Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PEMBAHASAN :
Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang dua pertiga wilayahnya
adalah perairan laut yang terdiri dari laut pantai, laut lepas, teluk, dan selat, memiliki
pantai sepanjang 95.181 km, dengan 5,8 mili pada km 2 wilayah perairan. Kondisi
geografis seperti itu memberikan kekayaan sumber daya laut dan ikan. perairan laut yang
luas dan kaya akan spesies - jenis dan potensi perikanan. secara geografis , lautan
Indonesia yang terletak di khatulistiwa dan iklim tropis tampaknya membawa konsekuensi
dari kekayaan spesies dan potensi sumber daya perikanan, misalnya ikan saja
diperkirakan memiliki 6.000 spesies dan hanya 3.000 spesies telah diidentifikasi.
Indonesia adalah negara kepulauan berbentuk maritim (negara kepulauan) yang
membentang sekitar 5 ribu kilometer di sepanjang garis khatulistiwa.
Dalam geostrategi, Indonesia berada dalam posisi silang dari dua benua dan dua
samudera. Posisi geostrategis di Benua Asia dan benua Australia menjadikan Indonesia
adalah salah satu di antara perbedaan peradaban yang sangat mencolok yaitu
peradaban barat (Australia) dan peradaban timur (Asia). Posisi geostrategis yang dimuat
dari dua samudera di Samudera Pasifik dan Samudra Hindia menjadikan Indonesia
berada di jalur pelayaran yang sangat sibuk bagi masyarakat internasional . Kondisi
1
semacam ini memberikan dampak penting baik secara positif maupun negatif untuk
indonesia international interpersonal.
Salah satu dampak positif yang dapat dipetik adalah adanya potensi ekonomi yang
sangat besar dalam proses perdagangan lalu lintas internasional melalui tiga jalur laut
kepulauan Indonesia. Ini salah satu dampak negatif yang umum ada satu sumber daya
laut sebagai akibat dari rendahnya kemampuan untuk mengirim dan menjaga dari pihak
ketiga. Menjadi negara kepulauan, laut memiliki fungsi yang sangat penting bagi NKRI
yaitu laut sebagai media pemersatu bangsa, media, sumber daya media, media
pertahanan dan keamanan, dan diplomasi media.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara laut juga memiliki makna penting yaitu
sebagai wilayah kedaulatan negara, ruang industri maritim, Jalur Laut tentang
Komunikasi (SLOC), dan sebagai ekosistem. Berdasarkan pemahaman fungsi laut dan
pentingnya penyebar laut Indonesia di atas, maka dapat dipahami di laut sana berbagai
kepentingan yang mungkin bersinergi atau saling tarik menarik. Kondisi ini secara
langsung atau tidak langsung merupakan upaya penegakan hukum dan keamanan di
laut. Jumlah kepentingan di laut menimbulkan masalah dalam kejahatan lapangan di laut
seperti penyelundupan, kejahatan transnasional, pembajakan, para nelayan kedepan ,
perusakan sumber daya alam, pencurian sumber daya alam, dan pelayaran
keselamatan. Inti dari masalah ini terletak pada wewenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang dimiliki oleh agen-agen yang dimiliki di laut.
Siombo (2010) menyatakan bahwa pada dasarnya, hukum mengatur hubungan antar
manusia karena hukum merupakan bagian dari sistem sosial yang ada dalam
masyarakat. Hukum dan masyarakat adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Republik Indonesia adalah negara kepulauan dengan wawasan kepulauan. Secara
geografis, keberadaan pulau-pulau yang tersebar di wilayah Indonesia sangat strategis.
Karena berdasarkan pulau-pulau ini batas-batas negara ditentukan. Hal ini diketahui
bahwa dalam membentuk suatu negara, wilayah ini merupakan salah satu unsur utama
selain tiga unsur lainnya, yaitu masyarakat, pemerintah dan kedaulatan. Oleh karena itu,
wilayah dalam suatu negara ditetapkan oleh undang-undang serta dengan Indonesia.
Dalam UUD 1945 konstitusi tidak tercantum artikel tentang wilayah NKRI. Namun
2
demikian, secara umum disepakati bahwa ketika para pendiri negara ini
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, wilayah Republik
Indonesia termasuk Hindia.
Tiwow (2012) menyatakan bahwa sumber daya perikanan adalah aset suatu bangsa,
bahkan aset dunia, pengelolaan dan pemanfaatan ketentuan dan perjanjian internasional
yang berlaku secara internasional sebagaimana didefinisikan dalam Konvensi PBB
tentang hukum laut (UNCLOS).
UNCLOS 1982 mengatur penggunaan laut sesuai dengan status hukum zonazona ini.
Negara-negara yang berbatasan dengan laut, termasuk Indonesia memiliki kedaulatan
penuh atas perairan daratan, perairan kepulauan, dan laut teritorial. Sebagai zona
tambahan, ZEE dan landas kontinen, Negara memiliki hak eksklusif, seperti hak untuk
memanfaatkan sumber daya alam di zona tersebut.
Adapun laut terbuka, itu adalah zona yang tidak dapat dimiliki oleh Negara mana pun,
dan wilayah dasar laut internasional ditetapkan sebagai bagian dari warisan bersama
umat manusia. Secara geopolitik, Indonesia juga merupakan penstabil wilayah Asia
Tenggara karena ukuran dan populasinya, dan memiliki 4 dari 9 chokepoint dunia, Selat
Malaka, Selat Sunda , Selat Lombok, dan Selat Ombai.
3
Oleh karena itu, Organisasi Pangan Dunia (FAO) memperkenalkan Kode Etik Perikanan
Bertanggung Jawab (CCRF) sejak 1995. Konsep tersebut, yang diterjemahkan sebagai
Kode Etik Perikanan Bertanggung Jawab, telah diadopsi oleh hampir semua anggota
badan dunia sebagai tolok ukur untuk pengelolaan perikanan. Despi te bersifat sukarela,
banyak negara telah sepakat bahwa CCRF adalah dasar dari kebijakan pengelolaan
perikanan dunia.
Dalam praktiknya, FAO telah mengeluarkan panduan tentang penerapan aturan dan
metode untuk mengembangkan kegiatan perikanan yang mencakup penangkapan dan
budidaya perikanan . Kecenderungan ini tidak bisa ditinggalkan karena pada akhirnya
manusia hanya akan bisa makan ubur-ubur dan plankton. Sekarang tindakan nyata yang
dapat dilakukan untuk mengatasi masalah penangkapan ikan ilegal pada ikan karang
terutama untuk memperbaiki terumbu karang yang rusak adalah dengan
mentransplantasikan karang atau membuat terumbu buatan.
Terumbu buatan adalah struktur yang dibangun untuk menyediakan lingkungan, habitat,
sumber makanan, daerah pemijahan dan pembinaan, dan perlindungan pantai serta
terumbu karang alami. Karena pemerintah belum memiliki perhatian optimal dalam
mengelola sistem alam dan kualitas lingkungan wilayah pesisir dan laut, terutama
terumbu karang dan lemahnya penegakan hukum (penegakan hukum). Tapi kita tidak
bisa terus menunggu ini berubah, kita semua harus melangkah terutama peduli. Kita juga
dapat mengawasi penegakan hukum, memantau apakah perusakan terumbu karang,
dan terus menyuarakan dan bertukar gagasan dengan nelayan tentang betapa
pentingnya terumbu karang bagi tangkapan mereka.
Dengan Implementasi semua hal di atas pasti akan memiliki dampak nyata pada
keberlanjutan nelayan dan terumbu karang meskipun mungkin tidak dalam waktu singkat
untuk menyelesaikan masalah ini sepenuhnya.
4
1. Kurangnya fasilitas , infrastruktur dan biaya operasional penyidik perikanan dalam
menangani kasus-kasus penangkapan ikan ilegal.
2. Tidak adanya dermaga yang disediakan khusus untuk tambatan Kapal Penangkap
Ikan yang ditangkap asing, sehingga ditempatkan di dermaga Pendaratan Ikan (PPI)
yang ada yang memengaruhi aktivitas rutin pangkalan / dermaga.
3. Tidak tersedianya tempat khusus untuk menampung Anak-anak Buah Kapal non-
Yustisia sambil menunggu deportasi, sehingga mereka ditempatkan di lokasi terbuka
dan kondisi ini dapat menyebabkan penerbangan mereka karena kesulitan
pengawasan.
5. Daerah tidak memiliki cukup dana untuk biaya penjatahan selama penahanan dan
tidak memiliki biaya untuk mendeportasi orang asing ke negara asal mereka.
6. Implementasi Deportasi Kapal Buah warga negara asing sampai saat ini belum
sepenuhnya dilaksanakan oleh Kantor Imigrasi sebagai lembaga yang berwenang,
sehingga menjadi tanggung jawab lembaga yang menangani kasus ini.
Berikut ini cara untuk mengatasi tingginya tingkat pelanggaran hukum perikanan :
1. Melindungi perairan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) untuk pencegahan
penangkapan ikan ilegal di wilayah Indonesia. Hal ini harus dilakukan oleh Angkatan
Laut sebagai bentuk perlindungan perairan teritorial Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia, yang wajib untuk menjaga kedaulatan Indonesia dan melindungi sumber
daya laut dari tindakan pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif. Salah satu faktor
penyebab penangkapan ikan ilegal yang terjadi di perairan Indonesia adalah lemahnya
petugas yang berkewajiban mengawasi laut Indonesia, terutama perairan Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE), dan ini seharusnya tidak terjadi dengan meningkatkan
perlindungan laut daerah dengan menambah armada patroli, penggunaan teknologi
Vessel Monitoring System (VMS) sistem pemantauan kapal ikan dengan alat tran
5
smitter yang berfungsi untuk mengawasi proses penangkapan ikan yang dilakukan di
wilayah perairan Indonesia.
2. Mengambil tindakan hukum untuk penangkapan ikan ilegal oleh kapal-kapal asing di
zona ekonomi eksklusif (zee) berdasarkan UU No. 31 tahun 2004 232 tentang
perikanan.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan terhadap pelaku pencurian ikan
(penangkapan ikan ilegal) adalah:
a. Sebuah. Penalti
b. Denda pidana
c. Penyitaan
3. Landasan Hukum
Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh, maka landasan hukum yang dikemukan
dalam bagian ini tidak hanya terbatas pada landasan hukum yang berkaitan dengan
penegakan hukum di perairan Indonesia dan zona tambahan, melainkan seluruh
peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan yuridis penegakan hukum di laut,
baik dalam bentuk undang-undang atau peraturan pelaksanaannya.
6
Secara kronologis peraturan perundang-undangan dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang
A. Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim 1939 Nomor 442 (TZMKO) Pasal
13 Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Laut Larangan menyatakan bahwa “….
Untuk memelihara dan mengawasi pentaatan ketentuan-ketentuan dalam ordonansi ini
ditugaskan kepada Komandan Angkatan Laut Surabaya, Komandan-komandan Kapal
Perang Negara dan kamp-kamp penerbangan dari Angkatan Laut.
C. Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP mengatur tindak pidana pada umumnya.
Pasal 103 merupakan dasar hukum bagi berlakunya peraturan perundang-undangan
pidana lain selain yang diatur dalam KUHP. Ketentuan yang secara khusus berkaitan
dengan penegakan hukum di laut adalah pasal 438 sampai dengan 449 yang mengatur
tentang pembajakan di laut, di tepi laut dan di pantai.
Dengan demikian berlaku azas “Lex Specialis Derogat, Lex Generali”. Pasal 84
menyatakan :
(1) Pengadilan negeri yang berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana
yang dilakukan dalam daerah hukumnya.
7
(2) Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal,
berdiam terakir, di tempat ia diketemukan, apabila tempat kediaman sebagian besar saksi
yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan negeri itu daripada tempat kedudukan
pengadilan negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan.
(3) Apabila seorang terdakwa melakukan b beberapa tindak pidana dalam daerah hukum
pelbagai pengadilan negeri, maka tiap pengadilan negeri itu masing-masing berwenang
mengadili perkara pidana itu.
(4) Terhadap beberapa perkara pidana yang satu sama lain ada sangkut pautnya dan
dilakukan oleh seorang dalam daerah hukum pelbagai pengadilan negeri, diadili oleh
masing-masing pengadilan negeri dengan ketentuan dibuka kemungkinan
penggabungan perkara tersebut.
Pasal 85 berbunyi dalam keadaan daerah tindak mengizinkan suatu pengadilan negeri
untuk mengadili suatu perkara, maka atas usul Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala
Kejaksaan Negeri yang bersangkutan, Mahkamah Agung mengusulkan kepada Menteri
Kehakiman untuk menetapkan atau menunjuk pengadilan negeri lain daripada yang
tersebut pada Pasal 84 untuk mengadili perkara yang dimaksud.
Undang-undang ini mengatur mengenai hampir semua aspek Hukum Laut termasuk
rezim-rezim laut, negara kepulauan, pelayaran, perikanan, penambangan dasar laut,
kewenangan negara terhadap laut, termasuk penegakan hukumnya.
Di dalam UNCLOS 1982 tidak disebutkan instansi mana yang berwenang sebagai
penegak hukum (penyidik), tetapi sesuai pasal 224 UNCLOS 1982 disebutkan bahwa
8
pelaksanaan pemaksaan penaatan di laut adalah pejabat-pejabat, kapal perang, pesawat
udara militer atau kapal laut lainnya atau pesawat udara yang mempunyai tanda jelas
dan dapat dikenal yang berada dalam dinas pemerintah dan berwenang untuk melakukan
tindakan-tindakan itu.
Ketentuan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 yang berkaitan dengan tindak
pidana atau pelanggaran dalam rangka penegakan hukum di laut adalah Pasal 26, 27
dan Pasal 28 c jo Pasal 10 ayat (1). Pasal 26 mengatur mengenai pengangkatan benda
bersejarah/budaya tanpa izin dan Pasal 27 mengatur tentang penggalian, penyelaman,
pengangkatan atau cara lain untuk mencari benda cagar budaya tanpa izin Pemerintah.
Pasal 28 c jo Pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa seseorang yang
mengetahui/menemukan benda berharga asal muatan kapal tenggelam dan tidak
melapor kepada pejabat yang berwenang adalah pelanggaran.
Undang-undang ini menentukan bahwa perbuatan tersebut dibawah ini adalah suatu
pelanggaran terhadap undang-undang ini, yaitu: Pasal 48 yang mengatur orang yang
masuk/keluar wilayah Indonesia tanpa melalui pemeriksaan. Pasal 53 mengatur
mengenai orang asing yang berada di wilayah Indonesia secara tidak sah atau pernah
dideportasi dan berada kembali di wilayah Indonesia secara tidak sah.
I. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan
Dalam Pasal 30 Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan
dan Tumbuhan dinyatakan bahwa selain penyidik pejabat polisi negara RI, juga pejabat
9
PHI tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
meliputi peraturan karantina hewan, ikan dan tumbuhan dapat pula diberi wewenang
khusus sebagai penyelidik sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana, yaitu untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang karantina hewan, ikan dan tumbuhan.
10
serta tempat-tempat tertentu di ZEE dan landas kontinental yang di dalamnya berlaku
undang-undang ini (Pasal 1 butir 2).
11
e. Mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat premitif, preventif dan
proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya dukung daya tampung lingkungan
hidup;
f. Memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab lingkungan;
g. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang lingkungan hidup;
h. Menyediakan informasi lingkungan hidup dan menyebarluaskannya kepada
masyarakat;
i. Memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang berjasa di bidang
lingkungan hidup.
12
k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka
pelayanan masyarakat.
l. Memberikan bantuan pengawasan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan,
kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat. m. Menerima dan menyimpan
barang temuan untuk sementara waktu.
(2) Kepolisian Negara RI sesuai deengan peraturan perundangundangan lainnya
berwenang untuk:
a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegaiatan
masyarakat lainnya.
b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor.
c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor.
d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik.
e. Memberikan izin dan melakukan poengawasan senjata api, bahan peledak dan senjata
tajam.
f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di
bidang jasa pengamanan.
g. Memberikan petunjuk, mendidik dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas
pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian.
h. Mengambil sidik jari dan identitas serta memotret sesorang.
i. Mencari keterangan dan barang bukti.
j. Menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional.
k. Mengeluartkan surat izin dan/atau suart keterangan yang diperlukan dalam rangka
pelayanan masyarakat.
13
Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain
berdasarkan undang-undang. Penuntut Unun adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh
undangundang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hukum.
Pasal 30 menyatakan:
(1) Dibidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
a. Melakukan penuntutan
b. Melaksanakan penetapan hukum dan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan
pidana pengawasan dan keputusan lepas bersyarat.
d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan pengadilan.
(2) Dibidang perdata dan tata usaha negara, kejaksanaan dengan kuasa khusus dapat
bertindak, baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau
pemerintah.
(3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksanaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat.
b. Pengawasan kebijakan penegakan hukum.
c. Pengawasan peredaran barang cetakan.
d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara.
e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama.
f. Penelitian dan pengembangan hukum serta stabilitas kriminal.
14
Pengawasan perikanan terdiri atas penyidikan pegawai negeri sipil perikanan dan non
penyidikan pegawai negeri sipil perikanan.
Peraturan Pemerintah
a. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang KUHAP
Pasal 17 peraturan pemerintah ini menyatakan di perairan Indonesia, Zona Tambahan,
ZEEI dan landas kontinen dilakukan oleh Perwira TNI AL dan pejabat penyidik lainnya
yang ditentukan oleh undangundang yang mengnaturnya.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam
Hayati di ZEEI
c. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1998 tentang Impor Kapal Niaga dan Kapal
Ikan Dalam Keadaan Baru dan Bukan Baru
d. Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2000 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan pajak yang Berlaku pada Departemen Keluatan dan Perikanan
e. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan
f. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 tentang Karantina Ikan
g. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal Asing
Dalam Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan Indonesia
h. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak Dan Kewajiban Kapal Dan
Pesawat Udara Asing Dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepaulauan Melalui
Alur Laut Kepulauan Yang Ditetapkan
i. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-
titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
j. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan
k. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan
Laut
4. Keputusan Presiden Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1998 tentang Impor Kapal
Niaga dan Kapal Ikan Dalam Keadaan Baru dan Bukan Baru
15
5. Keputusan Menteri
a. Bidang Perikanan Peraturan tersebut di bawah ini menjadi dasar dalam melaksanakan
tugas-tugas pengawasan dalam upaya untuk penertiban dan penegakan hukum di
bidang perikanan, yaitu:
1) Keputusan Menteri No 45 Tahun 200 tentang Perizinan Usaha Perikanan;
2) Keputusan Menteri Nomor 46 Tahun 2001 tentang Pendaftaran Ulang Perizinan Usaha
Penangkapan Ikan;
3) Keputusan Menteri Nomor 67 Tahun 2001 tentang Pembentukan Tim Terpadu
Penanggulangan Penyalahgunaan Di Bidang Perikanan;
4) Keputusan Menteri Nomor Nomor 58 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan
SISWAMAS;
5) Keputusan Menteri Nomor 02 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengawasan Penangkapan Ikan;
6) Keputusan Menteri Nomor 03 Tahun 2002 tentang Log Book Penangkapan dan
Pengangkutan Ikan;
b. Bidang Keimigrasian
1) Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.02.IZ.01.10 Tahun 1995 tentang Visa
Singgah, Visa Kunjungan, Visa Tinggal Terbatas, Ijin Masuk dan Ijin Keimigrasian.
2) Juklak Direktorat Jenderal Imigrasi Nomor F-306.IZ.01.10 Tahun 1995 tentang Bentuk
Peneraan dan Penomoran Visa, yang diubah dengan Peraturan Ditjen Imigrasi Nomor
10 Tahun 2006 tentang Bentuk, Ukuran, Redaksi, Jenis dan Indeks serta Peneraan
Visa. Pasal 4 ayat 2 huruf B berisikan pemberian Visa yang dipergunakan untuk
bekerja di atas Kapal/Alat Apung yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia, laut
teritorial, landas kontinen dan ZEE dengan ijin tinggal kemudahan khusus
keimigrasian.
c. Bidang Kepabeanan
1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.05 Tahun 1997 tentang Tata Laksanasa
Singgah, Visa Kunjungan, Visa Tinggal Terbatas, Ijin Masuk dan Ijin Keimigrasian.
2) Juklak Direktorat Jenderal Imigrasi Nomor F-306.IZ.01.10 Tahun 1995 tentang Bentuk
Peneraan dan Penomoran Visa, yang diubah dedngan Peraturan Ditjen Imigrasi
16
Nomor 10 Tahun 2006 tentang Bentuk, Ukuran, Redaksi, Jenis dan Indeks serta
Peneraan Visa.
Pasal 4 ayat 2 huruf B berisikan pemberian Visa yang dipergunakan untuk bekerja di atas
Kapal/Alat Apung yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia, laut teritorial, landas
kontinen dan ZEE dengan ijin tinggal kemudahan khusus keimigrasian.
== S e l e s a i ==
17