Negara Indonesia memiliki wilayah laut sangat luas 5,8 juta km2 yang
merupakan tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Di dalam wilayah
laut tersebut terdapat sekitar 17.500 lebih dan dikelilingi garis pantai sepanjang
81.000 km, yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah
Kanada. Fakta fisik inilah yang membuat Indonesia dikenal sebagai negara
kepulauan dan maritim terbesar di dunia.
Selain peran geopolitik, wilayah laut kita juga memiliki peran geokonomi
yang sangat penting dan strategis bagi kejayaan dan kemakmuran bangsa
Indonesia. Sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia, Indonesia
diberkahi Tuhan YME dengan kekayaan laut yang sangat besar dan beranekaragam, baik berupa sumberdaya alam terbarukan (seperti perikanan, terumbu
karang, hutan mangrove, rumputlaut, dan produk-produk bioteknologi);
sumberdaya alam yang takterbarukan (seperti minyak dan gas bumi, emas,
perak, timah, bijih besi, bauksit, dan mineral lainnya); energi kelautan
sepertipasang-surut, gelombang, angin, dan OTEC (Ocean Thermal Energy
Conversion); maupun jasa-jasa lingkungan kelautan seperti pariwisata bahari dan
transportasi laut.
Oleh karena itu, pada makalah ini dibahas mengenai pentingnya pengembangan
potensi kelautan yang optimal bagi peningkatan kesejahteraan bangsa
Indonesia. Pengembangan kelautan tersebut diawali dengan adanya isu-isu
permasalahan yang ada dan ditindaklanjuti dengan upaya pengelolaan kelautan
dengan menggunakan prinsip-prinsip pengelolaan yang berkelanjutan, terpadu,
desentralisasi pengelolaan, pemberdayaan masyarakat dan kerjasama
internasional.
A. Potensi Sumberdaya Kelautan
Potensi dan peluang pengembangan kelautan meliputi :
(1) perikanan tangkap,
(2) perikanan budidaya,
(3) industri pengolahan hasil perikanan,
(4) industri bioteknologi kelautan dan perikanan,
(5) pengembangan pulau-pulau kecil,
(6) pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam,
(7) deep sea water,
(8) industri garam rakyat,
(9) pengelolaan pasir laut,
Perhubungan Laut
Transportasi laut berperan penting dalam dunia perdagangan internasional
maupun domestik. Transportasi laut juga membuka akses dan
menghubungkan wilayah pulau, baik daerah sudah yang maju maupun
yang masih terisolasi. Sebagai negara kepulauan (archipelagic state),
Indonesia memang amat membutuhkan transportasi laut, namun,
Indonesia ternyata belum memiliki armada kapal yang memadai dari segi
jumlah maupun kapasitasnya. Data tahun 2001 menunjukkan, kapasitas
share armada nasional terhadap angkutan luar negeri yang mencapai 345
juta ton hanya mencapai 5,6 persen. Adapun share armada nasional
terhadap angkutan dalam negeri yang mencapai 170 juta ton hanya
mencapai 56,4 persen. Kondisi semacam ini tentu sangat
mengkhawatirkan terutama dalam menghadapi era perdagangan bebas.
Selain diperlukan suatu kebijakan yang kondusif untuk industri pelayaran,
maka Peningkatan kualitas SDM yang menangani transportasi sangatlah
diperlukan.
Karena negara Indonesia adalah negara kepulauan maka keperluan sarana
transportasi laut dan transportasi udara diperlukan. Mengingat jumlah
pulau kita yang 17 ribu buah lebih maka sangatlah diperlukan industri
maritim dan dirgantara yang bisa membantu memproduksi sarana yang
banyak disalah tafsirkan, sehingga laut dianggap milik sendiri dan tidak
boleh dimanfaatkan oleh orang lain atau pemanfaatan sumberdaya laut
dilakukan hanya sekedar untuk menambah devisa tanpa melihat berbagai
aspek keberlanjutannya.
C. Upaya Pengelolaan yang Optimal
1. Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu amanat dari
pertemuan Bumi (Earth Summit) yang diselenggarakan tahun 1992 di Rio
de Janeiro, Brazil. Dalam forum global tersebut, pemahaman tentang
perlunya pembangunan berkelanjutan mulai disuarakan dengan
memberikan definisi sebagai pembangunan yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan generasi sekarang dengan tanpa mengabaikan
kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya.
Pengelolaan sumberdaya laut perlu diarahkan untuk mencapai tujuan
pendayagunaan potensi untuk meningkatkan kontribusi terhadap
pembangunan ekonomi nasional dan kesejahteraan pelaku pembangunan
kelautan khususnya, sertauntuk tetap menjaga kelestarian sumberdaya
kelautan khususnya sumberdaya pulih dan kelestarian lingkungan.
2. Keterpaduan
Sifat keterpaduan dalam pembangunan kelautan menghendaki koordinasi
yang mantap, mulai tahapan perencanaan sampai kepada pelaksanaan
dan pemantauan serta pengendaliannya. Untuk itu , dibutuhkan visi, misi,
strategi, kebijakan dan perencanaan program yang mantap dan dinamis.
Melalui koordinasi dan sinkronisasi dengan berbagai pihak baik lintas
sektor maupun subsektor, tentu dengan memperhatikan sasaran, tahapan
dan keserasian antara rencanan pembangunan kelautan nasional dengan
regional, diharapkan diperolah keserasian dan keterpaduan perencanaan
dari bawah (bottom up) yang bersifat mendasar dengan perencanaan dari
atas ( top down) yang bersifat policy, sebagai suatu kombinasi dan
sinkronisasi yang lebih mantap.
Keterpaduan dalam pengelolaan sumberdaya kelautan meliputi (1)
keterpaduan sektoral yang mensyaratkan adanya koordinasi antar sektor
dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan, (2) keterpaduan pemerintahan
melalui integrasi antara penyelenggara pemerintahan antarlevel dalam
sebuah konteks pengelolaan kelautan tertentu, (3) keterpaduanspasial
yang memberikan arah pada integrasi ruang dalam sebuah pengelolaan
kawasan laut, (4) keterpaduan ilmu dan manajemen yang menitikberatkan
pada integrasi antarilmu dan pengetahuan yang terkait dengan
pengelolaan kelautan, dan (5) keterpaduan internasional yang
mensyaratkan adanya integrasi pengelolaan pesisir dan laut
yangmelibatkan dua atau lebih negara, seperti dalam konteks
Transboundary species, high migratory species maupun efek polusi antar
ekosistem.
3. Desentralisasi Pengelolaan
Dari 400-an lebih kabupaten dan kota di Indonesia, maka 240-an lebih
memiliki wilayah laut. Memperhatikan hal ini maka dalam bagian
kesungguhan mengelola kekayaan laut Diharapkan stabilitas politik di
negara kita dapat ditingkatkan, penegakan hukum dapat segera
dilaksanakan sehingga segala upaya dalam pembangunan SDM,
pembangunan ekonomi dapat memperoleh hasil yang optimal. Budaya
negeri kita paternalistik, sehingga perilaku pemimpin nasional dan daerah,
perilaku pejabat pusat dan daerah akan menjadi refleksi masyarakat luas.
Usaha pemberian otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dalam
urusan pemerintahan dan pembangunan merupakan isu pemerintahan
yang lebih santer di masa-masa yang akan datang. Proses perencanaan
dan penentuan kebijaksanaan pembangunan yang sekarang masih
nampak sentralistis di pemerintahan pusat kiranya perlu didorong untuk
mendesentralisasikan ke daerahdaerah.
Selain itu, peranan daerah juga sangat besar dalam proses pemberdayaan
masyarakat untuk ikut serta secara aktif dalam proses pembangunan,
termasuk di dalamnya pembangunan wilayah pesisir dan lautan. Namun
peran tersebut masih perlu ditingkatkan di masa mendatang mengingat
peranan sumberdaya pesisir dan lautan dalam pembangunan di masa
mendatang makin penting. Peranan daerah juga makin penting, terutama
apabila dikaitkan dengan pembinaan kawasan, baik yang berkaitan
dengan pemanfaatan dan perlindungan sumberdaya alam maupun
masyarakat di daerah, terutama yang berada di kawasan pesisir, yang
kehidupannya sangat tergantung pada lingkungan di sekitarnya
(lingkungan pesisir dan lautan).
Daerah juga harus dapat meningkatkan peranannya melalui pembinaan
dunia usaha di daerah untuk mengembangkan usahanya di bidang
kelautan. Artinya proses pemberdayaan bukan hanya diperuntukkan bagi
masyarakat pesisir atau masyarakat yang menggantungkan hidupnya
pada sektor kelautan (nelayan), tetapi juga para usahawan (misalnya
perikanan) mengantisipasi potensi pasar dalam negeri maupun luar negeri
yang cenderung meningkat. Di sektor lain, misalnya budidaya laut juga
merupakan potensi untuk mendorong pembangunan baik secara nasional
maupun untuk kepentingan masyarakat pesisir.
Secara empiris, trend menuju otonomisasi pengelolaan sumberdaya
kelautan ini pun di beberapa negara sudah teruji dengan baik. Contoh
bagus dalam hal ini adalah Jepang. Dengan panjang pantai kurang lebih
34.590 km dan 6.200 pulau besar kecil, Jepang menerapkan pendekatan
otonomi melalui mekanisme coastal fishery right-nya yang terkenal itu.
Dalam konteks ini, pemerintah pusat hanya memberikan basic
guidelines dan kemudian kebijakan lapangan diserahkan kepada provinsi
atau kota melalui FCA (Fishebry Cooperative Association). Dengan
demikian, terdapat mozaik pengelolaan yang bersifat site-spesific menurut
kondisi lokasi di wilayah pengelolaan masing-masing.
4. Pengelolaan Berbasis Masyarakat
Pendekatan pembangunan termasuk dalam konteks sumberdaya kelautan,
5. Isu Global
Memasuki abad ke-21, Indonesia dihadapkan pada tantangan internasional
sehubungan dengan mulai diterapkannya pasar bebas, mulai dari AFTA
(pasar bebas ASEAN) hingga APEC (pasar bebas Asia Pasifik). Seiring
dengan itu, terjadi berbagai perkembangan lingkungan strategis
internasional, antara lain (1) proses globalisasi, (2) regionalisasi blok
perdagangan, (3) isu politik perdagangan yang menciptakan non-tariff
barier, dan (4) isu tarifikasi dan tariff escalation bagi produk agroindustri,
dan (5) perkembangan kelembagaan perdagangan internasional.
Terdapat dua aspek globalisasi yang terkait dengan sektor kelautan dan
perikanan, yakni aspek ekologi dan ekonomi. Secara ekologi, terdapat
berbagai kaidah internasional dalam pengelolaan sumberdaya perikanan
(fisheries management), seperti adanya Code of Conduct for Responsible
Fisheries yang dikeluarkan FAO (1995). Aturan ini menuntut adanya
praktek pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan,
dimana setiap negara dituntut untuk memenuhi kaidah-kaidah tersebut,
selanjutnya dijabarkan di tingkat regional melalui organisasi/komisi-komisi
regional (Regional Fisheries Management Organizations-RFMOs) seperti
IOTC (Indian Ocean Tuna Comission) yang mengatur penangkapan tuna di
perairan India, CCSBT, dll. Selain itu, Committee on Fisheries FAO telah
menyepakati tentang International Plan of Action on Illegal, Unreported
and Unregulated (IUU) Fishing yang mengatur mengenai (1) praktek ilegal
seperti pencurian ikan, (2) praktek perikanan yang tidak dilaporkan atau
laporannya salah, atau laporannya di bawah standar, dan (3) praktek
perikanan yang tidak diatur sehingga mengancam kelestarian stok ikan
global.
Sementara itu dalam aspek ekonomi, liberalisasi perdagangan merupakan
ciri utama globalisasi. Konsekuensinya adalah ketatnya persaingan
produk-produk perikanan pada masa datang. Oleh karenanya produkproduk perikanan akan sangat ditentukan oleh berbagai kriteria, seperti
(1) produk tersedia secara teratur dan berkesinambungan, (2) produk
harus memiliki kualitas yang baik dan seragam, dan (3) produk dapat
Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh
ulah manusia (man-made disaster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
bencana antara lain:
Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made
hazards) yang menurut United Nations International Strategy for Disaster
Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geological
hazards), bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards), bahaya
biologi (biological hazards), bahaya teknologi (technological hazards) dan
penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation)
Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta
elemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana
Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat
Secara geografi s Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada
pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia,
lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur
Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau
Sumatera ? Jawa - Nusa Tenggara ? Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan
vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa.
Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan
gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat
kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986).
Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat
menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah
yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia sering
mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian besar
disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan
daerah seismik aktif lainnya (Puspito, 1994). Selama kurun waktu 1600?2000
terdapat 105 kejadian tsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan oleh
gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung berapi dan 1 persen oleh tanah
longsor (Latief dkk., 2000). Wilayah pantai di Indonesia merupakan wilayah yang
rawan terjadi bencana tsunami terutama pantai barat Sumatera, pantai selatan
Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di
Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hampir seluruh pantai di Sulawesi. Laut
Maluku adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun waktu tahun