Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“MAJELIS SYURA DAN AHLUL HALLI WAL’AQDI”

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

1. RUSIDIN
2. FIRLY ARISANDI
3. RAHAYU JUANTI P.

KELAS XII IPS 2

MADRASAH ALIYAH BAITULMAL PANCASILA


TAHUN PELAJARAN 2016 / 2017
Kata Pengantar

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT penulis dapat menyelesaikan
tugas pembuatan makalah yang berjudul “Majelis Syura dan Ahlul Halli Wal’Aqdi” dengan
lancar.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Guru
Bidang Studi dan tak lupa kedua orang tua serta teman-teman yang telah memberikan
bantuan materil maupun do’anya, sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu pembuatan
makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh
dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.

Melawi, Agustus 2016

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar .................................................................................................... i


Daftar Isi ............................................................................................................. ii

BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 1

BAB II Isi
A. Pengertian Majelsi Syura ....................................................................... 2
B. Syarat-syarat menjadi Majelis Syura ..................................................... 2
C. Hak dan Kewajiban Majelis Syura ........................................................ 2
D. Syarat Pengangkatan Pemimpin oleh Majelis Syura ............................. 3
E. Hikmah adanya Majelis Syura ............................................................... 5
F. Pengertian Ahlul Halli wal’Aqdi’ .......................................................... 6
G. Sifat-sifat Ahlul Halli wal’Aqdi ............................................................. 6
H. Pendapat Para Ahli ................................................................................. 7
I. Syarat Kecakapan Ahlul Halli wal’Aqdi ............................................... 7
J. Tugas dari Ahlul Halli wal’Aqdi ........................................................... 8
K. Peranan dan Manfaat Ahlul Halli wal’Aqdi .......................................... 8
L. Menentunkan atau Menetapkan Ahlul Halli wal’Aqdi .......................... 9

BAB III Penutup


A. Kesimpulan ............................................................................................ 10

Daftar Pustaka .................................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hubungan agama dan politik menjadi topik pembicaraan menarik, bukan hanya dari
golongan negara yang mayoritas masyarakat berpegang teguh pada agama tetapi juga yang
berfaham sekuler.Munculnya masalah tersebut dipandang wajar disebabkan karena risalah
islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah agama yang penuh dengan ajaran dan
undang-undang yang bertujuan membangun manusia guna memperoleh kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.
Permasalahan pertama yang dipersoalkan oleh generasi pertama umat islam sesudah
Rasulullah Wafat adalah masalah kekuasaan politik atau pengganti beliau.
Maka dari itu masalah ini akan diuraikan dan dikaji dalam makalah ini sehingga dapat
menambah wawasan para pembaca tentang keislaman.
Khilafah dalam terminologi politik Islam ialah sistem pemerintahan Islam yang
meneruskan sistem pemerintahan Rasul Saw. Dengan segala aspeknya yang berdasarkan Al-
Qur’an dan Sunnah Rasul Saw.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Majelis syura ?
2. Apa saja syarat-syarat menjadi anggota majelis syura ?
3. Apa saja yang menjadi hak dan kewajiban majelis syura /
4. Bagaimana syarat untuk menjadi pemimpin majelis syura?
5. Apa saja hikmah adanya majelis syura ?
6. Ahlul Halli wal aqdi

C. Tujuan Penulisan
1. Memahami pengertian fiqh siyasah (siyasah syar’iyyah)
2. Dapat mengetahui manfaat mempelajari fiqh siyasah dan memahami istilah – istilah yang
berhubungan dengan pemerintahan islam.
3. Menambah wawasan tentang sistem pemerintahan islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Majelis Syura


Majelis Syura menurut bahasa artinya tempat musyawarah, sedangkan menurut
istilah adalah lembaga permusyawaratan rakyat. Atau dengan pengertian lembaga
permusyawaratan yakni badan yang ditugasi untuk memperjuangkan kepentingan rakyat
melalui musyawarah. Dengan demikian Majelis Syura ialah suatu badan negara yang
bertugas memusyawarahkan kepentingan rakyat. Di Indonesia dikenal dengan Mejelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Pada mula berdirinya, yakni pada zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin,
musyawarah dilakukan di masjid atau di tempat yang mereka kehendaki untuk
bermusyawarah, tidak dalam bangunan tertentu, lembaga tertentu dan tata tertib tertentu.
Berbeda dengan zaman sekarang, manusia semakin banyak jumlahnya, memiliki keinginan
politik yang beragam, sehingga memerlukan suatu lembaga resmi, tempat yang resmi dan tata
tertib musyawarah atau sidang.

B. Syarat-Syarat Menjadi Anggota Majelis Syura


Para anggota majelis syura ialah orang-orang yang mempunyai jabatan dan
kedudukan penting di dalam negara. Oleh sebab itu, untuk dapat diangkat menjadi anggota
majelis syura haruslah orang-orang yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Dipilih langsung oleh rakyat, sesuai dengan prinsip demokrasi.
3. Memiliki ilmu pengetahuan yang sesuai dengan bidang keahliannya.
4. Berkepribadian tinggi (adil, jujur dan bertanggung jawab).
5. Berani dan teguh pendirian.
6. Ikhlas, dinamis, dan kreatif.
7. Peka dan penuh perhatian terhadap kepentingan rakyat, tanpa membeda-bedakan suku,
agama, ras, golongan dan sebagainya.

C. Hak dan Kewajiban Majelis Syura


Majelis Syura, sebagaimana layaknya lembaga perwakilan rakyat memiliki hak dan
kewajiban, di antaranya sebagai berikut:
1. Mengangkat dan memberhentikan khalifah (kepala negara)
2
2. Berperan sebagai penghubung antara rakyat dengan khalifah, yaitu mengadakan
musyawarah atau rapat dengan khalifah langsung tentang berbagai hal yang berkenaan
dengan kepentingan rakyat.
3. Membuat Undang-Undang bersama khalifah untuk memantapkan pelaksaan hukum
Allah SWT.
4. Merumuskan dan menetapkan program dan anggaran negara yang akan dilaksanakan
oleh khalifah.
5. Merumuskan gagasan demi cepatnya pencapaian tujuan negara.
6. Menetapkan anggaran belanja negara.
7. Selalu hadir dalam setiap persidangan majelis syura.

D. Syarat Pengangkatan Pemimpin oleh Majelis Syura


Dalam Islam, menjadi pemimpin dan dipimpin adalah amanah yang pasti akan
diminta pertanggung jawabannya. Membangun pemerintahan yang baik ini bukan hanya
peran penguasa akan tetapi rakyat juga ikut menentukan arah pemerintahan tersebut. Karena
bagaimana mungkin suatu pemerintahan akan berjalan dengan baik jika hanya pemimpinnya
saja yang taat membangun sistem sedangkan rakyatnya melawan sistem yang dibangun itu
meskipun untuk kebaikan mereka. Akan tetapi Islam melarang kita untuk taat kepada
pemerintahan atau pemimpin dan sistem yang memerintahkan kepada maksiat. Sebagaimana
firman Allah dalam surah An-Nisa ayat 58:
ِ ‫َّللاَ يَأ ْ ُم ُر ُك ْم أ َ ْن ت ُ َؤدُّوا ْاْل َ َمانَا‬
‫ت إِلَى أَ ْه ِل َها َوإِذَا َح َك ْمت ُ ْم‬ َّ ‫اس أ َ ْن تَحْ ُك ُموا بِ ْالعَدْ ِل ۚ إِ َّن‬
َّ ‫َّللاَ نِ ِع َّما إِ َّن‬ ُ ‫يَ ِع‬
ِ َّ‫ظ ُك ْم بِ ِه بَيْنَ الن‬
Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu," (QS An-Nisa:58).
Berdasar surah An-Nisa ayat 58 diatas, ada 5 syarat yang harus dilakukan oleh
pemerintah maupun masyarakat untuk menghadirkan kepemimpinan yang sukses dan
pemerintahan yang baik yaitu:
a. Pemberian jabatan kepada orang terbaik (ahlinya)
Memilih seorang pemimpin atau pemangku jabatan haruslah orang-orang yang
profesional. Jika memilih seseorang disebabkan karena adanya hubungan kekerabatan,
hubungan saudara, kesamaan madzab, hubungan darah, sogokan materi, hubungan
kebangsaan dan lain sebagainya padahal ada orang yang lebih profesional dari mereka, maka

3
hal tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap Allah, Rasul-Nya dan orang-orang
beriman.

b. Membangun hukum yang adil


Berlaku adil merupakan perintah Allah. Keadilan mencakup semua aspek kehidupan
baik sosial, politik, budaya, ekonomi dan sebagainya. Keadilan harus ditegakkan di dalam
setiap aspek kehidupan, dari mulai penegakan hukum baik pidana maupun perdata,
pembagian harta seperti ghanimah, zakat dan harta-harta negara lainnya yang harus
disalurkan dengan tepat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Karena itu Allah SWT memberikan balasan yang cukup besar bagi pemimpin yang
adil, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Ada tujuh golongan
yang akan mendapatkan naungan dari Allah di hari kiamat nanti dimana tidak ada naungan
kecuali naungannya." Dan salah satu golongan dari ketujuh itu adalah pemimpin yang adil.

c. Dukungan dan kepercayaan dari masyarakat


Menciptakan kepemimpinan yang sukses bukan hanya tugas para penguasa,
masyarakat pun ikut berperan aktif dalam mewujudkan hal tersebut. Islam sangat menyadari
seorang pemimpin tidak akan mampu melakukan apapun tanpa adanya dukungan dari
masyarakatnya. Oleh karena itu, dalam Islam masyarakat harus memberikan ketaatan dan
kepercayaannya kepada pemerintah sehingga menghadirkan pemerintah yang legitimate.
Karakter kepemimpinan dalam Islam adalah kepemimpinan yang representatif.
Mandat kepemimpinan dalam Islam tidak ditentukan oleh Allah namun dipilih oleh umat.
Selama seorang pemimpin tidak memerintahkan maksiat kepada Allah SWT, maka
masyarakat wajib taat dan percaya terhadap pemimpinnya meskipun dia seorang pemimpin
yang non muslim.

d. Ketaatan tidak boleh dalam kemaksiatan


Sering terjadi polemik ditengah-tengah masyarakat kita, apakah masih ada kewajiban
untuk mematuhi pemimpin yang mendurhakai Allah atau tidak. Pemimpin yang dipilih secara
langsung dan ditetapkan berdasarkan Undang-Undang dipandang dapat memenuhi syarat
kepemimpinan untuk melaksanakan amanat rakyat. Apabila pemimpin tidak mengindahkan
nasihat dan peringatan serta tetap melakukan kemaksiatan dan kemungkaran, maka tidak ada
lagi kewajiban untuk mematuhi perintahnya.

4
e. Kontitusi yang berlandaskan Al-Quran dan Sunnah
Salah satu cara untuk menghadirkan kepemimpinan yang sukses dan baik adalah jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada kepada Allah (Al-
Quran) dan Rasul (sunnahnya). Artinya Al-Quran dan sunnah harus menjadi rujukan dalam
setiap penyelesaian masalah yang terjadi didalam negara.
Syaikhul Islam Ibnu Thaimiyyah mengatakan tugas utama negara ada dua, yakni
menegakkan syariat dan menciptakan sarana untuk menggapai tujuan tersebut. Negara harus
menjadi kepanjangan tangan Allah SWT untuk melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan-Nya di muka bumi. Ada beberapa alasan penting yang membuat negara dan
pemerintahan memiliki keududkan yang vital dalam Islam berdasarkan Al-Quran dan sunnah
diantaranya:
1) Al-Quran dan sunnah memiliki seperangkat hukum dan pelaksaannya membutuhkan
institusi negara dan pemerintahan.
2) Al-Quran dan sunnah meletakkan landasan yang kokoh baik dalam aspek akidah, syariah
dan akhlak yang berfungsi sebagai bingkai dan menjadi jalan hidup kaum muslimin.
Pelaksanaan dan pengawasan ketiga aspek tersebut tidak membutuhkan intervensi dan
peran negara.
3) Adanya ucapan dan perbuatan Rasulullah SAW yang dipandang sebagai bentuk
pelaksanaan tugas-tugas negara dan kepemerintahan. Rasulullah SAW mengangkat
gubernur, hakim, panglima perang, mengirim pasukan, menarik zakat dan pajak (fiskal),
mengatur pembelanjaan dan keuangan negara (moneter) menegakkan hudud, mengirim
duta, dan melakukan perjanjian dengan negara lain.

E. Hikmah Adanya Majelis Syura


Adapun hikmah dari adanya majelis syura ini antara lain:
a. Melaksanakan perintah Allah dan mencontoh perbuatan Rasulullah SAW tentang
musyawarah untuk menyelesaikan perosalan hidup dan kehidupan umat Islam.
b. Melahirkan keputusan dan ketetapan yang baik dan bijaksana karena keputusan tersebut
ditetapkan oleh banyak pihak.
c. Melahirkan tanggungjawab bersama terhadap keputusan yang ditetapkan karena
keputusan tersebut ditetapkan oleh wakil-wakil rakyat yang dipilih sesuai dengan
kemampuan dan tanggungjawabnya.
d. Mengurangi bahkan menghilangkan keluh resah yang mengakibatkan penyelewengan
sebagai akibat dari keputusan yang tidak atau kurang representatif.
5
e. Memilih pemimpin yang terbaik dan disetujui semua pihak karena itu kualitasnya akan
lebih dapat dipertanggungjawabkan.
f. Menghindari perselisihan antar golongan yang dapat mengakibatkan kehancuran dan
kerugian negara.
g. Mewujudkan keadilan karena keputusan hasil musyawarah telah disetujui oleh semua
pihak maka hasilnya bersifat adil untuk semua pihak.
h. Menciptakan persatuan dan kesatuan karena hasil musyawarah biasanya merupakan jalan
tengah yang memiliki daya tarik semua pihak. Jadi hasilnya dapat mengikat semua pihak.
i. Menjalin hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhannya dan hubungan sesama
umat manusia, khususnya umat Islam.
j. Menciptakan kerukunan dan ketahanan umat sehingga dapat menangkal berbagai
rongrongan dan ancaman terhadap negara dan pemerintah.

F. Arti Ahlul Halli wal ‘Aqdi.


Sekelompok orang yang memilih imam atau kepala negara sesekali dinamkan ahlul
halli wal ‘aqdi, sesekali ahlul ijtihad dan sesekali ahlul ikhtiyar.
Ahlul al-halli wa al-‘aqd ( baca Ahlul Halli wal ‘aqdi ) diartikan dengan “orang-orang
yang mempunyai wewenang untuk melonggarkan dan mengikat”. Istilah ini dirumuskan oleh
ulama fiqih untuk sebutan bagi orang-orang yang berhak sebagai wakil umat untuk
menyuarakan hati nurani mereka.
Tafsir Al-Manar menyatakan bahwa Ulil Amri itu adalah Ahlul Halli wal ‘Aqdi yaitu
orang-orang yang mendapat kepercayaan umat.

G. Sifat-sifat Ahlul Halli wal ‘Aqdi.


Sifat-sifat Ahlul Halli wal ‘Aqdi menurut elaborasi fiqih dapat ditetapkan pada tiga
golongan :
1. Faqih yang mampu menemukan penyelesaian terhadap masalah-masalah yang muncul
dengan memakai metode ijtihad.
2. Orang yang berpengalaman dalam urusan-urusan rakyat.
3. Orang yang melaksanakan kepemimpinan sebagai kepala keluarga, suku, atau golongan.

6
H. Pendapat Beberapa Para Ahli.
1. An-Nawawi dalam Al-Minhaj Ahl Halli waal ‘Aqd adalah para ulama, para kepala, para
pemuka masyarakat sebagai unsur-unsur masyarakat yang berusaha mewujudkan
kemaslahatan rakyat.
2. Muhammad Abduh menyamakan ahl al-hall wa al’aqd dengan ulil amri yang disebut
dalam Al-Qur’an surat al-Nisa ayat 59 yang menyatakan : “Hai orang-orang yang
beriman taatilah Allah, dan taatilah Rasul ( Nya ) dan ulil amri di antara kamu”. Ia
menafsirkan ulil amri atau ahl al-hall wa al-‘aqd sebagai kumpulan orang dari berbagai
profesi dan keahlian yang ada dalam masyarakat. Abduh menyatakan yang dimaksud
dengan ulil amri adalah “Golongan ahl al-hall wa al-‘aqd dari kalangan orang-orang
muslim. Mereka itu adalah para amir, para hakim, para ulama, para militer, dan semua
penguasa dan pemimpin yang dijadikan rujukan oleh umat dalam masalah kebutuhan dan
kemaslahatan publik” lebih lanjut ia menjelaskan apabila mereka sepakat atas suatau
urusan stau hukum maka umat wajib mentaatinya dengan syarat mereka itu adalah orang-
orang muslim dan tidak melanggar perintah Allah dan Sunnah Rasul yang mutawatir.
3. Rasyid Ridha juga berpendapat ulil amri adalah al-hall wa al-‘aqd. Ia menyatakan
“kumpulan ulil amri dan mereka yang disebut ahl al-hall wa al-‘aqd adalah mereka yang
mendapat kepercayaan dari umat yang terdiri dari para ulama, para pemimpin militer,
para pemimpin pekerja untuk kemaslahatan publik seperti pedagang, tukang, petani, para
pemimpin perusahaan, para pemimpin partai politik dan para tokoh wartawan”. Al-Razi
juga menyamakan pengertian antara ahl al-hall wa al-‘aqd dan ulil amri yaitu para
pemimpin dan penguasa.
4. Al-Maraghi rumusannya sama seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Abduh dan
Rasyid Ridha.
5. Al-Mawardi merumuskan beberapa syarat, yaitu berlaku adil dalam segala sikap dan
tindakan, berilmu pengetahuan dan memiliki wawasan dan kearifan.

I. Syarat Kecakapan Ahlul Halli Wal ‘Aqd.


Al-Qadhi Aby Ya’la telah menetapkan beberapa syarat kecakapan bagi ahlul halli wal
‘aqd :
1. Syarat moral ( akhlak ) yaitu keadilan. Ia merupakan derajat keistiqamahan yang
menjadikan pemiliknya sebagai orang yang dapat dipercaya dalam hal amanah dan
kejujurannya.

7
2. Ilmu yang dapat mengantarkannya mengetahui dengan baik orang yang pantas
menduduki jabatan imamah. Baik ilmu teoritis, kebudayaan, wawasan dan khususnya
wawasan kefiqihan perundang-undangan.
3. Lebih dekat kepada persyaratan pengetahuan politik dan kemasyarakatan.
4. Ahlul Halli wal ‘aqdi bisa terdiri dari ulama, panglima perang dan para pemimpin
kemaslahatan umum. Seperti pemimpin perdagangan, perindustrian, pertanian. Termasuk
juga para pemimpin buruh, partai, para pemimpin redaksi surat kabar yang islami dan
para pelopor kemerdekaan.

J. Tugas Dari Ahlul Halli Wal ‘Aqdi.


Tugas dari ahlul halli wal ‘aqdi antara lain memilih khalifah, imam, kepala negara
secara langsung. Karena itu ahlul halli wal ‘aqdi juga disebut oleh Al-Mawardi sebagai ahl
al-ikhtiyar (golongan yang berhak memilih). Peranan golongan ini sangat penting untuk
memilih salah seorang di antara ahl al-imamah (golongan yang berhak dipilih) untuk menjadi
khalifah. Ahlul halli wal ‘aqdi ialah orang-orang yang berkecimpung langsung dengan rakyat
yang telah memberi kepercayaan kepada mereka. Mereka menyetujui pendapat wakil-wakil
itu karena ikhlas, konsekwen, takwa, adil, dan kecermelangan pikiran serta kegigihan mereka
di dalam memperjuangkan kepentingan rakyatnya.
Di samping punya hak pilih, menurut Ridha adalah menjatuhkan khalifah jika terdapat
hal-hal yang mengharuskan pemecatannya. Al-Mawardi juga berpendapat jika kepala negara
melakukan tindakan yang bertentangan dengan agama, rakyat dan ahl al-hall wa al-‘aqd
berhak untuk menyampaikan “mosi tidak percaya” kepadanya.
Sejauh ini belum ditemui penjelasan tentang hak-hak lain ahl al-hall wa al-‘aqd seperti
pembatasan kekuasaan khilafah, mekanisme pembentukan lembaga itu, hak kontrol dan
sebagainya.
Apalagi ahl al-hall wa al-‘aqd, sekalipun mereka mewakili rakyat, menurut Rasyid
Ridha, tidak identik dengan parlemen di zaman modern yang memiliki kekuasaan legislatif
dan berhak membatasi kekuasaan kepala negara melalui undang-undang. Sementara khalifah
adalah kepala negara yang memegang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.

K. Peranan Dan Manfaat Ahlul Halli Wal ‘Aqdi.


Peranan ahlul halli wal ‘aqdi di indonesia dari segi fungsionalnya, sama seperti
Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) yaitu sebagai lembaga tertinggi negara dan
perwakilan yang personal-personalnya merupakan wakil-wakil rakyat yang dipilih oleh
8
rakyat dalam pemilu dan salah satu tugasnya ialah memilih presiden ( sebagai kepala negara
dan kepala pemerintahan ). Namun dalam beberapa segi lain antara ahlul halli wal ‘aqdi dan
MPR tidak identik.
Manfaat dari ahlul halli wal ‘aqdi sangatlah penting yaitu untuk menjaga keamana dan
pertahanan serta urusan lain yang berkaitan dengan kemaslahatan umum.

L. Menentukan Atau Menetapkan Ahlul Halli Wal ‘Aqdi.


Para fuqaha tidak menyebutkan cara untuk menentukan atau menetapkan mereka itu.
Sekalipun mereka menyebutkan beberapa masalah yang berkaitan dengan tema ini. Di
antaranya adalah mereka ( ahlul halli wal ‘aqdi ) tidak diisyaratkan berasal dari penduduk
yang senegeri dengan sang imam, yaitu penduduk ibu kota. Karena tak ada maksud untuk
mengistimewakan. Sekalipun praktiknya mereka lebih dahulu dari yang lain, mengetahui
kematian sang kepala negara. Dan karena pada umumnya orang yang layak menduduki
kekhalifahan ada di negeri ( ibu kota ) mereka.
Al-Qadhi Abu Ya’la di dalam kitab Al-Ahkam as-Sulthaniyyah membahas masalah
lain yang penting, yaitu : “Apakah boleh bagi seorang khalifah mengangkat ahlu ikhtiyar
sebagaimana ia mengangkat ahlu ‘aqd ( para pengganti ) ?” Jawabnya adalah : ada yang
berpendapat boleh, karena ia merupakan di antara hak-hak kekhalifahannya. Sedangkan qiyas
madzhab kita berpendapat tidak boleh.” [12]
Pendapat Al-Qadhi Abu Ya’la yang mengatakan bahwa tidaklah diperkenankan bagi
khalifah menentukan ( mengangkat ) orang-orang yang akan memilih khalifah sesudahnya
adalah pendapat yang benar. Ia sesuai dengan maksud si pembuat syari’at. Ia hendak
membiarkan mayoritas ahlu ar-ra’yi memilih sang imam, kepala negara. Jika khalifah
memutuskan memilih dan menentukan mereka, maka seketika itu ia berarti bertindak sesuka
hati di dalam memilih orang yang akan menggantikannya secara tidak langsung.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Karena itu dalam ketatanegaraan Islam semangat musyawarah antara majelissyurodan
lembaga kekhalifahan merupakan dorongan dan tenaga bagi lajunya roda pemerintahan
Khilafah Islamiyah yang didasarkan kepada aqidah Islam
Jadi dalam ketatanegaraan Islam, konsep Check and Balances antara majelis
syuro dan lembaga kekhalifahan adalah dengan melihat apakah khalifah masih
tetap berada di garis yang telah ditetapkan dalam Al Qur’an dan As-Sunnah
atau sudah keluar. Dan majelis syuro tidak mempunyai hak Impeachment, karena
jatuhnya khalifah bukan karena adanya tuntutan dan tuduhan dari majelis
syuro, melainkan kalau terbukti secara hukum khalifah telah menyeleweng dari
garis yang telah ditetapkan dalam Al Qur’an dan As-Sunnah.

Sekelompok orang yang memilih imam atau kepala negara dinamakan Ahlul Halli
wal ‘Aqdi. · Sifat-sifat Ahlul Halli wal ‘aqdi, yaitu :
1. Faqih yang mampu menemukan penyelesaian terhadap masalah-masalah yang muncul
dengan memakai metode ijtihad.
2. Orang yang berpengalaman dalam urusan-urusan rakyat.
3. Orang yang melaksanakan kepemimpinan sebagai kepala keluarga, suku, atau golongan.
Syarat kecakapan bagi ahlul halli wal ‘aqd, yaitu :
1. Syarat moral ( akhlak ) yaitu keadilan.
2. Ilmu yang dapat mengantarkannya mengetahui dengan baik orang yang pantas
menduduki jabatan imamah.
3. Lebih dekat kepada persyaratan pengetahuan politik dan kemasyarakatan.
Tugas dari Ahlul Halli wal ‘Aqd, yaitu :
1. Memilih khalifah, imam, kepala negara secara langsung.
2. Menjatuhkan khalifah jika terdapat hal-hal yang mengharuskan pemecatannya.
 Manfaat dari Ahlul Halli wal ‘Aqdi yaitu untuk menjaga keamanan dan pertahanan serta
urusan lain yang berkaitan dengan kemaslahatan umum.
 Cara menetapkan ahlu halli wal ‘aqdi adalah suatu perkara yang diserahkan kepada
kebijaksanaan setiap masa-masa dan negeri.

10
DAFTAR PUSTAKA

· Sistem Pemerintahan dalam persepektif Islam, Prof. Muhammad Al-Mubarak.


· Fiqih Siyasah, Sejarah dan Pemikiran, Dr. j. Suyuthi Pulungan M.A, Raja Grafindo
Persada, Jakarta : 1994.
· Masalah-masalah Teori Politik Islam, Mumtaz ahmad ( ED ).
· Teori Pemerintahan Islam menurut Ibnu aimiyah, Khalid Ibrahim Jindan.
· Tafsir Al-Mizan, Syamsuri Rifaa’i, Agustus, 1991 mengupas ayat-ayat kepemimpinan.
· Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar.
· Tafsir Fakhr al-Razi, Jilid V, Muhammad Al-Razi Fakhr al-Din bin Dhiya al-Din Umar.
· Tafsir al-Maraghi Jilid V, Ahmad Mushthafa al-Maraghi.

11

Anda mungkin juga menyukai