Anda di halaman 1dari 6

Kapal Asing Masih Mencuri Ikan di

Perairan Indonesia

Empat kapal ikan berbendera Vietnam yang ditangkap petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di
perairan Pontianak, Kalimantan Barat, 21 Maret 2017.
Dok. KKP

Pencurian ikan oleh kapal-kapal nelayan berbendera asing di wilayah perairan Indonesia masih marak kendati
pemerintah telah menenggelamkan sejumlah kapal yang berhasil ditangkap.

Melimpahnya stok ikan di perairan Indonesia sementara masih belum sempurnanya patroli dan penjagaan
perbatasan disinyalir memicu tetap maraknya pencurian ikan tersebut, demikian kata pakar kelautan.

Walaupun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menenggelamkan sebanyak 236 kapal dari 781
yang ditangkap, sejak 2014 hingga akhir 2016, kapal-kapal asing belum jera mencuri ikan di Indonesia.

Pekan lalu, KKP menangkap 13 kapal berbendera Vietnam dan empat kapal asal Filipina karena diduga mencuri
ikan di perairan Indonesia, dekat Laut China Selatan.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Eko Djalmo Asmadi
mengatakan petugas juga mengamankan 94 anak buah kapal (ABK) warga Vietnam dan 37 dari Filipina.

“Mereka tidak dilengkapi dokumen yang sah dan menggunakan pukat ganda,” katanya dalam siaran pers yang
diterima BeritaBenar di Jakarta, Senin, 27 Maret 2017.

Abdul Halim, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, mengatakan, pencurian ikan oleh
kapal asing terjadi karena stok ikan di laut Indonesia berlimpah.
“Berlebihnya sumber daya ikan yang kita miliki membuat nelayan dari negara-negara lain seperti Vietnam,
Thailand bahkan China datang ke wilayah kita,” katanya.

Menurut Halim, upaya pemberantasan illegal fishing semakin rumit karena ada indikasi negara asal kapal ikut
terlibat.

“China melalui coast guardnya adalah negara yang paling sering memberi pengawalan pada kapal-kapal pencari
ikan mereka yang masuk perairan Indonesia sehingga banyak kapal yang terdeteksi melakukan pencurian ikan
lolos dari kejaran aparat,” katanya kepada BeritaBenar.

Tahun lalu, sempat beberapa kali terjadi insiden di dekat Kepulauan Natuna antara petugas KKP dan TNI
Angkatan Laut Indonesia dengan coast guard China yang berusaha menghalangi petugas KKP menangkap
kapal nelayan berbendera China yang menangkap ikan secara ilegal.

Halim menambahkan, kelengkapan patroli dan teknologi aparat penjaga perbatasan juga masih kurang,
ditambah lagi belum adanya dukungan penuh dari lembaga terkait dalam pemberantasan illegal fishing.

“Dukungan dana dari 12 kementerian dan lembaga yang terlibat dalam pemberantasan illegal fishing belum
maksimal sehingga kapal-kapal asing itu masih banyak yang masuk ke Indonesia,” ujarnya.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, pekan lalu mengatakan pihaknya akan memperkuat armada
pengawasan perairan dengan pengadaan kapal lebih besar.

Menurutnya, sektor perikanan Indonesia meningkat 8,96 persen sejak pemerintah menindak tegas kapal-kapal
asing yang beroperasi secara ilegal di perairan Indonesia.

Akhir 2016 lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan Indonesia mengalami kerugian hingga Rp260 triliun akibat
maraknya pencurian ikan.

Penenggelaman

Eko Djalmo mengatakan kapal-kapal asing yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal akan dijerat dengan
undang-undang perikanan.

“Ancaman hukuman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp20 miliar," katanya.

Pahrur Rozi, anggota Satgas 115 yang menangani penangkapan ikan ilegal, mengatakan lembaganya
mendorong agar kapal-kapal yang ditangkap bisa ditenggelamkan secepatnya tanpa menunggu selesainya
proses pengadilan.

“Cara ini kami rasa bisa menimbulkan efek jera bagi mereka (pelaku illegal fishing). Jika ditenggelamkan, kapal-
kapal itu masih bisa menjadi rumah untuk ikan-ikan,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Anggota Komisi IV DPR RI, Rahmad Handoyo, mengatakan penting dilakukan penindakan terhadap pelaku,
bukan hanya terhadap kapal.

“Untuk menimbulkan efek jera sebaiknya selain kapal yang ditenggelamkan, para pelaku juga harus diganjar
hukuman maksimal dan bukan hanya berupa denda,” katanya.
Pengamat kemaritiman, Aji Sularso, mengatakan penenggelaman tanpa proses peradilan mungkin saja
dilakukan.

“Keputusan tersebut memang diserahkan kepada pejabat berwenang. Pada masa saya menjabat, jika ada kapal
asing yang ditangkap, kapal-kapal tersebut kami tenggelamkan dan kami pilih satu atau dua kapal yang
kondisinya baik untuk memulangkan awaknya,” ujar Aji, yang menjabat Dirjen PSDKP pada era pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dia menambahkan, jika harus menunggu proses pengadilan yang memakan waktu lama, maka pemerintah
harus menanggung logistik (makan dan penginapan) para awak kapal.

Lelang

Selain menenggelamkan, jalan lain yang bisa diambil pemerintah adalah melelang kapal-kapal asing yang masih
bagus untuk dimanfaatkan industri perikanan dalam negeri.

KKP pernah melakukan pelelangan, November tahun lalu. Saat itu, kementerian ini memperoleh Rp3,2 miliar dari
hasil lelang lima kapal.

"KKP sepertinya 'alergi' dengan pemanfaatan kembali kapal-kapal eks tangkapan lewat lelang, karena
kebanyakan yang mendapatkan kapal itu adalah perusahaan-perusahaan besar yang pernah terlibat aktivitas
pidana di bidang perikanan," ujar Halim.

Jalan keluarnya, ujarnya, pengadilan bisa memutuskan perusahaan mana saja yang bisa ikut lelang dengan
syarat tidak pernah terlibat kasus tindak pidana perikanan.

Menurut data KKP, Natuna merupakan wilayah paling sering menjadi sasaran pencurian ikan, selain Arafuru dan
laut utara Sulawesi.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan jumlah kapal asing yang
melakukan penangkapan ikan ke perairan Natuna mencapai 900 unit.

"Saya tidak percaya waktu dapat laporan jumlah kapal pencari ikan asing yang masuk ke Natuna jumlahnya
besar sekali. Kami akan konsolidasi bagaimana mengurangi angka ini. Kita akan ketemu dengan Satgas 115 dan
Kementerian Pertahanan," katanya.
Analisa kasus:

 Analisa Kasus berdasarkan aspek hukum

Tindakan khusus penenggelaman kapal asing oleh Indonesia yang diwacanakan


beberapa waktu lalu ini sebenarnya bukanlah hal yang baru karena aturan mengenai
tindakan tersebut telah tercantum sejak tahun 2009 pada UU Tentang Perikanan (Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan, 2009) dimana Pasal
69 ayat 4 UU tersebut menyatakan bahwa;
“penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa
pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing
berdasarkan bukti permulaan yang cukup.”
Pengaturan Hukum terhadap pencurian ikan menurut Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan adalah diatur dalam Pasal 93 ayat (2) yaitu “Setiap orang yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing melakukan penangkapan ikan di
ZEEI yang tidak memiliki SIPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp.
20.000.000.000,- (dua puluh milyar rupiah)”.

Perlu keseriusan Pemerintah Indonesia untuk mengatasi pencurian ikan di Zona


Ekonomi Eksklusif Indonesia dengan memperbesar anggaran
pengawasan dan melengkapi sarana dan prasarana yang berhubungan dengan
pengawasan perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.
Pengawasan sangat penting karena pelaku pencurian ikan tidak boleh ditahan
dan hukuman denda yang dijatuhkan tidak bisa dieksekusi karena terdakwa
sudah berada di negaranya. Artinya sebesar apapun denda yang dijatuhkan oleh
Majelis Hakim tidak ada gunanya karena denda tersebut tidak dapat
direalisasikan. Untuk itu Pemerintah Indonesia harus berusaha mencari jalan
keluar agar denda berupa uang di yang dikenakan sebagai hukuman terdakwa
bisa diambil.
Perlu keberanian hakim dalam menjatuhkan putusan yang paling berat yaitu
pidana denda yang besar dan perampasan kapal ikan beserta isinya agar
nelayan asing jera dan tidak mengulangi lagi perbuatannya yaitu mencuri ikan
di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia

Kurangnya sosialisasi mengenai peraturan tersebut kurang dilakukan


pemerintah baik di dalam maupun di luar negeri melalui Kedutaan besar Indonesia di
negaranegara yang khususnya berbatasan dengan Indonesia. Hal tersebutlah yang
menyebabkan banyaknya nelayan-nelayan negara asing yang masih melakukan pelanggaran
wilayah Indonesia karena tidak merasa terancam akibat tidak mengetahui adanya tindakan
tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan. Di sisi lain, jika peraturan tersebut langsung
diimplementasikan tanpa adanya sosialisasi yang cukup, dikhawatirkan akan mengganggu
hubungan diplomasi Indonesia dengan negara-negara yang nelayannya melakukan
pelanggaran.

Menurut kami penangkapan ikan secara illegal tersebut dapat dihukum dengan cara
yang lebih bermanfaat untuk Indonesia.Seperti kapal asing illegal tersebut dapat berpindah
kepemilikannya untuk Indonesia. Sehingga kapal tersebut dapat digunakan untuk menangkap
ikan bagi nelayan. Selain itu Negara dapat menjual kapal tersebut ke perusahaan asing
sehingga devisa Negara meningkat.

 Analisa Kasus berdasarkan beberapa aspek ekonomi

Dari kasus kapal illegal pencuri ikan yang ditenggelamkan dengan cara peledakan oleh
menteri kelautan Susi Pujiastuti mengakibatkan dampak positif dan negative dalam aspek
ekonomi. Dengan ditangkapnya kapal-kapal asing pencuri ikan maka dapat meningkatkan
perekonomian di Indonesia, karena Indonesia dapat mengekspor hasil tangkapan ikan yang
berlebih. Selain itu Hasil tangkapan tersebut dapat membantu pereknomian para nelayan
Indonesia.
Kerugian Negara akibat pencurian ikan ( illegal fishing ) oleh nelayan asing
di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) mencapai
30 triliun rupiah setiap tahun. Melihat besarnya kerugian Negara akibat
pencurian ikan oleh nelayanasing membuat kita terperangah seolah-olah Pe
merintah tidak mau mengurus laut yang masuk Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik
Indonesia.
 Analisa Kasus berdasarkan beberapa aspek lingkungan

Dari kasus Kapal illegal pencurian ikan juga berdampak pada kerusakan lingkungan. Hal
itu disebabkan karena banyaknya kapal illegal yang datang menyebabkan polusi yang
berlebih. Selain itu cara penangkapan ikan secara illegal tersebut tidak diketahui cara yang
digunakan. Apakah itu dapat merusak ekosistem laut atau tidak.
Cara penanggulangan dari kasus tersebut dapat dilakukan dengan cara tidak
menenggelamkan kapal, akibatnya timbul bangkai kapal yang mengendap di dasar laut.
Apabila dibiarkan dalam beberapa waktu, bangkai kapal tersebut akan berkarat. Sehingga
dapat merusak ekosistem laut akibat laut yang telah tercemar oleh zat kimia.

Anda mungkin juga menyukai