Anda di halaman 1dari 6

"Illegal Fishing di Aceh" Lima Kapal Ikan Thailand Ditangkap di Belawan

Nasional | Jumat, 30 Maret 2012 18:45 WIB    Metrotvnews.com, Medan: Lima


kapal ikan asal Thailand ditangkap petugas patroli Pengawas Sumber Daya
Kelautan dan Perikanan (PSDKP) di perairan timur Aceh. "Sebanyak 50 awak
kapal diamankan guna penyelidikan," kata Kepala PSDKP Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) Stasiun Belawan, Mukhtar di Medan, Jumat
(30/3). Kelima kapal disergap saat menangkap ikan secara ilegal atau "illegal
fishing" di sekitar 25 mil dari Kecamatan Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh
Utara, Aceh. Kapal ditangkap karena tak mengantongi izin. Kapal ikan Thailand
yang diamankan di Belawan, yaitu bernama Khanom Cun-2 dengan diawaki
Anak Buah Kapal (ABK) sebanyak 11 orang dan Kyaw Sin-23 dengan ABK
sembilan 9 orang, Khanom Cun-4 diawaki 11 ABK. Selanjutnya, kapal Kyaw Sib-
12 dengan ABK sebanyak 11 orang dan kapal Kyaw Sin-9 dengan ABK sebanyak
10 orang. "Illegal fishing" yang dilakukan lima kapal ikan Thailand di WPP NKRI
tersebut merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan. Selain menahan lima unit kapal dan awaknya, pihak
PSDKP Belawan juga menyita puluhan ton ikan hasil "illegal fishing" yang
dilakukan kapal ikan asing itu. "Seluruh ikan yang terdapat di dalam kapal
tersebut segera kami lelang, karena kalau terlalu lama bisa membusuk," ujar
Mukhtar. Namun dia tidak merinci total volume dan total transaksi hasil lelang
ikan tersebut. Untuk proses pemeriksaan lebih lanjut, pihaknya akan segera
melimpahkan kasus "illegal fishing berikut seluruh barang bukti kepada
Kejaksaan Negeri Belawan. Dia menambahkan, KKP melalui PSDKP terus
berupaya melakukan pengawasan terhadap perairan laut Indonesia dengan
meningkatkan pengawasan guna meminimalisir aksi pencurian ikan dan biota
laut lainnya. PSDKP juga akan terus meningkatkan koordinasi dengan lintas
penegak hukum di laut melalui peningkatan koordinasi pelaksanaan operasi, di
antaranya dengan Bakorkamla, TNI-AL, Polair dan TNI-AU.(Ant/ICH) FAKTOR
PENYEBAB MARAKNYA ILLEGAL FISHING Saat ini Illegal Fishing di Indonesia
masih belum bisa 100% diberantas. Meskipun sudah ada Undang-Undang yang
mengatur tentang perikanan dan segala tindak pidananya bagi yang
melanggar, para pelaku illegal fishing masih terus melanjukan aksinya. Jika
ditinjau kembali, ada banyak faktor yang menyebabkan hal itu tejadi. Salah
satu diantaranya adalah kurang jelas dan tegasnya isi dari UU nomor 31 Tahun
2004 yang mengatur tentang Perikanan. Dapat dilihat pada Pasal 8 dan 9
dimana pelanggaran alat tangkap dan fishing ground hanya dimasukkan dalam
kategori pelanggaran dengan denda hanya Rp 250 juta. Hal semacam itu,
seharusnya masuk kategori pidana dengan sanksi lebih berat. Penguatan aspek
legal itu terkait dengan tingginya tingkat pencurian ikan di perairan Indonesia
oleh kapal-kapal asing.  Beberapa pasal yang dianggap “abu-abu” menyangkut
pidana dan pelanggran pada penggunaan alat tangkap dari UU Perikanan
seperti pasal 85 dan 100. Pasal 29 dan 30 tentang Perikanan kurang
memperhatikan nasib nelayan dan kepentingan nasional terhadap pengelolaan
sumber daya laut. Dalam Pasal 29 ayat (1) UU Perikanan tersebut disebutkan
bahwa usaha perikanan di wilayah pengelolaan perikanan RI hanya boleh
dilakukan oleh warga negara RI atau badan hukum Indonesia. Sementara
dalam ayat (2) disebutkan pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada orang atau badan hukum asing yang
melakukan usaha penangkapan ikan di ZEEI, sepanjang hal tersebut
menyangkut kewajiban negara RI berdasarkan persetujuan internasional atau
ketentuan hukum internasional yang berlaku. Pasal 29 UU Perikanan tersebut
dapat menimbulkan persaingan internal (perang) antar para nelayan Indonesia
sendiri, karena semakin sedikitnya wilayah mereka untuk mencari ikan. Selain
faktor perundang-undangan, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan para
pelaku Ilegal Fishing terus beraksi. Diantaranya : Minimnya sarana, prasarana
dan biaya operasional penyidik perikanan  dalam menangani kasus-kasus illegal
fishing. Tidak adanya dermaga yang disediakan khusus untuk tambat labuh
Kapal Ikan Asing yang ditangkap, sehingga mereka ditempatkan di dermaga
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang ada sehingga mempengaruhi aktivitas
rutin pangkalan/dermaga tersebut. Belum tersedianya tempat yang secara
khusus untuk menampung Anak Buah Kapal asing non yustisia selama
menunggu pelaksanaan deportasi, sehingga mereka ditempatkan di lokasi yang
terbuka dan kondisi ini dapat mengakibatkan larinya mereka karena sulitnya
pengawasan. Lamanya penahanan Anak Buah Kapal asing menimbulkan
masalah sosial di kalangan masyarakat setempat dan petugas, seperti
kekhawatiran akan terjangkitnya penyakit berbahaya yang dapat ditularkan
oleh mereka Daerah tidak memiliki dana yang cukup untuk biaya jatah hidup
mereka selama penahanan dan tidak memiliki biaya untuk mendeportasikan
mereka asing ke negara asal. Pelaksanaan deportasi Anak Buah Kapal warga
negara asing sampai saat ini belum sepenuhnya dilakukan oleh kantor Imigrasi
selaku instansi yang berwenang, sehingga menjadi tanggung jawab instansi
yang menangani kasus (Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Kalbar, LANAL
pontianak POL AIR POLDA Kalbar dan PPN Pemangkat).   Signal berupa rambu
hukum yang ada ternyata tidak menyurutkan langkah pelaku illegal fishing dan
berusaha menghindari jeratan hukum dan segera menerbitkan perturan yang
dapat dipedomani dalam penyelesaian masalah yang bersinggungan dengan
illegal fishing. Oleh karena itu perlu bagi pemerintah untuk merubah isi
undang-undang perikanan tersebut dan mulai menetapkan hukum yang tegas
agar para nelayan Indonesia tidak menderita. Dampak Perikanan Ilegal
Maraknya perikanan ilegal di perairan Indonesia berdampak terhadap stok ikan
nasional dan global. Hal ini juga menyebabkan keterpurukan ekonomi nasional
dan meningkatnya permasalahan sosial di masyarakat perikanan Indonesia.
Sedikitnya terdapat sepuluh masalah pokok dari aktivitas perikanan ilegal yang
telah memberi dampak serius bagi Indonesia: Pertama, perikanan ilegal di
perairan Indonesia akan mengancam kelestarian stok ikan nasional bahkan
dunia. Praktek perikanan yang tidak dilaporkan atau laporannya salah 
(misreported), atau laporannya di bawah standar (under reported), dan
praktek perikanan yang tidak diatur (unregulated) akan menimbulkan masalah
akurasi data tentang stok ikan yang tersedia. Jika data stok ikan tidak akurat,
hampir dipastikan pengelolaan perikanan tidak akan tepat dan akan
mengancam kelestarian stok ikan nasional dan global. Hal ini dapat
dikategorikan melakukan praktek IUU fishing. Dengan kata lain, jika
pemerintah Indonesia tidak serius untuk mengantisipasi dan mereduksi
kegiatan IUU diperairan Indonesia, maka dengan sendirinya Indonesia
“terkesan” memfasilitasi kegiatan IUU, dan terbuka kemungkinan untuk
mendapat sanksi internasional. Kedua, perikanan ilegal di perairan Indonesia
akan mengurangi kontribusi perikanan tangkap di wilayah ZEEI atau laut lepas
kepada ekonomi nasional (PDB). Disamping juga mendorong hilangnya rente
sumberdaya perikanan yang seharusnya dinikmati oleh Indonesia. Pemerintah
mengklaim bahwa kerugian dari praktek perikanan ilegal mencapai US$ 4
milyar per tahun. Jika diasumsikan harga ikan ilegal berkisar antara US$ 1.000-
2.000 per ton maka setiap tahunnya Indonesia kehilangan sekitar 2-4 juta ton
ikan. Perhitungan lain menyebutkan, bahwa total kerugian negara akibat
perikanan ilegal mencapai US$ 1,924 miliar per tahun. Angka ini terdiri dari
pelanggaran daerah operasi sebesar US$ 537,75 juta; dokumen palsu US$
142,5 juta kapal tanpa dokumen atau liar US$ 1,2 juta dan penggunaan ABK
asing US$ 780 juta. Ketiga, perikanan ilegal mendorong ke arah penurunan
tenaga kerja pada sektor perikanan nasional, seperti usaha pengumpulan dan
pengolahan ikan. Apabila hal ini tidak secepatnya diselesaikan maka akan
mengurangi peluang generasi muda nelayan untuk mengambil bagian dalam
usaha penangkapan ikan. Keempat, perikanan ilegal akan mengurangi peran
tempat pendaratan ikan nasional (pelabuhan perikanan nasional) dan
penerimaan uang pandu pelabuhan. Karena kapal penangkapan ikan ilegal
umumnya tidak mendaratkan ikan hasil tangkapannya di pelabuhan perikanan
nasional. Hal ini akan berdampak secara nyata terhadap berkurangnya
pendapatan nasional dari sektor perikanan. Kelima, perikanan ilegal akan
mengurangi pendapatan dari jasa dan pajak dari operasi yang sah. Perikanan
ilegal akan mengurangi sumberdaya perikanan, yang pada gilirannya akan
mengurangi pendapatan dari perusahaan yang memiliki izin penangkapan yang
sah. Keenam, baik secara langsung maupun tidak langsung, multiplier effects
dari perikanan ilegal memilikib hubungan dengan penangkapan ikan nasional.
Karena aktivitas penangkapan ikan nasional akan otomotis berkurang sejalan
dengan hilangnya potensi sumberdaya ikan akibat aktivitas perikanan ilegal.
Apabila potensi ikan yang dicuri dapat dijala oleh armada perikanan nasional,
maka sedikitnya dapat menjamin bahan baku yang cukup bagi industri
pengolahan hasil perikanan, misalnya pengalengan tuna. Pada umumnya ikan
yang dicuri dari perairan Indonesia adalah ikan tuna dan ikan pelagis besar
lainnya. Jika setiap industri pengalengan ikan tuna memerlukan bahan baku
minimal 80-100 ton per hari atau sekitar 28.000-36.000 ton per tahun, maka
ikan yang dicuri tersebut sedikitnya dapat menghidupi 42 industri pengalengan
ikan tuna nasional. Ketujuh, perikanan ilegal akan berdampak pada kerusakan
ekosistem, akibat hilangnya nilai dari kawasan pantai, misalnya udang yang
dekat ke wilayah penangkapan ikan pantai dan dari area bakau yang boleh jadi
dirusak oleh perikanan ilegal. Selanjutnya akan berdampak pada pengurangan
pendapatan untuk masyarakat yang melakukan penangkapan ikan di wilayah
pantai. Kedelapan, perikanan ilegal akan meningkatkan konflik dengan armada
nelayan tradisional. Maraknya perikanan ilegal mengganggu keamanan
nelayan Indonesia khususnya nelayan tradisional dalam menangkap ikan di
perairan Indonesia. Nelayan asing selain melakukan penangkapan secara ilegal,
mereka juga sering menembaki nelayan tradisional yang sedang melakukan
penangkapan ikan di daerah penangkapan (fishing ground) yang sama. Selain
itu perikanan illegal juga akan mendorong ke arah pengurangan pendapatan
rumah tangga nelayan dan selanjutnya akan memperburuk situasi kemiskinan.
Kesembilan, perikanan ilegal berdampak negatif pada stok ikan dan
ketersediaan ikan, yang merupakan sumber protein penting bagi Indonesia.
Pengurangan ketersediaan ikan pada pasar lokal akan mengurangi
ketersediaan protein dan keamanan makanan nasional. Hal ini akan
meningkatkan risiko kekurangan gizi dalam masyarakat, dan berdampak pada
rencana pemerintah untuk meningkatkan nilai konsumsi ikan. Kesepuluh,
perikanan ilegal akan berdampak negative pada isu kesetaraan gender dalam
penangkapan ikan dan pengolahan serta pemasaran hasil penangkapan ikan.
Fakta di beberapa daerah menunjukkan bahwa istri nelayan memiliki peranan
penting dalam aktivitasb penangkapan ikan di pantai dan pengolahan hasil
tangkapan, termasuk untuk urusan pemasaran hasil perikanan. Upaya
Pemerintah dalam menangani Illegal Fishing: a.       Menerapkan teknologi VMS
(Vessel Monitoring System), yaitu sistem pengawasan kapal yang berbasis
satelit. VMS digunakan untuk memonitor gerak kapal yang menyangkut posisi
kapal, kecepatan kapal, jalur lintasan (tracking) kapal serta waktu terjadinya
pelanggaran. Untuk mengimplementasikan VMS telah dibangun Fishing
Monitoring Center (FMC) di kantor pusat Departemen Kelautan dan Perikanan
di Jakarta dan Regional Monitoring Center (RMC) di daerah Ambon dan Batam.
b.       Pengawasan perikanan dilaksanakan oleh Pengawas Perikanan yang
bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan peraturan perundang-undangan
di bidang perikanan. Pengawas Perikanan terdiri atas Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS) Perikanan dan non PPNS Perikanan. Adapun yang dimaksud
dengan non PPNS Perikanan adalah Pegawai Negeri Sipil lainnya di bidang
perikanan yang bukan penyidik, tetapi diberi kewenangan untuk melakukan
pengawasan. c.       Untuk pengawasan langsung di lapangan terhadap kapal-
kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dilakukan dengan
menggunakan kapal-kapal patroli, baik yang dimiliki oleh Departemen Kelautan
dan Perikanan maupun bekerjasama dengan TNI Angkatan Laut, Polisi Air, dan
TNI Angkatan Udara. d.   Dengan membentuk Pokmawas (Kelompok
Masyarakat Pengawas), yaitu pelaksana pengawas di tingkat lapangan yang
terdiri dari unsur tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, LSM, nelayan-
nelayan ikan, serta masyarakat kelautan dan perikanan lainnya. Kinerja
Pokmawas hanya sekadar melaporkan segala tindak pelanggaran yang
dilakukan di perairan Indonesia. Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ
Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ

Anda mungkin juga menyukai