D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
1. RUSIDIN
2. FIRLY ARISANDI
3. RAHAYU JUANTI P.
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT penulis dapat menyelesaikan
tugas pembuatan makalah yang berjudul “Majelis Syura dan Ahlul Halli Wal’Aqdi” dengan
lancar.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Guru
Bidang Studi dan tak lupa kedua orang tua serta teman-teman yang telah memberikan
bantuan materil maupun do’anya, sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu pembuatan
makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh
dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.
Penyusun
i
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 1
BAB II Isi
A. Pengertian Majelsi Syura ....................................................................... 2
B. Syarat-syarat menjadi Majelis Syura ..................................................... 2
C. Hak dan Kewajiban Majelis Syura ........................................................ 2
D. Syarat Pengangkatan Pemimpin oleh Majelis Syura ............................. 3
E. Hikmah adanya Majelis Syura ............................................................... 5
F. Pengertian Ahlul Halli wal’Aqdi’ .......................................................... 6
G. Sifat-sifat Ahlul Halli wal’Aqdi ............................................................. 6
H. Pendapat Para Ahli ................................................................................. 7
I. Syarat Kecakapan Ahlul Halli wal’Aqdi ............................................... 7
J. Tugas dari Ahlul Halli wal’Aqdi ........................................................... 8
K. Peranan dan Manfaat Ahlul Halli wal’Aqdi .......................................... 8
L. Menentunkan atau Menetapkan Ahlul Halli wal’Aqdi .......................... 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan agama dan politik menjadi topik pembicaraan menarik, bukan hanya dari
golongan negara yang mayoritas masyarakat berpegang teguh pada agama tetapi juga yang
berfaham sekuler.Munculnya masalah tersebut dipandang wajar disebabkan karena risalah
islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah agama yang penuh dengan ajaran dan
undang-undang yang bertujuan membangun manusia guna memperoleh kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.
Permasalahan pertama yang dipersoalkan oleh generasi pertama umat islam sesudah
Rasulullah Wafat adalah masalah kekuasaan politik atau pengganti beliau.
Maka dari itu masalah ini akan diuraikan dan dikaji dalam makalah ini sehingga dapat
menambah wawasan para pembaca tentang keislaman.
Khilafah dalam terminologi politik Islam ialah sistem pemerintahan Islam yang
meneruskan sistem pemerintahan Rasul Saw. Dengan segala aspeknya yang berdasarkan Al-
Qur’an dan Sunnah Rasul Saw.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Majelis syura ?
2. Apa saja syarat-syarat menjadi anggota majelis syura ?
3. Apa saja yang menjadi hak dan kewajiban majelis syura /
4. Bagaimana syarat untuk menjadi pemimpin majelis syura?
5. Apa saja hikmah adanya majelis syura ?
6. Ahlul Halli wal aqdi
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami pengertian fiqh siyasah (siyasah syar’iyyah)
2. Dapat mengetahui manfaat mempelajari fiqh siyasah dan memahami istilah – istilah yang
berhubungan dengan pemerintahan islam.
3. Menambah wawasan tentang sistem pemerintahan islam.
1
BAB II
PEMBAHASAN
3
hal tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap Allah, Rasul-Nya dan orang-orang
beriman.
4
e. Kontitusi yang berlandaskan Al-Quran dan Sunnah
Salah satu cara untuk menghadirkan kepemimpinan yang sukses dan baik adalah jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada kepada Allah (Al-
Quran) dan Rasul (sunnahnya). Artinya Al-Quran dan sunnah harus menjadi rujukan dalam
setiap penyelesaian masalah yang terjadi didalam negara.
Syaikhul Islam Ibnu Thaimiyyah mengatakan tugas utama negara ada dua, yakni
menegakkan syariat dan menciptakan sarana untuk menggapai tujuan tersebut. Negara harus
menjadi kepanjangan tangan Allah SWT untuk melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan-Nya di muka bumi. Ada beberapa alasan penting yang membuat negara dan
pemerintahan memiliki keududkan yang vital dalam Islam berdasarkan Al-Quran dan sunnah
diantaranya:
1) Al-Quran dan sunnah memiliki seperangkat hukum dan pelaksaannya membutuhkan
institusi negara dan pemerintahan.
2) Al-Quran dan sunnah meletakkan landasan yang kokoh baik dalam aspek akidah, syariah
dan akhlak yang berfungsi sebagai bingkai dan menjadi jalan hidup kaum muslimin.
Pelaksanaan dan pengawasan ketiga aspek tersebut tidak membutuhkan intervensi dan
peran negara.
3) Adanya ucapan dan perbuatan Rasulullah SAW yang dipandang sebagai bentuk
pelaksanaan tugas-tugas negara dan kepemerintahan. Rasulullah SAW mengangkat
gubernur, hakim, panglima perang, mengirim pasukan, menarik zakat dan pajak (fiskal),
mengatur pembelanjaan dan keuangan negara (moneter) menegakkan hudud, mengirim
duta, dan melakukan perjanjian dengan negara lain.
6
H. Pendapat Beberapa Para Ahli.
1. An-Nawawi dalam Al-Minhaj Ahl Halli waal ‘Aqd adalah para ulama, para kepala, para
pemuka masyarakat sebagai unsur-unsur masyarakat yang berusaha mewujudkan
kemaslahatan rakyat.
2. Muhammad Abduh menyamakan ahl al-hall wa al’aqd dengan ulil amri yang disebut
dalam Al-Qur’an surat al-Nisa ayat 59 yang menyatakan : “Hai orang-orang yang
beriman taatilah Allah, dan taatilah Rasul ( Nya ) dan ulil amri di antara kamu”. Ia
menafsirkan ulil amri atau ahl al-hall wa al-‘aqd sebagai kumpulan orang dari berbagai
profesi dan keahlian yang ada dalam masyarakat. Abduh menyatakan yang dimaksud
dengan ulil amri adalah “Golongan ahl al-hall wa al-‘aqd dari kalangan orang-orang
muslim. Mereka itu adalah para amir, para hakim, para ulama, para militer, dan semua
penguasa dan pemimpin yang dijadikan rujukan oleh umat dalam masalah kebutuhan dan
kemaslahatan publik” lebih lanjut ia menjelaskan apabila mereka sepakat atas suatau
urusan stau hukum maka umat wajib mentaatinya dengan syarat mereka itu adalah orang-
orang muslim dan tidak melanggar perintah Allah dan Sunnah Rasul yang mutawatir.
3. Rasyid Ridha juga berpendapat ulil amri adalah al-hall wa al-‘aqd. Ia menyatakan
“kumpulan ulil amri dan mereka yang disebut ahl al-hall wa al-‘aqd adalah mereka yang
mendapat kepercayaan dari umat yang terdiri dari para ulama, para pemimpin militer,
para pemimpin pekerja untuk kemaslahatan publik seperti pedagang, tukang, petani, para
pemimpin perusahaan, para pemimpin partai politik dan para tokoh wartawan”. Al-Razi
juga menyamakan pengertian antara ahl al-hall wa al-‘aqd dan ulil amri yaitu para
pemimpin dan penguasa.
4. Al-Maraghi rumusannya sama seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Abduh dan
Rasyid Ridha.
5. Al-Mawardi merumuskan beberapa syarat, yaitu berlaku adil dalam segala sikap dan
tindakan, berilmu pengetahuan dan memiliki wawasan dan kearifan.
7
2. Ilmu yang dapat mengantarkannya mengetahui dengan baik orang yang pantas
menduduki jabatan imamah. Baik ilmu teoritis, kebudayaan, wawasan dan khususnya
wawasan kefiqihan perundang-undangan.
3. Lebih dekat kepada persyaratan pengetahuan politik dan kemasyarakatan.
4. Ahlul Halli wal ‘aqdi bisa terdiri dari ulama, panglima perang dan para pemimpin
kemaslahatan umum. Seperti pemimpin perdagangan, perindustrian, pertanian. Termasuk
juga para pemimpin buruh, partai, para pemimpin redaksi surat kabar yang islami dan
para pelopor kemerdekaan.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Karena itu dalam ketatanegaraan Islam semangat musyawarah antara majelissyurodan
lembaga kekhalifahan merupakan dorongan dan tenaga bagi lajunya roda pemerintahan
Khilafah Islamiyah yang didasarkan kepada aqidah Islam
Jadi dalam ketatanegaraan Islam, konsep Check and Balances antara majelis
syuro dan lembaga kekhalifahan adalah dengan melihat apakah khalifah masih
tetap berada di garis yang telah ditetapkan dalam Al Qur’an dan As-Sunnah
atau sudah keluar. Dan majelis syuro tidak mempunyai hak Impeachment, karena
jatuhnya khalifah bukan karena adanya tuntutan dan tuduhan dari majelis
syuro, melainkan kalau terbukti secara hukum khalifah telah menyeleweng dari
garis yang telah ditetapkan dalam Al Qur’an dan As-Sunnah.
Sekelompok orang yang memilih imam atau kepala negara dinamakan Ahlul Halli
wal ‘Aqdi. · Sifat-sifat Ahlul Halli wal ‘aqdi, yaitu :
1. Faqih yang mampu menemukan penyelesaian terhadap masalah-masalah yang muncul
dengan memakai metode ijtihad.
2. Orang yang berpengalaman dalam urusan-urusan rakyat.
3. Orang yang melaksanakan kepemimpinan sebagai kepala keluarga, suku, atau golongan.
Syarat kecakapan bagi ahlul halli wal ‘aqd, yaitu :
1. Syarat moral ( akhlak ) yaitu keadilan.
2. Ilmu yang dapat mengantarkannya mengetahui dengan baik orang yang pantas
menduduki jabatan imamah.
3. Lebih dekat kepada persyaratan pengetahuan politik dan kemasyarakatan.
Tugas dari Ahlul Halli wal ‘Aqd, yaitu :
1. Memilih khalifah, imam, kepala negara secara langsung.
2. Menjatuhkan khalifah jika terdapat hal-hal yang mengharuskan pemecatannya.
Manfaat dari Ahlul Halli wal ‘Aqdi yaitu untuk menjaga keamanan dan pertahanan serta
urusan lain yang berkaitan dengan kemaslahatan umum.
Cara menetapkan ahlu halli wal ‘aqdi adalah suatu perkara yang diserahkan kepada
kebijaksanaan setiap masa-masa dan negeri.
10
DAFTAR PUSTAKA
11