Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian Qadha dan Qadar


a) Qadha

Qadha menurut bahasa berarti hukum, perintah, memberikan,


menghendaki, dan menjadikan. Secara etimologi, qadha dapat diartikan sebagai
pemutusan, perintah, dan pemberitaan.

Dari sudut terminologi, qadha adalah pengetahuan yang lampau, yang


telah ditetapkan oleh Allah SWT pada zaman azali. Atau secara sederhana, qadha
dapat diartikan sebagai ketetapan Allah yang telah ditetapkan tetapi tidak kita
ketahui.

b) Qadar

Qadar berarti batasan atau menetapkan ukuran. Secara etimologi, qadar


berasal dari kata qaddara, yuqaddiru, taqdiiran yang berarti penentuan.

Dari sudut terminologi, qadar adalah terjadinya suatu ciptaan yang sesuai
dengan penetapan (qadha). Atau secara sederhana, qadar ialah ketetapan Allah
yang telah terbukti dan diketahui sudah terjadi.

B. Beriman kepada Qadha dan Qadar

Beriman kepada qadha dan qadar berarti mengimani rukun-rukunnya.


Iman kepada qadha dan qadar memiliki empat rukun, antara lain :

 Ilmu Allah SWT

Beriman kepada qadha dan qadar berarti harus beriman kepada Ilmu Allah
yang merupakan deretan sifat-sifat-Nya sejak azali. Allah mengetahui segala
sesuatu. Tidak ada makhluk sekecil apa pun di langit dan di bumi ini yang tidak
Dia ketahui. Dia mengetahui seluruh makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan.
Dia juga mengetahui kondisi dan hal-hal yang sudah terjadi maupun yang akan
terjadi di masa yang akan datang.

 Penulisan Takdir

Sebagai mukmin, kita harus percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi,
baik di masa lampau, masa kini, maupun masa yang akan datang, semuanya telah
dicatat dalam Lauhul Mahfuzh dan tidak ada sesuatu pun yang terlupakan oleh-
Nya.

 Masyi’atullah (Kehendak Allah) dan Qudrat (Kekuasaan Allah)

Seorang mukmin yang telah mengimani qadha dan qadar harus mengimani
masyi`ah (kehendak Allah) dan kekuasaan-Nya yang menyeluruh. Apapun yang
Dia kehendaki pasti terjadi meskipun manusia tidak menginginkannya. Begitu
pula sebaliknya, apa pun yang tidak dikehendaki pasti tidak akan terjadi meskipun
manusia memohon dan menghendakinya. Hal ini bukan dikarenakan Allah tidak
mampu melainkan karena Allah tidak menghendakinya.

 Penciptaan Allah

Ketika beriman terhadap qadha dan qadar, seorang mukmin harus


mengimani bahwa Allah-lah pencipta segala sesuatu, tidak ada Khaliq selain-Nya
dan tidak ada Rabb semesta alam ini selain Dia.

Inilah empat rukun beriman kepada qadha dan qadar yang harus diyakini
setiap muslim. Maka, apabila salah satu di antara empat rukun ini diabaikan atau
didustakan, niscaya kita tidak akan pernah sampai kepada gerbang keimanan yang
sesungguhnya. Sebab, mendustakan rukun-rukun tersebut berarti merusak
bangunan iman terhadap qadha dan qadar dan ketika bangunan iman itu rusak,
maka hal tersebut juga akan menimbulkan kerusakan pada bangunan tauhid itu
sendiri.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ciri Beriman Kepada Qadha dan Qadar


Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang dihadapkan kepada kenyataan
hidup yang dialaminya. Kenyataan itu kadang ada yang berbentuk positif dan
terkadang negatif, seperti :
• ada yang memuaskan ada yang tidak,
• ada yang menyenangkan ada yang menyusahkan,
• ada yang menurut kita baik ada yang buruk, dan sebagainya.
Bagi orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apapun kenyataan dan
peristiwa yang dialaminya, akan ditanggapi dan diterima secara positif.
Sebaliknya, bagi orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, kenyataan
apapun yang diterima ditanggapi dan diterima secara negatif.
Contoh :
• Orang beriman yang tertimpa musibah menanggapi kenyataan ini dengan
kesabaran dan ketabahan. Kesabaran dan ketabahan merupakan sika positif yang
dinilai Allah SWT dengan pahala. Jadi, selama dia sabar dan tabah, selama itu
pula pahalanya terus mengalir.
• Orang beriman ketika mendapatkan keberuntungan besar bersyukur dan merasa
bahwa semua itu karunia dari Allah SWT. Untuk itu ia ingin berbagi kepada orang
lain dengan menafkahkan sebagian keuntungannya tersebut.
• Orang yang tidak beriman ketika mendapat musibah merasa bahwa dirinya tidak
berguna lagi. Dia merasa putus asa dan akhirnya melampiaskannya dengan
berbagai macam perbuatan yang merusak, seperti melamun, merokok,
mengkonsumsi narkoba, bahkan ada yang bunuh diri.
• Orang yang tidak beriman ketika mendapat keuntungan bisnis yang berlimpah
malah menggunakannya untuk berfoya-foya. Dia merasa bahwa yang didapatnya
itu semata-mata merupakan prestasi yang harus diraakan dan dia berhak dan bebas
menggunakan sesuka hatinya.
Dengan memahami contoh-contoh tersebut, yakinkah kamu bahwa
beriman kepada qadha dan qadar mempunyai peranan penting dalam kehidupan?
Kalau yakin, tentu kamu ingin meningkatkan keimananmu kepada qadha dan
qadar. Bagaimana ciri-ciri orang yang beriman kepada qadha dan qadar? Berikut
ini merupakan ciri orang yang beriman kepada qadha dan qadar.
1. Selalu menyadari dan menerima kenyataan.
Iman kepada qadha dan qadar dapat menumbuhkan kesadaran yang tinggi
untuk menerima kenyataan hidup. Karena yang terjadi adalah sudah pada garis
ketentuan Allah pada hakekatnya bencana atau rahmat itu semata-mata dari Allah
SWT. Firman Allah SWT :
Artinya : “Katakanlah: “Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir)
Allah jika Allah menghendaki bencana atasmu, atau menghendaki rahmat untuk
dirimu dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung
dan penolong selain Allah”. (QS. al-Ahzab : 17)
2. Senantiasa bersikap sabar.
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar akan senantiasa menerima
segala sesuatu dengan penuh kesabaran, baik dalam situasi yang sempit atau susah
dan tetap bersabar dalam situasi senang atau bahagia. Dengan demikian orang
yang beriman kepada takdir Allah SWT senantiasa dalam keadaan yang stabil
jiwanya.
Artinya : “Apakah manusia itu mengira mereka akan dibiarkan, sedang mereka
tidak diuji lagi ?”. (QS. al-Ankabut : 2)
Wujud ujian dan cobaan bisa berupa tiadanya biaya pendidikan, fisik yang
lemah, penyakit, orang tua meninggal, dilanda bencana alam, dan sebagainya.
Perhatikan firman Allah berikut :
Artinya : “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqarah : 155)
Renungkan ayat 155 surat al-Baqarah, yaitu supaya memberi berita
gembira kepada orangorang yang sabar. Memang dalam menghadapi cobaan
diperlukan sikap sabar. Tanpa sikap sabar akan sulit manusia mencapai sukses.
3. Rajin dalam berusaha dan tidak mudah menyerah.
Agar seseorang terus giat berusaha ia pun yakin bahwa segala hasil usaha
manusia selalu diwaspadai, dinilai, serta diberi balasan. Firman Allah :
Artinya : “Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa
yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan di
perlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan
balasan yang paling sempurna, dan bahwasannya kepada Tuhanmulah
kesudahan (segala sesuatu)”. (QS an-Najm : 39-42)
4. Selalu bersikap optimis, tidak pesimis.
Keyakinan terhadap Qadha dan Qadar dapat menumbuhkan sikap yang
optimis tidak mudah putus asa. Karena ia yakin walau sering gagal, pasti suatu
saat akan berhasil sehingga tidak akan berputus asa. Firman Allah SWT :
Artinya : “…dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
tidaklah berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf
: 87)
5. Senantiasa menerapkan sikap tawakal.
Tawakal (berserah diri kepada Allah SWT akan tumbuh pada diri
seseorang jika ia meyakini bahwa segala sesuatu telah dikehendaki Allah. Allah
Maha bijaksana sehingga menurut keyakinannya Allah tidak mungkin
menyengsarakannya. Allah sumber kebaikan sehingga tidak mungkin Allah
menghendaki hamba-Nya kepada keburukan. Firman Allah SWT :
Artinya : “Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah, Tuhanku, dan Tuhanmu.
Tidak ada satu binatang melata pun, melainkan Dialah yang memegang ubun-
ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” (QS. Hud : 56).

B. Hubungan Qadha dan Qadar


Beriman kepada qadha dan qadar merupakan rukun iman yang keenam.
Qadha adalah ketentuan akan kepastian yang datangnya dari Allah SWT terhadap
segala sesuatu sejak zaman azali, yaitu sejak zaman sebelum sesuatu itu terjadi.
Segala sesuatu yang terjadi telah diketahui Allah SWT terlebih dahulu karena
Dialah yang merencanakan serta yang menentukannya. Seluruh makhluk, baik
malaikat, syetan, jin, maupun manusia tidak akan mengetahui rencana-rencana
Allah SWT tersebut.
Manusia punya rencana, tetapi Allah SWT yang menentukan. Ungkapan
ini merupakan salah satu bentuk cara memahami qadha dan qadar Allah SWT.
Manusia memang diberi kemampuan untuk berbuat dan berpikir, namun
kedudukan Allah SWT dan kekuasaan-Nya adalah di atas segala-galanya.
Ketentuan Allah SWT ini merupakan hak mutlak (absolut), tanpa campur
tangan siapapun dan dari manapun. Oleh karena itu manusia harus mau menerima
kenyataan. Kemampuan manusia terbatas pada ikhtiar untuk mengatasi
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Sedangkan berhasil atau gagal, ini
merupakan kekuasaan Allah SWT semata. Rasulullah saw bersabda :
Artinya : “Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a katanya: baginda s.a.w
bersabda: Allah SWT mengutus Malaikat ke dalam rahim. Malaikat berkata:
Wahai Tuhan! Ia masih berupa air mani. Setelah beberapa waktu Malaikat
berkata lagi: Wahai Tuhan! Ia sudah berupa segumpal darah. Begitu juga setelah
berlalu empat puluh hari Malaikat berkata lagi: Wahai Tuhan! Ia sudah berupa
segumpal daging. Apabila Allah SwT membuat keputusan untuk menciptakannya
menjadi manusia, maka Malaikat berkata: Wahai Tuhan! Orang ini akan
diciptakan lelaki atau perempuan? Celaka atau bahagia? Bagaimana rezekinya?
Serta bagaimana pula ajalnya? Segala-galanya dicatat ketika masih di dalam
kandungan ibunya”.(HR Bukhari dan Muslim)
Qadar adalah ketentuan-ketentuan Allah SWT yang telah berlaku bagi
setiap makhluk sesuai dengan ukuran dan ketentuan yang telah dipastikan oleh
Allah SWT sejak zaman azali. Oleh karena itulah, baik buruknya telah
direncanakan terlebih dahulu oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya : “Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.” (QS Ar Ro’du: 8)
Dari pengertian hadis dan ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
qadha dan qadar atas diri manusia telah diputuskan oleh Allah SWT sebelum
manusia ada atau dilahirkan ke dunia ini. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah
qadha dan qadar biasa disebut juga dengan takdir. Jadi, beriman kepada qadha dan
qadar dapat dikatakan pula dengan beriman kepada takdir.
Takdir baru dapat diketahui oleh manusia dengan kenyataan atau peristiwa
yang yang telah terjadi, contoh :
1. Terjadinya musibah bencana tsunami di Aceh pada tanggal 26 Desember tahun
2004 yang merenggut ratusan ribu korban meninggal dunia. Sebelum kejadian
tersebut tak ada seorangpun yang mengetahuinya.
2. Dalam suatu kejadian kecelakaan yang menewaskan seluruh penumpang
ternyata ada seorang bayi yang selamat. Menurut ukuran akal, si bayi adalah
makhluk yang sangat lemah dan tidak mampu mencari perlindungan, tetapi malah
dia yang selamat. Sementara penumpang lain yang sudah dewasa dan dapat
berusaha menyelamatkan diri malah meninggal dunia.
3. Ada seorang yang dilahirkan dari keluarga yang sangat miskin. Orang
sekampung memperkirakan anak tersebut kelak juga akan menjadi miskin seperti
orang tuanya. Namun, setelah anak tersebut dewasa ternyata menjadi orang yang
pandai berdagang, sehingga dia menjadi orang yang kaya.
Contoh-contoh di atas hanyalah merupakan bagian kecil ari peristiwa-peristiwa
yang berkaitan dengan takdir Allah SWT. Masih banyak sekali peristiwa yang bisa
kita pahami sebagai perwujudan dari qadha dan qadar dari Allah SWT. Namun
dari berbagai contoh di atas menunjukkan bahwa qadha dan qadar Allah SWT
akan tetap berlaku kepada setiap makhluk-Nya. Oleh karena itu, orang beriman
harus meyakini dengan sepenuh hati akan adanya qadha dan qadar. Firman Allah
SWT :
Artinya : “Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah
ketetapan (takdir) Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. (QS. Yasin : 38)
Dalam surat al-Hadid ayat 22, Allah juga berfirman :
Artinya : “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (lauhul mahfuzh) sebelum
kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah.” (QS. al-Hadid : 22)

C. Contoh dan Macam-macam Takdir.


Meskipun segala sesuatu yang terjadi di jagat raya ini sudah ditentukan
oleh Allah sejak zaman azali, tetapi pemberlakuan takdir Allah tersebut ada juga
yang mengikutsertakan peran makhluk-Nya. Karena itulah, takdir dibagi menjadi
dua, yaitu takdir mubram dan takdir mu’allaq :
1. Takdir Mubram
Dalam bahasa Arab, mubram artinya sesuatu yang sudah pasti, tidak dapat
dielakkan. Jadi, takdir mubram merupakan ketentuan mutlak dari Allah SWT yang
pasti berlaku atas setiap diri manusia, tanpa bisa dielakkan atau di tawar-tawar
lagi, dan tanpa ada campur tangan atau rekayasa dari manusia.
Contoh takdir mubram antara lain :
Waktu ajal seseorang tiba
Usia seseorang
Jenis kelamin seseorang
Warna darah yang merah
Bumi mengelilingi matahari
Bulan mengelilingi bumi
Jika Allah sudah menetapkan bahwa seseorang akan mati pada suatu hari,
di suatu tempat, pada jam sekian, maka orang tersebut pasti akan mati pada saat
dan tempat yang sudah ditentukan itu. Ia tidak akan bisa lari atau bersembunyi
dari malaikat Izrail, meskipun ia berada di dalam sebuah tembok benteng yang
sangat kokoh. Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Di manapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu,
meskipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh…” (QS. an-Nisa : 78)
2. Takdir Mu’allaq
Dalam Bahasa Arab, mu’allaq artinya sesuatu yang digantungkan. Jadi,
takdir mu’allaq berarti ketentuan Allah SWT yang mengikutsertakan peran
manusia melalui usaha atau ikhtiarnya. Dan hasilnya aakhirnya tentu saja menurut
kehendak dan ijin dari Allah SWT. Allah SWT. berfirman :
Artinya : “…Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” (QS. ar-Ra’d :
11)
Beberapa contoh takdir mu’allaq antara lain adalah kekayaan, kepandaian,
dan kesehatan. Untuk menjadi pandai, kaya, atau sehat, seseorang tidak boleh
hanya duduk berpangku tangan menunggu datangnya takdir tapi ia harus
mengambil peran dan berusaha. Untuk menjadi pandai kita harus belajar; untuk
menjadi kaya kita harus bekerja keras dan hidup hemat; dan untuk menjadi sehat
kita harus menjaga kebersihan. Tidak mungkin kita menjadi pandai kalau kita
malas belajar atau suka membolos. Demikian juga kalau kita ingin kaya, tetapi
malas bekerja dan suka hidup boros; atau kita ingin sehat, tetapi kita tidak
menjaga kebersihan lingkungan, maka apa yang kita inginkan itu tak mungkin
terwujud.
Sebagaimana ciri orang yang beriman kepada qadha dan qadar di atas,
orang yang meyakini takdir Allah SWT, tidak boleh pasrah begitu saja kepada
nasib karena Allah SWT memberikan akal yang bisa membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk. Allah SWT juga memberikan tubuh dalam bentuk
sebaik-baiknya untuk digunakan sarana berusaha.
Dengan demikian, jelaslah bahwa beriman kepada qadha dan qadar Allah
bukan berarti kita hanya pasrah dan duduk berpangku tangan menunggu takdir
dari Allah; melainkan juga berusaha yang giat sepenuh hati mengubah nasib
sendiri, berupaya bekerja dengan keras mencapai apa yang kita citacitakan.
BAB III
PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai