Bagaimana manusia menyikapi takdir Allah SWT tersebut ? Untuk lebih memahaminya
simaklah pembahasan mengenai iman kepada Qadha dan Qadar berikut ini !
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang dihadapkan kepada kenyataan hidup yang
dialaminya. Kenyataan itu kadang ada yang berbentuk positif dan terkadang negatif,
seperti :
ada yang memuaskan ada yang tidak,
ada yang menyenangkan ada yang menyusahkan,
ada yang menurut kita baik ada yang buruk, dan sebagainya.
Bagi orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apapun kenyataan dan peristiwa
yang dialaminya, akan ditanggapi dan diterima secara positif. Sebaliknya, bagi orang
yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, kenyataan apapun yang diterima
ditanggapi dan diterima secara negatif.
Contoh :
Orang beriman yang tertimpa musibah menanggapi kenyataan ini dengan kesabaran
dan ketabahan. Kesabaran dan ketabahan merupakan sika positif yang dinilai Allah SWt
dengan pahala. Jadi, selama dia sabar dan tabah, selama itu pula pahalanya terus
mengalir.
Orang beriman ketika mendapatkan keberuntungan besar bersyukur dan merasa
bahwa semua itu karunia dari Allah SWT. Untuk itu ia ingin berbagi kepada orang lain
dengan menafkahkan sebagian keuntungannya tersebut.
Orang yang tidak beriman ketika mendapat musibah merasa bahwa dirinya tidak
berguna lagi. Dia merasa putus asa dan akhirnya melampiaskannya dengan berbagai
macam perbuatan yang merusak, seperti melamun, merokok, mengkonsumsi narkoba,
bahkan ada yang bunuh diri.
Orang yang tidak beriman ketika mendapat keuntungan bisnis yang berlimpah malah
menggunakannya untuk berfoya-foya. Dia merasa bahwa yang didapatnya itu semata-
mata merupakan prestasi yang harus diraakan dan dia berhak dan bebas menggunakan
sesuka hatinya.
Iman kepada qadha dan qadar dapat menumbuhkan kesadaran yang tinggi untuk
menerima kenyataan hidup. Karena yang terjadi adalah sudah pada garis ketentuan
Allah pada hakekatnya bencana atau rahmat itu semata-mata dari Allah SWT. Firman
Allah SWT :
Artinya : Katakanlah: Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika
Allah menghendaki bencana atasmu, atau menghendaki rahmat untuk dirimu dan
orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain
Allah. (QS. al-Ahzab : 17)
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar akan senantiasa menerima segala
sesuatu dengan penuh kesabaran, baik dalam situasi yang sempit atau susah dan tetap
bersabar dalam situasi senang atau bahagia. Dengan demikian orang yang beriman
kepada takdir Allah SWT senantiasa dalam keadaan yang stabil jiwanya.
Artinya : Apakah manusia itu mengira mereka akan dibiarkan, sedang mereka tidak
diuji lagi ?. (QS. al-Ankabut : 2)
Wujud ujian dan cobaan bisa berupa tiadanya biaya pendidikan, fisik yang lemah,
penyakit, orang tua meninggal, dilanda bencana alam, dan sebagainya. Perhatikan
firman Allah berikut :
Artinya : Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar. (QS. al-Baqarah : 155)
Renungkan ayat 155 surat al-Baqarah, yaitu supaya memberi berita gembira kepada
orangorang yang sabar. Memang dalam menghadapi cobaan diperlukan sikap sabar.
Tanpa sikap sabar akan sulit manusia mencapai sukses.
Beriman kepada qadha dan qadar merupakan rukun iman yang keenam. Qadha adalah
ketentuan akan kepastian yang datangnya dari Allah SWT terhadap segala sesuatu
sejak zaman azali, yaitu sejak zaman sebelum sesuatu itu terjadi. Segala sesuatu yang
terjadi telah diketahui Allah SWT terlebih dahulu karena Dialah yang merencanakan
serta yang menentukannya. Seluruh makhluk, baik malaikat, syetan, jin, maupun
manusia tidak akan mengetahui rencana-rencana Allah SWT tersebut.
Manusia punya rencana, tetapi Allah SWT yang menentukan. Ungkapan ini merupakan
salah satu bentuk cara memahami qadha dan qadar Allah SWT. Manusia memang diberi
kemampuan untuk berbuat dan berpikir, namun kedudukan Allah SWT dan kekuasaan-
Nya adalah di atas segala-galanya.
Ketentuan Allah SWT ini merupakan hak mutlak (absolut), tanpa campur tangan
siapapun dan dari manapun. Oleh karena itu manusia harus mau menerima kenyataan.
Kemampuan manusia terbatas pada ikhtiar untuk mengatasi kemungkinan-
kemungkinan yang akan terjadi. Sedangkan berhasil atau gagal, ini merupakan
kekuasaan Allah SWT semata. Rasulullah saw bersabda :
Artinya : Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a katanya: baginda s.a.w bersabda: Allah
SWT mengutus Malaikat ke dalam rahim. Malaikat berkata: Wahai Tuhan! Ia masih
berupa air mani. Setelah beberapa waktu Malaikat berkata lagi: Wahai Tuhan! Ia sudah
berupa segumpal darah. Begitu juga setelah berlalu empat puluh hari Malaikat berkata
lagi: Wahai Tuhan! Ia sudah berupa segumpal daging. Apabila Allah SwT membuat
keputusan untuk menciptakannya menjadi manusia, maka Malaikat berkata: Wahai
Tuhan! Orang ini akan diciptakan lelaki atau perempuan? Celaka atau bahagia?
Bagaimana rezekinya? Serta bagaimana pula ajalnya? Segala-galanya dicatat ketika
masih di dalam kandungan ibunya.(HR Bukhari dan Muslim)
Qadar adalah ketentuan-ketentuan Allah SWT yang telah berlaku bagi setiap makhluk
sesuai dengan ukuran dan ketentuan yang telah dipastikan oleh Allah SWT sejak zaman
azali. Oleh karena itulah, baik buruknya telah direncanakan terlebih dahulu oleh Allah
SWT. Sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya : Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya. (QS Ar Rodu: 8)
Dari pengertian hadis dan ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa qadha dan
qadar atas diri manusia telah diputuskan oleh Allah SWT sebelum manusia ada atau
dilahirkan ke dunia ini. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah qadha dan qadar biasa
disebut juga dengan takdir. Jadi, beriman kepada qadha dan qadar dapat dikatakan
pula dengan beriman kepada takdir.
Takdir baru dapat diketahui oleh manusia dengan kenyataan atau peristiwa yang yang
telah terjadi, contoh :
1. Terjadinya musibah bencana tsunami di Aceh pada tanggal 26 Desember tahun 2004
yang merenggut ratusan ribu korban meninggal dunia. Sebelum kejadian tersebut tak
ada seorangpun yang mengetahuinya.
3. Ada seorang yang dilahirkan dari keluarga yang sangat miskin. Orang sekampung
memperkirakan anak tersebut kelak juga akan menjadi miskin seperti orang tuanya.
Namun, setelah anak tersebut dewasa ternyata menjadi orang yang pandai berdagang,
sehingga dia menjadi orang yang kaya.
Meskipun segala sesuatu yang terjadi di jagat raya ini sudah ditentukan oleh Allah sejak
zaman azali, tetapi pemberlakuan takdir Allah tersebut ada juga yang mengikutsertakan
peran makhluk-Nya. Karena itulah, takdir dibagi menjadi dua, yaitu takdir mubram dan
takdir muallaq :
1. Takdir Mubram
Dalam bahasa Arab, mubram artinya sesuatu yang sudah pasti, tidak dapat dielakkan.
Jadi, takdir mubram merupakan ketentuan mutlak dari Allah SWT yang pasti berlaku
atas setiap diri manusia, tanpa bisa dielakkan atau di tawar-tawar lagi, dan tanpa ada
campur tangan atau rekayasa dari manusia.
Contoh takdir mubram antara lain :
Waktu ajal seseorang tiba
Usia seseorang
Jenis kelamin seseorang
Warna darah yang merah
Bumi mengelilingi matahari
Bulan mengelilingi bumi
Jika Allah sudah menetapkan bahwa seseorang akan mati pada suatu hari, di suatu
tempat, pada jam sekian, maka orang tersebut pasti akan mati pada saat dan tempat
yang sudah ditentukan itu. Ia tidak akan bisa lari atau bersembunyi dari malaikat Izrail,
meskipun ia berada di dalam sebuah tembok benteng yang sangat kokoh. Allah SWT.
berfirman :
Artinya : Di manapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, meskipun
kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh (QS. an-Nisa : 78)
2. Takdir Muallaq
Dalam Bahasa Arab, muallaq artinya sesuatu yang digantungkan. Jadi, takdir muallaq
berarti ketentuan Allah SWT yang mengikutsertakan peran manusia melalui usaha atau
ikhtiarnya. Dan hasilnya aakhirnya tentu saja menurut kehendak dan ijin dari Allah
SWT. Allah SWT. berfirman :
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS. ar-Rad : 11)
Beberapa contoh takdir muallaq antara lain adalah kekayaan, kepandaian, dan
kesehatan. Untuk menjadi pandai, kaya, atau sehat, seseorang tidak boleh hanya duduk
berpangku tangan menunggu datangnya takdir tapi ia harus mengambil peran dan
berusaha. Untuk menjadi pandai kita harus belajar; untuk menjadi kaya kita harus
bekerja keras dan hidup hemat; dan untuk menjadi sehat kita harus menjaga
kebersihan. Tidak mungkin kita menjadi pandai kalau kita malas belajar atau suka
membolos. Demikian juga kalau kita ingin kaya, tetapi malas bekerja dan suka hidup
boros; atau kita ingin sehat, tetapi kita tidak menjaga kebersihan lingkungan, maka apa
yang kita inginkan itu tak mungkin terwujud.
Sebagaimana ciri orang yang beriman kepada qadha dan qadar di atas, orang yang
meyakini takdir Allah SWT, tidak boleh pasrah begitu saja kepada nasib karena Allah
SWT memberikan akal yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Allah SWT juga memberikan tubuh dalam bentuk sebaik-baiknya untuk digunakan
sarana berusaha.
Dengan demikian, jelaslah bahwa beriman kepada qadha dan qadar Allah bukan berarti
kita hanya pasrah dan duduk berpangku tangan menunggu takdir dari Allah; melainkan
juga berusaha yang giat sepenuh hati mengubah nasib sendiri, berupaya bekerja
dengan keras mencapai apa yang kita citacitakan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Takdir
2. Pengertian Ikhtiar
3. Hubungan Antara Qadla dan Qadar dengan Ikhtiar
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Beriman pada takdir Allah adalah salah satu dari rukun iman.Makna beriman itu sendiri yang
baik maupun yang buruk, semuanya adalah dengan qadla dan qodar Allah. Pengertian ini tidak
sepenuhnya keliru, namun mengandung masalah serius. Sebab, pada dasarnya ikhtiar adalah istilah
keagamaan yang baku. Ia memiliki pengertian dan Klasifikasi tersendiri atas persoalan-persoalan yang
bisa dicakup di dalamnya. Memahami ikhtiar seharusnya dikembalikan kepada makna Islaminya,
sehingga segala sesuatu menjadi jelas dan memiliki nilai ibadah.
Oleh sebab itu, peranan tauhid sangat diperlukan sebagai modal unuk mendaptkan nilai
ibadah. Manusia menginginkan perubahan kondisi dalam menjalani hidup di dunia ini, oleh karena itu
Allah memerintahkan manusia untuk berusaha dan berdoa untuk merubahnya. Usaha perubahan yang
dilakukan oleh manusia itu, kalau berhasil seperti yang diinginkannya maka Allah melarangnya untuk
menepuk dada sebagai hasil karyanya sendiri. Bahkan sekiranya usahanya itu dinilainya gagal dan
bahkan manusia itu sedih bermuram durja menganggap dirinya sumber kegagalan, maka Allah juga
menganggap hal itu sebagai kesombongan yang dilarang juga.
BAB II
PEMBAHASAN
Takdir berasal dari bahasa Arab Al-qodr yang memiliki beberapa makna diantaranya adalah
hukum, ketetapan, kekuatan, daya, potensi, ukuran, dan batasan. Dalam artian lain, Takdir adalah
ketentuan Allah terhadap segenap makhluk sesuai dengan ilmunya terhadap segala sesuatu itu sejak
sebelumnya serta sesuai dengan hikmah-Nya.
Semua makna ini merupakan realitas-realitas yang tidak bisa diabaikan, dan ada didalam kata
Takdir. Dapat dipahami bahwa takdir adalah Hukum Allah yang ditetapkan dan dibangun berdasarkan
ketetapan, kekuatan, daya, potensi, ukuran, dan batasan tertentu yang ada pada sesuatu. Setiap unsur
tidak dapat berdiri sendiri melaikan saling berpengaruh dan berelasi satu dan yang lainnya, membentuk
bangunan yang berarti membangun hukum atau takdir yang lain pula.
a. Takdir Dalam Agama Islam
Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Tuhan yang harus diimani
sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman. Yang biasa kita kenal dengan Qadla dan Qadar.
Pengertian Qodlo dan Qodar
Qadha memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum, ketetapan,pemerintah, kehendak,
pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan
Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan
makhluk.
Sedangkan Qadar arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun
menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam
kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya. Firman Allah yang artinya: yang kepunyaan-
Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam
kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya
dengan serapi-rapinya. (QS .Al-Furqan ayat 2).
Untuk memperjelas pengertian qadha dan qadar, berikut ini dikemukakan contoh. Saat ini
Zaskiya melanjutkan pelajarannya di SMA. Sebelum Zaskiya lahir, bahkan sejak zaman azali Allah telah
menetapkan, bahwa seorang anak bernama Zaskiya akan melanjutkan pelajarannya di SMA. Ketetapan
Allah di Zaman Azali disebut Qadha. Kenyataan bahwa saat terjadinya disebut qadar atau takdir. Dengan
kata lain bahwa qadar adalah perwujudan dari qadha.
Hubungan antara Qadha dan Qadar
Pada uraian tentang pengertian qadha dan qadar dijelaskan bahwa antara qadha dan qadar
selalu berhubungan erat . Qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Qadar
adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat rencana
dan perbuatan.
Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya. Di dalam surat Al-Hijr ayat 21
Allah berfirman, yang artinya Dan tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah khazanahnya; dan Kami
tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.
Orang kadang-kadang menggunakan istilah qadha dan qadar dengan satu istilah, yaitu Qadar atau
takdir. Jika ada orang terkena musibah, lalu orang tersebut mengatakan, sudah takdir, maksudnya
qadha dan qadar.
b. Konsep Takdir
Takdir adalah suatu yang sangat ghoib, sehingga kita tak mampu mengetahui takdir kita
sedikitpun. Yang dapat kita lakukan hanya berusaha, dan berusahapun telah Allah jadikan sebagai
kewajiban. Tugas kita hanyalah senantiasa berusaha, biar hasil Allah yang menentukan, itulah kalimat
yang sepertinya sudah tidak asing lagi di telinga kita, yang menegaskan pentingnya mengusahakan
qadha untuk selanjutnya menemui qadarnya.
Takdir itu memiliki empat tingkatan yang semuanya wajib diimani, yaitu :
Al-`Ilmu, bahwa seseorang harus meyakini bahwa Allah mengetahui segala sesuatu baik secara global
maupun terperinci. Dia mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi. Karena segala
sesuatu diketahui oleh Allah, baik yang detail maupun jelas atas setiap gerak-gerik makhluknya.
Sebagaimana firman Allah yang artinya Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada
yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan
tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam
kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang
nyata. (QS. Al-an`am:59)
Al-khitabah, beriman terhadap di tulisnya qadar (tkadir) tersebuut. Yakin bahwasannnya Allah tellah
menulis segala sesuatu yang Ia ketahui ilmunya sebelumnya bahwa semua itu tertulis di lauhul mahfudz,
sebagaimana firman-Nya dalam QS Alhajj ayat 70.
Al-Masyiah (kehendak), Kehendak Allah ini bersifat umum. Bahwa tidak ada sesuatu pun di langit
maupun di bumi melainkan terjadi dengan iradat/masyiah (kehendak /keinginan) Allah SWT. Maka tidak
ada dalam kekuasaan-Nya yang tidak diinginkan-Nya selamanya. Baik yang berkaitan dengan apa yang
dilakukan oleh Zat Allah atau yang dilakukan oleh makhluk-Nya. Allah berfirman Sesungguhnya
keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah
ia (QS. Yasin:82).
Al-Khalqu, Bahwa tidak sesuatu pun di langit dan di bumi melainkan Allah sebagai penciptanya,
pemiliknya, pengaturnya dan menguasainya, dalam firman-Nya dijelaskan Sesunguhnya Kami
menurunkan kepadamu Kitab dengan kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan
kepada-Nya. (QS. Az-Zumar:2).
2. Pngertian Ikhtiar
yang berarti mencari hasil yang lebih baik. Adapun secara
Ikhtiar berasal dari bahasa Arab ()
istilah, pengertian ikhtiar yaitu usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik
material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan
akhirat terpenuhi. Maka, segala sesuatu baru bisa dipandang sebagai ikhtiar yang benar jika di dalamnya
mengandung unsur kebaikan. Tentu saja, yang dimaksud kebaikan adalah menurut syariat Islam, bukan
semata akal, adat, atau pendapat umum. Dengan sendirinya, ikhtiar lebih tepat diartikan sebagai
memilih yang baik-baik, yakni segala sesuatu yang selaras tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Ikhtiar juga dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan dan keterampilannya. Akan tetapi, jika usaha kita gagal, hendaknya kita tidak
berputus asa. Kita sebaiknya mencoba lagi dengan lebih keras dan tidak berputus asa. Kegagalan dalam
suatu usaha, antara lain disebabkan keterbatasan dan kekurangan yang terdapat dalam diri manusia itu
sendiri. Apabila gagal dalam suatu usaha, setiap muslim dianjurkan untuk bersabar karena orang yang
sabar tidak akan gelisah dan berkeluh kesah atau berputus asa. Agar ikhtiar atau usaha kita dapat
berhasil dan sukses, hendaknya melandasi usaha tersebut dengan niat ikhlas untuk mendapat ridha
Allah, berdoa dengan senantiasa mengikuti perintah Allah yang diiringi dengan perbuatan baik, bidang
usaha yang akan dilakukan harus dikuasai dengan mengadakan penelitian atau riset, selalu berhati-hati
mencari teman (mitra) yang mendukung usaha tersebut, serta memunculkan perbaikan-perbaikan
dalam manajemen yang professional.
Larangan Berputus Asa
Allah telah mencontohkan kisah Nabi Yaqub dalam Al-Quran sebagai contoh nyata pelajaran
orang-orang yang ditimpa kesusahan dan larangan berputus asa. Nabi Ya'qub yang terus berdo'a dan
berharap pada Tuhannya setiap saat agar tidak termasuk orang-orang yang berputus asa, karena
berputus asa pada kebaikan Tuhan adalah sifat-sifat orang yang kafir.
Kisah itu digambarkan oleh Allah Subhanahu Wataala dalam Al-Quran surah Yusuf ayat 87 yang
artinyaWahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan
kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah
orang-orang yang kafir. (QS: Yusuf: 87)
Tak ada cara lain, mari kita palingkan semua pada Islam. Berikhtiarlah untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan kita, yakni: dengan memilih jalan-jalan keluar yang baik-baik dan yang diridhoi
Allah Subhanahu wa-ta'ala.
Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM potensi yang terkandung dalam diri
manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang
mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya
kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis
sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk.
2. Peranan Tauhid dalam peningkatan SDM
Sebagai umat islam maka dituntut untuk mengimani adanya Qadla dan Qadar Alloh. yang mana
telah di sedikit dijelaskan tentang hubungan takdir dan ikhtiar, umat islam harus berusaha dalam
menumbuhkan sikap tidak pantang menyerah untuk menggali potensi yang di miliki dengan bekal
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT sebagai pemberi potensi dan yang Maha Mengetahui apa
yang terbaik buat hamba-Nya yang telah berusaha.
Untuk meningkatkan mutu SDM diperlukan berbagai macam pendidikan dan pengajaran, salah
satunya adalah tauhid. Dalam hal ini pendidikan tauhid adalah pemberian bimbingan kepada anak didik
agar ia memiliki jiawa tauhid yang kuat dan memmiliki tauhid yang baik dan benar. Sedangkan
pengajaran tauhid yang baik adalah pemberian pengertian tentang ketauhidan, baik sebagai aqidah yang
wajib diyakini maupun sebagai filsafat hidup yang membwa kepada kebahagian hidup duniawi dan
ukhrawi.
Pendidikan dan pengajaran tauhid, baik yang berhubungan dengan aqidah maupun dalam kaitan
dengan ibadah, akan menanamkan keikhlasan pada diri seseorang dalm setiap tindakan atau perbuatan
pengabdiannya. Keikhlasan dalam mengabdi kepada Allah inilah yang membuat tauhid bagaikanpisau
bermata dua, sau segi untuk kehidupan di akhirat sisi lainnya untuk kehidupan di dunia. Dalam hal
keikhlasan dalam mengabdi kepada Allah ini, menjadikan manusia berfikir kepada kehidupan di Dunia
dan di Akhirat. Dari situlah manusia berusaha meningkatkan kualitas baik ibadahnya maupun dalm
sumberdaya yang ia miliki sebagai peningkatan kehidupan Dunia. Sehingga dalam hal tersebut manusia
dapat mencapai tujuan dunia dan di Akhirat secara seimbang dan sempurna. Jadi dengan tauhid
manusia dapat meningkatkan sumberdaya yang ia miliki, karena di dalam tauhid terdapat tujuan hidup
yang bukan untuk akhirat saja, melainkan untuk dunia juga dengan melalui peningkatan kinerja,
kejujuran, mutu pemikirannya dan kuwalitas hidup yang lain.
Pendidikan dan pengjaran tauhid kepada anak harus dimulai sejak anak itu kecil. Pada waktu itu,
orang tua lah yang bertanggung jawab dalam pendidikan tersebut, sebab anak adalah amanah dari Allah
yang harus di jaga, dirawat, dibimbing dan yang terpenting adalah diberikan pendidikan khususnya
masalah ketauhidan. Fitrah anak yang mempunyai keimanan kepada Tuhan sejak sebelum is lahir ke
Dunia, harus disalurkan secara wajar dan dibina terus menerus sehingga perkembangan aqidahnya
semakin lama semakin sempurna. Sehingga, ia menjadi manusia bertauhid yang betul-betul mencintai
Allah diatas segala-galanya.
Usaha-usaha pemupukan rasa keimanan sebagai fitrah manusia harus sungguh-sungguh
mendapat perhatian setiap orangtua atau pengasuh anak. Usaha tersebut dilakukan melalui tiga proses
yaitu pembiasaan, pembentukan pengertian dan pembentukan budi luhur.
Tahap pembiasaan, pemupukan rasa keimanan dilakukan anak dimasa kanak-kanak. Dalam tahap ini,
aktifitas yang di lakukan hanya memberikan pengenalan secara umum dan membiasakan anak untuk
ingat bahwa tuhan itu ada.
Tahap pembentukan pengertian meliputi masa sekolah sampai menjelang remaja. Pada usia ini anak
cenderung suka berhayal. Oleh karena itu, kesukaan seperti ini bisa dimanfaatkan oleh orang tua untuk
menanamkan tauhid melalui ceritaa-cerita tentang keagungan Allah.
Tahap pembentukan budi luhur. Tahap ini berlangsung pada masa peralihan dari remaja menuju
dewasa.pada masa ini seorang anak sering mengalami kebimbangan dan mudah terombang ambing
oleh problema yang dihadapi. Bimbingan dilakukan dengan cara memberikan keinsyafan dan kesdaran
bahwa segala apa yang ada adalah ciptaan tuhan dan semuanya mlik Tuhan.
Apabila pertumbuhan dan perkembangan pengenalan kepada Allah berjalan dengan baik dan
lancar dan kebiasaan baik yang berhubungan dengan tauhid sudah menjadi aktifitas keseharian maka
terbentukalah rasa iman kepada Allah yang cukup mendalam bagi dirinya.
BAB III
KESIMPULAN
Takdir adalah ketentuan Allah terhadap segenap makhluk sesuai dengan ilmunya terhadap segala
sesuatu itu sejak sebelumnya serta sesuai dengan hikmah-Nya. Dalam islam umat islam wajib
mengimani rukun iman yang enam, oleh sebab itu tidak jarang jika taqdir di sebut juga qadla dan qadar
Alloh artinya bahwa antara qadha dan qadar selalu berhubungan erat . Qadha adalah ketentuan, hukum
atau rencana Allah sejak zaman azali. Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi
hubungan antara qadha qadar ibarat rencana dan perbuatan. Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu
sesuai dengan ketentuan-Nya
Manusia itu lemah karena Manusia mempunyai kemampuan terbatas sesuai dengan ukuran yang
diberikan oleh Allah kepadanya. Oleh sebab itu, sekiranya manusia menginginkan perubahan kondisi
dalam menjalani hidup di dunia ini, diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa untuk
merubahnya.diwajibkan untuk berusaha secara bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan hidupnya
yaitu beribadah kepada Allah. Dalam menjalani hidupnya, manusia diberikan pegangan hidup berupa
wahyu Allah yaitu Al Quran dan Al Hadits untuk ditaati, sebagai pegangan kita sebagai umat islam untuk
bertauhid kepada Alloh.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Hm. Asmuni Yusran. ILMU TAUHID.Jakarta, Citra Niaga Rajawali. 1993
Mengikut terminologi yang dirumuskan Prof. Dr Mohamad Rabi Jawhari, pensyarah Kuliah Usuluddin di
Universiti Al-Azhar, bahawa Qada adalah pengetahuan Allah tentang perbuatan yang lampau, sedang
dan yang akan berlaku telah ditetapkan-Nya sejak azali dan tertulis di dalam Lauh Mahfuzh. Adapun
Qadar adalah terjadinya suatu perkara yang baik mahupun buruk sesuai dengan prinsip sifatnya,
ukurannya, dan syarat-syaratnya mengikut aturan dan kehendak Allah Taala. (Aqidatuna, Juzuk 2)
Beriman dengan Qada dan Qadar termasuk salah satu daripada kewajiban Rukun Iman, meyakini
bahawa seluruh penciptaan alam semesta mengikut ilmu Allah dan kebijaksanaan-Nya, sesungguhnya
Dia berkuasa ke atas setiap sesuatu dan berkuasa melakukan perkara yang dikehendaki-Nya.
Maksudnya : Sesungguhnya Kami menciptakan setiap sesuatu menurut Qadar (yang telah ditentukan).
(al-Qamar:49)
:
:
:
Maksudnya : Sesungguhnya yang pertama diciptakan oleh Allah adalah Al-Qalam. Allah berfirman
kepadanya ; Tulislah. Al-Qalam pun berkata; Ya Tuhan, apakah yang aku akan tulis? Allah berfirman;
Tulislah akan qadar (ketetapan) dan segala apa yang terjadi sehingga menjelang Kiamat. (Riwayat Abi
Daud)
Firman Allah :
Maksudnya : Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Al-Hadid:22)
Para salaf as-soleh meyakini dengan sepenuh keimanan bahawa Allah Taala mencipta tiap-tiap sesuatu,
mentadbir dan memilikinya. Allah telah menentukan perkara yang akan terjadi sebelum menjadikannya.
Dia telah menentukan ajal, rezeki dan kerja yang mereka lakukan. Dia telah menulis kesudahan mereka
sama ada menjadi bertuah atau ditimpa celaka. Semuanya telah ditulis dalam catatan yang jelas dan
nyata.
Setiap perkara yang Allah kehendaki akan berlaku dan setiap perkara yang tidak dikehendaki tidak akan
berlaku. Allah mengetahui perkara yang telah lepas, sedang berlaku, akan datang, waktu dan cara ia
berlaku. Allah berkuasa ke atas setiap sesuatu, memberi petunjuk kepada sesiapa yang dikehendaki dan
menyesatkan orang-orang yang dikehendaki.
Setiap hamba memiliki kehendak dan kuasa untuk melakukan semua perkara yang ditentukan oleh Allah
ke atas mereka dengan keyakinan bahawa setiap hamba tidak mampu melakukan sesuatu kecuali
dengan kehendak Allah. Kefahaman inilah yang dapat mendorong manusia untuk melakukan kebaikan
dan menjauhi keburukan bila ia sedar bahawa Allah sentiasa mengawasinya serta meminta
pertanggungjawaban.
Firman Allah :
Maksud : Maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin
(kafir) biarlah ia kafir. (Al-Kahfi:29)
Sesungguhnya Allah mencipta hamba-hamba-Nya serta perbuatan mereka dan mereka sendiri pula yang
melakukan semua perbuatan yang mereka lakukan tanpa paksaan. Maka tidak ada hujjah bagi seorang
hamba ke atas Allah sekiranya dia mahu meninggalkan perkara yang wajib atau melakukan perkara yang
haram (bahawa ini adalah ketentuan Allah), bahkan Allah mempunyai hujjah yang kuat ke atas hamba-
hamba-Nya.
Seorang hamba Allah yang beriman dengan ajaran Rasul-Nya, wajiblah menolak taqdir buruk dengan
taqdir baik. Di mana kufur itu dihilangkan dengan iman, kezaliman dengan keadilan, peperangan dengan
perdamaian, maksiat dengan ketaatan, penyakit dengan ubat, kebodohan dengan pengetahuan,
kekalahan dengan jihad, kemiskinan dengan bekerja dan begitulah seterusnya.
Keyakinan terhadap Qada dan Qadar Allah memerlukan seseorang melaksanakan tiga perkara;
Pertama: Hendaklah berdoa kepada Allah agar mempermudahkan baginya untuk mendapat kesenangan
dan menjauhkannya daripada kesusahan dan segala larangan-Nya di samping bertawakkal kepada Allah
dan meminta perlindungan daripada-Nya, maka jadilah ia sentiasa bergantung dengan Allah untuk
mendapatkan perkara yang baik dan meninggalkan kejahatan.
Firman Allah :
Maksud : Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (wahai Muhammad) tentang Aku maka
(jawablah) bahawasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila
ia memohon kepada-Ku maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Aku dan hendaklah
mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Al-Baqarah:186)
Kedua: Hendaklah berusaha mencapai tujuan akhirat sebagaimana usaha yang dilakukan untuk
mencapai tujuan dunia. Adalah sangat menghairankan jika dalam urusan akhirat segala amal usaha
ditinggalkan sementara dalam urusan dunia masing-masing sedar bahawa hanya beristirehat tanpa
usaha dan perancangan adalah salah satu bentuk amalan menuju pengangguran dan kemiskinan.
Maksudnya : Hendaklah kamu melakukan perkara yang mendatangkan manfaat kepada kamu, dan
mintalah pertolongan kepada Allah, jangan kamu mudah berasa lemah (malas). Sekiranya musibah
menimpa kamu maka janganlah kamu berkata; Kalaulah dulu aku lakukan begitu tentu ia akan jadi
begini, tetapi katakanlah, Allah telah menentukan dan setiap yang dikehendaki-Nya akan dilakukan-
Nya. Lantaran kerana perkataan kalau akan membuka peluang kepada syaitan. (Riwayat Muslim)
Rasulullah s.a.w membimbing umatnya untuk bersemangat menempuh usaha yang bermanfaat dalam
urusan dunia dan juga akhirat. Perintah Rasulullah s.a.w kepada umatnya untuk berusaha itu, baginda
gabungkan dengan iman kepada taqdir, ini menunjukkan bahawa beriman kepada taqdir tidak
menafikan keperluan strategi dan usaha untuk mencapai sesuatu hajat.
Ketiga: Hendaklah bersabar di atas perkara yang telah ditentukan ke atasnya dan tidak meratap atau
menyesal, setelah dia mengetahui bahawa semua yang terjadi adalah dengan kehendak Allah maka dia
redha dan berserah diri. Dia seharusnya mengetahui bahawa dia tidak mungkin terlepas daripada
perkara yang ditetapkan untuk menimpanya dan perkara yang tidak ditetapkan ke atasnya tidak akan
menimpanya.
Firman Allah :
Maksud : Katakanlah (wahai Muhammad); Tidak sekali-kali akan menimpa kami sesuatu pun
melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dia lah Pelindung yang menyelamatkan kami, dan
(dengan kepercayaan itu) maka kepada Allah jualah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal.
(Taubah:51)
Ketika kekhalifahan Umar al-Khattab r.a, beliau telah bermusafir bersama beberapa orang sahabat dari
Madinah ke tanah Syam. Peristiwa ini berlaku pada bulan Rabiul Akhir tahun 18 H, di mana perjalanan
Umar adalah untuk melihat keadaan rakyat dan para gabenurnya. Setelah beberapa hari menempuh
perjalanan, rombongan Umar mendapat berita bahawa Syam telah dilanda wabak taun Amwas. Umar
kemudiannya bermusyawarah bersama para sahabat di dalam jemaah rombongan itu dan masing-
masing sepakat memutuskan untuk kembali ke Madinah.
Abu Ubaidah r.a yang ketika itu menjadi gabenur di Syam berkata mempersoalkan keputusan Umar al-
Khattab r.a, Wahai Amiral Mukminin, mengapa kamu lari daripada taqdir Tuhan?
Umar r.a lantas menjawab, Ya, aku lari daripada taqdir Allah kepada taqdir yang lain. Apa pendapatmu
wahai Aba Ubaidah seandainya engkau memiliki seekor unta yang turun di sebuah lembah yang
memiliki dua lereng, salah satunya subur dan yang keduanya tandus, bukankah jika engkau
membiakkannya di tempat yang subur bererti engkau menggembala untamu itu dengan taqdir Allah?
Begitu pun sebaliknya, jika engkau membiakkannya di tempat tandus, bukankah engkau
menggembalakannya juga dengan taqdir Allah?
Maksudnya : Sesungguhnya dalam masalah ini aku memiki ilmunya, aku telah mendengar bahawa
Rasulullah s.a.w bersabda; ((Jika engkau mendengar wabak taun di sebuah negeri maka janganlah
kamu memasukinya, dan seandainya wabak taun terjadi di negeri yang engkau tinggal di dalamnya
janganlah engkau meninggalkan negerimu kerana lari daripada taun)). (Riwayat Muslim)
Menurut sejarah, taun Amwas yang berlaku pada zaman kekhalifahan Umar telah mengorbankan
sekitar 25000 30000 kaum Muslimin. Di antara mereka yang meninggal dunia akibat wabak ini adalah
Abu Ubaidah Amir bin Al-Jarrah r.a, salah seorang daripada sepuluh orang sahabat Nabi yang mendapat
jaminan syurga Allah Taala.
Taqdir mengikut pandangan ulamaAhl as-Sunnah wa al-Jamaah;
Taqdir Mubram: Iaitu taqdir yang muktamad dan ia tertulis di Lauh Mahfuz. Tidak ada apa-apa
pengurangan, penambahan atau pengubahan kepada taqdir ini. Ia adalah ketentuan Allah Taala yang
pasti berlaku dan tidak dapat dihalang oleh sesuatu apa pun. Contohnya: Kehidupan dan Kematian.
Taqdir Muallaq: Iaitu taqdir yang tertulis yang boleh tetap dan boleh berubah dengan kehendak Allah,
bergantung kepada sebab-sebab yang diusahakan oleh manusia. Mu'allaq bererti tergantung. Ia adalah
ketentuan yang tidak semestinya berlaku bahkan bergantung kepada sesuatu perkara. Contohnya:
Panjang umur bergantung kepada menghubungkan silaturrahim dan amal kebajikan yang lain, seperti
dalam sabda Rasulullah s.a.w :
Maksud : Tidak boleh ditolak ketetapan Allah Taala melainkan doa. Dan tiada yang boleh
memanjangkan umur melainkan berbuat baik kepada ibu bapa. (Riwayat Hakim, Ibnu Hibban dan
Tirmizi)
Menurut ulama Ahl as-Sunnah, doa berpengaruh dalam mengubah apa yang telah tertulis dalam
konteks Taqdir Mu'allaq. Dengan berdoalah seseorang hamba itu akan merasakan dirinya lemah dan
berhajat kepada Allah. Akan tetapi perubahan yang kita pohon itupun sudah ditetapkan melalui doa.
Janganlah kita menyangka apabila berdoa, bererti meminta sesuatu yang belum tertulis, bahkan doa kita
telah tertulis dan apa yang terjadi kerananya juga telah tertulis.
Begitu juga penyakit yang merupakan taqdir Allah boleh disembuhkan melalui rawatan dan pegharapan
yang bersungguh-sungguh kepada-Nya, ia juga termasuk dalam Taqdir Muallaq. Rasulullah s.a.w pernah
ditanya;
:
Maksud : Ya Rasulallah, bagaimana pandanganmu terhadap ruqyah-ruqyah yang kami gunakan untuk
jampi, ubat-ubatan yang kami gunakan untuk menyembuh penyakit, perlindungan-perlindungan yang
kami gunakan untuk menghindari daripada sesuatu, apakah itu semua boleh menolak taqdir Allah?
Jawab Rasulullah s.a.w; Semua itu adalah (juga) taqdir Allah. (Riwayat Tirmizi)
Firman Allah :
Maksud : Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. (Ar-Radu:11)
Maka, apa yang tercatat dalam Taqdir Muallaq boleh diubah oleh Allah atas sebab-sebab yang
diusahakan oleh manusia dengan kehendak Allah. Namun perubahan itu tidak terkeluar daripada apa
yang Allah sedia ketahui dan tulis dalam Taqdir Mubram. Dalil untuk dua jenis taqdir ini ialah firman
Allah Taala :
Maksud : Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki, dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki),
dan di sisi-Nya-lah terdapat Umm al-Kitab. (Ar-Ra'd:39)
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), ia merujuk
kepada Taqdir Mu'allaq.
Ibnu Kathir r.hm menafsirkan Umm al-Kitab tersebut adalah perkara yang halal dan yang haram.
(Mukhtasar Tafsir Ibnu Kathir)
Allah Taala telah menjadikan kepada ketentuan ini beberapa sebab yang boleh menolak dan
mengangkatnya seperti berdoa, sedekah jariah, pengetahuan, perubatan, dan sebagainya. Kerana
makna beriman terhadap Qada' dan Qadar sama sekali tidak menafikan kewajipan kita berusaha dan
berikhtiar melakukan yang terbaik dalam kehidupan ini.
Allah pemilik Zat Yang Maha Adil, tidak akan sesekali menzalimi hamba-Nya, barangsiapa yang jujur
dalam melaksanakan amal soleh pasti akan dimudahkan jalan menuju Syurga.
. .
Maksud : Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan
adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.
(Al-Lail:5-7)
Maksudnya : Dan orang-orang yang berusaha dengan bersungguh-sungguh (kerana memenuhi
kehendak agama Kami), sesungguhnya Kami akan memimpin mereka ke jalan-jalan Kami dan
sesungguhnya (pertolongan dan bantuan) Allah adalah berserta orang-orang yang berusaha membaiki
amalannya. (Al-Ankabut:69)
Dengarkan pula firman Allah tentang penduduk neraka yang mereka kekal di dalamnya mengharapkan
kembali ke alam dunia, Allah Maha Mengetahui apa yang akan mereka lakukan seandainya dikembalikan
ke dunia di dalam surah Al-Anam ayat 27 hingga 28;
Maksud : Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka
berkata; Kiranya kalau kami dikembalikan (ke dunia) dan tentulah kami tidak mendustakan ayat-ayat
Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang
mengharukan).
Maksud : Bahkan (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu
menyembunyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa
yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta
belaka.
Demikianlah ilmu Allah, tidak ada sedikitpun yang terluput daripada pengetahuan-Nya. Berdasarkan
ilmu Yang Maha Sempurna itu Allah menulis segala sesuatu yang akan terjadi, yang belum terjadi dan
yang sudah terjadi di Lauh Mahfuzh, 50000 tahun sebelum Allah ciptakan langit dan bumi. Rasulullah
s.a.w bersabda;
Maksud : Allah telah mencatatkan taqdir-taqdir sekalian makhluk-Nya 50000 tahun sebelum
diciptakan langit-langit dan bumi. (Riwayat Muslim)
Firman Allah :
Maksud : Dan apabila Allah menghendaki untuk menimpakan kepada sesuatu kaum bala bencana
(disebabkan kesalahan mereka sendiri), maka tiada sesiapapun yang dapat menolak atau menahan apa
yang ditetapkan-Nya itu. (Ar-Ra'd:11)
Apa yang telah tercatat dalam Lauh Mahfuzh berlaku menurut kehendak Allah dengan penuh perincian
melangkaui akal manusia, satu-persatu, tiada satupun yang terlepas daripada ilmu, kehendak dan
penciptaan Allah Taala. Tiada sesuatu di alam ciptaan-Nya ini yang terjadi berlawanan dengan
kehendak-Nya. Kerana Maha Luasnya pengetahuan Allah, maka tiada siapapun mampu menghitungnya
secara tuntas sehingga hal ini diperhatikan oleh Imam Jaafar as-Sodiq r.hm, sebagaimana katanya;
Maksud : Orang yang terlalu memikirkan masalah Qadar ibaratnya seperti orang memandang terik
mentari, semakin kuat ia melihat semakin bertambah ia merasa hairan. (Jami Bayan al-Ilmi wa
Fadhlih, Ibn Abd al-Barr)
Kerana manusia tidak mengetahui Qada dan Qadar-nya, maka manusia perlu kepada usaha dan doa
tanpa berputus asa. Ambillah pengajaran tentang kesilapan masa lalu, agar kita tidak mengulanginya
pada masa kini. Usah menyalahkan taqdir kerana semuanya itu mengandungi rahsia Allah yang tiada
siapapun mampu merungkainya. Batasan tersebut diingatkan Rasulullah s.a.w kepada umatnya:
Maksud : Jika ada yang menyebut perkara taqdir, maka hentikanlah mereka (membahas taqdir).
(Riwayat at-Tabarani)
Referensi:
Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali
tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Artinya :"Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.
D. Takdir
Takdir adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini yang meliputi semua sisi
kejadiannya baik itu mengenai kadar atau ukurannya, tempatnya maupun waktunya. Dengan demikian
segala sesuatu yang terjadi tentu ada takdirnya, termasuk manusia.
Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Tuhan yang harus diimani
sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman. Penjelasan tentang takdir hanya dapat dipelajari dari informasi
Tuhan, yaitu informasi Allah melalui Al Quran dan Al Hadits. Secara keilmuan umat Islam dengan
sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala sesuatu yang sudah terjadi.
b. Takdir mubram
Yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar
lagi oleh manusia. adapun salah satu contohnya adalah kematian dan sebagainya.
F. Ikhtiar
Ikhtiar adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik material, spiritual,
kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi.
Ikhtiar juga dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan dan keterampilannya. Akan tetapi, usaha kita gagal, hendaknya kita tidak berputus asa. Kita
sebaiknya mencoba lagi dengan lebih keras dan tidak berputus asa. Kegagalan dalam suatu usaha,
antara lain disebabkan keterbatasan dan kekurangan yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri.
Apabila gagal dalam suatu usaha, setiap muslim dianjurkan untuk bersabar karena orang yang sabar
tidak akan gelisah dan berkeluh kesah atau berputus asa. Agar ikhtiar atau usaha kita dapat berhasil dan
sukses, hendaknya melandasi usaha tersebut dengan niat ikhlas untuk mendapat ridha Allah, berdoa
dengan senantiasa mengikuti perintah Allah yang diiringi dengan perbuatan baik, bidang usaha yang
akan dilakukann harus dikuasai dengan mengadakan penelitian atau riset, selalu berhati-hati mencari
teman (mitra) yang mendukung usaha tersebut, serta memunculkan perbaikan-perbaikan dalam
manajemen yang professional.
H. Sunnatullah
Menurut bahasa sunnatullah berasal dari kata sunnah yang bersinonim dengan tariqah yang berarti
jalan yang dilalui atau sirah yang berarti jalan hidup. Kemudian, kata tersebut digabung dengan lafal
Allah sehingga menjadi kata sunatullah yang berarti ketentuan-ketentuan atau hukum Allah swt. yang
berlaku atas segenap alam dan berjalan secara tetap dan teratur.
Sunnatullah terdiri dari dua macam, yaitu :
1. Sunnatullah qauliyah adalah sunnatullah yang berupa wahyu yang tertulis dalam bentuk lembaran
atau dibukukan, yaitu Al-Quran.
2. Sunnatullah kauniyyah adalah sunnatullah yang tidak tertulis dan berupa kejadian atau fenomena
alam. Contohnya, matahari terbit di ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat.
Kedua sunatullah tersebut memiliki persamaan, yaitu :
1. Kedua-duanya berasal dari Allah swt.
2. Kedua-duanya dijamin kemutlakannya.
3. Kedua-duanya tidak dapat diubah atau diganti dengan hukum lainnya.
Contohnya adalah hukum yang terdapat dalam Al-Quran. Dalam Al-Quran dikatakan bahwa barang
siapa yang beriman dan beramal saleh, pasti akan mendapat balasan pahala dari Allah swt. Selain
memiliki persamaan, keduanya juga mempunyai perbedaan. Sunatullah yang ada di alam, dapat diukur.
Lain halnya dengan sunnatullah yang ada dalam AL-Quran. Walaupun hal itu pasti terjadi, tetapi tidak
diketahui secara pasti kapan waktunya.
I. Tawakal
Tawakal atau tawakkul berarti mewakilkan atau menyerahkan. Dalam agama Islam, tawakal berarti
berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau
menanti akibat dari suatu keadaan.
Imam al-Ghazali merumuskan definisi tawakkal sebagai berikut, "Tawakkal ialah menyandarkan kepada
Allah swt tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam waktu kesukaran, teguh
hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tenteram.
Berdasarkan al-Quran Surah at-Talaq ayat 3, Allah swt. akan mencukupkan segala keperluan orang-
orang yang bertawakal dan bila dijabarkan orang yang bertawakal akan :
d. Menenangkan jiwa
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya,
sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau
berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.
Firaman Allah dalam QS. Al-Fajr ayat 27-30 yang artinya :
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka
masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam surga-Ku.