Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEBEBASAN DAN KETERIKATAN MANUSIA


Dikerjakan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam
Dosen Pengampu: Dr. Didin Komarudin, M. Ag

KELOMPOK IX
Ilham Fathurrizqi 1171030033
Muhamad Yoga Firdaus 1171030131
Yuni Fadhlah 1171030218
Ahmad Rifqi Romdoni 1181030013

PROGRAM STUDI ILMU ALQUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUN
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kepada Sang Ilahi Rabbi atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada saya, tanpa
pertolongannya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelasaikannya dengan
baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita
yakni Nabi Muhammad SAW.

Dengan segala kerendahan hati kami berharap semoga karya ini menjadi
sumbangsih yang bermanfaat dalam mata kuliah Ilmu Kalam, khususnya dalam
mengenai “Kebebasan dan keterikatan Manusia”.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan yang terbuka dan hati yang ikhlas kami menerima kritik dan
saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini dan menjadi lebih
baik untuk kedepannya.

Semoga dengan adanya makalah ini dapat menebar manfaat kebaikan bagi
pembaca pada umumnya dan kepada kami selaku penyusun makalah.

Bandung, 21 November 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................3
1.3 Tujuan...............................................................................................................4
BAB II..............................................................................................................................5
2.1 Pengertian kebebasan dan keterikatan manusia............................................5
2.2 Aliran-aliran kalam tentang kebebasan dan keterikatan manusia..............6
BAB III............................................................................................................................8
3.1 KESIMPULAN.................................................................................................8
3.2 SARAN..............................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................1

2
1BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wacana kebebasan dan keterikatan manusia dalam konteks
Theologi/Kalam menjadi pembahasan menarik dari masa kemasa.
Kebebasan berpikir disebut juga kebebasan hati nurani dimana kebebasan
manusia untuk memiliki dan mempertimbangkan suatu sudut pandang atau
pemikiran yang terlepas dari sudut pandang orang lain. Konsep ini berbeda
dengan konsep kebebasan berbicara dan berekspresi.
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini besifat Kualitatif
karena data yang dibutuhkan bersifat teoritis, melibatkan unsur metodis
umum filsafat. Metode ini dapat diartikan dalam suatu proses tindakan,
rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana, sistematis
untuk memperoleh pemecahan permasalahan tentang theologi.
Kebebasan dan keterikatan manusia dalam kehidupan ini sudah
dimulai sejak era kalam Klasik yakni ketika berkembang aliran Jabariyah
dan Qadariyah. Corak kalam Mu’tazilah yang rasional menempatkan paham
Qadariyah sebagai salah satu kekuatan yang meneguhkan paham
theologisnya.
Dalam konteks teologi Modern, akal memiliki peran sentral. Akal
adalah potensi yang diberikan tuhan kepada manusia untuk mengarungi
kehidupan dunia. Dengan akalnya manusia bisa menentukan arah hidupnya
sendiri tanpa terbelenggu dengan “takdir” Tuhan. Manusia hidup untuk
mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan mengembangkan bakat-
bakatnya, bukan sebaliknya. Pada hakekatnya menafikan diri bukanlah
ajaran Islam karena hakikat hidup adalah bergerak dan gerak adalah
perubahan. Corak theologi modern ini antara lain adalah dialektika antara
akal dan realitas untuk mencapai puncak peradaban umat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian kebebasan dan keterikatan manusia
2. Aliran-aliran kalam tentang kebebasan dan keterikatan manusia

3
1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang pengertian kebebasan dan keterikatan manusia
2. Mengetahui aliran-aliran kalam tentang kebebasan dan keterikatan
manusia

4
2BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian kebebasan dan keterikatan manusia
Kebebasan adalah suatu keadaan dimana manusia itu mampu
melakukan apa pun atas kehendaknya sendiri. Dan keterikatan adalah suatu
keadaan dimana manusia itu bergantung atas kehendak dari yang lain,
dalam hal ini adalah bergantung kepada tuhan.
Islam memiliki terminologi tersendiri terhadap kata kebebasan
(hurriyah). Kebebasan didefinisikan sebagai kondisi keislaman dan
keimanan yang membuat manusia mampu mengerjakan atau meninggalkan
sesuatu sesuai kemauan dan pilihannya, dalam koridor sistem islam, baik
akidah maupun moral.1 Dari pengertian ini terdapat dua bentuk kebebasan,
yaitu:
1. Kebebasan internal (hurriyah dakhiliyah)
Kekuatan memilih antara dua hal yang berbeda dan bertentangan
2. Kebebasan eksternal (hurriyat kharijiyah)
Bentuk kebebasan ini terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. al-Tabi’iyah, yaitu kebebasan yang terpatri dalam fitrah manusia
yang menjadikannya mampu melakukan sesuatu sesuai apa yang
ia lihat.
b. al-Siyasiyah, yaitu kebebasan yang telah diberikan oleh
peraturan perundang-undangan
c. al-Diniyah, kemampuan atas keyakinan terhadap berbagai
mazhab keagamaan.

2.2 Aliran-aliran kalam tentang kebebasan dan keterikatan manusia


Persoalan kalam lain yang menjadi bahan perdebatan di antara
aliran-aliran kalam adalah masalah perbuatan Tuhan dan perbuatan
manusia. Masalah ini muncul sebagai buntut dari perdebatan ulama kalam
mengenai iman. Ketika sibuk menyoroti siapa yang masih iman dan siapa
yang masih kafir di antara tahkim,para ulaam kalam kemudian mencari
1
Al-Syahid, Al-Sayyid Muhammad. Al-Mausu’ah Al-Islamiyyah Al-‘Ammah, (Kairo: Al-
Majlis Al-A’la Li Al-Syuun Al-Islamiyyah, 2008) hal. 25

5
jawaba atas pertanyaan yang siapa sebenarnya yang mengeluarkan
perbuatan manusia, apakah Allah? atau manusia? atau kerjasama antar
keduanya?
Masalah ini kemudian memunculkan aliran kalam fatalis
(predestination) yang diwakili oleh Jabariah dan free-will yang diwakili
Qadariah dan Mu’tazilah. Aliran Asy’ariah dan Maturidiah mengambil
sikap tengah di antara kedua kubu diatas. Persoalan kemudian meluas
dengan mempermasalahkan apakah Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban
tertentu atau tidak? Apakah perbuatan Tuhan terbatas pada hal-hal yang
baik? Ataukah perbuatan Tuhan tidak terbatas pada hal yang baik, tetapi
juga mencakup pada hal-hal yang buruk.2
Berikut ini adalah persepsi aliran-aliran kalam tentang kebebasan`
dan keterikatan manusia:
1. Aliran Khawarij
Aliran ini muncul pada abad ke 1 H (abad ke 8 M) pada masa khlifah
Ali bin Abi Thalib. Kemunculannya di latar belakangi oleh adanya pertikaian
politik antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah Ibn Abu sufyan,
yang menjabat sebagai gubernur Syam (Damaskus)3. Aliran ini mempunyai
doktrin bahwa ‘Manusia bebas memutuskan perbuatannya, bukan dari
Tuhan.’4 Dengan kata lain bahwa perbuatan manusia mutlak atas kehendak
manusia itu sendiri, tidak ada campur tangan Tuhan dalam masalah perbuatan
manusia.
2. Aliran Murji’ah
Pengertian Murji'ah sendiri berasal dari kata arja'a yaitu menunda
ataupun menangguhkan atau juga penangguhan keputusan atas perbuatan
seseorang sampai di pengadilan Allah SWT kelak. Jadi, mereka tak
mengkafirkan seorang Muslim yang berdosa besar, sebab yang berhak
menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa hanyalah Allah SWT,

2
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2012),
h.181-182
3
Hamdani, Maslani dan Ratu Suntiah, Ilmu Kalam, (Bandung: Sega Arsy, 2010),
h.2q1asw.dvg xaz0
4
Hamdani, Maslani dan Ratu Suntiah, Ilmu Kalam, h.24

6
sehingga seorang Muslim, sekalipun berdosa besar, dalam kelompok ini tetap
diakui sebagai Muslim dan punya harapan dan kesempatan untuk bertobat.

3. Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah sebagai aliran kalam yang bercorak rasional,
berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang
dikatakan baik. Ini bukan berarti bahwa Tuhan tidak mampu melakukan
perbuatan buruk. Perbuatan buruk tidak dilakukan-Nya karena ia mengetahui
keburukan dari perbuatan buruk itu. Bahkan di dalam Alqur’an dikatakan
bahwa Tuhan tidak berbuat zalim. Ayat yang dijadikan dalil oleh Mu’tazilah
untuk mendukung pendapat di atas adalah:
Qadi Abd Al-Jabbar(w.415/1024), seorang tokoh Mu’tazilah,
mengatakan bahwa ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Tuhan tidak akan
ditanya mengenai perbuatannya, tetapi manusia yang ditanya tentang yang
mereka perbuat Al-Jabbai menjelaskan bahwa Tuhan hanya berbuat yang baik
dan Maha Suci dari perbuatan buruk. Dengan demikian, Tuhan tidak perlu
ditanya.
Aliran Mu’tazilah memandang manusia mempunyai daya yang besar
dan bebas. Oleh karena itu, Mu’tazilah menganut paham Qadariah atau free
will. Menurut Al-Jubbai dan Abd Al-Jabbar, manusia lah yang menciptakan
perbuatan-perbuatannya. Manusia yang berbuat baik dan buruk. Kepatuhan
dan ketaatan seseorang kepada Tuhan adalah atas kehendak dan kemauannya
sendiri. Daya untuk mewujudkan kehendak itu telah terdapat pada diri
manusia sebelum adanya perbuatan5.
Perbuatan manusia bukan diciptakan Tuhan pada diri manusia,
melainkan manusia yang mewujudkan perbuatannya. Lalu, bagaimana dengan
daya? Apakah diciptakan Tuhan untuk manusia, atau berasal dari manusia?
Mu’tazial dengan tegas menyatakan pendapatnya bahwa daya berasal dari
manusia. Daya yang terdapat pada diri manusia adalah tempat terciptanya
perbuatan. Jadi, Tuhan tidak dilibatkan dalam perbuatan manusia. Aliran

5
Harun Nasution, Teologi Islam “Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan”,
(Jakarta: UI Press, 1986), h.129

7
Mu’tazilah mengecam dengan keras paham yang mengatakan bahwa Tuhan
yang menciptakan perbuatan. Bagaimana mungkin, dalam satu perbuatan
akan ada dua daya yang menentukan?
Meskipun berpendapat bahwa Tuhan tidak menciptakan perbuatan
manusia dan tidak pula menentukannya, kalangan Mu’tazilah tidak
mengingkari ilmu azali Allah yang mengetahui segala yang akan terjadi dan
diperbuat manusia. Pendapat inilah yang membedakanny dari penganut
Qadariah murni.
4. Aliran Jabariah
Aliran Jabariah ini adalah suatu aliran atau paham kalam yang
memiliki perbedaan pandangan antara Jabariah ekstrem dan Jabariah moderat
dalam masalah perbuatan manusia. Jabariah ekstrem berpendapat bahwa
segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari
kemauannya, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Sedangkan
menurut Jabariah moderat mengatakan bahwa Tuhan menciptakan perbuatan
manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia
mempunyai bagian di dalamnya6.
Dalam istilah Inggris faham Jabariah disebut Fatalism atau
Predestionation, yaitu faham yang menyatakan bahwa perbuatan manusia
telah ditentukan oleh qada dan qadar Tuhan. Dengan demikian, posisi
manusia dalam paham ini tidak memiliki kebebasan dan inisiatif sendiri,
tetapi terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Oleh karena itu, aliran Jabariah
ini menganut paham yang menyebutkan bahwa manusia tidak mempunyai
kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam
paham ini betul melakukan perbuatan, tetapi perbuatannya itu dalam keadaan
terpaksa7
5. Aliran Qadariah
Kaum Qadariah berpendapat bahwa manusia mempunyai
kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya.
Menurut paham Qadariah manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan
sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
6
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, h.195-196
7
Hamdani, Maslani dan Ratu Suntiah, Ilmu Kalam, h. 45

8
Menurut Ghailan yang merupakan penganut paham Qadariah ini
mengatakan, bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya : Manusia
sendirilah yang melakukan perbuatan-pebuatan baik atas kehendak dan
kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan / menjauhi
perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.Dalam paham
ini manusia merdeka dalam tingkah lakunya. Ia berbuat baik adalah atas
kemauan dan kehendaknya sendiri. Disini tak terdapat paham yang
mengatakan bahwa manusia dalam perbuatan-pebuatannya hanya betindak
menurut nasibnya yang telah di tentukan semejak ajal.
Mereka bependapat, tidak ada hubungannya dengan pekerjaan
manusia dan apa yang di perbuat manusia tidak diketahui oleh Allah
sebelumnya, tetapi tuhan mengetahui setelah diperbuat oleh
manusia.Jadi,pada waktu sekarang tidak bekerja lagi karena kodratnya
diberikannya kepada manusia dan ia hanya melihat dan memperhatikan saja.
Kalau manusia mengerjakan perbuatan yang baik maka ia akan diberi pahala
oleh Tuhan karena ia telah memakai kodrat yang di berikan tuhan sebaik-
baiknya, tetapi ia akan di hokum kalau kodrat yang diberikan Tuhan
kepadanya tidak dipakai.
6. Aliran Asy’ariah
Asy’ariah memandang bahwa manusia lemah. Karena kelemahan
manusia itu, ia banyak bergantung kepada kehendak dan kekuasaan Tuhan.
Jadi menurut Asy’ariah manusia dalam perbuatannya mempunyai
keterbatasan. Dalam hal ini Asy’ariah lebih dekat kepada paham jabariah.
Asy’ariah di dalam pembicaraan mengenai perbuatan manusia
mengemukakan suatu konsep yang terkenal yaitu teori al-kasb (acquisition,
perolehan).8
Iktisab, menurut Asy’ariah bahwa sesuatu terjadi dengan perantara
daya yang diciptakan. Dengan demikian menjadi perolehan (kasb) bagi orang
yang menggunakan daya itu dan terciptalah perbuatan. Dengan kata lain arti
al-Kasb di dalam pandangan Asy’ariah sebenarnya ialah bahwa sesuatu itu

8
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, h.178

9
timbul dari al-Maktasib (acquirer, yang memperoleh) dengan perantara daya
yang diciptakan.
Teori al-Kasb dikemukakan oleh Asy’ariah, sebagaimana diatas
menunjukan bahwa manusia mempunyai aktivitas dalam hubungannya
dengan terciptanya perbuatan. Namun demikian setelah dikemukakan bahwa
Kasb itu diciptakan Tuhan, menunjukan bahwa manusia memiliki
keterikatan-keterikatan.
7. Aliran Maturidiah
Mewujudkan perbuatan perlu ada dua daya, manusia tidak mempunyai
daya untuk menciptakan, hanya Tuhan yang dapat menciptakan, termasuk
perbuatan manusia. Jadi, daya yang ada pada manusia hanya bisa untuk
melakukan perbuatan. Jadi, manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang
telah diciptakan Tuhan bagi manusia.9
Selanjutnya Al-Bazdawi mengatakan bahwa didalam perwujudan
perbuatan terdapat dua yaitu, perbuatan manusia dan perbuatan Tuhan.
Perbuatan Tuhan adalah penciptaan perbuatan manusia dan bukan penciptaan
daya. Seperti halnya perbuatan duduk, demikian Al-Bazdawi mencontohkan,
adalah suatu perbuatan yang diciptakan Tuhan. Melakukan perbuatan duduk
dengan daya yang di ciptakan Tuhan adalah perbuatan manusia. Disini Al-
Bazdawi ingin menjelaskan bahwa perbuatan manusia sesungguhnya
diciptakan Tuhan, tidaklah perbuatan Tuhan. Ia menjelaskan bahwa manusia
memiliki kebebasan dalam kemauan dan perbuatannya. Akan tetapi,
kebebasan dalam paham ini dalam arti yang kecil sekali. Perbuatan manusia
hanyalah melakukan perbuatan yang telah diciptakan Tuhan, lebih tepat
dikatakan bukan menciptakan tetapi melakukan perbuatan, menciptakan
perbuatan lebih efektif dari pada melakukan. Oleh karena itu dapat dipahami
bahwa perbuatan manusia dari teori ini adalah perbuatan Tuhan bukan
perbuatan manusia.

9
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, h.187

10
3BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pandangan parsial dalam masalah takdir dan ikhtiar telah melahirkan dua
paham yang kontradiktif semenjak dahulu kala sampai dewasa ini; paham jabariah
(fatalism, determinism) dan qadariah (free will, free act). Ajaran yang dirumuskan
dari pandangan sepihak itu berbeda dengan kenyataan hidup dan fitrah manusia
sehingga masing-masingnya punya dampak negatif; keterbelakangan atau
berbagai macam penyakit jiwa.
Pendekatan yang hanya rasional dalam membahas ajaran Islam
menimbulkan banyak fardhiah yang mempertajam perpecahan di kalangan umat
Islam, sampai kafir-mengafirkan. Kecendrungan pandangan sepihak dan hanya
rasional dapat dihindari dengan kembali kepada sumber ajaran Islam dan
memahaminya secara objektif, totalitas dan integral.
Pemahaman yang integral dalam masalah takdir dan ikhtiar ini adalah
dengan memadukan (mengintegrasikan) paham jabariah dengan paham qadariah.
Maka perbuatan manusia adalah kehendak Allah di samping juga kehendak
manusia itu sendiri. Manusia dalam tindakannya merupakan realisasi ketentuan
Allah di samping juga mereka menentukan pilihannya. Segala yang telah dan akan
terjadi sudah ada kadarnya di sisi Allah semenjak azali di samping manusia
disuruh bekerja dan berjuang semaksimal mungkin untuk meningkatkan taraf
kehidupannya. Semua yang ditakdirkan Allah dan dialami manusia adalah sangat
adil dan sekaligus juga berfungsi sebagai penguji keimanan mereka.
3.2 SARAN
Bagi para pembaca makalah dari penulis ini. Penulis berharap pembaca dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun untuk penulis guna penambah
wawasan penulis, dan umumnya bagi seluruh orang lainnya, serta penulis dapat
memperbaiki dan membuat makalah yang baik pada waktu selanjutnya.

11
4DAFTAR PUSTAKA
Al-Syahid, Al-Sayyid Muhammad. 2008. Al-Mausu’ah Al-Islamiyyah
Al-‘Ammah. Kairo: Al-Majlis Al-A’la Li Al-Syuun Al-Islamiyyah
Anwar, Rosihon. 2012. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam “Aliran-Aliran Sejarah Analisa
Perbandingan”. Jakarta: UI Press
Suntiah, Ratu. 2010. Ilmu Kalam. Bandung: Sega Arsy

Anda mungkin juga menyukai