Anda di halaman 1dari 6

IPTEK KELAUTAN

OLEH :
FEBY OKTAVIANY
20220610072

UNIVERSITAS HANG TUAH


FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
SURABAYA
2022
FEBY OKTAVIANY
NIM 72
KELAS HUKUM B

SOAL NO 1

Wilayah perairan di Indonesia yang amat luas ini dengan adanya sumber daya kelautan yang
melimpah memiliki definisi penting bagi negara Indonesia ini. Karena didalamnya terdapat
sumber daya perkinanan yang memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber pertumbuhan
ekonomi serta menjadi salah satu pembangunan nasional. Adanya kelimpahan sumber daya
perikanan yang sangat menarik banyak perhatian dari kubu asing, mereka dapat menikmati
dengan secara ilegal melalui kegiatan illegal fishing. Kegiatan tersebut dilakukan oleh para
nelayan asing beserta negara tetangga yang berada dikawasan yang memasuki perairan Indonesia
secara ilegal. Melalui berbagai cara yang dilakukan oleh para nelayan tersebut untuk menangkap
ikan secara ilegal yang selanjutnya akan diperjualbelikan di luar Indonesia dengan pendapatan
keuntungan yang luar biasa. Hal itu dapat merugikan negara kita ini yang menyebabkan
menurunnya produktivitas dan hasil tangkapan secara signifikan. Ada beberapa contoh negara
asing yang sering sekali memasuki wilayah perairan di Indonesia yaitu, Thailand, Vietnam, dan
Malaysia.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia namun hal ini tidak menjadi semata
mata menjadi persoalan negara kita saja, namun sudah menjadi persoalan bagi negara negara lain
yang bersifat lintas negara. Illegal fishing ini telah menjadi pusat perhatian dunia yang dimana
sudah berlangsung di berbagai kawasan yang dianggap dapat mengancam keberadaan kelestarian
sumber daya perikanan. Pada tahun 1995, PBB mengidentifikasi 18 jenis transnastional crime
yaitu money laundering, terrorism, theft of art and cultural objects, theft of intellectual property,
illicit arms trafficking, aircraft hijacking, sea piracy, insurance fraud, computer crime,
environmental crime, trafficking in persons, trade in human body parts, illicit drug trafficking,
fraudulent bankruptcy, infiltration of legal business, corruption and bribery of public or party
officials. 9 Pada tahun 2000-an masyarakat internasional mulai memberi perhatian kepada isu-isu
baru yang muncul (emergence of new issues) dalam hubungan internasional, diantaranya adalah
illegal fishing yang juga dikategorikan sebagai jenis transnational crime yang baru.
Berdasarkan data dari 5 tahun terakhir yang pada awal mula di tahun 2005 sampai 2010 terlihat
bahwa kasus pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal ikan asing di perairan indonesia
mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. Yang terutama berada di perairan kalimantan
yang menjadi salah satu tempat paling menarik untuk kapal asing untuk melakukan kegiatan
illegal fishing tersebut. Kasus tersebut memunculkan kerugian materiil yang sangat besar bagi
kalimantan barat. Dalam satu tahun hal ini diprediksi merugikan hingga 5 triliun rupiah. Hal ini
juga menjadi permasalahan di kepulauan riau, di kepulauan riau berada di antara laut cina
selatan, selat malaka dan selat karimata. Yang berbatasan langsung dengan negara negara
tetangga maka hal itu memiliki aneka ragam ikan yang strategis. Maluku juga menjadi tempat
strategis bagi kegiatan illegal fishing. Hal itu menjadi rebutan perusahaan perikanan baik
nasional maupun internasional. Oleh karena itu pada kawasan perairan ini selalu terjadi berbagai
bentuk kegiatan ilegal. Termasuk illegal fishing. Berdasarkan operasi jaring minggu pertama
bulan desember 2010 saja berasal dari filiphina. Hasil tangkapannya diperoleh dari perairan
indonesia yang melalui jaringan yang sudah terorganisasi dibawa ke general santos fish port
complex di filiphina untuk dijual.
Terjadinya illegal fishing ini merupakan transnational crime yang pelakunya adalah orang asing
atau orang indonesia sendiri yanng melibatkan pihak asing dibelakangnya. Kegiatan ini biasanya
beroperasi di wilayah perbatasan dan perairan internasional. Untuk itu pada perairan timur di
indonesia meliputi perairan papua, teluk bintuni, fakfak, merauke.
Penyebab terjadinya illegal fishing ini ialah adanya beberapa pihak yang menjadikan adanya
keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan, terbatasnya dana untuk operasional pengawasan,
terbatasnya tenaga polisi perikanan dan penyidik pegawai negeri sipil atau ppns, masih
terbatasnya kemampuan yang dimiliki nelayan indonesia dalam memanfaatkan potensi perikanan
diperairan indonesia, kebutuhan sumber bahan baku di negara pelaku illegal fishing sudah
menipis yang akibatnya praktik industrialisasi kapal penangkapnya sehingga daya tumbuh ikan
tidak sebanding dengan jumlah yang ditangkap, dan sebagai akibatnya mereka melakukan
ekspansi hingga ke wilayah indonesia, kemampuan memantau setiap gerak kapal patroli
pengawasan dilaut dapat diketahui oleh kapal ikan asing karena alat komunikasi yang canggih.
Luasnya perairan dan wilayah serta jauhnya pengadilan perikanan dengan locus delicti illegal
fishing juga menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya illegal fishing. Dikarenakan
persoalan jarak terkadang perkara tidak terselesiakan tepat waktu dan kerugian negara pun tidak
dapat diselamatkan. Dengan banyaknya kasus yang tidak terselesaikan para pelaku pun
kemudian menganggap sepele hal tersebut. Kurangnya koordinasi antara instansi yang
menjadikan salah satu penyebab tetap maraknya illegal fishing. Setidaknya ada delapan lembaga
dalam hukum yang berwenang untuk melakukan di wilayah laut yaitu TNI AL, POLRI, PPNS
KKP (kementrian kelaitan dan perikanan), PPNS kementrian perhubungan, PPNS beacukai,
PPNS imigrasi, PPNS lingkungan hidup, dan PPNS kementrian kehutanan. Dikarenakan setiap
instansi memiliki kewenangan mereka pun melakukan penindakan sendiri sendiri dan tidak
jarang yang terdapat oknum aparat yang dapat diajak bekerja sama dengan pelaku illegal fishing.
Terjadinya illegal fishing juga dipicu oleh kebutuhan dan permintaan stok ikan tertentu yang
mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi. Khususnya yang merupakan konsumsi pengunjung
restoran mahal di luar negri. Illegal fishing terhadap ikan pelagis besar, sebagai misal yang
banyak sekali dilakukan dikawasan ZEE indonesia yang dilakukan oleh kapal kapal asing
tersebut telah dilengkapi berbagai perangkat untuk mendukung penyimpanan dan pengolahan
ikan agar tetap segar dan memiliki nilai ekonomi tinggi ketika dijual di pasar internasional. Ini
dapat diartikan bahwa para pelaku illegal fishing itu menaruh perhatian besar terhadap potensi
sumber daya perikanan laut indonesia. Wilayah perairan laut indonesia yang luas dengan segala
keterbatasan sarana dan prasarana pengawasannya tampak tidak menjadi kendala bagi para
pelaku illegal fishing untuk terus melakukan kegiatan illegalnya di dalam perairan indonesia.
Kerja sama bilateral antara indonesia dengan negara tetangga dikawasan dalam penanggulangan
illegal fishing perlu dilakukan untuk mengingat kegiatann illegal ini yang sudah sangat
mengancam adanya keberadaan dan kelestarian sumber daya perikanan di indonesia. Setidaknya
adanya empat negara tetangga yang perlu diperhatikan indonesia dalam penannggulangan illegal
fishing secara bilateral. Keempat negara tersebut adalah tahiland, vietnam, filiphina, dan
malaysia yang dikarenakan para nelayan dari negara tersebut sering memasuki kawasan
indonesia serta menangkap ikan secara illegal.
Yang pertama adalah kerja sama antara indonesia dengan vietnam. Mereka berupaya untuk
membangun kerja sama dalam mengatasi illegal fishing. Yang dimana terungkap dalam
pertemuan antara menteri kelautan dan perikanan indonesia. Pada saat kedua belah pihak yang
membicarakan rencana pengembangan kerja sama pada sektor perikanan hal ini indonesia
mensyaratkan vietnam agar berkomitmen dalam mengatasi aksi pencurian ikan di perairan
indonesia. Indonesia meminta agar vietnam menghentikan kapal mereka yang masuk secara
ilegal di indonesia. Terjadinya hal ini seperti segera mengimplementasikan kegiatan patroli
gabungan yang melibatkan aparat kedua negara di perairan perbatasan dan juga melakukan
sosialisasi mengenai hukum internasional yang berkaitan dengan ketentuan batas wilayah negara
dan ketentuan perkianan indonesia teturama pada para nelayan tradisional vietnam. Pembiaran
nelayan vietnam yang memasuki dan menangkap ikan di perairan indonesia bukan tidak
mungkin dapat dimanfaatkan oleh jaringan transnational crime di kawasan yang ingin mencari
keuntungan ekonomi dengan berbagai cara. Termasuk melalui kegiatan ilegal fishing.
Kedua yaitu kerja sama antara indonesia dengan filiphina. Indonesia-Filipina Sejauh ini belum
ada kesepakatan khusus antara Indonesia dan Filipina berkaitan dengan upaya penanganan illegal
fishing. Terlebih kedua negara juga belum memiliki kesepakatan tentang batas maritim,
khususnya di perairan utara dan selatan Pulau Miangas di mana wilayah perairannya sering
dimanfaatkan oleh nelayan-nelayan tradisional dari kedua negara untuk mencari ikan. Namun
demikian, hal ini seharusnya tidak menjadi penghalang bagi kedua negara untuk mengatasi
masalah illegal fishing. Indonesia dan Filipina, untuk sementara, dapat mengoptimalkan forum
Joint Border Committee (JBC) dan Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) yang
memiliki agenda sidang secara berkala untuk menjembatani permasalahan perbatasan kedua
negara secara bilateral, dan persoalan illegal fishing dapat dijadikan salah satu agenda yang
dibahas. Kegiatan illegal fishing yang kerap dilakukan oleh nelayan-nelayan Filipina di perairan
Indonesia tidak dapat dibiarkan berlanjut dan sudah seharusnya juga direspons secara serius oleh
kedua negara. kedua negara sejauh ini memang telah melakukan upaya pengamanan perairan
perbatasan melalui kegiatan patroli keamanan bersama setiap tahun. Namun, patroli keamanan
bersama IndonesiaFilipina ini tampaknya masih terbatas, dan oleh karena itu perlu ditingkatkan
untuk mencegah lebih banyak lagi kegiatan-kegiatan ilegal di perairan perbatasan, termasuk
illegal fishing. Bukan tidak mungkin pula, nelayan-nelayan Filipina yang memasuki perairan
Indonesia itu dapat ditunggangi dan dimanfaatkan oleh jaringan pengedar narkoba atau jaringan
transnational crime lainnya yang ingin mencari keuntungan ekonomi atau bahkan kelompok-
kelompok tertentu yang ingin membuat kekacauan keamanan, dengan memanfaatkan jalur
perairan perbatasan kedua negara yang terbuka dan tidak terjaga dengan baik. Hal inilah yang
harus dicegah oleh Indonesia dan Filipina.
Ketiga yaitu indonesia dengan malaysia. Persoalan illegal fishing dalam konteks hubungan
Indonesia-Malaysia memiliki nuansa yang berbeda. Di sini, illegal fishing tidak saja terjadi di
perairan Indonesia, tetapi bisa juga terjadi di perairan Malaysia. Masih belum tuntasnya batas
perairan perbatasan kedua negara di sejumlah tempat, seperti di sekitar perairan Selat Malaka,
menyebabkan sering terjadinya kasus-kasus pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh nelayan-
nelayan dari kedua negara, dan tidak jarang hal itu memanaskan hubungan kedua negara.49
Nelayan dari masing-masing pihak merasa bahwa mereka tidak melakukan pelanggaran wilayah,
sementara aparat keamanan yang bertugas di perairan perbatasan melihat dari sisi yang lain,
bahwa nelayan-nelayan tersebut dianggap telah melakukan pelanggaran batas wilayah perairan
dan oleh karena itu perlu ditindak dengan mengusirnya atau ditangkap untuk kemudian ditahan
dan diproses secara hukum. isalnya, berdasarkan keterangan pengurus LSM KIARA, Abdul
Halim (berdasarkan pengaduan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia/KNTI Wilayah
Sumatera pada 20 September 2011) bahwa pernah ada rekayasa yang dilakukan oleh aparat
keamanan (Polisi Laut Diraja) Malaysia terhadap sejumlah nelayan Indonesia. Modus operandi
Polisi Laut Diraja Malaysia adalah menarik nelayan-nelayan tradisional Indonesia dari laut
nasional (khususnya di sekitar Langkat, Sumatera Utara) ke wilayah perairan Malaysia, dan
menetapkan mereka sebagai pencuri ikan atau perompak.52 Ini artinya, kalau pengaduan KNTI
Sumatera itu benar, berarti Polisi Laut Diraja Malaysia kerap memasuki wilayah perairan
Indonesia. Hal ini bisa diartikan pula bahwa belum terbangun kerja sama yang baik dari kedua
belah pihak untuk mengamankan wilayah perairan perbatasan, karena terbukti Polisi Laut Diraja
Malaysia dapat “seenaknya” memasuki perairan Indonesia.

SOAL NO 2
Republik Indonesia kaya akan sumber daya kelautan. Setelah diratifikasinya Konvensi Hukum
Laut Nomor Tahun 1982 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985, wilayah
perairanIndonesia akan menjadi 5.844,4 juta km2, dimana 300.000 km2 akan menjadi perairan
teritorial, perairan kepulauan akan mencakup 2,9 juta km2 dan Terdiri dari perairan eksklusif
Indonesia. Zona Ekonomi 2, 7 juta km2. Selain itu, jumlah pulau yang tercatat adalah 17.508 dan
Garis pantai Indonesia membentang sepanjang 81.000 km. Pertanyaan yang sampai saat ini
menjadi pertanyaan besar adalah apakah pemerintah, tanpa adanya hubungan atau koordinasi
dengan pemerintah, dapat mengelola potensi laut yang begitu besar untuk kepentingan
perekonomian nasional dengan hanya mengandalkan keberadaan sektor tersebut. Instansi
pemerintah lainnya? Isu tersebut menjadi penting karena sejarah menunjukkan bahwa kontribusi
sektor kelautan terhadap pendapatan pemerintah tidak signifikan. Sebagian besar potensi
kelautan ditempati oleh 4.444 pertambangan (32,4% dari total investasi pembangunan kelautan),
4.444 transportasi (28,6%), industri (20,8%) dan perikanan (16,1 %), sedangkan wisata bahari
hanya ditempati oleh 1,9 persen.
Saat ini jumlah peraturan perundang-undangan yang secara langsung mengatur atau terkait
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut sangat besar. Substansi yang akan diatur
juga beragam, antara lain wilayah, sumber daya kelautan, lingkungan hidup, pelestarian alam,
dan tata ruang laut. Namun, banyaknya peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
berbagai instansi tidak selalu mengarah pada pengelolaan dan pemanfaatan 4.444 sumber daya
laut yang efektif. Duplikasi kewenangan antara kementerian pusat dan daerah karena tidak
adanya sistem pengelolaan sumber daya laut yang terintegrasi. Di laut, hampir semua sektor
memiliki kekuatan. Visi Sektoral Pengelolaan Sumber Daya Kelautan telah mendorong
departemen atau instansi untuk saling bersaing menyusun peraturan perundang-undangan untuk
mengelola sumber daya laut sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Selain itu, wilayah
cenderung membuat kesepakatan regional berdasarkan kepentingan lokal mereka sendiri.

Anda mungkin juga menyukai