukan dari angkatannya, bukan juga

departemennya. Lebih ke soal oknumnya. Sedangkan menurut sumber

portal berita Online ANTARA MALUKU, sekretaris daerah maluku Ros

Far Far menyatakan bahwa salah satu penyebab maraknya ilegal fishing

adalah keterbatasan armada penangkal di Ilegal Fishing yang tidak

sebanding dengan luas perairan daerah Maluku. Pemerintah provinsi

maluku sendiri telah melakukan beberap tindakan pencegahan ilegal

fishing diantaranya, pembentukan satgas pemberantas ilegal fishing Satgas

di antaranya mempunyai tugas memonitor penghentian sementara (moratorium)

perizinan usaha perikanan tangkap, memverifikasi kapal perikanan yang

pembangunannya dilakukan di luar negeri, serta menghitung kerugian negara akibat

illegal fishing. Selain itu menurut penulis ada beberapa cara lain untuk

menanggulangi pencurian ikan ilegal (ilegal Fishing) yaitu :


1. Melakukan perlindungan wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) untuk

pencegahan pencurian ikan (illegal fishing) di wilayah indonesia. Hal ini harus

dilakukan TNI Angkatan Laut sebagai bentuk perlindungan wilayah perairan

Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia berkewajiban menjaga kedaulatan Indonesia

serta melindungi sumber daya alam laut dari tindakan-tindakan pencurian ikan di

Zona Ekonomi Eksklusif . Salah satu faktor penyebab terjadinya praktek

pencurian ikan (illegal fishing) yang terjadi di wilayah perairan Indonesia adalah

lemahnya sikap aparat yang berkewajiban mengawasi laut Indonesia terutama

perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), dan ini tidak boleh terjadi dengan cara

meningkatkan perlindungan wilayah laut, dengan menambah armada patroli,

penggunaan teknologi Vessel Monitoring System (VMS) sebuah sistem

monitoring kapal ikan dengan alat transmitor yang berfungsi untuk mengawasi

proses penangkapan ikan yang dilakukan di wilayah perairan Indonesia.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

 Peningkatan sarana dan prasarana pengawasan. Seperti penambahan kapal

atau speed boat untuk patroli, penambahan pos pengawasan, modernisasi

alat komunikasi yang dimiliki agar semakin cepat informasi yang

diberikan semakin cepat pula tanggapan dari pos pengawasan.

 Peningkatan pengawasan dan pengendalian sumber daya perikanan, seperti

operasi pengawasan sumber daya perikanan laut, pengawasan ketaatan

kapal perikanan di pelabuhan,

 Penataan dan penegakan hukum.


2. Melakukan tindakan hukum tegas bagi pelaku pencurian ikan (illegal fishing)

yang dilakukan oleh kapal asing di perairan zona ekonomi eksklusif (zee)

berdasarkan undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan. Tindakan

hukum yang dapat dilakukan terhadap pelaku pencurian ikan (illegal fishing)

tersebut adalah :

 Pidana penjara

 Denda

 Penyitaan

3. Meningkatkan kompetensi nelayan tradisional dengan pemberdayaan nelayan

dapat mencegah pencurian ikan oleh kapal asing. Cara ini lebih mengedepankan

partisipasi aktif para nelayan, lebih organik dan efektif di samping dari

pengawasan oleh pihak aparat di laut. Pemberdayaan nelayan yang di maksud

adalah dengan cara memfasilitasi penggunaan kapal dengan GT ( Gross Tonnage )

yang besar dengan teknologi modern, dan kompetensi yang cukup agar kapal

nelayan dapat bisa menjangkau laut leepas. Sementara ini nelayan nelayan

tradisional masih beroperasi di laut pinggir sedangkan kapal-kapal asing

melakukan pencurian di laut lepas perairan Indonesia dimana sumberdaya ikan

sangat melimpah dan sangat mudah di eksploitasi oleh kapal asing. Jika nelayan

tradisional ini banyak beroperasi di laut lepas, secara alami kapal-kapal asing akan

takut masuk ke perairan indonesia


B. PENERAPAN HUKUM PIDANA DALAM ILEGAL FISHING

1. Hukum yang mengatur tentang ilegal fishing sebagai berikut :

a) Hukum Internasional

a. United Nations Convention on the Law of the Sea 1982.

United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (selanjutnya

disebut UNCLOS 1982) tidak mengatur tentang Illegal, Unreported and

Unregulated Fishing (IUU Fishing), akan tetapi mengatur secara umum

tentang penegakan hukum di laut teritorial maupun ZEE suatu negara. Jika

pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan negara pantai terjadi

di laut teritorial ataupun perairan pedalaman suatu negara, maka sesuai

dengan kedaulatan yang diberikan oleh Pasal 2 UNCLOS 1982. Negara

pantai dapat memberlakukan peraturan hukumnya bahkan hukum

pidananya terhadap kapal tersebut hanya apabila pelanggaran tersebut

membawa dampak bagi negara pantai atau menganggu keamanan negara

pantai.9 Akan tetapi jika unsur-unsur yang disebutkan dalam Pasal 27 ayat

1 UNCLOS 1982 tidak terpenuhi, maka negara pantai tidak bisa

menerapkan yurisdiksi pidananya terhadap kapal tersebut. Pasal 27 ayat 5

UNCLOS 1982 selanjutnya merujuk kepada Bab V tentang ZEE dalam hal

pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan negara pantai yang

berkaitan dengan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya perikanan. Hal

ini berbeda jika pelanggaran terjadi di ZEE, terutama pelanggaran terhadap

kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya perikanan. Dalam Pasal

73 UNCLOS 1982 disebutkan bahwa jika kapal asing tidak mematuhi

peraturan perundang-undangan negara pantai dalam hal konservasi sumber

daya perikanan, negara pantai dapat melakukan penangkapan terhadap


kapal tersebut. Akan tetapi kapal dan awak kapal yang ditangkap tersebut

harus segera dilepaskan dengan reasonable bond yang diberikan kepada

negara pantai. Hukuman terhadap kapal asing tersebut juga tidak boleh

dalam bentuk hukuman badan yaitu penjara. Hal ini dikarenakan di ZEE,

negara pantai hanya mempunyai hak berdaulat (sovereign rights) dan

bukan kedaulatan.

b. International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate Illegal,

Unreported and Unregulateg Fishing 2001.

International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate Illegal,

Unreported and Unregulateg Fishing (selanjutnya disebut IPOA-IUU

2001) merupakan instrument sukarela (voluntary instrument) yang dapat

diberlakukan pada seluruh negara. Batasan pengertian serta mekanisme

pencegahan dan penanggulangan IUU Fishing dituangkan dengan jelas

dalam IPOA-IUU 2001. Mekanisme tersebut difokuskan pada tanggung

jawab serta peran seluruh negara di dunia. Negara berpantai, negara

pelabuhan, organisasi penelitian serta Regional Fisheries Management

Organization (RFMOs).10 Tujuan IPOA-IUU 2001 disebutkan dalam Bab

III ayat 8 IPOA-IUU 2001 yaitu ”The objective of the IPOA is to prevent,

deter and eliminate IUU Fishing, by providing all States with

comprehensive, effective and transparent measures by whict to act,

including through appropriate regional fisheries management

organizations established in accordance with international law” (Tujuan

dari IPOA adalah untuk mencegah, menghalangi, dan menghapuskan IUU

Fishing, oleh kesediaan seluruh negara dengan tindakan yang menyeluruh,


efektif danjelas, termasuk melalui organisasi pengelolaan perikanan

regional yang sesuai dan ditetapkan dengan hukum internasional).

c. Code of Conduct for Responsile Fisheries 1995.

Efektifitas Code of Conduct for Responsible Fisheries (selanjutnya disebut

CCRF) dilakukan dengan cara mewajibkan negara-negara anggota untuk

memberikan laporan perkembangan kemajuan (progress report) setiap dua

tahun kepada FAO16. Laporan negara-negara anggota akan menjadi

rujukan dalam penentuan status kepatuhan negara terhadap tindakan

penangkapan ikan secara bertanggung-jawab dan pada gilirannya

menghindarkan suatu negara dari tuduhan melakukan tindakan IUU

Fishing. Bila dilihat dari sifat CCRF yang sukarela dan model adopsi yang

diterapkan dalam pemberlakuan prinsip-prinsip CCRF terhadap hukum

nasional masing-masing negara, maka implementasi CCRF tergantung

kepada itikad baik dan kemampuan aparat hukum dari negara yang

melakukan adopsi prinsip-prinsip umum CCRF yang berkaitan dengan

penanggulangan IUU Fishing.11

d. Regional Plan of Action to Promote Responsible Fishing Practices

including Combating Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing

in the Region 2007.

Regional Plan of Action to Promote Responsible Fishing Practices

including Combating Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing

in the Region (selanjutnya disebut RPOA) bertujuan untuk

mempromosikan tindakan penangkapan ikan yang bertanggung jawab

termasuk untuk pemberantasan IUU Fishing di wilayah itu. RPOA


disahkan di Bali-Indonesia pada tanggal 4 Mei 2007 oleh 11 Menteri yang

bertanggung jawab untuk perikanan dari 11 negara sebagai komitmen

daerah. RPOA merupakan inisiatif bersama antara pemerintah Republik

Indonesia dan pemerintah Australia dalam memerangi kegiatan IUU

Fishing. Dalam Rapat pertama pertemuan Komite Koordinasi RPOA

diadakan di Manila-Filipina, pada tanggal 28-30 April 2008, disepakati

bahwa Komite akan diminta untuk secara berkala melaporkan kepada

Menteri Perikanan tentang kemajuan implementasi dan langkah-langkah

tambahan yang diperlukan untuk pelaksanaan RPOA tersebut. Pertemuan

ini juga sepakat bahwa komite koordinasi dapat jika diperlukan mengatur

sementara kelompok kerja teknis untuk menyediakan informasi dan saran

pada sumber daya perikanan di daerah dan hal-hal terkait yang relevan

dengan konservasi dan manajemen, dan untuk mengatasi teknis tertentu

atau isu-isu berkaitan dengan pelaksanaan RPOA tersebut.

b) Hukum Nasional

 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan


Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas

Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahannya Undang-Undang

Nomor 45 Tahun 2010 Tentang Perikanan telah tercantum kegiatan

yang berhubungan dengan Illegal Fishing yaitu :


1. Pasal 7: kewajiban setiap orang untuk memenuhi kewajiban

sebagaimana ditetapkan oleh Menteri dalam pengelolaan

sumberdaya perikanan.

2. Pasal 8 : kewajiban setiap orang untuk memenuhi kewajiban

sebagaimana ditetapkan oleh Menteri dalam pengelolaan

sumberdaya perikanan.

3. Pasal 9 : pelarangan pemilikan dan penggunaan kapal dengan alat

tangkap dan/atau alat bantu yang tidak sesuai ukuran yang

ditetapkan, tidak sesuai persyaratan atau standar dan alat tangkap

yang dilarang.

4. Pasal 12 : pelarangan melakukan perbuatan yang mengakibatkan

pencemaran/atau kerusakan sumberdaya ikan dan/atau lingkungan

di wilayah pengelolaan RI pelarangan memasukan atau

mengeluarkan ikan dan/atau hasil perikanan dari dan/atau ke

wilayah RI tanpa sertifikasi kesehatan untuk konsumsi manusia.

5. Pasal 21 : pelarangan penggunaan bahan baku, bahan tambahan

makanan, bahan penolong dan/atau alat yang membahayakan

kesehatan manusia dan/atau lingkungan dalam melaksanakan

penanganan dan pengolahan ikan.

6. Pasal 23 : pelarangan penggunaan bahan baku, bahan tambahan

makanan, bahan penolong dan/atau alat yang membahayakan

kesehatan manusia.

7. Pasal 26 : kewajiban memiliki SIUP.

8. Pasal 27 : kewajiban memiliki SIPI bagi kapal penangkap ikan.


9. Pasal 28: kewajiban memiliki Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan

bagi kapal yang mengangkut ikan.

10. Pasal 29 : warga negara asing yang melakukan usaha perikanan di

wilayah Republik Indonesia, kecuali untuk penangkapan ikan di

ZEE Indonesia.

11. Pasal 36 : hal-hal yang harus dipatuhi oleh kapal asing.

12. Pasal 37 : persyaratan tanda pengenal kapal perikanan.

13. Pasal 38 : tentang hal yang harus dilakukan kapal ikan berbendera

asing selama berada di wilayah perairan RI.

14. Pasal 4 : kewajiban kapal ikan untuk memiliki surat laik operasi

dari pengawasan perikanan

 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta aturan pelaksanaannya lainnya

seperti : Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Usaha

Perikanan.

 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi

Sumber Daya Ikan.

 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 Tentang

Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan.

 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13/MEN/2005

Tentang Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di Bidang

Perikanan,
 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.14/MEN/2005

Tentang Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan.

 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2005

Tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pembudidaya Ikan Di Wilayah

Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia Yang Bukan Untuk Tujuan

Komersial.

 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008

Tentang Usaha Perikanan Tangkap.

2. Faktor faktor penghambat penegakan hukum pidana

a. Obyek penegak hukum yang sulit ditemmbus hukum

Obyek yang dimaksud disini adalah pelaku yang terlibat dalam kegiatan ilegal

fishing yaitu pelaku yang menjadi otak dari kegiatan tersebut. Terutama ini

adalah oknum pejabat penyelenggara negara, oknum aparat penegak hukum

atau okknum pegawai negeri sipil yang tidak diatur secara khusus dalam

undang-undang tentang perikanan tersebut. Penerapan undang-undang

perikanan pasal 56 ayat (1) KUHP yang mengkualifikasikan pelaku tindak

pidana sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan dan yang trurt

serta melakukan perbuatan pidana dapat juga diterapkan dalam kejahatan

ilegal fishing yag melibatkan banyak pihak.

b. Lemahnya koordinasi antar penegak hukum

Lemahnya koordinasi antar penegak hukum dapat menimbulkan tumpang

tindih kewenangan dan kebijakan masing masing sehingga rawan

menimbulakn konflik kepentingan. Penegakan hukum yang tidak terkoordinasi

merupakan salah satu kendala dalam penanggulangan kejahatan ilegal fishing.


Proses peradilan mulai dari penyelidikan sampai persidangan membutuhkan

biaya yang sangat besar, proses hukum yang sangat panjang dan saran

prasarana yang sangat memadai mebutuhkan keahlian khusus dalam

penanganan kasus tersebut. d,l,l


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :

Wilayah perairan provinsi maluku merupakan salah satu target operasi terbesar para

pelaku ilegal fishing, hal ini diakibatkan karena kurangnya armada pengawasan

wilayah laut yang disediakan oleh pemerintah, juga karena parak mafia ilegal fishing

juga menggunakan orang dalam baik itu dari pihak angkatan laut, oknum aparat

keamanan lain, juga dari oknum aparat kementrian perikanan. Hal ini mengakibatakan

penegakan hukum bari para pelaku menjadi terkendala karena menggunakan mafia

lain yang kebal hukum. Sudah ada undang undang jelas yang mengatur tentang tindak

pidana bagi para pelaku ilegal fishing namun faktor hambatan lain yang

mengakibatkan penegakan hukum kurang berjalan maksimal sehingga masih terjadi

terus ilegal fishing di perairan maluku.

B. SARAN

Dengan ini penulis dapat memberikan saran :

1. Meningkatkan pengawasan dan perlindungan terhadap perairan wilayah maluku

yang sering dijadikan tempat ilegal fishing


2. Memberikan sanksi tegas bukan hanya kepada para pelaku juga kepada setiap

oknum aparat pemerintahan maupun keamanan yang terlibat, sebab hukum

berlaku sama rata bukan hanya kepada rakyat biasa tetapi kepada semua yang

melakukan pelanggaran

3. Meningkatakan sumberdaya manusia dengan baik. Bai setiap pelayan harus

diberikan edukasi bagaimana cara menangkap ikan yang baik tanpa merusak dan

mengeksploitasi sumber daya laut secara berlebihan.


DAFTAR PUSTAKA

https://nasional.sindonews.com/read/940496/162/strategi-

menanggulangi-pencurian-ikan-1419221815/13

https://ambon.antaranews.com/berita/27840/armada-penangkal-

illegal-fishing-di-maluku-terbatas

https://id.wikipedia.org/wiki/Maluku

http://mukhtar-api.blogspot.co.id/2013/07/aspek-hukum-

penanganan-tindak-pidana.html

Anda mungkin juga menyukai