Bagaimana manusia menyikapi takdir Allah SWT tersebut ? Untuk lebih memahaminya
simaklah pembahasan mengenai iman kepada Qadha dan Qadar berikut ini !
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang dihadapkan kepada kenyataan hidup yang
dialaminya. Kenyataan itu kadang ada yang berbentuk positif dan terkadang negatif,
seperti :
• ada yang memuaskan ada yang tidak,
• ada yang menyenangkan ada yang menyusahkan,
• ada yang menurut kita baik ada yang buruk, dan sebagainya.
Bagi orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apapun kenyataan dan peristiwa
yang dialaminya, akan ditanggapi dan diterima secara positif. Sebaliknya, bagi orang
yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, kenyataan apapun yang diterima
ditanggapi dan diterima secara negatif.
Contoh :
• Orang beriman yang tertimpa musibah menanggapi kenyataan ini dengan kesabaran
dan ketabahan. Kesabaran dan ketabahan merupakan sika positif yang dinilai Allah SWt
dengan pahala. Jadi, selama dia sabar dan tabah, selama itu pula pahalanya terus
mengalir.
• Orang beriman ketika mendapatkan keberuntungan besar bersyukur dan merasa
bahwa semua itu karunia dari Allah SWT. Untuk itu ia ingin berbagi kepada orang lain
dengan menafkahkan sebagian keuntungannya tersebut.
• Orang yang tidak beriman ketika mendapat musibah merasa bahwa dirinya tidak
berguna lagi. Dia merasa putus asa dan akhirnya melampiaskannya dengan berbagai
macam perbuatan yang merusak, seperti melamun, merokok, mengkonsumsi narkoba,
bahkan ada yang bunuh diri.
• Orang yang tidak beriman ketika mendapat keuntungan bisnis yang berlimpah malah
menggunakannya untuk berfoya-foya. Dia merasa bahwa yang didapatnya itu semata-
mata merupakan prestasi yang harus diraakan dan dia berhak dan bebas menggunakan
sesuka hatinya.
Iman kepada qadha dan qadar dapat menumbuhkan kesadaran yang tinggi untuk
menerima kenyataan hidup. Karena yang terjadi adalah sudah pada garis ketentuan
Allah pada hakekatnya bencana atau rahmat itu semata-mata dari Allah SWT. Firman
Allah SWT :
Artinya : “Katakanlah: “Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika
Allah menghendaki bencana atasmu, atau menghendaki rahmat untuk dirimu dan
orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain
Allah”. (QS. al-Ahzab : 17)
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar akan senantiasa menerima segala
sesuatu dengan penuh kesabaran, baik dalam situasi yang sempit atau susah dan tetap
bersabar dalam situasi senang atau bahagia. Dengan demikian orang yang beriman
kepada takdir Allah SWT senantiasa dalam keadaan yang stabil jiwanya.
Artinya : “Apakah manusia itu mengira mereka akan dibiarkan, sedang mereka tidak
diuji lagi ?”. (QS. al-Ankabut : 2)
Wujud ujian dan cobaan bisa berupa tiadanya biaya pendidikan, fisik yang lemah,
penyakit, orang tua meninggal, dilanda bencana alam, dan sebagainya. Perhatikan
firman Allah berikut :
Artinya : “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqarah : 155)
Renungkan ayat 155 surat al-Baqarah, yaitu supaya memberi berita gembira kepada
orangorang yang sabar. Memang dalam menghadapi cobaan diperlukan sikap sabar.
Tanpa sikap sabar akan sulit manusia mencapai sukses.
Beriman kepada qadha dan qadar merupakan rukun iman yang keenam. Qadha adalah
ketentuan akan kepastian yang datangnya dari Allah SWT terhadap segala sesuatu
sejak zaman azali, yaitu sejak zaman sebelum sesuatu itu terjadi. Segala sesuatu yang
terjadi telah diketahui Allah SWT terlebih dahulu karena Dialah yang merencanakan
serta yang menentukannya. Seluruh makhluk, baik malaikat, syetan, jin, maupun
manusia tidak akan mengetahui rencana-rencana Allah SWT tersebut.
Manusia punya rencana, tetapi Allah SWT yang menentukan. Ungkapan ini merupakan
salah satu bentuk cara memahami qadha dan qadar Allah SWT. Manusia memang diberi
kemampuan untuk berbuat dan berpikir, namun kedudukan Allah SWT dan kekuasaan-
Nya adalah di atas segala-galanya.
Ketentuan Allah SWT ini merupakan hak mutlak (absolut), tanpa campur tangan
siapapun dan dari manapun. Oleh karena itu manusia harus mau menerima kenyataan.
Kemampuan manusia terbatas pada ikhtiar untuk mengatasi kemungkinan-
kemungkinan yang akan terjadi. Sedangkan berhasil atau gagal, ini merupakan
kekuasaan Allah SWT semata. Rasulullah saw bersabda :
Artinya : “Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a katanya: baginda s.a.w bersabda: Allah
SWT mengutus Malaikat ke dalam rahim. Malaikat berkata: Wahai Tuhan! Ia masih
berupa air mani. Setelah beberapa waktu Malaikat berkata lagi: Wahai Tuhan! Ia sudah
berupa segumpal darah. Begitu juga setelah berlalu empat puluh hari Malaikat berkata
lagi: Wahai Tuhan! Ia sudah berupa segumpal daging. Apabila Allah SwT membuat
keputusan untuk menciptakannya menjadi manusia, maka Malaikat berkata: Wahai
Tuhan! Orang ini akan diciptakan lelaki atau perempuan? Celaka atau bahagia?
Bagaimana rezekinya? Serta bagaimana pula ajalnya? Segala-galanya dicatat ketika
masih di dalam kandungan ibunya”.(HR Bukhari dan Muslim)
Qadar adalah ketentuan-ketentuan Allah SWT yang telah berlaku bagi setiap makhluk
sesuai dengan ukuran dan ketentuan yang telah dipastikan oleh Allah SWT sejak zaman
azali. Oleh karena itulah, baik buruknya telah direncanakan terlebih dahulu oleh Allah
SWT. Sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya : “Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.” (QS Ar Ro’du: 8)
Dari pengertian hadis dan ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa qadha dan
qadar atas diri manusia telah diputuskan oleh Allah SWT sebelum manusia ada atau
dilahirkan ke dunia ini. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah qadha dan qadar biasa
disebut juga dengan takdir. Jadi, beriman kepada qadha dan qadar dapat dikatakan
pula dengan beriman kepada takdir.
Takdir baru dapat diketahui oleh manusia dengan kenyataan atau peristiwa yang yang
telah terjadi, contoh :
1. Terjadinya musibah bencana tsunami di Aceh pada tanggal 26 Desember tahun 2004
yang merenggut ratusan ribu korban meninggal dunia. Sebelum kejadian tersebut tak
ada seorangpun yang mengetahuinya.
Meskipun segala sesuatu yang terjadi di jagat raya ini sudah ditentukan oleh Allah sejak
zaman azali, tetapi pemberlakuan takdir Allah tersebut ada juga yang mengikutsertakan
peran makhluk-Nya. Karena itulah, takdir dibagi menjadi dua, yaitu takdir mubram dan
takdir mu’allaq :
1. Takdir Mubram
Dalam bahasa Arab, mubram artinya sesuatu yang sudah pasti, tidak dapat dielakkan.
Jadi, takdir mubram merupakan ketentuan mutlak dari Allah SWT yang pasti berlaku
atas setiap diri manusia, tanpa bisa dielakkan atau di tawar-tawar lagi, dan tanpa ada
campur tangan atau rekayasa dari manusia.
Contoh takdir mubram antara lain :
Waktu ajal seseorang tiba
Usia seseorang
Jenis kelamin seseorang
Warna darah yang merah
Bumi mengelilingi matahari
Bulan mengelilingi bumi
Jika Allah sudah menetapkan bahwa seseorang akan mati pada suatu hari, di suatu
tempat, pada jam sekian, maka orang tersebut pasti akan mati pada saat dan tempat
yang sudah ditentukan itu. Ia tidak akan bisa lari atau bersembunyi dari malaikat Izrail,
meskipun ia berada di dalam sebuah tembok benteng yang sangat kokoh. Allah SWT.
berfirman :
Artinya : “Di manapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, meskipun
kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh…” (QS. an-Nisa : 78)
2. Takdir Mu’allaq
Dalam Bahasa Arab, mu’allaq artinya sesuatu yang digantungkan. Jadi, takdir mu’allaq
berarti ketentuan Allah SWT yang mengikutsertakan peran manusia melalui usaha atau
ikhtiarnya. Dan hasilnya aakhirnya tentu saja menurut kehendak dan ijin dari Allah
SWT. Allah SWT. berfirman :
Artinya : “…Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” (QS. ar-Ra’d : 11)
Beberapa contoh takdir mu’allaq antara lain adalah kekayaan, kepandaian, dan
kesehatan. Untuk menjadi pandai, kaya, atau sehat, seseorang tidak boleh hanya duduk
berpangku tangan menunggu datangnya takdir tapi ia harus mengambil peran dan
berusaha. Untuk menjadi pandai kita harus belajar; untuk menjadi kaya kita harus
bekerja keras dan hidup hemat; dan untuk menjadi sehat kita harus menjaga
kebersihan. Tidak mungkin kita menjadi pandai kalau kita malas belajar atau suka
membolos. Demikian juga kalau kita ingin kaya, tetapi malas bekerja dan suka hidup
boros; atau kita ingin sehat, tetapi kita tidak menjaga kebersihan lingkungan, maka apa
yang kita inginkan itu tak mungkin terwujud.
Sebagaimana ciri orang yang beriman kepada qadha dan qadar di atas, orang yang
meyakini takdir Allah SWT, tidak boleh pasrah begitu saja kepada nasib karena Allah
SWT memberikan akal yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Allah SWT juga memberikan tubuh dalam bentuk sebaik-baiknya untuk digunakan
sarana berusaha.
Dengan demikian, jelaslah bahwa beriman kepada qadha dan qadar Allah bukan berarti
kita hanya pasrah dan duduk berpangku tangan menunggu takdir dari Allah; melainkan
juga berusaha yang giat sepenuh hati mengubah nasib sendiri, berupaya bekerja
dengan keras mencapai apa yang kita citacitakan.
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar belakang
Hidup ini memang penuh dengan warna. Dan ingatlah bahwa hakikat warna-warni
kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan (tetapkan) dalam kitab
“Lauhul Mahfudz” yang terjaga rahasianya dan tidak satupun makhluk Allah yang mengetahui
isinya. Semua kejadian yang telah terjadi adalah kehendak dan kuasa Allah SWT. Begitu pula
dengan bencana-bencana yang akhir-akhir ini sering menimpa bangsa kita. Gempa, tsunami,
tanah longsor, banjir, angin ribut dan bencana-bancana lain yang telah melanda bangsa kita
adalah atas kehendak, hak, dan kuasa Allah SWT.Dengan bekal keyakinan terhadap takdir yang
telah ditentukan oleh Allah SWT, seorang mukmin tidak pernah mengenal kata frustrasi dalam
kehidupannya, dan tidak berbangga diri dengan apa-apa yang telah diberikan Allah SWT.
Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan sesuai
ketentuan-ketentuan Ilahiah yang tidak pernah diketahui oleh manusia. Dengan tidak adanya
pengetahuan tentang ketetapan dan ketentuan Allah ini, maka kita harus berlomba-lomba
menjadi hamba yang saleh-muslih, dan berusaha keras untuk menggapai cita-cita tertinggi yang
diinginkan setiap muslim yaitu melihat Rabbul’alamin dan menjadi penghuni Surga.
Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun. Yang terakhir
adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk. Salah
memahami keimanan terhadap takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan
seseorang. Terdapat beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait
masalah takdir ini.
B . Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
BAB II
PEMBAHASAN
Iman adalah keyakinan yang diyakini didalam hati, diucapkan dengan lisan, dan
dilaksanakan dengan amal perbuatan. Kalau kita melihat qada’ menurut bahasa artinya
Ketetapan. Qada’artinya ketetapan Allah swt kepada setiap mahluk-Nya yang bersifat Azali.
Azali Artinya ketetapan itu sudah ada sebelumnya keberadaan atau kelahiran mahluk. Sedangkan
Qadar artinya menurut bahasa berarti ukuran. Qadar artinya terjadi penciptaan sesuai dengan
ukuran atau timbangan yang telah ditentuan sebelumnya. Qada’ dan Qadar dalam keseharian
sering kita sebut dengan takdir. Jadi, Iman kepa qada’ dan qadar adalah percaya sepenuh hati
bahwa sesuatu yang terjadi, sedang terjadi, akan terjadi di alam raya ini, semuangnya telah
ditentukan Allah SWT sejak jaman azali. Iman kepada qada’ dan qadar termasuk rukun iman
yang keenam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Iman adalah kamu percaya kepada allah,
para malaikat, kitab-kitab, para rasul-Nya, hari akhir, dan kamu percaya kepada takdir baik
maupun buruk.” (HR. Muslim)
Dan sabda Rasullullah SAW yang artinya : “Malaikat akan mendatangi nuthfah yang telah
menetap dalam rahim selama empat puluh atau empat puluh lima malam seraya berkata; ‘Ya
Tuhanku, apakah nantinya ia ini sengsara atau bahagia? ‘ Maka ditetapkanlah (salah satu dari)
keduanya. Kemudian malaikat itu bertanya lagi; ‘Ya Tuhanku, apakah nanti ia ini laki-laki
ataukah perempuan? ‘ Maka ditetapkanlah antara salah satu dari keduanya, ditetapkan pula
amalnya, umurnya, ajalnya, dan rezekinya. Setelah itu catatan ketetapan itu dilipat tanpa
ditambah ataupun dikurangi lagi.” (HR. Muslim)
Allah berfirman :
Artinya : “Tiadalah suatu bencana menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu, melainkan
dahulu sudah tersurat dalam kitab (Lauhul Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadiid:22)
2. MACAM-MACAM TAKDIR
a. Takdir Mu’allaq
Takdir mu’allaq adalah takdir Allah SWT atas makhluknya yang memungkinkan dapat
berubah karena usaha dan ikhtiar manusia. Allah berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka itu
mengubah nasibnya sendiri.” (Ar-Radu : 11)
Contoh :
Allah berfirman :
Artinya : “Dan katakanlah(hai Muhammad) : Bekerjalah kamu semua, maka Allah dan Rasulnya
serta orang mukmin akan melihat hasil pekerjaanmu.’ (At- Taubah ayat 105)
Rasullulah SAW bersabda yang artinya : “Belajarlah kamu sekalian, ajarkanlah bertawakal kamu
kepada guru, serta lemah lembutlah kamu kepada murid.” (H.R. Tabrani)
Allah berfirman :
Artinya : “Berdoalah kamu kepada-Ku niscaya Aku akan mengabulkan permohonanmu.” (Al-
Mu’minun ayat 60)
b. Taqdir Mubram
Takdir mubram ialah takdir yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan kejadiannya.
Contohnya nasib manusia, lahir, kematian, jodoh, rizkinya, dan terjadinya kiamat dan
sebagainya. Qada’ & qadar Allah SWT yang berhubungan dengan nasib manusia adalah rahasia
Allah SWT, hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Manusia diperintahkan mengetahui
qada’dan qadarnya melalui usaha dan ikhtiar. Kapan manusia lahir, bagaimana statusnya
sosialnya, bagaimana rizkinya ,siapa anak istrinya,dan kapanya meninggalnya,adalah rahasia
Allah SWT. Jalan hidup manusia seperti itu sudah ditetapkan sejak zaman azali yaitu masa
sebelum terjadinya sesuatu atau massa yang tidak bermulaan. Tidak seorang pun yang
mengetahuinya.
Beriman kepada qada’dan qadar mempunyai fungsi penting bagi manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Diantaranya:
Ikhtar artinya melakukan perbuatan yang baik dengan penuh kesungguhan dan keyakinan akan
hasil yang baik bagi dirinya. Dengan pemahaman seperti itulah ,seorang murid akan bekerja
keras agar biasa sukses, pedagang akan hidup hemat agar usahanya berkembang, dan sebagainya.
Allah SWT berfirman :
Artinya:“ Dan bahwa manusia hanya meperoleh apa yang usahakannya. Dan sesungguhnya
usahanya itu kelak akan diperlihatkan(kepadanya).”(Q.S.An-Najm, 39-40)
Dengan Percaya qada’ dan qadar , manusia akan sadar bahwa kehidupan adalah ujian – ujian
yang harus dilalui dengan sabar. Sabar adalah sikap mental yang teguh pendirian,berani
menghadapi tantangan,tahan uji,dan tidak menyerah pada kesulitan. Teguh pendirian berarti tidak
mudah goyah dalam memagang prisip atau pedoman hidup,berani menghadapi tantangan berarti
berani menghadapi cobaan, penderitaan, kesakitan dan kesensaraan.
Cobaan harus dihadapi dengan tenang, dipikir dengan jernih, dicari jalan keluarnya tampa
menyerah pada kesulitan,dan akhirnya diserahkan kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman :
Artinya: Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya mengatakan, ’’kami telah
beriman, ”dan mereka tidak di uji” (Q.S.AL-Ankabut,29:2)
Segala yang ada di alam semesta hakikatnya adalah milik Allah SWT dan suatu saat akan
kembali kepada Allah SWT. Firman Allah SWT :
d)Tawakal
Tawakal menurut bahasa artinya bersandar atau berserah diri. Dalam istilah agama,
tawakal artinya berserah dirisepenuhnya kepada Allah SWT dalam menghadapi atau menunggu
hasil dari suatu pekerjaan atau usaha. Menurut Imam Al-Ghazali, tawakal artinya menyandarkan
diri kepada Allah SWT dalam menghadapi setiap kepentingan. Dalam hal ini, tawakal kepada
Allah SWT bkan berarti penyandaran diri kepada Allah SWT secara mutlak, melaikan
penyandaran diri yang haras didahului dengan kerja keras dalam berikhtiar berdasarkan
kemampuan maksimal.
Seseorang yang beriman kepada qadar mengetahui bahwa rizkinya telah tertuliskan, dan
bahwa ia tidak akan meninggal sebelum ia menerima sepenuhnya, juga bahwa rizki itu tidak
akan dicapai oleh semangatnya orang yang sangat berhasrat dan tidak dapat dicegah oleh
kedengkian orang yang dengki. Ia pun mengetahui bahwa seorang makhluk sebesar apa pun
usahanya dalam memperoleh ataupun mencegahnya dari dirinya, maka ia tidak akan mampu,
kecuali apa yang telah Allah tetapkan baginya. Dari sini muncullah qana’ah terhadap apa yang
telah diberikan, kemuliaan diri dan baiknya usaha, serta membebaskan diri dari penghambaan
kepada makhluk dan mengharap pemberian mereka. Hal tersebut tidak berarti bahwa jiwanya
tidak berhasrat pada kemuliaan, tetapi yang dimaksudkan dengan qana’ah ialah, qana’ah pada
hal-hal keduniaan setelah ia menempuh usaha, jauh dari kebakhilan, kerakusan, dan dari
mengorbankan rasa malunya.
Maksud dari cita-cita yang tinggi adalah menganggap kecil apa yang bukan akhir dari
perkara-perkara yang mulia. Sedangkan cita-cita yang rendah, yaitu sebaliknya dari hal itu, ia
lebih mengutamakan sesuatu yang tidak berguna, ridha dengan kehinaan, dan tidak menggapai
perkara-perkara yang mulia. Iman kepada qadar membawa pelakunya kepada kemauan yang
tinggi dan menjauhkan mereka dari kemalasan, berpangku tangan, dan pasrah kepada takdir.
Orang yang beriman kepada qadar, ia akan bersungguh-sungguh dalam berbagai
urusannya, memanfaatkan peluang yang datang kepadanya, dan sangat menginginkan segala
kebaikan, baik akhirat maupun dunia. Sebab, iman kepada qadar mendorong kepada hal itu, dan
sama sekali tidak mendorong kepada kemalasan dan sedikit beramal.
Bahkan, keimanan ini memiliki pengaruh yang besar dalam mendorong para tokoh untuk
melakukan pekerjaan besar, yang mereka menduga sebelumnya bahwa kemampuan mereka dan
berbagai faktor yang mereka miliki pada saat itu tidak cukup untuk menggapainya.
Iman kepada qadar akan membawa kepada keadilan dalam segala keadaan, sebab
manusia dalam kehidupan dunia ini mengalami keadaan bermacam-macam.
Orang-orang yang beriman kepada qadar menerima sesuatu yang menggembirakan dan
menyenangkan dengan sikap menerima, bersyukur kepada Allah atasnya, dan menjadikannya
sebagai sarana atas berbagai urusan akhirat dan dunia. Lalu, dengan melakukan hal tersebut,
mereka mendapatkan, berbagai kebaikan dan keberkahan, yang semakin melipatgandakan
kegembiraan mereka. Mereka menerima hal-hal yang tidak disenangi dengan keridhaan, mencari
pahala, bersabar, menghadapi apa yang dapat mereka hadapi, meringankan apa yang dapat
mereka ringankan, dan dengan kesabaran yang baik terhadap apa yang harus mereka bersabar
terhadapnya. Sehingga mereka, dengan sebab itu, akan mendapatkan berbagai kebaikan yang
besar yang dapat menghilangkan hal-hal yang tidak disukai, dan digantikan oleh kegembiraan
dan harapan yang baik.
Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi kita
dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah
tersebut antara lain:
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia
akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri.
Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian.
Firman Allah :
Artinya:”dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah( datangnya), dan bila
ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan. ” ( QS. An-
Nahl ayat 53).
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia
menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa
dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa ,
karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah. Firman Allah
SWT:
Artinya: Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan
jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah,
melainkan kaum yang kafir. (QS.Yusuf ayat 87)
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu
menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi
harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa
optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu. Firman Allah:
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan. (QS Al- Qashas ayat 77)
d. Jiwanya Tenang
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa mengalami ketenangan jiwa
dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya.
Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan
berusaha lagi. Allah SWT berfirman :
Artinya : Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi
diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam sorga-
Ku. ( QS. Al-Fajr ayat 27-30)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Beriman kepada qada’ dan qadar akan melahirkan sikap optimis,tidak mudah putus asa,
sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah takdirkan kepadanya dan
Allah akan memberikan yang terbaik kepada seorang muslim,sesuai dengan sifatnya yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang.Oleh karena itu,jika kita tertimpa musibah maka ia akan
bersabar,sebab buruk menurut kita belum tentu buruk menurut Allah,sebaliknya baik menurut
kita belum tentu baik menurut Allah.Karena dalam kaitan dengan takdir ini seyogyanya lahir
sikap sabar dan tawakal yang dibuktikan dengan terus menerus berusaha sesuai dengan
kemampuan untuk mencari takdir yang terbaik dari Allah.
B. SARAN